Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOFARMASETIKA FARMAKOKINETIKA
SISTEM DISPERSI PADAT

DISUSUN OLEH :
Firstio Anfasa Mashudi (1801015)
S1-5A
Sabtu, 24 Oktober 2020

NAMA DOSEN :
Apt. Nesa Agistia, M.Farm

NAMA ASISTEN :
Dhea Ananda
Yulinda Anggraini

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
2020
Sistem Dispersi Padat

I. Tujuan Praktikum

Mengetahui dan memahami tekhnik pembuatan dispersi padat dengan


metode peleburan dan evaluasi sifat fisikokimia.

II. Tinjauan Pustaka

Istilah dispersi padat mengacu kepada sekelompok produk padatan


yang terdiri setidaknya dari dua komponen yang berbeda, umumnya
matriks hidrofilik dan obat hidrofobik. Matriks ini dapat berupa kristal
atau amorf. Obat ini dapat terdispersi secara molekuler, dalam partikel
amorphous (kluster) atau dalam partikel kristal (Chiou dan Reigelman,
1971).

Sistem dispersi padat adalah suatu sistem dimana satu atau lebih zat
aktif dalam bentuk padat terdispersi dalam pembawa inert pada keadaan
padat. Suatu zat aktif yang sukar larut dalam air jika diformula sebagai
sistem disperse padat menggunakan pembawa yang hidrofilik, maka akan
terlihat peningkatan kelarutan zat aktif dalam air, laju disolusi dan
bioavailabilitasnya. Dengan demikian, sistem disperse padat menjadi salah
satu pilihan dalam memperbaiki sifat yang kurang menguntungkan dari
suatu senyawa obat

Pemakaian pembawa dalam sistem dispersi padat memberikan


pengaruh pada obat yang terdispersi, pembawa yang sukar larut dalam air
(hidrofobik) akan menyebabkan pelepasan obat menjadi diperlambat,
sedangkan pembawa yang mudah larut dalam air (hidrofilik) akan
mempercepat pelepasan obat dari matriks. Oleh karena itu dengan
memodifikasi pembawa dapat dirancang untuk sediaan dengan pelepasan
dipercepat atau diperlambat dalam sistem dispersi padat (Abdou, 1989).

Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam pembuatan dispersi


padat. Metode yang digunakan diharapkan dapat mencampur matriks dan
obat sampai tingkat molekuler. Adapun metode yang digunakan yaitu:

1. Cara Peleburan
Obat dan pembawa dilebur dengan cara pemanasan, masa lebur
didinginkan sehingga memadat dengan cepat dalam tangas es dengan
cara pengadukan. Masa padat yang dihasilkan digerus, diserbukkan
dan diayak. Tidak dapat digunakan untuk obat yang terurai saat
melebur dan obat yang menguap.
2. Cara Pelarutan
Obat dan pembawa dilarutkan dalam pelarut yang sama. Diikuti
penguapan pelarut dan mendapatkan perolehan kembali dispersi-
solida. Keuntungan cara ini adalah dapat menghindari penguraian
akibat panas bahan obat dan pembawa, karena untuk penguapan
pelarut organik dibutuhkan suhu rendah. Sulit sekali menghilangkan
sisa pelarut organik secara sempurna yang kemungkinan dapat
mempengaruhi stabilitas obat.
3. Cara Pelarutan-Peleburan
a. Menggunakan obat dalam larutan (misal PEG 300-400, dalam jumlah
lebih kecil dari 10% dari masa PEG padat, yang dilebur pada
temperatur dibawah 700C tanpa menghilangkan pelarut PEG 300-
400).
b. Pembawa yang digunakan untuk dispersi padat, antara lain PVP,
(dengan berbagai bobot jenis), PEG 4000-6000 dan karbohidrat
(Agoes Goeswin, 2008).
Parasetamol (asetaminofen) merupakan obat analgetik non narkotik
dengan cara kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem
Syaraf Pusat (SSP) . Parasetamol digunakan secara luas di berbagai
negara baik dalam bentuk sediaan tunggal sebagai analgetik-antipiretik
maupun kombinasi dengan obat lain dalam sediaan obat flu, melalui resep
dokter atau yang dijual bebas. (Lusiana Darsono 2002)
Parasetamol adalah paraaminofenol yang merupakan metabolit
fenasetin dan telah digunakan sejak tahun 1893 (Wilmana, 1995).
Parasetamol (asetaminofen) mempunyai daya kerja analgetik, antipiretik,
tidak mempunyai daya kerja anti radang dan tidak menyebabkan iritasi
serta peradangan lambung (Sartono,1993).

III. Alat dan Bahan


1. Bahan
- Paracetamol
- PEG 6000
- Dapar pospat pH 5.8
2. Alat
- Lumpang dan stanfer
- Mikroskopn okuler
- Erlenmeyer tertutup
- Bekerglass
- Magnetik stirrer
- Spektrofotometer uv
- Desikator
IV. Cara Kerja
a. Pembuatan serbuk sistem dispersi padat dengan metode peleburan
1. Buatlah sistem disperse padat paracetamol dan PEG 6000 sebanyak 10
gram dengan berbagai perbandingan Paracetamol : PEG (9 : 1), (8 : 2),
(8,5 :1,5), (7 : 3), (6 :4), (5 :5),
2. PEG 6000 dipanaskan sampai melebur dalam cawan penguap diatas hot
plate. Kemudian ditambahkan parasetamol
3. Setelah melebur, dinginkan sampai terbentuk padatan (dalam desikator)
4. Masa yang telah padat dan kering tersebut kemudian digerus dan
dilewatkan pada ayakan (425 µm)
5. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap serbuk dispersi padat
b. Evalusi serbuk sistem dispersi padat
1. Bentuk mikroskopis (metode mikroskopis)
- Sejumlah serbuk didispersikan dalam paraffin cair dan teteskan pada kaca
objek
- Amati dibawah mikroskopis bentuk partikel dari serbuk sistem disperse
padat lalu bandingkan dengan bentuk partikel serbuk parasetamol yang
tidak didispersi padat
2. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum parasetamol dalam
medium dapar pospat pH 5.8
- Buat larutan induk parasetamol konsentrasi 50 mg dalam dapar pospat
pH 5.8 50 ml (1000 ppm)
- Encerkan menjadi 10 ppm dengan menggunakan dapar pospat
- Ukur absorban pada panjang gelombang 200- 400 nm
- Tentukan panjang gelombang serapan maksimal parasetamol
3. Penentuan kurva kalibrasi parasetamol dalam dapar pospat pH 5.8
- Dibuat satu seri konsentrasi larutan parasetamol 4, 6, 8, 10, 12 dan 14
ppm
- Ukur absorban masing masing larutan pada panjang gelombang serapan
masimum
- Tentukan persamaan regresi dari kurva kalibrasi tersebut.

4. Uji kelarutan Parasetamol Murni


- Timbang 250 mg Parasetamol, larutkan dalam 10 ml dapat pospat pH 5,8.
Larutkan dalam Erlenmeyer tertutup
- Larutkan dengan bantuan Magnetic Stirerr selama 30 menit.
- Ukur absorban larutan pada panjang gelombang serapan maksimum.
- Hitung jumlah konsentrasi parasetamol yang terlarut dengan
menggunakan persamaan regresi.

5. Uji kelarutan Sistem Dispersi Padat


- Timbang Dispersi Padat setara 250 mg parasetamol, larutkan dalam 10
ml larutan dapar pospat pH 5.8 dalam erlenmeyer tertutup
- Larutkan dengan bantuan magentik stirrer
- Saring larutan dengan kertas saring, filtrat diukur absorbannya pada
panjang gelombang maksimal.
- Hitung konsentrasi parasetamol yang terlarut dengan menggunakan
persamaan regresi
- Buat diagram batang perbandingan dispersi padat versus konsentrasi
parasetamol terlarut

V. Pertanyaan
1. Bahas hasil yang anda lakukan terkait kelarutan parasetamol murni
dibandingkan kelarutan serbuk parasetamol sistem dispersi padat.
Mengapa terjadi perbedaan?
2. Mengapa peningkatan kelarutan dapat meningkatkan bioavailabilitas?
Jelaskan !
Jawaban
1. Pada percobaan ini, bahan aktif yang digunakan adalah parasetamol.
Yang mana kita ketahui bahwa kelarutan parasetamol adalah sukar
larut dalam air yaitu dalam 70 bagian air. Sedangkan system disperse
itu sendiri bertujuan untuk meningkatkan kelarutan suatu zat aktif
yang sukar larut dalam air. Maka tentu saja kelarutan parasetamol
system disperse padar akan lebih tinggi kelarutannya dibandingkan
parasetamol murni.
2. Bioavailabilitas adalah kadar dari suatu zat aktif di dalam darah. Suatu
zat bisa masuk ke dalam darah disebabkan absorbsi. Salah satu faktor
yang mempengaruhi absorbs adalah ukuran partikel. Jika suatu zat
aktif memiliki kelarutan yang tinggi, maka akan semakin mudah ia
terlarut dan berubah menjadi ukuran yang lebih kecil sehingga
semakin mudah ia di absorbs ke dalam darah dan diangkut ke seluruh
tubuh. Jadi, kelarutan berbanding lurus dengan bioavailabilitas.

VI. Hasil dan Pembahasan

A. Hasil
- Pembuatan Dapar Fosfat
Pada FI III (755) dijelaskan bahwa dapar posfat dibuat dengan
mencampur 50,0 ml kalium dihidrogenfosfat(KH2PO4) 0,2 M
dengan natrium hidroksida(NaOH) 0,2 N. yang ingin dibuat pH5,8
sehingga NaOH 3,6 ml.
Cara Kerja :
 Timbang KH2PO4 0,2 M dan NaOH 0,2 N sebanyak
perhitungan
 Kemudian larutkan KH2PO4 0,2 M dengan NaOH 0,2 N
dengan aquadest sebanyak 1000ml sampai homogen.
 Kemudian ukur pH dengan menggunakan pH meter yaitu
dengan cara Ambil sedikit larutan dapar yang telah dibuat
letakkan dalam wadah.
 Nyalakan dengan menekan tombol on pada pH meter.
Masukkan pH meter ke dalam wadah yang berisi larutan
dapar yang akan di uji.
 Pada saat di celupkan ke dalam larutan dapar , skala angka
akan bergerak acak.
 Tunggu hingga angka tersebut berhenti dan tidak berubah-
ubah.
 Hasil akan terlihat di display digital sampai angka
menunjukkan pH 5,8.

a) Penentuan Panjang Gelombang Maksimum parasetamol dalam


dapar pospat pH 5,8
Perhitungan Baku Induk :
50 g/ 50 ml = 50.000 μg/ 50 ml = 1000 ppm
Pengenceran Dari larutan 1000 ppm  10 ppm
V1 . N1 = V2. N2
V1 . 1000 ppm = 10 ml. 10 ppm
V1 = 10 ppm.ml
1000 ppm
= 0,01 ml  Masukkan ke labu ukur 10 ml ad kan
dengan m dapar pospat pH 5,8.
Kemudian Ukur absorban pada panjang gelombang 200- 400 nm untuk
menentukan panjang gelombang maksimum

b) Pengukuran seri konsentrasi Lar. Parasetamol untuk membuat


kurva kalibrasi

Konsentrasi Absorbansi
0 0
4 0.277
6 0.417
8 0.516
10 0.73
12 0.853
Perhitungan seri kadar larutan Paracetamol
 Konsentrasi 4 mg/ml
V1.M1 =V2.M2
1000 ppm . X = 4 ppm . 10 ml
X= = 0,04 ml

 Konsentrasi 6 mg/ml
V1.N1 =V2.N2
1000 ppm . X = 6 ppm . 10 ml
X= = 0,06 ml

 Konsentrasi 8 mg/ml
V1.N1 =V2.N2
1000 ppm . X = 8 ppm . 10 ml
X= = 0,08 ml

 Konsentrasi 10 mg/ml
V1.N1 =V2.N2
1000 ppm . X = 10 ppm . 10 ml
X= = 0,1 ml

 Konsentrasi 12 mg/ml
V1.N1 =V2.N2
1000 ppm . X = 12 ppm . 10 ml
X= = 0,12 ml

 Konsentrasi 14 mg/ml
V1.N1 =V2.N2
1000 ppm . X = 14 ppm . 10 ml
X= = 0,14 ml

Persamaan Regresi :
Y = 0,0713x -0,0098
R2 = 0,994

c) Data absorbansi uji kelarutan parasetamol

Abs 1 0,3495

Abs 2 0,3465

Abs 2 0,3468
Perhitungan :
Y = 0,0713x -0,0098
 Abs 1
0,3495 = 0,0713x – 0,0098
x = 0,3495 + 0,0098
0,0713
= 5, 0392 ppm
 Abs 2
0,3465 = 0,0713x – 0,0098
x = 0,3465 + 0,0098
0,0713
= 4,9971 ppm
 Abs 3
0,3468 = 0,0713x – 0,0098
x = 0,3468 + 0,0098
0,0713
= 5, 0014 ppm

d) Data absorbansi uji kelarutan sistem dispersi padat

PCT :PEG Absorban 1 Absorban 2 Absorban 3 Pengenceran

9:1 0,3667 0,3660 0,3665

8:2 0,0334 0,0332 0,0335 Pipet 1 ml ad


10 ml

8,5:1,5 0,4663 0,4672 0,4665 Pipet 1 ml ad


10 ml
7:3 0,2198 0,2189 0,2197 Pipet 0,5 ml
ad 10 ml

6:4 0,1786 0,1787 0,1784 Pipet 0,5 ad


10 ml

5:5 0,1362 0,1361 0,1364 Pipet 0,1 ml


ad 10 ml

Perhitungan :

Y = 0,0713x -0,0098

1. PCT : PEG (9 : 1)
 Absorban 1
0,3667 = 0,0713x – 0,0098
x = 0,3667 + 0,0098
0,0713
= 5,2805 ppm
 Absorban 2
0,3660 = 0,0713x – 0,0098
x = 0,3660 + 0,0098
0,0713
= 5,2706 ppm
 Absorban 3
0,3665 = 0,0713x – 0,0098
x = 0,3665 + 0,0098
0,0713
= 5,2776 ppm
2. PCT : PEG (8 : 2)
 Absorban 1
0,0334 = 0,0713x – 0,0098
x = 0,0334 + 0,0098
0,0713
= 0,6058 ppm
 Absorban 2
0,0332 = 0,0713x – 0,0098
x = 0,0332 + 0,0098
0,0713
= 0,6030 ppm
 Absorban 3
0,0335 = 0,0713x – 0,0098
x = 0,0335 + 0,0098
0,0713
= 0,6072 ppm

3. PCT : PEG (8,5 : 1,5)


 Absorban 1
0,4663 = 0,0713x – 0,0098
x = 0,4663 + 0,0098
0,0713
= 6,6774 ppm
 Absorban 2
0,4672 = 0,0713x – 0,0098
x = 0,4672 + 0,0098
0,0713
= 6,6900 ppm
 Absorban 3
0,4665 = 0,0713x – 0,0098
x = 0,4665 + 0,0098
0,0713
= 6,6802 ppm

4. PCT : PEG (7 : 3)
 Absorban 1
0,2198 = 0,0713x – 0,0098
x = 0,2198 + 0,0098
0,0713
= 3,2201 ppm
 Absorban 2
0,2189 = 0,0713x – 0,0098
x = 0,2189 + 0,0098
0,0713
= 3,2075 ppm
 Absorban 3
0,2197 = 0,0713x – 0,0098
x = 0,2197 + 0,0098
0,0713
= 3,2187 ppm

5. PCT : PEG (6 : 4)
 Absorban 1
0,1786 = 0,0713x – 0,0098
x = 0,1786 + 0,0098
0,0713
= 2,6423 ppm
 Absorban 2
0,1787 = 0,0713x – 0,0098
x = 0,1787 + 0,0098
0,0713
= 2,6437 ppm

 Absorban 3
0,1784 = 0,0713x – 0,0098
x = 0,1784 + 0,0098
0,0713
= 2,6395 ppm

6. PCT : PEG (5 : 5)
 Absorban 1
0,1362 = 0,0713x – 0,0098
x = 0,1362 + 0,0098
0,0713
= 2,0476 ppm
 Absorban 2
0,1361 = 0,0713x – 0,0098
x = 0,1361 + 0,0098
0,0713
= 2,0462 ppm
 Absorban 3
0,1364 = 0,0713x – 0,0098
x = 0,1364 + 0,0098
0,0713
= 2,0504 ppm

B. Pembahasan

Pada praktikum yang dilakukan tanggal 24 Oktober 2020 ini


dilakukanlah suatu percobaan dengan judul Sistem Dispersi Padat.
Praktikum masih dilakukan secara daring dikarenkan pandemic yang
belum membaik.
Kita ketahui bahwa sistem dispersi padat itu merupakan suatu sistem
dimana satu atau lebih zat aktif dalam bentuk padat terdispersi dalam
pembawa inert pada keadaan padat Zat zat aktif yang tersedia tidak
semuanya dapat dilarutkan dengan pealrut air. Oleh karena itu, pada zat
aktif yang sukar larut dalam air jika diformulasikan dengan system
disperse padat ini menggunakan pembawa yang bersifat hidrofilik, maka
akan terlihat peningkatan zat aktif dalam larut air, laju disolusi dan
bioavailabilitasnya. Dengan teknik ini, akan sangat menguntungkan bagi
farmasis dalam memformulasi sediaan yang menggunakan zat aktif yang
sukar larut air tersebut.
Metode yang dilakukan pada percobaan pertama ini adalah Metode
Peleburan. Pada metode ini komponen zat aktif dan pembawa dileburkan
pada temperatur atau diatas temperatur zat aktif dan pembawa. Hasil
leburan didinginkan dengan cepat sehingga diperoleh massa padat yang
kemudian dihaluskan dan diayak untuk menghasilkan serbuk. Metode ini
secara teknik sederhana dan ekonomis tetapi tidak dapat digunakan pada
bahan obat atau pembawa yang tidak stabil pada peleburan atau pada
bahan yang mudah menguap pada proses pembuatan dengan temperatur
tinggi.
Praktikum diawali dengan membuat sistem disperse padat
paracetamol dan PEG 6000 sebanyak 10 gram dengan berbagai
perbandingan Paracetamol : PEG (9 : 1), (8 : 2), (8,5 :1,5), (7 : 3), (6 :4),
(5 :5), dimana jumlah paracetamol harus lebih banyak dibandingkan
dengan PEG, kemudian PEG dileburkan diatas hotplate lalu tambahkan
paracetamol setelah tercampur dinginkan di desikator lalu Masa yang telah
padat dan kering tersebut kemudian digerus dan dilewatkan pada ayakan
(425 µm) setelahnya lakukan evaluasi.
Untuk evaluasi system disperse padat yang pertama berupa uji
mikroskopis yakni diperiksa disperse padat tadi dibawah mikroskop okuler
dengan perbesaran 10x10 dan disperse padat ditetesi dengan paraffin cair
sedikit saja. Evaluasi yang kedua yakni penentuan panjang gelombang
maksimum dengan dapar fospat 5,8 50 ml ( 1000 ppm ) dari 1000 ppm ini
diencerkan menjadi 10 ppm dengan dapar pospat dan diukur pada panjang
gelombang 200-400 lalu ukur panjang gelombang serapan tersebut. Yang
ketiga ada evaluasi penentuan kurva kalibrasi paracetamol dalam dapar
pospat 5.8 dan dibuat berbagai seri konsentrasi yakni 4,6,8,10,12,14 dicari
absorbannya buat kurva kalibrasinya dan hitung pers. Regresi yang didapat
dari data tersebut.
Kemudian cara kerja ketiga adalah penentuan uji kelarutan
paracetamol murni dengan cara menimbang 250 mg paracetamol dan
dilarutkan dengan dapar pospat 5.8 sebanyak 10 ml dan homogenkan
menggunakan magnetic stirrer selama 30 menit setelah itu ukur absorban
pada panjang gelombang max nya dan Hitung jumlah konsentrasi
parasetamol yang terlarut dengan menggunakan persamaan regresi.
Cara kerja ke empat adalah penentuan uji kelarutan system disperse
padat dengan cara timbang disperse padat setara dengan 250 mg
paracetamol lalu larutkan dalam dapar pospat 5,8 sebanyak 10 ml dengan
magnetic stirrer kemudian hasilnya disaring dengan kertas saring lalu hasil
saringan yang didapat ( filtrate ) di ukur absorbannya pada panjang
gelombang maksimum, dicari konsentrasi paracetamol dengan persamaan
regresi dan dibuat diagram batang antara disperse padat dengan konsentrasi
paracetamol terlarut.
Data absorbansi yang didapatkan dari uji kelarutan paracetamol
terbagi menjadi 3 yakni Abs 1 ( 0,3495 ), Abs 2 ( 0,3465 ), dan Abs 3
( 0,3468 ) dan dari data ini dimasukkan kedalam persamaan regresi yang
didapat y = 0,0713x – 0,0098 dengan begitu didapatkan jumlah konsentrasi
paracetamol yang terlarut untuk Abs 1 adalah 5,0392 ppm, Abs 2
mendapatkan 4,9971 ppm, Abs 3 mendapatkan 5,0014 ppm.
Sedangkan untuk disperse padat data absorbansi yang didapat sesuai
dengan berbagai perbandingan ( Paracetamol:PEG ) untuk perbandingan
9:1 didapatkan absorban 1,2,3 nya 0,3667, 0,3660, dan 0,3665 (
konsentrasi
paracetamol berturut-turut abs 1: abs 2 : abs 3 adalah 5,2805 : 5,2706 :
5,2776 ) untuk perbandingan 8:2 didapatkan absorban 1,2,3 nya 0,334,
0,0332, dan 0,0335 dipipet 1 ml ad 10 ml (konsentrasi paracetamol
berturut-turut abs 1: abs 2 : abs 3 adalah 0,6058 : 0,6030 : 0,6072 ), untuk
perbandingan 8,5:1,5 didapatkan abs 1,2,3 nya 0,4663, 0,4672, dan 0,4665
dipipet 1 ml ad 10 ml ( konsentrasi paracetamol berturut-turut abs 1: abs 2 :
abs 3 adalah 6,6774 : 6,6900 : 6,6802 ), untuk perbandingan 7:3
didapatkan
abs 1,2,3 nya 0,2198, 0,2189, dan 0,2197 dipipet 0,5 ml ad 10 ml
(konsentrasi paracetamol berturut-turut abs 1: abs 2 : abs 3 adalah 3,2201 :
3,2075 : 3,2187 ) , untuk perbandingan 6:4 didapatkan abs 1,2,3 nya
0,1786, 0,1787, dan 0,1784 dipipet 0,5 ml ad 10 ml (konsentrasi
paracetamol berturut-turut abs 1: abs 2 : abs 3 adalah 2,6423 : 2,6437 :
2,6395 ), dan terakhir untuk perbandingan 5:5 didapatkan abs 1,2,3 nya
adalah 0,1362, 0,1361, dan 0,1364 dipipet 0,1 ml ad 10 ml (
konsentrasi
paracetamol berturut-turut abs 1: abs 2 : abs 3 adalah 2,0476 : 2,0462 :
2,0504 ).
VII. Kesimpulan
1. Tujuan Praktikum percobaan kali ini adalah untuk mengetahui dan
memahami teknik pembuatan disperse padat dengan metode peleburan
dan evaluasi sifat fisikokimia.

2. System disperse padat adalah dapat didefenisikan sebagai sistem


dispersi satu atau lebih bahan aktif ke dalam suatu pembawa atau
matriks inert dalam kondisi padat, yang dibuat dengan cara peleburan,
pelarutan, atau kombinasi dari peleburan dan pelarutan.

3. Metode yang digunakan metode peleburan, metode pelarutan dan


metode peleburan-pelarutan.

4. Data uji kelarutan paracetamol didapat Abs 1 ( 0,3495 ), Abs 2 ( 0,3465


), dan Abs 3 ( 0,3468 ) dan dari data ini dimasukkan kedalam persamaan
regresi yang didapat y = 0,0713x – 0,0098 dengan begitu didapatkan
jumlah konsentrasi paracetamol yang terlarut untuk Abs 1 adalah 5,0392
ppm, Abs 2 mendapatkan 4,9971 ppm, Abs 3 mendapatkan 5,0014.

5. Untuk disperse padat didapatkan data dengan berbagai macam


konsentrasi yakni perbandingan 9:1 didapatkan absorban 1,2,3 nya
0,3667, 0,3660, dan 0,3665 ( konsentrasi paracetamol berturut-turut abs
1: abs 2 : abs 3 adalah 5,2805 : 5,2706 : 5,2776 ) untuk perbandingan
8:2 didapatkan absorban 1,2,3 nya 0,334, 0,0332, dan 0,0335 dipipet 1
ml ad 10 ml (konsentrasi paracetamol berturut-turut abs 1: abs 2 : abs 3
adalah 0,6058 : 0,6030 : 0,6072 ), untuk perbandingan 8,5:1,5
didapatkan abs 1,2,3 nya 0,4663, 0,4672, dan 0,4665 dipipet 1 ml ad 10
ml ( konsentrasi paracetamol berturut-turut abs 1: abs 2 : abs 3 adalah
6,6774 : 6,6900 : 6,6802 ), untuk perbandingan 7:3 didapatkan abs 1,2,3
nya 0,2198, 0,2189, dan 0,2197 dipipet 0,5 ml ad 10 ml (konsentrasi
paracetamol berturut-turut abs 1: abs 2 : abs 3 adalah 3,2201 : 3,2075 :
3,2187 ) , untuk perbandingan 6:4 didapatkan abs 1,2,3 nya 0,1786,
0,1787, dan 0,1784 dipipet 0,5 ml ad 10 ml (konsentrasi paracetamol
berturut-turut abs 1: abs 2 : abs 3 adalah 2,6423 : 2,6437 : 2,6395 ), dan
terakhir untuk perbandingan 5:5 didapatkan abs 1,2,3 nya adalah 0,1362,
0,1361, dan 0,1364 dipipet 0,1 ml ad 10 ml ( konsentrasi paracetamol
berturut-turut abs 1: abs 2 : abs 3 adalah 2,0476 : 2,0462 : 2,0504 ).
6. Parasetamol dalam bentuk disperse padat akan lebih mudah larut dalam
air dibandingkan parasetamol murni.

1. Daftar Pustaka

Abdou, H.M. 1989. Dissolution Bioavailability dan Bioequivalence,


Pennysylvania, Mack Publishing Company. 189-213.

Agoes, Goeswin. (2008). Pengembangan Sediaan Farmasi. ITB : Bandung

Chiou, W.L. & Sydney Riegelman. (1971). Journal Pharmaceutical Science,


60 (9): Pharmaceutical Application of Solid Dispersion
System: 1281-1303.

Gunawan S.G., 2007. Farmakologi dan terapi. Jakarta: Departemen


Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia pp. 210-31

Siswandono dan Soekardjo, B., 1995, Kimia Medisinal, 28-29, 157, Airlangga
University Press, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai