Anda di halaman 1dari 19

PARAMETER FARMAKOKINETIK

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Farmakokinetik

AYU APRILIANI

260110140078

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2017

1
KECEPATAN ABSORBSI (KA)
a. Definisi :
keseluruhan lau absorbsi sistemik obat dari suatu bentuksediaan padat yang
diberikan secara oral mencakup sejumlah proses laju, termasuk pelarutan obat,
motilitas saluran cerna, aliran darah, dan transport obat melewati membrane
kapiler kedalam sirkulasi sistemik. Laju absorbsi obat menyatakan hasil dari
keseluruhan proses ini. Pemilihan suatu model baikdengan basorbsi orde pertama
atau orde nol pada umumnya dilakukan secara empiris (Shargel et al, 2012).
b. Perhitungan kuantitatif :
Absorpsi obat peroral ke dalam tubuh manusia selalu dianggap mengikuti
kinetika order pertama, seperti halnya absorpsi pada ekstravaskular lainnya,
maka dapat dituliskan : (Nasution, 2015).

Kecepatan absorbsi = ka . Aa (1)


Ka = konstanta kecepatan absorpsi
Aa = jumlah obat yang akan diabsorpsi.

Kekuatan penggerak absorpsi = perbedaan konsentrasi obat pada absorption site


(Ca) dengan konsentrasi obat tak terikat di dalam darah arteri (Cu).
Kecepatan absorpsi = p . A (Ca Cu) ..(2)
p = konstanta permiabilitas
A = Luas permukaan saluran pencernaan.
Distribusi dan eliminasi obat yang telah diabsorpsi untuk menjamin supaya nilai
Cu jauh lebih kecil dari Ca, sehingga persamaan (2) dapat ditulis menjadi:
Kecepatan absorpsi = p . A . Ca..................(3)
Bila diasumsikan bahwa volume cairan pada absorption site (Va) selalu konstan,
maka persamaan (3) dapat ditulis sebagai berikut:
p. A
.A
Kecepatan absorbsi = Va . (4)

2
Dapat dilihat bahwa kecepatan absorpsi mengikuti reaksi order pertama dimana
konstanta kecepatan absorpsi ditentukan oleh :
1. konstanta permiabilitas obat,
2. luas area saluran pencernaan, serta
3. volume cairan pada absorption site.
Pada persamaan (1), kecepatan absorpsi masih mengikuti reaksi order pertama.
Hal ini disebabkan karena disolusi merupakan fungsi dari luas permukaan
partikel terlarut yang menurun secara eksponensial. Sebagai mana pada proses
reaksi order pertama lainnya, absorpsi obat dapat digambarkan dalam waktu
paruh.
0,693
t1/2 absorbsi = ka

Bila persamaan (1) diintegralkan, maka :

Aa = F . Dose . e-ka . t
keterangan :
Aa : jumlah obat yang akan diabsorpsi.
F : Ketersediaan hayati
Dose : dosis
Ka : kecepatan absorbsi
t : waktu
(Nasution, 2015).

Penentuan tetapan laju absorbsi Oral


metose residual
F . Ka . D 0
A=
VD .(kak )

(Shargel., et al, 2012).

3
Penentua Ka dengan menggambar persen obat tidak terabsorbsi versus
waktu (metode wagner-nelson)
Fraksi obat yang terabsorbsi pada setiap waktu
Ab Cp+ K . [ AUC ]
=
Ab k . [ AUC ]

(Shargel., et al, 2012).

Fraksi obat yang tak terabsorbsi pada setiap waktu


Ab Cp+ K . [ AUC ]
1 =1
Ab k . [ AUC ]

(Shargel., et al, 2012).


c. Contoh soal dan penyelesaiannya :
Consentrasi obat dalam darah pada berbagai wactu. Dengan anggapan bahwa obat
mengicuti satu modle compartemen satu, dapatcan Ca. Cn-1 = 6,28 , Cn = 6,11.
n=6

Jawaban :
AUC diperciracan dengan rumus trapesium.
[AUC]tn = Cn-1 + Cn (tn-tn-1)
tn-1 2

= 6,82 + 6,11 (6-5) = 6,20

CLEARENS (CL)
a. Definisi
Clearance total merupakan volume obat per satuan waktu (misalnya ml/menit)
yang dikeluarkan oleh tubuh (Nasution, 2015).

