Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI

SEDIAAN NON STERIL


SUPPOSITORIA PARASETAMOL
PUMOL KIDZ

DOSEN PENGAMPU:
I.G.N. Jemmy Anton Prasetia, S. Farm., M.Si.,Apt.

OLEH :
GOLONGAN 2/KELOMPOK 5

Ni Luh Putu Putri Ardiyanti (1208505062)


Ni Made Febry Irmayanti (1208505063)
Gde Dipa Pranawa (1208505064)
Ni Putu Pebri Utami (1208505065)
Ni Putu Eka Rismawati (1208505066)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2014
BAB I
PREFORMULASI

1.1 Tujuan
1. Mampu melakukan tahap pereformulasi sediaan suppositoria parasetamol
2. Mengetahui formula standar sediaan supositoria parasetamol
3. Mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan parasetamol
4. Dapat membuat sediaan non steril supositoria parasetamol skala
laboratorium sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan

1.2 Tinjauan Farmakologi Zat Aktif


1.2.1 Indikasi
Parasetamol merupakan derivat para aminofenol yang memiliki aktivitas
analgesik dan antipiretik, serta anti-inflamasi lemah.Parasetamol dapat diberikan
per oral dan per rektal untuk mengatasi keluhan nyeri ringan hingga sedang, serta
demam (Reynolds, 1989).Parasetamol umumnya digunakan sebagai analgesik dan
antipiretik, tetapi tidak untuk antiradang. Umumnya dianggap sebagai antinyeri
yang paling aman untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Sebagai analgesik,
parasetamol bekerja dengan meningkatkan ambang rangsang rasa sakit. Sebagai
antipiretik, parasetamol diduga bekerja langsung pada pusat pengatur panas di
hipotalamus (Tjay dan Rahardja, 2007).

1.2.2 Farmakokinetika
Parasetamol siap diabsorpsi dari saluran gastrointestinal dengan konsentrasi
puncak plasma mencapai sekitar 10-60 menit dengan dosis per oral. Parasetamol
didistribusikan ke hampir semua jaringan tubuh, melewati plasenta, dan mengalir
melalui air susu. Ikatan protein plasma dapat diabaikan pada konsentrasi
terapeutik normal, namun dapat meningkat dengan peningkatan
konsentrasi.Waktu paruh eliminasi dari parasetamol bervariasi antara 1 hingga 3
jam.Parasetamol dimetabolisme dalam hati dan diekskresi melalui urin sebagai

1
glukoronide dan sulfat konjugasi. Kurang dari 5% diekskresi sebagai parasetamol.
Eliminasi terjadi kira-kira 1-4 jam (Reynolds, 1989).
Bioavailabilitas parasetamol berkisar pada rentang 7090%. Waktu paruh
plasma parasetamol pada dewasa adalah sekitar 13 jam. Sedangkan pada
neonatus, waktu paruh parasetamol sekitar 5 jam. Volume distribusi parasetamol
adalah 1 L/kg dengan klirens sekitar 5 mL/menit/kg. Jumlah parasetamol yang
membentuk ikatan dengan protein plasma antara 8-40 %.
Suatu metabolit terhidroksilasi (N-acetyl-p-benzoquinoneimine), selalu
diproduksi dengan jumlah yang sedikit oleh isoenzim sitokrom P450 (terutama
CYP2E1 dan CYP3A4) didalam hati dan ginjal. Metabolit ini selalu
terdetoksifikasi dengan konjugasi dengan glutasion, tetapi dapat terjadi akumulasi
diikuti dengan overdosis parasetamol dan menyebabkan kerusakan jaringan
(Sweetman, 2002).
Parasetamol yang diberikan per rektal memiliki kecepatan absorpsi yang lebih
lambat dibandingkan bila diberikan secara per oral.Parasetamol didistribusikan ke
hampir sebagian besar jaringan tubuh. Parasetamol dapat menembus plasenta dan
terekskresi dalam air susu. Parasetamol dimetabolisme terutama di liver dan
diekskresikan melalui urin terutama sebagai konjugat glukoronid dan
sulfatnya.Kurang dari 5% diekskresikan dalam bentuk tidak berubah (Reynolds,
1989).

1.2.3 Efek Samping


Efek samping tidak jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitivitas dan
kelainan darah. Pada penggunaan kronis dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan
hati dan pada dosis di atas 6 g mengakibatkan nekrosis hati yang tidak
reversibel.Hepatotoksisitas ini disebabkan oleh metabolit-metabolitnya yang pada
dosis normal dapat ditangkal oleh gluthation (suatu tripeptida dengan SH).Pada
dosis di atas 10 g persediaan peptida tersebut habis dan metabolit-metabolit
mengikat diri pada protein dengan gugusan SH di sel-sel hati dan terjadilah
kerusakan irreversibel.Dosis lebih dari 20 g sudah berefek fatal (Tjay dan
Rahardja, 2007).

2
1.2.4 Kontra Indikasi
Hipersensitifitas terhadap paracetamol dan komponen formulasi lainnya.
Penderita dengan gangguan fungsi hati yang berat, gangguan fungsi ginjal,
diabetes mellitus dan penderita dengan riwayat hipersensitivitas pada parasetamol
(Lacyet al.,2004).

1.2.5 Interaksi Obat


- Dengan aspirin, meningkatkan konsentrasi aspirin dalam darah.
- Dengan kloramfenikol meningkatkan half life dari kloramfenikol
- Barbiturat, karbamazepin, hydantoins, isoniazid, rifampin, sulfinpyrazone
dapat meningkatkan potensi hepatotoksik dan menurunkan efek analgesik
dari parasetamol.
- Kolesteramin dan propantelin dapat menurunkan absorpsi parasetamol.
- Metoklopramid dapat meningkatkan absorpsi dari parasetamol.
- Etanol dapat meningkatkan resiko induksi hepatotoksik dari parasetamol.
- Dengan antikonvulsan phenobarbiton memperkuat efek hepatotoksik
parasetamol (Lacyet al., 2004).

1.2.6 Peringatan
Jika terjadi sensitivitas, pemakaian obat harus dihentikan.Tidak dianjurkan
untuk batuk berdahak dan keadaan-keadaan dimana terjadi gangguan pernafasan,
misalnya asma bronkial.Hati-hati penggunaan obat ini pada penderita gangguan
fungsi ginjal.Bila setelah 5 hari nyeri tidak menghilang, atau demam tidak
menurun setelah 2 hari, segera hubungi unit pelayanan kesehatan.Penggunaan
obat ini pada penderita yang mengkonsumsi alkohol dapat meningkatkan resiko
kerusakan hati (Tjay dan Rahardja,2007).

3
1.3 Tinjauan Fisikokimia Zat Aktif dan Bahan Tambahan
1.3.1 Bahan Aktif
a. Parasetamol

Gambar 1.1 Struktur Kimia Parasetamol (Moffatet al., 2005)

Nama Kimia : N-asetil-4-aminfenol


Rumus kimia : C8H9NO2
Berat molekul : 151,16 gram/mol
Sistem Kristal : Orthorhombic dan Monosiclic
Ukuran Kristal : Orthorhombic (0,28 x 0,25 x 0,15 mm)
Monosiclic( 0,30 x 0,30 x0,15 mm)
Kandungan : Acetaminophen mengandung tidak kurang dari 98,0
% dan tidak lebih dari 101,0% C8H9NO2, dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan (Depkes RI,
1995).
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa
pahit (Depkes RI, 1995)
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol
(95%) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian
gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P, larut
dalam larutan alkali hidroksida (Depkes RI, 1995).
Suhu lebur : 1690Csampai 1720 C (Depkes RI, 1995)
Titik didih : >5000 C (Depkes RI, 1995)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
(Depkes RI, 1979).
Khasiat : Analgetikum dan antipiretikum (Depkes RI, 1979)
Stabilitas : - Tidak stabil terhadap sinar UV

4
- Peningkatan suhu dapat mempercepat degradasi
obat
- Hidrolisis dapat terjadi pada keadaan asam ataupun
basa
- Hidrolisis minimum terjadi pada rentang pH antar
5-7
(Depkes RI, 1979)
1.3.2 Bahan Tambahan
a. Polietilen Glikol 400 (PEG400)/ Macrogolum 400/ Makrogol 400
Rumus molekul : H(O-CH2-CH2)nOH ; harga n antara 8,2 dan 9,1
Pemerian : cairan kental jernih, tidak berwarna atau praktis
tidak berwarna; bau khas lemah; agak
higroskopik.
Kelarutan : larut dalam air, dalam etanol,dalam aseton, dalam
glikol lain, dan dalam hidrokarbon aromatik;
praktis tidak larut dalam eter dan dalam
hidrokarbon alifatik.
Berat molekul : 380 sampai 420
Bobot jenis : 1,110 sampai 1,140
Suhu beku : antara 4 dan 8
Kekentalan : 6,8 cS sampai 8,0 cS pada suhu 99 dinyatakan
sebagai kekentalan kinematik.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Penguunaan : zat tambahan (basis)
(Depkes RI, 1979)
.
b. Poloetilen Glikol 4000 (PEG 4000)/ Macrogalum 4000/ Makrogol 4000
Rumus molekul : H(O-CH2-CH2)nOH ; harga n antara 68 dan 84
Pemerian : serbuk licin putih atau potongan putih kuning
gading; praktis tidak berbau; tidak berasa.

5
Kelarutan

Berat molekul
Titik leleh
Kekentalan : mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P dan
dalam kloroform P; praktis tidak larut dalam eter

Penyimpanan P.

Penguunaan : 3000 sampai 3700


: 50-58C (Roweet al., 2009)
: 776 cS sampai 110 cS pada suhu 210 F
dinyatakan sebagai kekentalan kinematik.
: dalam wadah tertutup rapat
: zat tambahan (basis)
(Depkes RI, 1979).

1.4 Bentuk Sediaan, Dosis dan Rute Pemberian


1.4.1 Bentuk Sediaan
Suppositoria merupakan sediaan padat yang digunakan melalui dubur,
umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut, melunak, atau meleleh pada suhu
tubuh.Bahan dasar yang digunakan harus dapat larut dalam air atau meleleh pada
suhu tubuh. Sebagai bahan dasar digunakan lemak coklat, polietilen glikol
berbobot molekul tinggi, lemak atau bahan lain yang cocok. Kecuali dinyatakan
lain, digunakan lemak coklat (Depkes RI, 1979). Bobot suppositoria jika tidak
dinyatakan lain adalah 3 g untuk orang dewasa dan 2 g untuk anak-anak.
Suppositoria harus disimpan dalam wadah tertutup baik dan di tempat sejuk
(Anief, 2010). Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat,
sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat lokal atau sistemik (Depkes RI,
1995).
Umumnya, suppositoria rektum panjangnya 32 mm (1,5 inci), berbentuk
silinder dan kedua ujungnya tajam. Beberapa suppositoria untuk rectum
diantaranya ada yang berbentuk seperti peluru, torpedo atau jari-jari kecil
tergantung kepada bobot jenis bahan obat dan habis yang digunakan, beratnya pun
berbeda-beda.USP menetapkan berat suppositoria 2 gram untuk orang dewasa
apabila oleum cacao yang digunakan sebagai basis.Sedang suppositoria untuk
bayi dan anak-anak, ukuran dan beratnya dari ukuran dan berat untuk orang

