Prednison merupakan tablet golongan glukokortikoid yang banyak
digunakan dalam praktek klinis. Pada penggunaan terapeutik digunakan dalam berbagai penyakit akut dan kronis seperti radang sendi, hepatitis, penyakit alergi, asma, kusta, penyakit radang, dan berbagai penyakit autoimun lainnya (Toehwe et al., 2017). Prednison merupakan serbuk hablur putih atau praktis putih, tidak berbau, melebur pada suhu 230° disertai peruraian. Prednison sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam etanol, dalam kloroform, dalam dioksan dan dalam methanol (Depkes RI, 2020). Berdasarkan uraian tersebut, diketahui bahwa sifat prednison yang sangat sukar larut dalam air dapat mempengaruhi laju disolusi dan ketersediaan hayati obat. Oleh karena itu, dilakukan pengembangan formulasi yang bertujuan untuk meningkatkan kelarutan prednison didalam air sehingga dapat meningkatkan laju disolusinya dan meningkatkan ketersediaan hayati tablet tersebut.Salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan kelarutan obat adalahg dengan metode dispersi padat. Dalam dispersi padat, bahan obat yang sukar larut akan didispersikan kedalam suatu matrik yang mudah larut sehingga akan mengurangi ukuran partikel dan memungkinkan terjadinya kompleksasi dan terbentuknya polimorfi yang lebih mudah larut. Sehingga proses disolusi akan menjadi lebih cepat dan biavalilabilitas/ketersediaan hayati obat tersebut dapay meningkat. Berikut merupakan formulasi yang dirancang :
Berdasarkan formula tersebut, prednison bersifat sebagai bahan aktif atau
Active Pharmaceutical Ingredient (API). Sedangkan bahan lainnya bersifat sebagai eksipien atau bahan tambahan yang memiliki fungsi masing-masing. Dalam pembuatan tablet biasanya mengandung sejumlah bahan tambahan disamping bahan aktimya, antara lain bahan pengisi, pengikat, penghancur, pelicin dan lain lain. Pada dasarnya bahan tambahan harus bersifat netral, tidak berbau, tidak berasa dan sedapat mungkin tidak berwarna (Voight, 1994). Beberapa pertimbangan yang dilakukan dalam pemilihan eksipien diantaranya sifatnya yang inert baik secara kimia maupun fisiologis, organoleptis, ekonomis, mudah dijangkau/didapatkan serta sedapat mungkin memiliki fungsi lebih dari 1 sehingga dapat lebih efisien. Magnesium stearat merupakan serbuk yang sangat halus, berwarna putih, diendapkan atau serbuk yang digiling dan tidak teraba dengan kerapatan curah rendah, memiliki bau yang samar asam stearat dan rasa yang khas. Magnesium stearate banyak digunakan dalam formulasi farmasi, tertuatam digunakan sebagai lubrikan pada pembuatan tablet dan kapsul dengan konsentrasi sebesar 0,25% - 5 % b/b. Talk merupakan magnesium silikat yang dimurnikan, dengan rumus Mg6(Si2O5)4(OH)4. Konsentrasi talk pada sediaan berkisar 0,25 % - 5% b/b (Rowe et al., 2009). Magnesium stearate dan talkum berfungsi sebagai lubrikan yang dapat mengurangi gesekan antara tablet dan dinding punch dan antara tablet dengan die serta antara dinding die dan dinding punch. Keuntungan magnesium stearate dan talkum pada pembuatan sediaan adalah sifatnya yang tidak higroskopis sehingga dapat meningkatkan stabilitas sediaan selama pembuatan dan penyimpanan. Selain itu, kombinasi talk dan mg stearat dapat menurunkan kekerasan tablet akibat mengecilnya gaya ikatan dengan terbentuknya lapisan tipis bahan pelicin pada partikel bahan padat (Voight, 1995). Polivinilpirolidon (PVP) merupakan hasil polimerisasi 1 - vinil - 2 - pirolidon dalam berbagai bentuk polimer dengan rumus molekul dan bobot molekul berkisar antara 10.000 sampai 700.000. Nama lain dari polivinilpirolidon adalah providone, kollidon, plasdone, dan PVP. Secara kimia polivinilpirolidon merupakan zat tambahan (eksipien) yang inert dan tidak toksik, serta tidak bersifat antigenik dan tidak mengganggu susunan antibodi dalam tubuh. Polivinilpirolidon digunakan dalam bidang teknologi farmasi sebagai bahan pendispersi dan bahan pembawa obat dalam konsentrasi 10 - 25 %, juga digunakan sebagai bahan pengikat pada sediaan tablet dengan konsentrasi 0.5 - 5% (Voight, 1995). Keuntungan dari PVP adalah merupakan pengikat yang baik dalam larutan air atau alkohol, dan mempunyai kemampuan sebagai pengikat kering (Banker and Anderson, 1986). Selain itu, PVP juga menghasilkan granul yang lebih cepat kering, memiliki sifat alir yang baik, sudut diam minimum, menghasilkan fines lebih sedikit serta memiliki kompaktibilitas yang baik sehingga dapat menghasilkan tablet yang bagus. PVP dapat membentuk ikatan kompleks dengan bebagai molekul obat sehingga banyak obat-obat yang kelarutannya meningkat dengan adanya PVP, dimana ikatan PVP lebih lemah sehingga lebih mudah melepaskan obatnya. Dan terbukti tidak mengeras selama penyimpanan (Lachman, 1994). PVP merupakan pembawa inert yang larut dalam air dan telah banyak digunakan sebagai pembawa dalam dispersi padat. PVP bekerja dengan menghambat pertumbuhan kristal pada fase transformasi. Penghambatan kristal ini disebabkan adanya agregat atau aglomerasi di antara kristal obat yang sukar larut (Syukri &Eka., 2007). Sodium starch glycolat dengan struktur yang menyerupai carboximethyl cellulose berasal dari karboksimetil eter dari pati atau dari ikatan silang karboksimetil eter dari pati. Sodium starch glycolat merupakan derivat dari amilum kentang dengan nama lain primojel. Pada sediaan farmasi, primojel berfungsi sebagai disintegrant yang berfungsi untuk membantu hancurnya sediaan menjadi partikel yang ukurannya lebih kecil ketika kontak dengan media aqueous, sehingga sediaan akan mudah terabsorbsi. Konsentrasi primojel yang biasa digunakan dalam formulasi adalah antara 2% dan 8% (Rowe et al., 2009). Keuntungan dari primojel adalah karena merupakan superdisintegran dimana primojel memiliki disintegrasi yang baik pada konsentrasi yang jauh lebih rendah daripada penggunaan bahan disintegrant yang lain. Superdisintegran merupakan disintegran yang dapat mengurangi waktu disintegrasi tablet dan kapsul sehingga dapat meningkatkan laju disolusi obat (Berlian & Anas, 2018). Laktulosa berfungsi sebagai bahan pengisi. Laktosa merupakan eksipien yang baik sekali digunakan dalam tablet yang mengandung zat aktif konsentrasi kecil karena mudah melakukan pencampuran yang homogen. Harga laktosa lebih murah dari pada bahan pengisi lainnya (Siregar, 2010). Umumnya formulasi memakai laktosa menunjukkan laju pelepasan obat yang baik, granulnya cepat kering, dan waktu hancurnya tidak terlalu peka terhadap perubahan pada kekerasan tablet. Laktosa menghasilkan kompresibilitas yang baik, tidak berbau dan bersifat inert (Lachman, 1994). Metode pembuatan tablet yang dipilih adalah granulasi basah. Hal ini dikarenakan, pada formulasi tersebut pengisi yang digunakan yaitu laktulosa yang memiliki kompresibilitas dan sifat alir yang buruk serta bahan yang digunakan dalam formulasi tersebut tahan terhadap pemanasan. Selain itu, metode pembuatan tablet menggunakan granulasi basah memiliki beberapa keuntungan diantaranya tablet yang dihasilkan dari cara granulasi basah pada umumnya lebih kompak dan lebih keras dibandingkan dengan tablet hasil pencetakan secara langsung maupun cara slugging. Adapun keuntungan dan kerugian yang dapat diperoleh dari metode granulasi basah yaitu 1. Sifat kohesif dan kompresibilitas dari serbuk dapat diperbaiki dengan menambahkan bahan pengikat sehingga akan melekat satu sama lain membentuk granul 2. Untuk obat yang dosisnya besar dan daya mengalirnya rendah maka harus di granulasi basah untukmendapatkan daya alir dan kohesi yang baik. 3. Untuk obat yang dosisnya kecil dan ditambahkan zat pewarna dilarutkan kedalam larutan pengikat akan menghasilkan distribusi yang baik dan terlarut seragam. 4. Dapat mencegah terjadinya pemisahan komponen campuran serbuk selama dalam proses, pemindahan dan pemeliharaan. 5. Untuk obat yang laju disolusinya rendah dapat diperbaiki menggunakan granulasi basah dengan memilih pelarut dan pengikat yang sesuai. 6. Tablet yang dihasilkan dari cara granulasi basah pada umumnya lebih kompak. (Banker & Anderson, 1994) Daftar Referensi Banker, G.S. dan Anderson, N.R. 1994. Tablet In the Theory and Practice ofIndustrial Pharmacy, Ed III. Diterjemahkan Oleh Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press. Berlian, A. V & Anas, S. 2018. Review Mekanisme, Karakterisasi Dan Aplikasi Sodium Starch Glycolate (SSG) Dalam Bidang Farmasetik. Jurnal Farmaka. Vol. 16. No. 2 : 556-563. Depkes RI. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Lachman, L, Lieberman, H, A, dkk. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi III, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia UI Press Rowe, R.C. et Al. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed. London. The Pharmaceutical Press Siregar, C.J.P. dan Wikarsa, S. 2010. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet: Dasar- Dasar Praktis. Jakarta: EGC Syukri, Y & Eka, M. 2007. Pengembangan Formulasi Tablet Prednison Dengan Teknik Dispersi Padat. Jurnal Farmasi Indonesia. Vol. 3. No. 3 : 149-154. Toehwe, L. H., Livia, D. P., Helvecio, P. A. R. 2017. Prednisone Raw Material Characterization And Formulation Development. Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences. Vol. 53. No. 4 : 1-14. Voight, R., 1994. Buku Pengantar Teknologi Farmasi Edisi 5. Diterjemahkan oleh Soedani, N. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. Voight, R., 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh Soendari Noerono. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.