b. Perhitungan kuantitatif

4
Cleareance (bersihan): (Nasution, 2015).
- Clearance Total (Cl)
- Clearance Renal (ClR)
- Clearance Extra Renal (ClER)

Clearance Total (Cl)


Ada 2 cara yang dapat digunakan untuk menghitung nilai clearance
obat, yaitu: (Nasution, 2015).
1. Menghubungkan kecepatan eliminasi obat dengan konsentrasi obat di
dalam plasma
Cl = kV
2. Menghubungkan dosis dengan Luas Daerah Dibawah Kurva (LDDK)
atau Area Under the concentration-time Curve (AUC)

Ao = Dosis = Cl x A U C

Clearance Renal (ClR) dan Clearance Ekstrarenal (KER)


K = kR + kER
KR = Konstanta kecepatan eliminasi renal.
KER = konstantan kecepatan eliminasi ekstrarenal.
dAu
= KR. A , A = jumlah obat di dalam tubuh.
dt
Karena, A = Ao e kt
dAu
= KR. Ao e kt
dt
In dAu/dt = (InkR . Ao ) kt
*Intercept = kR . Dosis
k = kR + kER
kER = k kR

5
Clearance renal: ClR = kR . V
Clearance ekstrarenal: ClER = kER . V
Keterangan :
KR = Konstanta kecepatan eliminasi renal.
KER = konstantan kecepatan eliminasi ekstrarenal.
(Nasution, 2015).
c. Contoh Soal dan penyelesaiannya :
Bila suatu obat dengan dosis 250 mg diberikan secara intravena dan diperoleh
konsentrasi obat di dalam plasma. pada saat t = 0 adalah 25 mg / liter. Delapan jam
kemudian konsentrasi obat di dalam plasma menurun menjadi 6.25 mg/liter.
Hitunglah:
a. waktu paruh obat (t1/2)
b. clearance ( Cl )

Jawab:
a. Perhitungan waktu paruh obat
Diketahui C = 6,25 mg / l, Co = 25 mg / liter dan t = 8 jam,
C = Co . e-kt
kt
log C = log Co 2,303

8k
log 6,25 = log 25 2,303

k = 0,17 jam-1
0,693
t1/2 = k = 0,693/0,17jam-1 = 4,08 jam

6
b. Perhitungan clearance obat

D 250 mg
C
Cl = kV: V = o = 25 mg / liter = 10 liter
Cl = 0,17 jam -1 x 10 liter = 1,7 liter jam-1

VOLUME DISTRIBUSI (VD)

a. Definisi :
Volume distribusi (Vd) merupakan volume yang menunjukkan distribusi suatu
obat. Bila volume distribusi semakin besar, maka distribusinya semakin luas
(Batubara 2008).

b. Perhitungan kuantitatif
Pada suntikan intravena, berlaku rumus:

dosis
Vd = C0

Obat dipertahankan dalam kompartemen vascular bila nilai Vd < 5 L. nilai


tersebut menunjukkan bahwa obat terbatas pada bagian cairan ekstraseluler, lain
halnya dengan volume distribusi besar (Vd > 15 L), hal ini menunjukkan distribusi
terjadi di seluruh cairan tubuh total, atau konsentrasi di jaringan tertentu. Volume
distribusi ini digunakan untuk menghitung bersihan obat (Neal, 2005).

c. Contoh Soal dan penyelesaiannya :


seorang pria diberikan obat secara intravena dengan dosis 1000 mg. Konsentrasi
cuplikan (Cp) pada waktu t seperti berikut ini (sistem kompartemen satu)

T (jam) Cp (g/mL)
2 100
4 67
6 45

7
Hitunglah volume distribusi dari obat tersebut!

Jawab:

dosis
Vd = C0

Nilai C0 harus diketahui terlebih dahulu, maka digunakan rumus :

t
Log Cp = log C0 [(k . 2,303 )]

(ln C 1 lnC 2) t
Log Cp = log C0 [( t 2t 1 ). 2,303 )]

(ln 100 ln 67) 2


Log 100 = log C0 [( 42 ). 2,303 )]