6
dewasa, bentuknya kira-kira seperti pensil.Suppositoria untuk vagina yang juga
disebut pessarium biasanya berbentuk bola lonjong atau seperti kerucut, sesuai
dengan kompendik resmi beratnya 5 gram, apabila basisnya oleum
cacao.Suppositoria untuk saluran urin yang juga disebut bougie bentuknya
ramping seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan ke dalam saluran urin pria atau
wanita.Suppositoria saluran urin pria bergaris tengah 3-6 mm dengan panjang
140 mm, walaupun ukuran ini masih bervariasi satu dengan lainnya.Apabila
basisnya dari oleum cacao maka beratnya 4 gram.Suppositoria untuk saluran urin
wanita panjang dan beratnya dari ukuran untuk pria, panjang 70 mm dan
beratnya 2 gram dan basisnya oleum cacao (Ansel, 2008).

1.4.2 Dosis
Tabel 1.1 Dosis Suppositoria Parasetamol
Umur Dosis
1-5 tahun 125-250 mg tiap 4-6 jam
6-12 tahun 250 mg tiap 4 jam
6-12 tahun 250-500 mg tiap 4-6 jam
> 12 tahun 0,5-1 gram tiap 4-6 jam

1.4.3 Rute Pemberian


Begitu dimasukkan, basis suppositoria meleleh, melunak, atau melarut
menyebarkan bahan obat yang dibawanya ke jaringan-jaringan di daerah
tersebut.Obat ini bisa dimaksudkan untuk ditahan dalam ruang tersebut untuk efek
kerja lokal, atau bisa juga dimaksudkan agar diabsorpsi untuk mendapatkan efek
sistemik.Suppositoria rektal dimaksudkan untuk kerja lokal dan paling sering
digunakan untuk menghilangkan konstipasi dan rasa sakit, iritasi, rasa gatal dan
radang sehubungan dengan wasir atau kondisi anorektal lainnya (Ansel, 2008).

7
BAB II
FORMULASI

2.1 Permasalahan
Adapun permasalahn dari pembuatan sediaan suppositoria dengan zat aktif
parasetamol dan basis PEG yaitu:
1. Parasetamol berbentuk serbuk hablur (Depkes RI, 1995) sehingga akan
mempengaruhi homogenitasnya dalam sediaan
2. Basis PEG menunjukkan duration of action (mulai memberi efek) lebih
lama jika dibandingkan dengan basis lemak coklat (Anief, 2010).
3. PEG 400 berbentuk cair memiliki titik lebur yang rendah (Roweet al.,
2009)
4. PEG 400 berbentuk cair sedangkan PEG 4000 berbentuk padat (Depkes
RI, 1979) sehingga terdapat perlakuan tertentu dalam pemcampuran dua
fase padat dan cair.
5. Suppositoria dengan basis PEG dapat menyebabkan rangsangan pada
membrane mukosa setelah dipakai (Ansel, 2008).
6. Pada saat penimbangan, kemungkinan terjadi kehilangan bobot bahan dan
kemungkinan terjadi penciutan suppositoria pada cetakan saat proses
pencetakan.
7. Pada saat pencetakan suppositoria mudah melekat pada cetakan (Anief,
2010)

2.2 Pengatasan Masalah


Adapun pengatasan dari masalah-masalah yang ada adalah sebagai berikut:
1. Sebelum ditambahkan parasetamol digerus hingga halus (Hadsova, et al.,
2006).
2. Basis PEG harus benar-benar larut sehingga zat aktif dapat diabsorpsi
(Anief, 2010). Pada etiket sediaan sediaan suppositoria harus diberi
petunjuk basahi dengan air sebelum digunakan (Depkes RI, 1995).

8
3. PEG 400 dikombinasikan dengan PEG 4000 memiliki bentuk padat yang
memiliki titik lebur lebih tinggi untuk meningkatkan titik leburnya.
4. PEG 4000 dilebur pada suhu 500C-580C(Rowe,et al.,2009) terlebih
dahulu, kemudian ditambahkan PEG 400 yang memiliki titik lebur lebih
rendah.
5. Suppositoria dengan basis PEG harus mengandung sedikitnya 20% air
untuk mencegah rangsangan membran mukosa (Ansel, 2008). Pada etiket
sediaan suppositoria harus diberi petunjuk basahi dengan air sebelum
digunakan, meskipun dapat disimpan tanpa pendinginan, suppositoria ini
harus dikemas dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 1995).
6. Ditambahkan jumlah suppositoria yang akan dibuat sebanyak 2 buah
suppositoria.
7. Cetakan suppositoria dilapisi terlebih dahulu dengan paraffin cair (Anief,
2010)

2.3 Macam-mascam Formula Standar


a. Formula Standar 1
R/ PEG 4000 33%
PEG 6000 47%
Aqua 20%
(Anief, 2010).

b. Formula Standar 2
R/ Parasetamol 250 mg
PEG 1500 75%
PEG 4000 25%
Lemak coklat q.s.
Suppocire q.s.
Tween 40 0,5%
Span 80 2%
(Margaret et al., 2012).

9
c. Formula Standar 3
R/ Parasetamol 100 mg
PEG 4000 0,659
Tween 80 0,011
PEG 400 0,22
(Niraj et al., 2013).

d. Formula Standar 4
R/ Parasetamol 500 mg
PEG 4000 70%
PEG 400 30%
(Mufrod dkk., 1989)

2.4 Formula yang Diajukan untuk Dibuat dalam Praktikum


Dalam praktikum ini formula yang akan dibuat diadaptasi dari formula
standar 4. Formula yang dibuat adalah sebagai berikut:
R/ Parasetamol 250 mg
PEG 4000 70%
PEG 400 30%

10
BAB III
PRODUKSI

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam pembuatan suppositoria
parasetamol adalah sebagai berikut:
a. Timbangan
b. Gelas beaker
c. Penangas air
d. Sendok tanduk
e. Kertas perkamen
f. Batang pengaduk
g. Cawan porselen
h. Cetakan suppositoria
i. Termometer
j. Aluminium foil

3.1.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam pembutan suppositoria
parasetamol adalah sebagai berikut:
a. Parasetamol
b. PEG 4000
c. PEG 400

3.2. Perhitungan dan Penimbangan Bahan


3.2.1 Perhitungan pembuatan 1 buah suppositoria
Diketahui : Berat supositoria yang diinginkan (untuk anak-anak) = 2 g
Harga displacement value untuk parasetamol terhadap PEG
adalah 1,5 (Lund, 1994).

11
Ditanya:

Jawab

Jumlah bahan-bahan yang dibutuhkan untuk formulasi sediaan


=?
:
Bobot zat aktif yang ditambahkan = 250 mg x 1,5
= 375 mg
Bobot basis yang ditambahkan = 2000 mg - 375 mg
= 1625 mg
a. PEG 4000 = 70% x 1625 mg = 1137,5 mg
b. PEG 400 = 30% x 1625 mg = 487,5 mg

3.2.2 Perhitungan pembuatan suppositoria 1 batch (14 suppositoria):


a. Parasetamol = 250 mg x 14 = 3.500 mg
b. PEG 4000 = 1137,5 mg x 14 = 15.925 mg
c. PEG 400 = 487,5 mg x 14 = 6.825 mg

Penimbangan 1
N Bahan Jumlah Fungsi batch
(14 supp) (mg)
o1. Parasetam 250 Zat aktif 3.500
ol mg
2. PEG 4000 70 % Basis 15.925
3. PEG 400 30 % Basis 6.825

12
3.3. Cara Kerja
3.3.1 Prosedur Kerja Pembuatan Suppositoria 1 Batch

Ditimbang masing-masing Paracetamol, PEG 4000dan PEG400

PEG 4000 dilebur pada suhu 50C-58C, diaduk secara perlahan


hingga suhu leburan turun menjadi 40C

Parasetamol digerus hingga halus di dalam mortir

Serbuk Parasetamol yang telah digerus halus dicampur homogen


dengan PEG 400 dalam mortir hangat

Ditambahkan sedikit demi sedikit leburan PEG 4000 ke dalam


campuran parasetamol dan PEG 400, diaduk hingga homgen

Campuran suppositoria dimasukkan ke dalam cetakan yang sudah


dilapisi paraffin cair

Suppositoria dalam cetakan dimasukkan ke dalam lemari pendingin


(suhu 4oC- 8 oC)
(

Suppositoria yang telah beku dikeluarkan dari cetakan, selanjutnya


suppositoria dievaluasi lalu dikemas

13
3.3.2 Prosedur Kerja Evaluasi
a. Uji Organoleptis

Suppositoria Parasetamol dilakukan uji organoleptis meliputi aroma,


dan warna suppositoria

Dicatat pada data uji organoleptis

b. Uji Keseragaman Bobot

Supositoria parasetamol ditimbang satu persatu, kemudian dicatat


masing-masing bobot supositoria

Dihitung selisih bobot dan % penyimpangan dan dicatat pada data


keseragaman bobot

c. Uji Kisaran Lelehan


Supositoria Paracetamol dimasukan kedalam gelas beaker berisi air yang
telah dipanaskan pada suhu 370C, supositoria dibiarkan meleleh.

Diamati supositoria meleleh sempurna, dicatat waktu lelehan


supositoria pada data kisaran lelehan

d. Uji Kerapatan Suppositoria

Supositoria Paracetamol dipotong menjadi 2 pada bagian tengah

Diamati rongga/lubang yang mungkin terbentuk pada supositoria


Paracetamol, dicatat pada data kerapatan supositoria

14
BAB IV
PENGEMASAN
4.1. Kemasan Primer
Pembungkus Aluminium foil
4.2. Kemasan Sekunder

15
4.3. Etiket

4.4. Brosur

16
BAB V
HASIL PENGAMATAN

5.1 Penimbangan
Tabel 5.1 Penimbangan
Persentase Jumlah total Penimbangan Tanda
No Nama Bahan Fungsi
(%) (g) (g) tangan

1 Parasetamol Zat Aktif 250 mg 0,3500 0,352 Terlampir

2 PEG 4000 Basis 70% 15,925 15,943 Terlampir


3 PEG 400 Basis 30% 6,825 6,840 Terlampir

5.2 Evaluasi Suppositoria


5.2.1 Data Uji Keseragaman Bobot
Jumlah suppositoria yang diuji keseeragaman bobot sebanyak tiga
suppositoria
a. Bobot Suppositoria
Bobot
Su
(gram)
ppo
I 2,346
II 2,353
II 2,356
I
Bo 2,357
bot

b. Perhitungan Standar Deviasi


Bobot
xrata-rata 2
Suppositoria suppositoria (x xrata-rata) (x xrata-rata)
(gram)
(gram) (x)
1 2,346 2,351 -0,005 0,000025
2 2,353 2,351 0,002 0,000004
3 2,356 2,351 0,005 0,000025

17
(x xrata rata)2 = 0,000054
( x xrata-rata )
Standar deviasi = n-1

, 5
=

= 0,0051
tandar deviasi 51
RSD = obot rata-rata suppositoria
1 = , 51
1 =,1

c. % Penyimpangan
Bobot
xrata-rata %
Suppositoria suppositoria Selisih bobot
(gram) Penyimpangan
(gram)
1 2,346 2,351 0,005 0,21%
2 2,353 2,351 0,002 0,08%
3 2,356 2,351 0,005 0,21%

5.2.2 Data Uji Organoleptik


Jumlah suppositoria yang diuji organoleptik sebanyak tiga suppositoria
Pengujian Suppositoria
(Eksternal) I II III
Bau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau
Warna Putih bening Putih bening Putih bening
Bentuk Terpedo Terpedo Terpedo
Permukaan Halus Rata Halus Rata Halus Rata

5.2.3 Data Uji Kerapatan


Jumlah suppositoria yang diuji kerapatan sebanyak tiga suppositoria

Suppositoria Fisik
I Internal : bagian dalam tidak terdapat rongga

18
II Internal : terdapat sedikit rongga pada bagian ekor
suppositoria
III Internal : bagian dalam tidak terdapat rongga

5.2.4 Data Uji Kisaran Leleh


Jumlah yang diuji sebanyak 3 suppositoria. Dilakukan dengan cara gelas
beaker diisi air yang telah dipanaskan hingga suhu 37oC, kemudian 3 buah
suppositoria dimasukkan lalu dilakukan pengamatan. Dicatat waktu yang
dibutuhkan suppositoria untuk melarut sempurna.
Waktu Pengamatan
Menit ke-11 Seluruh permukaan suppositoria menjadi tidak rata dan berongga
(mulai melarut)
Menit ke-18 Seluruh suppositoria mulai mengecil
Menit ke-22 Seluruh suppositoria sangat kecil dan rusak
Menit ke-25 Seluruh suppositoria telah melarut sempurna

19
BAB VI
PEMBAHASAN

Praktikum teknologi non-steril ini dilakukan pembuatan sediaan


suppositoria parasetamol yang ditujukan untuk anak-anak. Tujuan dari praktikum
ini adalah agar mahasiswa mampu melakukan tahap preformulasi sediaan
suppositoria parasetamol, mengetahui formula standar sediaan suppositoria
prasetamol, mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan suppositoria
parasetamol, dan dapat membuat sediaan non steril suppositoria parasetamol skala
laboratorium sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang
umumnya diberikan melalui rektal, vaginal, atau uretra.Umumnya meleleh,
melunak, atau melarut pada suhu tubuh (Depkes RI, 1995). Sediaan Suppositoria
yang dibuat pada praktikum ini menggunakan zat aktif parsetamol yang memiliki
efek antipiretik. Suppositoria memiliki beberapa keuntungan yaitu dapat
menghindari terjadinya iritasi pada lambung, dapat menghindari kerusakan obat
oleh enzim pencernaan dan asam lambung dan baik bagi pasien yang mudah
muntah atau tidak sadar (Syamsuni, 2007). Parasetamol yang ditujukan untuk
anak-anak, dibuat dalam bentuk suppositoria memungkinkan absorpsi yang cepat
dibandingkan dengan pemberian oral karena sediaan suppositoria akan langsung
diabsorpsi oleh membran mukosa rektal menuju sistem sistemik tanpa mengalami
metabolisme oleh sistem hepatik sehingga akan memberikan efek terapetik yang
cepat. Parasetamol memiliki sifat organoleptis yaitu memiliki rasa yang pahit
sehingga akan sulit untuk menutupi rasa yang tidak enak pada pemberian oral.
Praktikum ini dipilih formulasi pembuatan dalam bentuk supositoria, hal ini
dilakukan akan keuntungannya dibandingkan sediaan per-oral dimana diperlukan
adanya penutup rasa pahit parasetamol dengan coringen, sedangkan pada
penggunaan suppositoria melalui rute pemberian rektal, vaginal, atau uretral yang
tidak perlu memperhitungkan rasa, sehinnga cocok untuk diberikan pada pasien
anak-anak yang susah untuk menelan obat.

20
Sediaan supositoria dibuat sebanyak 1 batch, diaman setiap batch berisi 3
buah suppositoria. Sediaan suppositoria parasetamol ini ditujukan untuk pasien
dengan umur 1-5 tahun dengan dosis 250 mg tiap 6 jam, dan umur 6-12 tahun
dengan dosis 250 mg tiap 4 jam.
Pada formulasi supositoria terdapat dua macam basis yang umum
digunakan dalam formulasi supositoria, yaitu basis berlemak/berminyak dan basis
yang larut dalam air. Pada laboratorium tersedia basis berupa oleum cacao (basis
berminyak) dan polietilen glikol (basis yang larut dalam air). Adapun formula
yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut::
R/ Parasetamol 250 mg
PEG 4000 70%
PEG 400 30%

Basis yang digunakan pada pembuatan suppositoria parasetamol ini adalah


basis P.E.G (Polietilen glikol), dimana basis PEG ini digolongkan dalam basis
yang dapat bercampur atau larut dalam air. Polietilen glikol merupakan polimer
dari etilen oksida dan air, dibuat menjadi bermacam-macam berat molekul antara
200-6000. Polietilen yang memiliki berat molekul dibawah 1000 berupa cairan
bening tidak berwarna dan mempunyai berta molekul rata-rata lebih dari 1000
berupa lilin putih, padat (Ansel, 2008). Basis PEG digunakan karena memiliki
kelebihan dibandingkan dengan basis lainnya yaitu mempunyai titik lebur 35-63
C dan tidak terdapat kesulitan dengan titik leburnya dibandingkan dengan oleum
cacao yang dapat menunjukkan polimorfisme dari bentuk kristalnya apabila
dilakukan pemanasan yang terlalu tinggi di atas titik leburnya. Basis PEG juga
memiliki bobot molekul yang bervariasi (antara 200-6000), sehingga dapat
dikombinasi dengan cara melebur, memakai dua jenis atau lebih. Pada
praktikum ini digunakan kombinasi PEG 4000 denga PEG 400. Tujuan
digunakannya kombinasi untuk memperoleh basis suppositoria yang diinginkan
konsistensinya dan sifat khasnya. Suppositoria dengan basis PEG pada
penyimpanannya diluar lemari es tidak akan melunak bila terkena udara panas

21
karena titik leburnya yang tinggi, serta kepadatannya pun memungkinkan untuk
dimasukkan pada waktu pemakaian secara perlahan-lahan tanpa akan meleleh
pada jari tangan dibandingakn dengan basis oleum cacao yang akan meleleh pada
suhu tubuh. Selain memiliki kelebihan, PEG juga memiliki beberapa kelemahan
yaitu, karena kemampuannya yang bukan meleleh pada suhu tubuh melainkan
melarut pada cairan rektum sehingga dibutuhkan waktu yang lama untuk
absorpsinya didalam cairan rektum karena dibutuhkan waktu untuk PEG melarut
sempurna terlebih dahulu sebelum melepaskan zat aktif. Suppositoria dengan
basis PEG juga akan menimbulakn rasa menyengat pada rektum setelah
pemakaian karena PEG menarik cairan di dalam rektum sehingga sebelum
pemakaian suppositoria harus dicelupkan kedalam air terlebih dahulu.
Suppositoria polietilenglikol tidak melebur tidak melebur pada suhu tubuh, akan
tetapi melarut secara perlahan-lahan dalam cairan tubuh. Oleh sebab itu, dalam
mendesain formulasi suppositoria dengan polietilenglikol bisa saja massa
suppositoria mempunyai titik lebur yang lebih tinggi dari suhu badan. Sifat ini
akan memungkinkan pelepasan obat dari suppositoria secara lebih lambat dari
suppositoria yang diinsertasi (Agoes, 2012).
Adapun permasalah yang terdapat dalam formulasi ini, yaitu: (1)
Parasetamol berbentuk serbuk hablur sehingga akan mempengaruhi
homogenitasnya dalam sediaan, dalam hal ini sebelum ditambahkan parasetamol
digerus hingga halus terlebih dahulu; (2) Basis PEG menunjukkan duration of
action (mulai memberi efek) lebih lama jika dibandingkan dengan basis lemak
coklat sehinnga Basis PEG harus benar-benar larut sehingga zat aktif dapat
diabsorpsi .Pada etiket sediaan sediaan suppositoria harus diberi petunjuk basahi
dengan air sebelum digunakan; (3) PEG 400 berbentuk cair memiliki titik lebur
yang rendah maka PEG 400 dikombinasikan dengan PEG 4000 memiliki bentuk
padat yang memiliki titik lebur lebih tinggi untuk meningkatkan titik leburnya;
(4) PEG 400 berbentuk cair sedangkan PEG 4000 berbentuk padat sehingga
terdapat perlakuan tertentu dalam pemcampuran dua fase padat dan cair yaitu
dengan cara PEG 4000 dilebur pada suhu 50C-58C terlebih dahulu, kemudian
ditambahkan PEG 400 yang memiliki titik lebur lebih rendah; (5) Suppositoria

22
dengan basis PEG dapat menyebabkan rangsangan pada membran mukosa setelah
dipakai maka pada etiket sediaan suppositoria harus diberi petunjuk basahi
dengan air sebelum digunakan; (6) Pada saat penimbangan, kemungkinan terjadi
kehilangan bobot bahan dan kemungkinan terjadi penciutan suppositoria pada
cetakan saat proses pencetakan sehingga perlu ditambahkan jumlah suppositoria
yang akan dibuat sebanyak 2 buah suppositoria; (7) Pada saat pencetakan
suppositoria mudah melekat pada cetakan sehinnga cetakan suppositoria dilapisi
terlebih daulu dengan paraffin cair.
Pada praktikum kali ini metode yang digunakan untuk membuat
suppositoria adalah metode cetak tuang. Metode ini sering digunakan pada
pembuatan suppositoria baik skala kecil maupun skala industri. Cetakan yang
digunakan biasanya dipisah dalam sekat-sekat, umumnya dapat dibuka secara
membujur. Pada waktu leburan dituangkan cetakan ditutup dan dapat dibuka lagi
saat akan mengeluarkan suppositoria yang telah dingin (Ansel, 2008).
Dari formula yang telah ditentukan, dibuat 14 suupositoria. Pembuatan
sediaan suppositoria diawali dengan menentukan massa PEG yang volumenya
setara dengan 1 gram parasetamol yang biasanya disebut dengan bilangan
pengganti. Bilangan pengganti adalah bilangan yang menyatakan jumlah basis
yang digantikan oleh zat aktif, dikarenakan perbedaan berat jenis antara basis dan
zat aktif. Bilangan pengganti dari parasetamol untuk PEG yang digunakan disini
adalah 1,5. Bilangan pengganti ini berfungsi dalam mengatasi masalah apabila
PEG yang akan menyusut pada saat dicetak. Dalam menentukan bilangan
pengganti sebaiknya dilakukan kalibrasi cetakan terlebih dahulu, karena cetakan
yang tersedia secara komersial dapat menghasilkan individual atau dalam jumlah
besar dengan berbagai bentuk dan ukuran. Setiap cetakan mampu menampung
volume material dalam tertentu pada setiap bukaannya. Bahan aktif suatu obat
juga dapat mengganggu bobot jenis basis suppositoria sehingga berat dari
suppositoria yang dihasilkan berbeda pula (Agoes, 2012). Namun pada tahap ini
kami tidak melakukan kalibrasi cetakan suppositoria. Pada tahap pertama
pembuatan suppositoria, basis PEG 4000 dilebur dalam cawan porselen diatas
penangas air pada suhu 50C-58C karena basis PEG 4000 memiliki titik lebur

23
berkisar antara 50C-58C (Rowe

et al.,2009). Setelah PEG 4000 melebur


sempurna suhu diturunkan menjadi 40C. Selama proses peleburan dibuat mortir
hangat. PEG 400 dimasukkan ke dalm mortir hangat dan parasetamol yang sudah
dihaluskan terlebih dahulu. Tujuan dibuat mortir panas adalah untuk menyamakan
suhu anatar campuran PEG 400 dan parasetamol dengn suhu leburan PEG 4000
yang akan menyebabkan shock akibat perbedaan suhu yang ekstrim yang akan
mengakibatkan terbentuknya kristal. Tahap selanjutnya adalah tahap penambahan
zat aktif parasetamol yang telah digerus ke dalam basis PEG 400 sedikit demi
sedikit. Tujuan penggerusan zat aktif parasetamol ini adalah untuk memperkecil
ukuran partikel zat aktif karena ukuran partikel zat aktif akan mempengaruhi
proses disolusi (Shargel dkk., 1988). Apabila ukuran partikel kecil atau optimal,
maka luas permukaan dari partikel tersebut akan semakin besar sehingga luas
permukaan zat yang akan kontak dengan cairan (cairan rektum) akan semakin
besar sehingga zat aktif akan semakin cepat larut dalam cairan rektum.
Penambahan campuran PEG 400 dan parasetamol ke dalam basis PEG 4000 yang
telah melebur sempurna dilakukan secara hati-hati sedikit demi sedikit dengan
bantuan batang pengaduk hingga tercampur homogen.
Selanjutnya leburan suppositoria yang telah dingin dimasukkan ke dalam
cetakan, yang sebelumnya telah dialpisi dengan paraffin cair (Anief, 2010).
Pelumasan cetakan perlu dilakukan bertujuan untuk mempermudah pelepasan
supositoria dan tidak melekat pada cetakannya (Ansel, 2008). Penggunaan
paraffin cair tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan paraffin akan
berkumpul pada ujung cetakan dan membuat bentuk suppositoria tidak sama
dengan cetakan (ujung suppositoria akan tumpul). Penuangan leburan suppositoria
ke dalam cetakan dilakukan dengan hati-hati dan tidak terputus untuk mencegah
terbentuknya lubang-lubang akibat adanya udara pada cetakan yang dapat
mempengaruhi bobot suppositoria maupun homogenitas dari suppositoria.
Leburan suppositoria yang dituang juga diusahakan melebihi volume cetakan
untuk mencegah penyusutan volume suppositora dalam keadaan dingin.
Suppositoria kemudian didiamkan terlebih dahulu pada suhu kamar selama
beberapa saat dan selanjutkan didinginkan didalam lemari pendingin (freezer).

24
Hal ini bertujuan untuk mencegah pendinginan tiba-tiba yang dapat membuat
suppositoria menjadi rapuh (Anief, 2010).
Dari hasil leburan suppositoria hanya diperoleh sebanyak 9 suppositoria
dalam cetakan dari formula yang ditentukan yaitu sebanyak 14 suppositoria. Hal
ini mungkin disebabkan karena tidak dilakukannya kalibrasi cetakan sebelum
pembuatan suppositoria dan kesalahan dalam perhitungan bilangan pengganti.
Diamana kalibrasi ditujukan untuk mengetahui bobot dari suppositoria yang
terbentuk dari cetakan. Hal tersebut dilakukan untuk menyesuaikan jumlah bahan-
bahan dengan cetakan yang tidak diketahui volumenya.
Selanjutnya suppositoria yang telah membeku dikeluarkan dari cetakan
dan dibungkus dengan aluminium foil. Pengemasan dengan aluminium foil
diusahakan sesuai dengan bentuk suppositoria karena bila selama penyimpanan
suppositoria sedikit meleleh maka bentuknya akan menyesuaikan dengan bentuk
wadahnya. Suppositoria disimpan dalam tempat dingin, kering dan terlindung dari
cahaya (Lachman et al, 2008).
Pada akhir praktikum dilakukan evaluasi secara fisik yang meliputi uji
keseragaman bobot, uji organoleptik, uji kerapatan dan uji kisaran leleh
suppositoria. Pada uji keseragaman bobot, diperoleh hasil bahwa bobot rata-rata
supositoria yang dihasilkan adalah (2,351 + 0,051) gram. Standar deviasi yang
kecil ini mencerminkan bahwa variasi bobot supositoria tidak terlalu besar. Dalam
British Pharmacopeia (1980) dinyatakan bahwa tidak boleh lebih dari 2
suppositoria yang memiliki penyimpangan bobot lebih dari 5% dan tidak ada satu
pun suppositoria yang memiliki penyimpangan bobot lebih dari 10%. Oleh karena
itu, suppositoria yang dibuat pada praktikum ini telah memenuhi syarat
keseragaman bobot yaitu pada masing-masing suppositoria yang dilakukan uji
hanya memiliki penyimpangan sebesar 0,21%, 0,08%, dan 0,21%.
Dilakukan juga uji organoleptis seperti bau, warna dan visualnya, hasil
yang didapat adalah tidak berbau karena basis PEG merupakan basis yang tidak
berbau. Suppositoria yang dihasilkan memiliki warna putih bening. Selain itu
secara visual bentuknya adalah torpedo untuk mempermudah dalam
pemakaiannya, dan permukaanya halus dan rata. Sehinnga dapat dismpulkan

25
Suppositoria yang diperoleh dari segi visual memiliki hais yang baik. Kemudian
dilakukan uji kerapatan dari suppositoria, dimana hasilnya adalah 2 sediaan yang
dibuat tidak terdapat rongga pada bagian dalam sediaan yang dibuat namun pada 1
sediaan terdapat sedikit rongga pada bagian ekor suppositoria. Rongga pada
bagian dalam suppositoria dapat mempengaruhi keseragaman bobotnya yang
berpengaruh terhadap keseragaman dosisnya, sehingga akan mempengaruhi efek
farmakologinya. Pembentukan rongga ini dapat disebabkan oleh adanya udara
yang terjebak didalam sediaan karena pada proses penuangan leburan basis ke
cetakan dilakukan terhenti-henti pada satu lubang.
Uji waktu leleh dilakukan menggunakan media air yang bersuhu 370C
yang mewakili suhu tubuh manusia. Pada menit ke-11 seluruh suppositoria mulai
melarut dan melarut sempurna pada menit ke-25. Menurut pustaka basis PEG
memiliki waktu larut yang lama di dalam tubuh, waktu berkisar dar 13-18 menit
(Lachman et al., 2008). ). Perbedaan ini terjadi disebabkan karena basis yang
digunakan merupakan kombinasi basis PEG 4000 dan PEG 400 dimana dengan
perbandingan (70;30) dimana konsentarasi basis padatan lebih besar sehingga
memiliki waktu larut yang lebih lama. Alat untuk menguji kisaran leleh juga
hanya menggunakan penangas air dan thermometer, sehingga faktor
ketidaktepatan suhu dapat mempengaruhi waktu leleh dari suppositoria.

26
BAB VII
KESIMPULAN

7.1 Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang
umumnya diberikan melalui rektal, vaginal, atau uretra.Umumnya meleleh,
melunak, atau melarut pada suhu tubuh
7.2 Formula sediaan suppositoria parasetamol yang digunakan adalah
R/ Parasetamol 250 mg
PEG 4000 70%
PEG 400 30%
7.3 Prinsip dari pembuatan suppositoria adalah dengan peleburan, pencampuran,
pencetakan dan pendinginan. Peleburan dilakukan dengan meleburkan bahan
yang memiliki titik lebur tinggi ke titik lebur rendah ataupun sebaliknya.
Kemudian dicampurkan dengan zat aktif, dan dicetak ketika masih dalam
keadaan panas. Suppo yang telah dicetak, didinginkan untuk mendapatkan
massa suppo yang padat.
7.4 Sediaan suppositoria parasetamol yang berhasil dibuat untuk skala
laboratorium adalah sebanyak 1 batch yang berisi 3 buah suppositoria.
Evaluasi sediaan suppositoria pada praktikum ini meliputi uji keseragaman
bobot, uji organolpetis, uji kerapatan dan uji kisaran leleh.

27
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2010. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: UGM Press.


Ansel, H.C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press.
Agoes, Goeswin. 2012. Seri Farmasi Industri 7: Sediaan Farmasi Likuida-
Semisolida. Bandung: Penerbit ITB.
British Pharmacopea. 1980. British Pharmacopea. Volume II. London: Her
Majestys tasionery Office.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Hadasova, Eva, Jana Novakova, Jana Pistovcakova, janaVinklerova, Alexandra
Sulcova, and Olga Starobova. 2006. Practicals in Pharmacology. Brno:
Masaryk University.
Lacy, Charles F., Lora L. Amstrong, Marton P. Goldman, Leonard L. Lance.
2004. Drug Information Handbook 12th Edition. Ohio. Lexi Comp.
Lachman, L., H.A. Lieberman, J.L. Kanig. 2008.Teori dan Praktek Farmasi
Indrustri. Jakarta: UI Press.
Lund, Walter. 1994. The Pharmaceutical Codex, 12th Edition. London: The
Pharmaceutical Press.
Margaret I., O. Ifudu Ndu, D. Odulaja Jimson and Igwilo Cecilia. 2012.
Assesment of the effect of base and surfactant on the release properties
and kinetics of paracetamol suppositories. Journalof Chemical and
Pharmaceutical Research ISSN:0975-7384
Moffat, C. A., M. D. Osselton, and B. Widdop. 2005. Clarkes Analysis of Drugs
and Poisons. Great Britain: Pharmaceutical Press.
Mufrod,S. Sundari, Nusratini. 1989. Suppositoria Parasetamol, Formulasi dan
Pelepasan Obat. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta: Laporan
Penelitian

28
Niraj, S. Pandey, H. M., Varshney, M.M. Gupta. 2013 Effect of Adjuvants on the
Release Pattern of Suppositories Containing Paracetamol. Research
Journalof Chemical and Enviromental Sciences Volume Issue 1; 19-25
Reynolds, J.E.F. 1989. Martindale The Extra Pharmacopoeia, Twenty-ninth
edition. London: Pharmaceutical Press.
Rowe, C. R., P. J. Sheskey, M.E. Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients 6th Edition. Amerika: Pharmaceutical Press.
Sweetman, Sean C. 2002. Martindale The Complete Drug Reference Thirty-Third
Edition. London: Pharmaceutical Press.
Syamsuni.2007. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran: EGC
Tjay, T. H. dan K. Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Sampingnya.Edisi ke VI. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

29
LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 1. Sediaan Suppositorian yang Gambar 2. Sediaan suppositoria


telah di dinginkan di lemari yang akan di uji
es selama semalam dan organoleptis
siap untuk di evaluasi

Gambar 3. Sediaan suppositoria Gambar 4. Dilakukan uji kisaran


yang akan di uji lelehan
Kerapatan sediaan

30
Gambar 5. Dalam menit ke-25
suppositoria mulai akan

Gambar 6. Sediaan suppositoria siap


kemas
meleleh sempurna

Gambar 7. Produk ketiga Sediaan


suppositoria PUMOL
KIDZ

31

Anda mungkin juga menyukai