Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA

Nama : Duta Nugraha Febrianto


NIM : 1901086
Hari Praktikum : Selasa, 28 September 2021 (08.00 – 11.00)
Dosen Pengampu : Dr. Apt. Wira Noviana Suhery, M.Farm.
Asisten Dosen : Fintolin Jaya Putri
Regina Allaya, S. Farm
Yanto

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
PERCOBAAN I

SISTEM DISPERSI PADAT

I. TUJUAN PRAKTIKUM
Mengetahui dan memahami tekhnik pembuatan dispersi padat dengan metode
peleburan dan evaluasi sifat fisikokimia
II. TINJAUAN PUSTAKA
Studi biofarmasetik memberikan fakta bahwa metoda fabrikasi dan formulasi
dengan nyata mempengaruhi ketersediaan hayati suatu obat. Perbedaan ketersediaan
hayati dari suatu produk sediaan obat yang teraupetiknya sama antara lain disebabkan
oleh perbedaan rancangan bentuk sediaan. (Ansel, 1989)
Obat dalam bentuk sediaan padat membutuhkan perhatian dalam proses
pembuatannya, dimana harus memperhatikan berbagai aspek, salah satunya sifat kimia
dari suatu molekul obat, terutama kelarutannya, agar obat tersebut menghasilkan efek
teraupetiknya, obat tersebut harus dalam bentuk larutan dalam saluran cerna masuk ke
dalam sirkulasi darah sehingga dapat diabsorbsi dan bekerja pada reseptor – reseptor
yang dituju. (Alache,1982)
Bioavailabilitas dari suatu obat merupakan faktor penting dalam mempengaruhi
kelarutan suatu obat yang rendah, kelarutan obat ini juga yang mempengaruhi kecepatan
absorbsi dari suatu obat di dalam tubuh. (Chiou, 1971)
Daya absorbsi yang rendah di dalam tubuh dapat disebabkan oleh laju disolusi
rendah yang memiliki suatu obat, disolusi rendah ini juga merupakan akibat dari
bioavailabilitas yang rendah juga. Oleh karena itu juga dalam pengembangan formulasi
suatu obat untuk meningkatkan laju disolusi, bioavalabilitas serta kelarutan yang rendah
dapat dilakukan dengan memperkecil atau mengurangi ukuran partikel yang dapat
memperbesar luas permukaan sehingga dapat meningkatkan daya larut suatu obat. (Tjay,
2007)
Beberapa obat yang mempunyai kelarutan sangat kecil atau sukar larut dalam air.
Hal ini dapat di tingkatkan kelarutannya dengan dirancang suatu bentuk sediaan farmasi.
Berbagai upaya telat dilakukan supaya kelarutan obat dapat ditingkatkan salah satunya
dengan metoda sistem dispersi padat, yang merupakan sistem dispersi satu atau lebih zat
aktif dalam pembawa inert yang mudah larut air pada keadaan padat. Sistem ini dapat
dibuat dengan metode pelarutan (solvent method), metode peleburan (melting method).
Serta gabungan metode pelarutan dan metode peleburan (solvent – melting method).
(Shargel, 2005)
Banyak metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan obat, salah
satunya adalah dengan menggunakan metode dispersi padat. Dispersi padat merupakan
metode yang menggunakan suatu polimer pembawa, dimana zat aktif dari obat
terdispersi pada polimer dalam keadaan padat. Obat yang memiliki kelarutan rendah
apabila di dispersikan ke dalam suatu polimer yang mudah larut akan menghasilkan
ukuran partikel yang lebih kecil yang dapat meningkatkan kelarutannya. (Wade,1994)
Mekanisme peningkatan laju disolusi obat yang dibuat dengan teknologi sistem
dispersi padat disebabkan oleh sebagai berikut :
• Pengurangan ukuran partikel obat ketingkat minimum
• Pengaruh solubilisasi pembawa
• Peningkatan daya keterbatasan, dan
• Pembentukan sistem dispersi yang menstabil
(Voigt,1995)
Pemakaian pembawa dalam sistem dispersi padat memberikan pengaruh pada
obat yang terdispersi, pembawa yang sukar larut dalam air (hidrofobik) akan
menyebabkan pelepasan obat menjadi di perlambat, sedangkan pembawa yang mudah
larut dalam air (hidrofilik) akan mempercepat pelepasan obat dari matriks. Oleh karena
itu, dengan memodigikasi pembawa dapat dirancang untuk sediaan dengan pelepasan
dipercepat atau diperlambat dalam sistem dispersi padat. (Wade, 1994)
Salah satu bahan obat yang kelarutannya sangat kecil adalah paracetamol, dimana
paracetamol ini larut dalam air mendidih. Karena paracetamol ini larut dalam air
mendidih maka di dispersikan dengan suatu pembawa yang mudah larut dalam air
sehingga konsentrasi zat yang larut dalam medium saluran cerna dapat ditingkatkan.
(Tjay, 2007)
Polietilenglikol 6000 sebagai pembawa inert yang menghambat pertumbuhan
kristal dan fase transformasi yang diikuti dengan peningkatan kelarutan dari obat
disebabkan karena sifatnya yang mudah larut dalam air. (Alache, 1982)
Tahapan yang terjadi antara obat dan polimer pada dispersi padat adalah :
1. Pembahan obat dan polimer dari bentuk padat menjadi cair
2. Pemcampuran semua komponen dalam bentuk cairan
3. Pembahan larutan campuran menjadi padat melalui proses seperti pembekuan,
penghilangan pelarut
(Chiou, 1971)
Apabila obat dikonversikan ke bentuk amorf dan bentuk yang satu sistem dengan
polimer hal ini dapat di klasifikasikan sebagai solusi padat, sedangkan apabila obat di
dispersikan sebagai mikrokristalin yaitu membentuk sistem dua fasa biasanya disebut
sebagai dispersi padat. (Shargel, 2005)
III. PROSEDUR KERJA