2
Log 100 = log C0 [0,2 . 2,303 ]

Log 100 = log C0 0,17

2 = log C0 0,17

Log C0 = 2,17

C0 = 147,9 mg/L

dosis 1000 mg
Maka. Vd = Vd = C0 = 147,9 mg/ L = 6,76 L

8
KECEPATAN ELIMINASI

a. Definisi :
Konstanta kecepatan eliminasi merupakan salah satu parameter metabolisme
dan eliminasi obat. Konstanta kecepatan eliminasi ditentukan dengan
mengaplikasikan konsep persamaan orde reaksi. Dalam hal ini tubuh dianggap
mengikuti model satu kompartemen terbuka dengan asumsi bahwa:

tubuh merupakan suatu system yang homogen


obat masuk ke dalam sirkulasi darah, tanpa proses absorpsi
distribusi obat berlangsung dengan cepat dan homogen
eliminasi obat merupakan proses reaksi order pertama (Nasution, 2015).

b. Perhitungan Kuantitatif

Dengan demikian kecepatan eliminasi obat berbanding lurus


dengan jumlah obat di dalam tubuh sebagaimana dijelaskan berikut ini:

Setelah kesetimbangan dicapai, kecepatan eliminasi adalah sebagai berikut:

Perubahan jumlah obat di dalam tubuh dapat dituliskan dengan


persamaan (3).

Bila persamaan (3) diintegralkan, maka akan diperoleh persamaan (4)


dan (5):

9
Setelah obat diberikan secara intravena, jumlah obat di dalam tubuh saat
t = 0 (Ao) adalah sama dengan dosis obat. Persamaan (5) dapat
disederhanakan menjadi persamaan (6).

Persamaan (6) menunjukkan konsentrasi obat di dalam tubuh


menurun secara eksponensial setelah diberikan secara intravena bolus
seperti tertera pada Gambar 3.1.

(Nasution, 2015).
c. Contoh Soal dan Penyelesaian

Suatu obat diberikan secara intravena bolus sebanyak 100 mg kepada pasien
dengan t1/2= 8 jam; Cl = 2 1iter/ jam. Hitunglah konsentrasi obat pada saat t
= 0 (Co) dan konstanta kecepatan eliminasi (k).

(Nasution, 2015).

MAINTENANCE DOSE

10
a. Definisi

Maintenance dose merupakan sejumlah obat yang diberikan dengan tujuan untuk
dapat menjaga kadar obat dalam tubuh pada periode tertentu. Adapun tuhuan dari
maintenance dose adalah dosis pemeliharaan untuk mempertahankan kadar obat
dalam darah agar tetap menghasilkan efek terapetik (Nasution, 2015).

b. Perhitungan Kuantitatif

Dosis pertahanan atau maintenance dose (MD) yang harus diberikan


untuk mempertahankan konsentrasi tunak harus sama dengan jumlah obat yang
hilang pada satu interval yaitu

Ketersediaan hayati obat ekstravaskular, berbeda antara yang satu dengan


lainnya karena perbedaan sifat fisika kimia obat dan faktor fisiologi. Biasanya nilai
ketersediaan hayati obat yang diberikan secara ekstravaskular adalah lebih kecil
dari 1. Jadi, agar segera dicapai jumlah maksimum steady state, maka faktor
ketersediaan hayati (F) harus dimasukkan ke dalam perhitungan dosis muatan
sebelum obat diberikan kepada pasien menggunakan persamaan berikut:

(Nasution, 2015).

c. Contoh Soal dan Penyelesaian

11
Hitunglah loading dose dan maintenance dose theophylline yang dibutuhkan
untuk memperoleh dan mempertahankan konsentrasi di dalam darah sebesar
10 mcg/ml. Diketahui volume distribusi(V) = 0,5 1iter/kg ; t1/2 = 8 jam.

(Nasution, 2015).

WAKTU PARUH
a Definisi

Waktu paruh dalam plasma adalah waktu dimana konsentrasi obat dalam darah
(plasma) menurun hingga separuh dari nilai seharusnya. Secara definitif, waktu paro
eliminasi adalah waktu yang diperlukan agar kadar obat dalam sirkulasi sistemik
berkurang menjadi separonya. Nilai parameter ini merupakan terjemahan praktis.
Waktu paruh penting untuk menentukan frekuensi pemberian obat per hari agar
tercapai konsentrasi obat dalam plasma yang diinginkan. Nilai t1/2 ini banyak
digunakan untuk memperkirakan berbagai kondisi kinetik, misalnya kapan obat akan
habis dari dalam tubuh, kapan sebaiknya dilakukan pemberian ulang (interval
pemberian), kapan kadar obat dalam sirkulasi sistemik mencapai keadaan tunak
(steady state) pada pemberian berulang, dan sebagainya (Shargel, 2005).

b Perhitungan Kuantitatif

12
0,693 x Vd
t1/2= Cl
ln 2
atau t1/2= Kel (Shargel, 2005)

c Contoh Soal dan Penyelesaian

Seorang sukarelawan dengan berat badan 70 kg diberi antibiotika dosis intravena


dan konsentrasinya dalam serum ditentukan pada 2 jam dan 5 jam setelah pemberian.
Konsentrasinya berturut turut 1.2 dan 0.3 g/ mL. Berapa t biologic obat ini, bila
dianggap kinetika eliminasinya mengikuti orde kesatu ?

Dik :

BB = 70 Kg
t1 = 2 jam, t2 = 5 jam
C1 = 1.2 g/ mL, C2 = 0.3 g/ Ml

Dit : t pada orde satu

Jawab :

0.693(t 2t 1)
t =
ln C 1C 2

0.693(52) 2.079
t = = =1.499 jam
ln 1.2ln 0.3 0.1823(1.204)

(Wagner, 1971)

KETERDIAAN HAYATI (BIOAVAILABILITAS)

a. Definisi

13
Ketersediaan hayati atau bioavailabilitas merupakan persentase dan kecepatan suatu
zat aktif dalam produk obat yang tersedia atau yang dapat mencapai ke sirkulasi
sistemik dalam bentuk aktif, setelah pemberian produk obat dan diukur
konsentrasinya dalam darah yang dibandingkan terhadap waktu atau dapat pula
diukur melalui ekskresinya dalam urin (BPOM RI, 2005).

Terdapat dua macam bioavailabilitas suatu obat, yaitu sebagai berikut:


1. Bioavailabilitas absolut adalah bioavalabilitas yang dipakai untuk
menggambarkan fraksi dosis obat dalam mencapai sirkulasi sistemik sebanyak
100% yaitu bila dibandingkan dengan sediaan intravena yang
bioavailabilitasnya 100%
2. Bioavailabilitas relative adalah biovailabilitas suatu obat yang rute
pemberiannya biasannya melalui rute oral, bioavalibilitas obat oral akan
berkurang akibat adanya absorpsi yang tidak sempurna serta adanya
metabolisme lintas pertama / pass first effect.
(Shargel dan Yu, 2005).
b. Perhitungan Kuantitatif
1. Area Under Curve (AUC)
AUC merupakan area dibawah kurva antara konsentrasi obat dengan
waktu sebagai ukuran dari konsentrasi obat yang utuh dan tidak berubah
mencapai sirkulasi sistemik.
FD
AUC = KVd

(Makoid, 2000).

2. Bioavailabilitas Absolut
Bioavailabilitas absolut diukur dengan cara membandingkan antara
bioavailabilitas suatu produk dengan bioavailsabilitas secara intravena.
[ AUC ] po dose iv
BA absolut = F = [ AUC ] iv x dose po

(Makoid, 2000).
3. Bioavailabilitas Relatif (BA Relatif)

14
Bioavailabilitas relatif merupakan ketersediaan zat aktif obat dalam
sistemik dari suatu produk obat yang dibandingkan pada standar yang telah
diketahui atau dengan kata lain ketersediaan formulasi obat yang dibandingkan
pada ketersediaan formula standar yang umumnya berupa larutan dari obat
murni kemudian dievaluasi dalam studi cross over.

Bioavailabilitas relatif yang berasal dari dua produk obat dengan rute
pemberian dan dosis yang sama digunakan persamaan berikut:

[ AUC ] A
BA relative = [ AUC ] B

Jika dosisnya berbeda maka harus adanya koreksi dosis yang dibuat,
sesuai dengan persamaan berikut :

[ AUC ] A /dosis A
BA relative = [ AUC ] B /dosis B (Makoid, 2000).

c. Contoh Perhitungan

Bioavailabilitas suatu obat dipelajari pada 12 sukarelawan, tiap sukarelawan


menerima 1 tablet oral mengandung 200 mg obat, 5 ml larutan air murni
mengandung 200mg obatatau injeksi intarvena bolus tunggal mengandung 50 mg
obat. Sampel plasma diperoleh secara berkala sampai 48 jam setelah pemberian obat,
kemudian ditetapkan konsentrasinya. AUC rata-rata (0-48 jam) dinyatakan dalam
tabel dibawah. Dari data ini hitung :

a. bioavailabilitas relative tabletdibandingkan dengan larutan oral


b. bioavailabilitas absolut obat dari tablet

Produk Obat Dosis (mg) AUC (g jam / ml) Simpangan Baku

15
Tablet Oral 200 89,5 19,7
Larutan Oral 200 86,1 18,1
Injeksi i.v bolus 50 37,8 5,7

Jawab :
a. Bioavailabilitas relative tablet diperhitungkan tanpa penyesuaian dosis dengan
rumus sebagai berikut :
89,5
BA relative = 86,1 = 1,04 atau 104%

b. Bioavailabilitas absolut obat dari tablet dihitung dengan penyesuaian dosis


dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
89,5/200
F = Bioavailabilitas absolut = 86,1/50 = 0,592 atau 59,2%

(Shargel,et al.,2012)

DOSIS AWAL / LOADING DOSE

a. Definisi

Loading Dose (LD) merupakan dosis awal yang dapat diberikan kepada pasien
dengan tujuan kadar atau konsentrasi obat tercapai dengan cepat, sehingga bisa
memberikan efek terapeutik. Loading dose dipakai untuk mencapai kadar atau
konsentrasi obat yang CSS atau keadaan dimana kecepatan masuknya obat sama
dengan kecepatan keluarnya obat. CSS (Concentration Steady-State) akan tercapai
setelah 4 -5 kali t1/2 (Makoid, 2000).

b. Perhitungan Kuantitatif

16
Gambar kurva antara waktu dengan konsentrasi obat dalam plasma dengan pemberian loading
dose dan tanpa loading dose

Dari kurva diatas dapat dibandingkan bahwa tanpa adanya pemberian


dosis awal atau loading dose (garis d) tidak adanya kenaikan kecepatanwaktu
terhadap konsentrasi obat sedangankan pada pemberian loading dose terjadi
kenaikan waktu tercapainya konsentrasi obat (garis a, b dan c).
Terdapat dua persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung loading
dose (LD) yaitu :
DL = Css x Vd

R
DL = k
R
Jika digabungkan maka menjadi Css = Vd x k

Keterangan :
DL: Loading dose (mg)
Css : Consentration steady state / plateau / tunak (mg/ml)
R : laju infus (mg/jam atau ml/jam)
Vd : Volume distribusi (ml atau liter)
k : konstanta elminiasi ( /jam)
(Makoid, 2000).
c. Contoh Perhitungan

Nyonya Rosma 35 tahun dengan berat badan 65kg diberi 4 infus antibiotik.
Menurut literature t1/2 dari obat ini adalah 7 jam dan volume distribusinya 23,1%

17
dari berat badan. Css obat 10 mcg/ml. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai Css 95% tanpa pemberian loading dose dan berapa loading dose untuk
antibiotik ini?

Jawaban :
Vd = 23,1% x 65 kg = 15,015 L
Css = 10 mcg/ml
t1/2 = 7 jam

Sesuai tabel diatas untuk mencari waktu Css 95% adalah 4,32 x t1/2 maka :
t untuk Css 95% tanpa loading dose = 4,32 x t1/2 = 4,32 x 7 = 30,24 jam
loading dose = Css x Vd
= 10 mcg/ml x 15.015 ml
= 150.150 mcg
= 150 mg
(Makoid, 2000).

DAFTAR PUSTAKA

Batubara, P. L. 2008. Farmakologi Dasar edisi II. Jakarta: Lembaga Studi.

Badan Pengawas Obat Dan Makanan. 2005. Pedoman Uji Bioekivalensi. Jakarta :
BPOM RI.
Makoid, M.C., Vuchetich, P.J and Banakar, U.V. 2000. Basic Pharmacokinetics 1st
Edition. Paksitan : Virtual University Press. p. 91-92, 103. .
Nasution, A. 2015. Farmakokinetik Klinik. Medan : USU Press.

Neal, M. J. 2005. Farmakologi Medis Edisi kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.

18
Shargel, L., Wu-Pong, S., and Yu, A.B.C., 2005, Applied Biopharmaceutics &

Pharmacokinetics, 5th Edition, McGraw Hill, Boston

Shargel, Leon., Wu, Susanna., dan Yu, Andrew. B.C. 2012. Biofarmasetika dan
farmakokinetika terapan. Surabaya : Universitas Airlangga.
Wagner, J. G., 1971, Biopharmaceutics and Relevant Pharmacokinetics, Edisi I, 98-157,

Drug Intellegen Publication, Hamilton.

19

Anda mungkin juga menyukai