a. Alat  Spektrofotometer uv
 Lumpang dan stanfer  Desikator
 Mikroskopn okuler b. Bahan
 Erlenmeyer tertutup  Paracetamol
 Bekerglass  PEG 6000
 Magnetik stirrer  Dapar pospat pH 5.8
c. Prosedur
a) Pembuatan serbuk sistem dispersi padat dengan metode peleburan
1. Buatlah sistem disperse padat paracetamol dan PEG 6000 sebanyak 10 gram
dengan berbagai perbandingan Paracetamol : PEG (9 : 1), (8 : 2), (8,5 :1,5),
(7 : 3), (6 :4), (5 :5),
2. PEG 6000 dipanaskan sampai melebur dalam cawan penguap diatas hot
plate. Kemudian ditambahkan parasetamol
3. Setelah melebur, dinginkan sampai terbentuk padatan (dalam desikator)
4. Masa yang telah padat dan kering tersebut kemudian digerus dan dilewatkan
pada ayakan (425 µm)
5. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap serbuk dispersi padat
b) Evaluasi serbuk sistem dispersi padat
1. Bentuk mikroskopis (metode mikroskopis)
 Sejumlah serbuk didispersikan dalam paraffin cair dan teteskan pada
kaca objek
 Amati dibawah mikroskopis bentuk partikel dari serbuk sistem disperse
padat lalu bandingkan dengan bentuk partikel serbuk parasetamol yang
tidak didispersi padat
2. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum parasetamol dalam
medium dapar pospat pH 5.8
 Buat larutan induk parasetamol konsentrasi 50 mg dalam dapar pospat
pH 5.8 50 ml (1000 ppm)
 Encerkan menjadi 10 ppm dengan menggunakan dapar pospat
 Ukur absorban pada panjang gelombang 200- 400 nm
 Tentukan panjang gelombang serapan maksimal parasetamol
3. Penentuan kurva kalibrasi parasetamol dalam dapar pospat pH 5.8
 Dibuat satu seri konsentrasi larutan parasetamol 4, 6, 8, 10, 12 dan 14
ppm
 Ukur absorban masing masing larutan pada panjang gelombang serapan
masimum
 Tentukan persamaan regresi dari kurva kalibrasi tersebut.
4. Uji Kelarutan parasetamol Murni
 Timbang 250 mg Parasetamol, larutkan dalam 10 ml dapat pospat pH
5,8. Larutkan dalam Erlenmeyer tertutup
 Larutkan dengan bantuan Magnetic Stirerr selama 30 menit.
 Ukur absorban larutan pada panjang gelombang serapan maksimum.
 Hitung jumlah konsentrasi parasetamol yang terlarut dengan
menggunakan persamaan regresi.
5. Uji kelarutan Sistem Dispersi Padat
 Timbang Dispersi Padat setara 250 mg parasetamol, larutkan dalam 10
ml larutan dapar pospat pH 5.8 dalam erlenmeyer tertutup
 Larutkan dengan bantuan magentik stirrer
 Saring larutan dengan kertas saring, filtrat diukur absorbannya pada
panjang gelombang maksimal.
 Hitung konsentrasi parasetamol yang terlarut dengan menggunakan
persamaan regresi
 Buat diagram batang perbandingan dispersi padat versus konsentrasi
parasetamol terlarut
IV. HASIL

V. PEMBAHASAN
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
VII. DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai