I.
TUJUAN PRAKTIKUM
Untuk dapat menetapkan dan menghitung parameter farmakokinetika
paracetamol setelah pemberian dosis tunggal pada tikus berdasarkan data kadar
obat dalam darah terhadap waktu.
II.
DASAR TEORI
Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara
matematis dari model berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh dan atau
metabolitnya di dalam darah, urin, atau cairan hayati lainnya. Darah banyak
digunakan dalam uji karena darah merupakan tempat yang paling cepat dicapai
obat, darah juga merupakan tempat yang logis bagi penetapan kadar obat karena
darahlah yang mengambil obat dari tempat absorbsi, menyebarkan ke tempat
distribusi/aksi, serta membuangnya ke organ eliminasi.
Kegunaan menetapkan parameter farmakokinetik suatu obat adalah untuk
mengkaji kinetika absorbsi, distribusi dan eliminasi obat dalam tubuh. Dengan
menggunakan parameter farmakokinetika, memungkinkan untuk menetapkan
aturan dosis sehingga dapat memberikan respon farmakologik yang diinginkan.
Parameter-parameter
farmakokinetik
yang
ditemukan
kemudian,
Kadar obat dan waktu kemudian diplot dalam suatu kurva, sehingga didapatkan
profil farmakokinetik (Shargel Leon, 2005).
Parameter farmakokinetik tidak ditentukan secara langsung, tetapi ditentukan melalui percobaan dari sejumlah variabel tergantung dan bebas yang
secara bersama dikenal sebagai data. Dari data ini dapat diperkirakan model
farmakokinetik yang kemudian diuji kebenarannya, dan selanjutnya diperoleh
parameter-parameter farmakokinetiknya (Shargel Leon, 2005).
Parameter farmakokinetika primer adalah parameteryang harganya
dipengaruhi secara langsung oleh perubahan salah satu atau lebih perubahan
fisiologi yang terkait. Termasuk parameter tersebut diantaranya tetapan kecepatan
penyerapan (Ka), fraksi dosis obat yang diserap (Fa), volume distribusi (Vd),
bersihan tubuh total (CL), bersihan hati (CL h), dan bersihan ginjal (CLr).
Parameter Fa dan Ka bermanfaat untuk menilai keefektifan penyerapan obat,
lebih lanjut bila penyerapan obat bersangkutan mengikuti kinetika peringkat
pertama, yang bermanfaat untuk menilai keefektifan penyebarannya adalah Vd,
CL, CL h, atau CL r, bermanfaat sekali guna menilai keefektifan maupun pola
pengurangan obat terkait (Argo Donatus,2005).
Parameter farmakokinetika sekunder adalah parameter farmakokinetika
yang harganya bergantung pada harga parameter farmakokinetika primer, artinya
perubahan suatu harga parameter farmakokinetika sekunder, sepenuhnya
disebabkan oleh terubahnya parameter farmakokinetika primer tertentu sebagai
cerminan adanya pergeseran kekuatan suatu ubahan fisiologi. Tetapan kecepatan
pengurangan obat (Ke), waktu paruh pengurangan obat (t1/2), dan fraksi obat utuh
yang di keluarkan dalam urin merupakan contoh parameter farmakokinetika
sekunder yang bermanfaat sekali untuk memprakirakan nasib obat didalam tubuh
dengan derajat tanggapan farmakologi dan toksikologinya (Argo Donatus,2005).
Besaran turunan lain harganya tidak semata-mata bergantung pada harga
parameter farmakokinetika primer tetapi juga pada dosis atau kecepatan
pemberian obat yang terkait. Contohnya : kadar obat keadaan tunak dalam plasma
(Css), dan luas daerah dibawah liku kadar obat utuh dalam plasma lawan waktu
(AUC), juga bermanfaat guna memprakirakan hubungan nasib obat di dalam
). Dan
untuk kinetika eliminasi adalah klirens (Clt), tetapan kecepatan eliminasi (Ke),
dan waktu paruh eliminasi (t ).
1.
cara, antara lain metode residual. Dengan menanggap Ka >>K, maka harga
e Kt
tidak bermakna terhadap waktu, oleh karena itu dapat dihilangkan karena pada
kadaan tersebut obat telah sempurna terabsorbsi. Harga Ka dapat diperoleh
dengan menggunakan prosedur berikut :
a.
sumbu logaritma.
b.
c.
Ambil beberapa titik pada bagian atas garis BC dan jatuhkan tegak lurus
Baca harga titik pada bagian atas garis BC dengan titik yang berhubungan
dengan kurva. Gambar harga-harga perbedaan tersebut pada titik-titik waktu yang
berhubungan, sehingga akan diperoleh suatu garis lurus dengan slop Ka/2,3.
Bila digunakan metode residual, minimum tiga titik digunakan digunakan
max
untuk menetapkan garis lurus. Titik-titik data yang terjadi segera setelah t
dapat tidak teliti karena absorbsi obat pada saat itu masih berlangsung. Oleh
karena bagian dari kurva ini mewakili fase pasca absorbsi, hendaknya hanya titiktitik data dari fase eliminasi yang digunakan untuk menetapkan laju absorbsi obat
sebagai suatu proses orde satu.
3
2.
dari jumlah bioavailabilitas suatu obat. AUC mencerminkan jumlah total obat
aktif yang mencapai sirkulasi sistemik. AUC adalah area dibawah kurva kadar
obat dalam plasma waktu dari t = 0 sampai t = , dan sama dengan jumlah obat
tidak berubah yang mencapai sirkulasi umum dibagi klirens. Satuan AUC adalah
konsentrasi-waktu (misal: g jam/ml). AUC dapat ditentukan dengan suatu
prosedur integrasi numerik,
AUC0
Cpdt
0
AUCtn
tn 1
Cn 1 Cn
tn tn 1
2
AUC0
3.
FD0
FD0
klirens
K.Vd
dalam memperkirakan jumlah obat dalam tubuh dari konsentrasi obat yang
ditemukan dalam kompartemen cuplikan. Volume distribusi juga dapat dianggap
sebagai volume (Vd) dimana obat terlarut. Jumlah obat dalam tubuh tidak dapat
ditentukan secara langsung, tetapi suatu cuplikan darah dapat diambil pada jarak
waktu secara berkala dan dianalisis konsentrasi tersebut. Vd berguna untuk
mengkaitkan konsentrasi obat dalam plasma (Cp) dan jumlah obat dalam tubuh
B
D = Vd Cp
Klirens =
AUC0
, dan
FD0
Cl =
5.
FD0
AUC0
Cp =
FK aD0
Vd(K a K )e K.t
Cp = A .
6.
e K.t
atau
Cpmaks
Konsentrasi plasma puncak menunjukkan konsentrasi obat maksimum
dalam plasma setelah pemberian obat secara oral. Untuk beberapa obat diperoleh
suatu-hubungan antara efek farmakologi suatu obat dan konsentrasi obat dalam
plasma. Cpmaks memberi suatu petunjuk bahwa obat cukup diabsorpsi secara
sistemik untuk memberi suatu respons terapetik. Selain itu, Cpmaks juga memberi
petunjuk dari kemungkinan adanya kadar toksik obat. Satuan Cpmaksadalah satuan
konsentrasi (misal: g/ml, mg/ml).
7. tmaks
Waktu konsentrasi plasma mencapai puncak dapat disamakan dengan
waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi obat maksimum setelah
pemberian obat. Pada tmaksabsorpsi obat adalah terbesar, dan laju absorpsi obat
sama dengan laju eliminasi obat. Absorpsi masih berjalan setelah tmakstercapai,
tetapi pada laju yang lebih lambat. Harga tmaksmenjadi lebih kecil (berarti sedikit
waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi plasma puncak) bila laju
absorpsi obat menjadi lebih cepat. Satuan tmaksadalah satuan waktu (misal: jam,
menit).
8.
t=
0,693
K
mempunyai suatu kelainan yang merubah waktu paruh suatu obat, penyesuaian
dosis diperlukan. Waktu paruh suatu obat ditingkatkan oleh (Mycek, 2001) :
a. Berkurangnya aliran plasma ginjal misalnya pada syok kardiogenik, gagal
jantung atau perdarahan.
b. Penambahan obat kedua yang menggantikan obat pertama dari albumin,
sehingga meningkatkan volume distribusi obat tersebut
c. Berkurangnya rasio ekstraksi misalnya pada penyakit ginjal
d. Berkurangnya metabolisme misalnya jika obat lain
menghambat
dDB
dt
absorsbsi dan eliminasi obat. Laju perubahan obat dalam tubuh pada setriap waktu
sama dengan laju absorbsi obat dikurangi laju eliminasi obat.
dDB
dt
dDGI
dt
dDc
dt
Selama fase absorbsi, maka laju absorbsi obat lebih besar daripada laju
eliminasi obat. Sebaliknya selama selam fase eliminasi, maka laju absorbsi lebih
kecil daripada laju eliminasi. Sedangkan pada waktu konsentrasi puncak obat
dalam plasma, laju absorbsi obat sama dengan laju eliminasi obat dan tidak ada
perubahan jumlah obat dalam tubuh.
Model absorbsi orde kesatu menganggap bahwa masukan adalah orde
kesatu dan suatu eliminasi juga orde kesatu. Persamaan diferensial yang
menggambarkan laju perubahan obat dalam tubuh :
dDB
dt
GI
= FK D
KD
(7.8)
F adalah fraksi obat terabsorbsi secara sistemik. Oleh karena obat dalam
saluran cerna juga mengikuti suatu proses penurunan orde kesatu (yakni
diabsorbsi melintasi dinding saluran cerna), jumlah obat dalam saluran cerna sama
0
K at
dengan D e
dDB
dt
K at
= FK D e
KD
(7.9)
Cp =
FK aD0
Vd(K a K ) e Kt e K at
(7.10)
maks
max
Ka K
Ka K
maks
max
Perhitungan t
maks
dan Cp
Parameter
Absorbsi
Ka
Rumus matematika
Intravena
Oral
Residual
Trapezoid
0 inf
AUC
Distribusi
AUC
0
/ AUC
D .F/Cp atau D
0 inf
liter
.F/K.AUC
0 inf
0 inf
D /AUC
D .F/AUC
Regresi linier
log Cp Vs t
Cp Vs t
ml atau
0 inf
/K.AUC
Cl
iv
D /Cp atau D
Eliminasi
Jam
g.jam/ml
po
Trapezoid
F
Vd
Satuan
0,693/K
(Ritschel, 1922; Shargel dan Yu, 1933)
0,693/K
Liter/jam
1
Jam
Jam
Obat
Parameter
t (jam)
Kel / (jam-1)
Vd (L/kg)
Fel
F
EPB (%)
pKa
Rentang terapetik
Parasetamol
2,5 (2-4)
0,277
1,1
0,05
0,85
<5
A:9,51
MEC 10-20
(g/ml)
9
URA
10 D (mg)
11 (jam)
12 tmax (jam)
Keterangan :
t
PO
325-650
4
1
= t eliminasi
Fel
tmax
N-(4-Hydroxyphenyl) acetamide
C8H9NO2
BM = 151.2
Pemerian
10
Kelarutan :
dalam air hangat; larut dalam etanol, metanol, dimetilformamida, etilen klorida,
aseton, dan etil asetat; sangat sukar larut dalam kloroform; sukar larut dalam eter;
praktis tidak larut dalam petroleum eter, pentana, dan benzene. (Moffat, Anthony
C dkk, 2003)
pH
: 3,8 - 6,1
pka
: 9,5
Labu takar
Mikropipet
Tabung reaksi
IV.
1
Pipet volume
Filler
Beakerglass
Bahan :
Parasetamol
Asam tikloroasetat (TCA) 20%
Natrium nitrit 10%
Asam sulfamat 15%
HCL 6 N
Heparin
NaOH 0,1%
NaOH 10%
Larutan CMC Na 0,5%
Aquadest
HewanUji : Tiap kelompok @ 2Tikus
SKEMA KERJA
Paracetamol
12
darah yang mengandung heparin sebanyak 500 L, ditambahkan 2,0 ml TCA 20% ke dalam tabung
Ditambahkan 0,5 mL HCl 6 N dan 1,0 mL NaNO2 10%, dicampur baik-baik dan didiamkan 15 menit
ati-hati ditambahkan 1 mL asam sulfamat 15 % melalui dinding tabung dan 3,5 mL NaOH 10 % kem
13
V.
DATA PENGAMATAN
Absorbansi
0,053
B = 1,3580 x10-3
0,083
ml
298,5
g/ml
398 g/
Regresi Linier
A = - 0,1640
0,171
r = 0,9612
y = bx + a
y = 0,001358x 0,1640
0,256
Tabel Absorbansi Sampel
ml
497,5
0,621
g/ml
597 g/
0,697
ml
696,5
0,755
g/ml
14
Wakt
u
(meni
t)
0
15
30
45
60
75
90
Absorbansi
III
IV
II
0
0.008
0.008
0.021
0.150
0.144
0.132
0
0.060
0.023
0.027
0.034
0.020
0.018
120
150
180
0.039
0.064
0.035
0.010
0.008
0.007
0
0.027
0.088
0.035
0.014
0.018
0.005
0.000
0.036
0.005
VI
0
0.003
0.009
0.014
0.050
0.040
0.030
0
0.641
0.155
0.062
0.027
0.019
0.010
0
0.103
0.025
0.014
0.016
0.046
0.014
0.026
0.020
0.015
0.151
0.028
0.032
0.019
0.010
0.018
Absorbansi
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
99.5
199
298.5
398
497.5
597
696.5
Konsentrasi (ppm)
15
KURVA HUBUNGAN
Waktu vs ln Cp
5.05
5
4.95
4.9
ln Cp
4.85
4.8
4.75
4.7
0
15
30
45
60
75
90
120
150
180
Waktu (menit)
VI.
PERHITUNGAN
Pembuatan Stok Paracetamol
100 mg
mg
=1
=1000
g/ml
100 ml
ml
= 0,5882
= 0,0995
Konsentrasi stok =
99,5 mg
mg
=995
=995
g/ml
100 ml
ml
16
Konsentra
Perhitungan
Koreksi kadar
V1. C1 = V2. C2
V1. 1000 g/ml = 500
V1. C1 = V2. C2
50
L. 995 g/ml = 500
si
100
g/ml
L. 100 g/ml
V1 = 50 L
L. C2
C2 = 99,5 g/ml
(Paracetamol )
Darah = 450 L
200 g/
ml
V1. C1 = V2. C2
V1. 1000 g/ml = 500
L. 200 g/ml
V1 = 100 L
V1. C1 = V2. C2
100 L. 995 g/ml =
500 L. C2
C2 = 199 g/ml
(Paracetamol )
Darah = 400 L
300
g/ml
V1. C1 = V2. C2
V1. 1000 g/ml = 500
L. 300
g/ml
V1 = 150 L
V1. C1 = V2. C2
150 L. 995 g/ml =
500 L. C2
C2 = 298,5 g/ml
(Paracetamol )
Darah = 350 L
400
g/ml
V1. C1 = V2. C2
V1. 1000 g/ml = 500
L. 400
V1 = 200
g/ml
V1. C1 = V2. C2
200 L. 995 g/ml =
500 L. C2
C2 = 398 g/ml
(Paracetamol )
Darah = 300 L
500
g/ml
V1. C1 = V2. C2
V1. 1000 g/ml = 500
V1. C1 = V2. C2
250 L. 995 g/ml =
17
L. 500
g/ml
V1 = 250 L
500 L. C2
C2 = 497,5 g/ml
(Paracetamol )
Darah = 250 L
600
g/ml
V1. C1 = V2. C2
V1. 1000 g/ml = 500
L. 600
g/ml
V1 = 300 L
V1. C1 = V2. C2
300 L. 995 g/ml =
500 L. C2
C2 = 597 g/ml
(Paracetamol )
Darah = 200 L
700
g/ml
V1. C1 = V2. C2
V1. 1000 g/ml = 500
L. 700
g/ml
V1 = 350 L
V1. C1 = V2. C2
350 L. 995 g/ml =
500 L. C2
C2 = 696,5 g/ml
(Paracetamol )
Darah = 150 L
Konversi ke manusia 70 kg =
179 g
200 g x
25,2
= 22,5540 mg
18
dosisdariberatbadantikusterbesar
1
volumepemberianmax
2
Konsentrasi stok =
22,5540 mg
1
.5 ml
2
9,0216 mg/ml
100 ml
x 9,0216 mg=902,16 mg
/100 ml
ml
= 1,3813 g
902mg
100 ml = 9,0200 mg/ml
Dosis Pemberian
Volume Pemberian
Bobot Tikus
x Konversi Dosis
200 gram
155 gram
x 25,2 mg
200 gram
Dosis Pemberian
C stok
19,53 mg
mg
9,0200
ml
= 19,53 mg
Tikus 2
(155 gram)
Bobot Tikus
x Konversi Dosis
200 gram
155 gram
x 25,2 mg
200 gram
= 2,16 ml
Dosis Pemberian
=
C stok
19,53 mg
mg
9,0200
ml
= 19,53 mg
= 2,16 ml
Tabel Eliminasi
Waktu
(Menit
Absorba
nsi
Cp
(ppm)
ln Cp
A
Eliminasi
19
0.000
0
0.060
15
0.023
30
0.027
45
0.034
60
0.020
75
0.018
90
0.010
120
0.008
150
0.007
180
124.66
170.26
74
142.14
29
145.18
33
150.50
42
139.86
25
138.34
22
132.26
13
130.74
1
129.98
09
4.8255
9 4.9186
08
5.1373
7
4.9568 136.81
33
2
4.9779
97 t 1/2 el
5.0139
91
4.9406
6
4.9297
31
4.8847
79
4.8732
18
4.8673
88
0.0002
9
0.9823
9
0.0002
9
2390.7
9 menit
39.846
5 jam
Tabel Distribusi
Cp *
(ppm)
136.812
136.218
4
135.627
5
135.039
134.453
2
133.869
9
133.289
1
Cp
Distribusi
Ln Cp
Residual
Residual
B
r
(ppm)
12.1519 2.49749
6
1 4.95149
0.0385
0.919
2
34.0489 3.52779
3
48
3
9
6.51539 1.87416 141.385
0.0385
2
7
7
25
2.31691
17.988
10.1443
2 t1/2 d
26 menit
16.0510 2.77577
0.2998
2
3
04 jam
5.99263 1.79053
6
1
5.05318 1.62001
5
9
Tabel Absorbsi
20
Cp **
(ppm)
141.38
57
79.329
9
44.511
08
24.974
65
Cp
Residu
al
(ppm)
4.5737
35
56.888
55
91.116
38
110.06
44
Ln Cp
Residu
al
Absorbsi
C
1.5203
3 3.7581
28
4.0410
94
4.5121 42.868
38
09
4.7010
66 t1/2 ab
Ka
0.0219
99
0.8074
2
0.0219
99
31.501
36 menit
0.5250
23 jam
Absorba
nsi
Cp
(ppm)
0.000
0
0.006
15
0.023
30
0.027
45
0.034
60
0.020
75
0.018
90
0.010
120
0.008
150
0.007
180
124.66
129.22
08
142.14
29
145.18
33
150.50
42
139.86
25
138.34
22
132.26
13
130.74
1
129.98
09
Ln Cp
4.8255
9
4.8615
22
4.9568
33
4.9779
97
5.0139
91
4.9406
6
4.9297
31
4.8847
79
4.8732
18
4.8673
88
4.9642
23
0.0004
9
0.4976
5
a.
AUC
Trapesiu
m
1904.106
2
2035.227
3
2154.946
5
2217.656
6
2177.750
2
2086.535
5
4059.052
7
3945.034
4
3910.828
9
267379.5
7
291870.7
T max
21
Ka
)
T max=
K a
ln (
0.021999
)
0.00029
T max=
0.0219990.00029
ln (
T max= 199.4247
menit
T max=3.32 jam
b.
Cmax
max
0.038525
x199.4247 menit
menit
max
0.00029
x 199.4247 menit
menit
42.86809 ppm
Cmax = 129.1277
+ 141.3857 ppm
.e
0.021999
x199.4247 menit
menit
c. AUC
AUC =
A B C
+
ka
AUC =
0.00029
0.038525
0.021999
menit
menit
menit
22
d.
Vd area=
Vd area
F . Dev
K dist . AUC
Vd area=
0.8 x 1000 mg
0.038525
x 473710.9 ppm menit
menit
e. Clearance
Clearance =
Vd area X K eliminasi
Clearance = 43.836 ml x
0.00029
menit
0.00029
menit
Tabel Hasil
Fase
Absorbsi
Parameter
T max
Hasil
Teori
3.32 jam
60 90 menit
Cmax
128.6597 ppm
T1
2
Absorbsi
0.525023 jam
23
K absorbsi
0.021999 /menit
AUC
AUC Trap
291870.7 ppm.menit
T 1 Dist
2
Distribusi
ppm.menit
0.299804 jam
0.038525 / menit
VD
0.043836 Liter
39.8465 jam
2 4 jam
VII.
ppm.menit
5478,55 7412,08
K Distribusi
T1
Eliminasi
ribusi
5478,55 7412,08
Eliminasi
K eliminasi
0.00029 / menit
Clearance
0.012706 ml/menit
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan penetapan parameter
farmakokinetikasetelah pemberiaan dosis tunggal, yang bertujuan agar mahasiswa
mampu menghitung dan menetapkan parameter-parameter tersebut berdasarkan
data kadar obat dengan darah terhadap waktu.Farmakokinetik seringkali diartikan
sebagai perlakuan tubuh terhadap obat yang ditujukan terhadap pergerakan obat
masuk ke dalam tubuh, melalui tubuh dan pergerakannya keluar dari tubuh
(Karen Birckelbaw Kopacek, RPh, 2007). Farmakokinetika mempelajari
tentang absorbsi, distribusi, metabolism dan ekskresi suatu obat.Pada percobaan
ini, obat diberikan secara ekstravaskuler, yakni per oral. Saat obat diberikan secara
ekstravaskuler, obat harus mengalami proses absorbs melewati barrier fisiologis
untuk dapat masuk ke dalam sirkulasi sistemik/ darah (Larry A. Bauer, 2001).
Setelah obat berada dalam darah, kemudian obat mengalami distribusi dari
aliran darah ke organ dan jaringan, selain itu juga mengalami metabolism dan
ekskresi. Masing-masing fase dapat digambarkan dengan suatu nilai yang disebut
parameter farmakokinetika atau dengan kata lainparameter farmakokinetika
24
adalah suatu besaran yang diturunkan secara sistematis dari suatu model
berdasarkan data kadar obat utuh atau metabolitnya dari serum darah, urin atau
cairan hayati lainnya.Dengan parameter farmakokinetika, pergerakan obat dalam
tubuh dapat diamati. Parameter farmakokinetika berfungsi untuk mengkaji
kinetika obat dalam tubuh, baik fase absorbs, distribusi maupun eliminasi.
Parameter farmakokinetika obat diperoleh berdasarkan hasil pengukuran
kadar obat utuh dan atau metabolitnya di dalam cairan hayati (darah, urine, saliva
atau cairan tubuh lainnya).Serangkaian langkah awal dalam uji farmakokinetika
(meliputi optimasi metode, asumsi model kompartemen, penentuan jadwal
sampling dan penentuan dosis) telah dilakukan dan digunakan dalam percobaan
ini. Obat yang digunakan adalah Paracetamol dengan dosis 1000mg/ 50 kg BB
manusia
Struktur Paracetamol
25
heparin sebagai zat antikoagulan yaitu heparin beraksi dengan mengikat anti trombin III
dan kemudian akan membentuk kompleks yang memiliki afinitas lebih besar daripada
anti trombin III itu sendiri terhadap beberapa faktor pembekuan darah aktif
(trombin dan faktor X atau faktor stuart power). Heparin juga dapat meng-inaktivasi
faktor VIIIa/AHG dan mencegah terbentuknya fibrin yang stabil. Oleh karena
itu heparin akan mempercepat terjadinya inaktivasi faktor pembekuan darah.
Kemudian ditambah dengan TCA 20% sebanyak 2,0ml dan dicampur hingga
homogen pada alat vortexing. TCA berfungsi sebagai senyawa yang dapat menghentikan kerja
enzim yang dapat memetabolisme obat sekaligus akan menyebabkan
denaturasi protein plasma. Kemudian dimasukkan kedalam alat sentrifuge
untuk mengendapkan darah dan didapatkan plasmanya. TCA yang tadi
ditambahkan akan mengikat protein dan mengendapkannya saat sentrifugasi
sehingga keberadaan protein tidak mengganggu pembacaan absorbansi. Endapan
akan terpisah pada bagian bawah dan pada supernatan terdapat cairan bening
yaitu plasma darah. Kemudian supernatannya diambil 1,5 ml tanpa
endapannya dan dimasukkan ke dalam labu takar 10,0ml. Pengambilan
supernatan tanpa endapannya ini dilakukan dengan tujuan untuk mengambil
obat yang bebas dari protein plasma karena obat yang terikat pada protein plasma
tidak akan aktif secara farmakologik sehingga tidak memiliki efek terapeutik atau
dengan kata lain akan dapat menyebabkan data hasil pengamatan tidak valid.
Setelah itu ditambahkan HCl 6N sebanyak 0,5ml.Penambahan HCl ini dimaksudkan
untuk memberikan suasana asam dalam pembentukan reaksi diazotasi.Serta ditambahkan
kedalamnya NaNO2 10% sebanyak 1,0ml. Penambahan HCl dan NaNO2 akan membentuk
reaksi diazotasi yang tidak tahan terhadap suhu kamar. Karena pada suhu kamar garam
diazonium akan dengan mudah terdegradasi menjadi senyawa fenol dan gas nitrogen. Oleh
sebab itu, perlu dilakukan perendaman selama 15 menit ditempat dingin atau pada suhu
<15oC.Cara yang dilakukan untuk memperoleh suhu <15oC yaitu dengan merendam pada air
yang telah ditambahkan es batu kedalamnya.Tujuan penambahan HCl dan NaNO2 secara
bersamaan adalah untuk mendapatkan HNO2 dengan mudah.
Kemudian ditambahkan 1ml asam sulfamat 15% melalui dinding tabung.Tujuan dari
perlakuan ini adalah menghilangkan HNO2 yang berlebih. Reaksinya sebagai berikut :
26
Asam sulfamat yang ditambahkan juga akan menghilangkan gas N2 secara perlahan
dengan diberikan getaran ultrasonik pada larutan. Gas N2 hilang ditandai dengan berkurangnya
gelembung gas yang terbentuk. Apabila gas N2 ini tidak hilang, maka akan mengganggu
pengukuran absorbansi. Kemudian ditambahkan NaOH 10% sebanyak 3,5ml kedalamnya.Hal
ini bertujuan untuk memperpanjang gugus kromofor sehingga warna yang terbentuk semakin
jelas dan dapat terbaca absorbansinya dengan valid.
Percobaan ini mengenai penetapan parameter farmakokinetika setelah
pemberian dosis tunggal pada hewan uji tikus berdasarkan kadar obat dalam darah
terhadap waktu tertentu. Obat yang digunakan adalah Parasetamol dengan dosis
1000mg. Dalam menentukan waktu sampling (pengambilan cuplikan), dapat
ditentukan dengan rumus 3-5 x t eliminasi untuk data darah. Pengambilan
cuplikan dilakukan minimal 3 titik pada tiap fase absorbsi, sekitar puncak dan fase
eliminasi. Pada praktikum kali ini cuplikan diambil pada menit ke 0, 15, 30,45,
60, 75 pada tikus I dan pada menit 90, 120, 150, dan 180 pada tikus II. Penentuan
waktu pengambilan cuplikan ini juga dengan pertimbangan ketersediaan volume
darah tikus yang digunakan sebagai hewan uji.
Parameter farmakokinetik selain terbagi berdasarkan fase obat didalam
tubuh, juga terbagi dalam parameter primer, sekunder dan turunan.
a
Parameter primer
Parameter sekunder
Parameter turunan
Harganya tidak semata mata tergantung dari harga parameter primer dan
sekunder tetapi juga dosis, meliputi : AUC.
Tahap pertama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah pembutan
deret baku paracetamol. Pembuatan kurva baku ini bertujuan untuk mengetahui
27
kelinieritasan suatu kurva dimana kurva baku tersebut diperoleh dari hubungan
antara konsentrasi Vs absorbansi dari deret baku yang dibuat. Sehinga dapat
diperoleh nilai x atau konsentrasi obat dalam plasma pada menit menit
pencuplikan darah. Pada pembuatan deret baku, minimal harus digunakan tiga
atau empat data absorbansi dari larutan standar yang telah diketahui. Pada
praktikun kali ini digunakan delapan data. Dimulai dari konsentrasi 0 ppm, 100
ppm, 200 ppm berturut turut hingga 700 ppm.
Dari hasil perhitungan absorbansi, didapatkan nilai r sebesar 0,9612. Nilai
R merupakan bilangan yang menunjukan tingkat keakuratan dan ketelitian dari
larutan standar yang kita buat.Apabila nilai R semakin mendekati 1 maka kurva
standar tersebut semakin bagus.R memiliki nilai maksimum 1 tidak pernah lebih
dari 1. Kemudian didapatkan persamaan garis untuk parasetamol yaitu y= 1,3580
x
10
28
kinetika distribusi adalah volume distribusi (Vd dan Vdss) dan untuk eliminasi
adalah klirens total (Cl), tetapan kecepatan eliminasi (k) dan waktu paruh
eliminasi ( t1/2).
a
pada waktu-waktu tertentu yang diperoleh dari regresi linier 3 titik fase absorbsi
vs ln Cpr (Cp residual), dimana nilai mutlak dari slope B menunjukkan nilai Ka.
Nilai Ka yang diperoloeh pada praktikum kali ini adalah 0.021999 /menit.
b Luas Daerah Dibawa Kurva Log Kadar Obat Terhadap Waktu (AUC),
merupakan parameter farmakokinetika obat yang mencerminkan jumlah
total obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik, dimana area dibawah kurva
kadar obat dalam plasma dihitung dari t= 0 hingga t=180.
Berdasarkan
perhitungan tersebut diperoleh AUC total dari PCT adalah 473710.9 ppm menit
sedangkan secara teori AUC PCT sebesar 5478,55 7412,08 ppm.menit yang
berarti tidak masuk rentang AUC teoritis. Semakin luas area dibawah kurva
berarti bioavailabilitas semakin bagus, Begitu pula sebaliknya semakin kecil luas
area dibawah kurva berarti bioavailabilitas rendah.
c
T max,
merupakan parameter farmakokinetika obat yang menggambarkan waktu
29
Cp.maks memberi suatu petunjuk bahwa obat cukup diabsorpsi secara sistemik untuk
memberi suatu respons terapetik. Selain itu, Cpmaks juga memberi petunjuk dari
kemungkinan adanya kadar toksik obat. Untuk menghitung Cp.maks perlu ditentukan
persamaan garis dari model kompartemen. Menurut data serta kurva diperoleh
kadar puncak PCT dalam plasma pada tikus dengan absorbansi 0.034adalah
128.6597 ppm. Secara teoritisnya, Cmax atau kadar yang dibutuhkan oleh
Paracetamol untuk mencapai waktu puncak atau waktu yang paling tinggi didalam
tubuh yaitu 27,02 - 36,96 ppm. Jadi hasil praktikum tidak sesuai dengan teori
yang ada.
e
VD ( Volume Distribusi ),
merupakan suatu gambaran volume yang mengandung sejumlah obat pada
Klirens (Cl),
merupakan parameter farmakokinetika obat yang menggambarkan volume
cairan (yang mengandung obat) yang dibersihkan dari obat per satuan waktu. Laju
30
AUC 0
darah,
kadar
protein
darah
dan
kecepatan
metabolisme
enzim
KURVA HUBUNGAN
Waktu vs ln Cp
5.05
5
4.95
4.9
ln Cp
4.85
4.8
4.75
4.7
0
15
30
45
60
75
90
120
150
Waktu (menit)
31
180
Hasil kurva yang didapatkan pada praktikum kali ini telah sesuai dengan
kurva parasetamol pada literatur, yaitu mengikuti model dua kompartemen
terbuka EV yang berbentuk bifase. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil absorbansi
dan kurva Cp vs waktu yang didapatkan. Pada menit awal akan meningkat
terlebih dahulu sebelum akhirnya sampai pada puncaknya pada menit ke 60 dan
kembali turun yang menandakan bahwa ada fase absorbsi, distribusi dan eliminasi
pada obat tersebut didalam darah. Fase eliminasi pada kurva terlihat landai, hal ini
sesuai dengan model 2 kompartemen terbuka Ekstravaskuler.
VIII.
KESIMPULAN
Model kompartemen pada paracetamol yang diperoleh sesuai dengan teori,
yakni model 2 kompartemen terbuka EV (Ektravaskuler) yang ditandai
berbentuk bifase dengan fase eliminasi yang landai.
Pengambilancuplikandilakukanpadamenitke 0, 15, 30,45, 60 dan 75
pada tikus I dan pada menit0 (blanko), 90, 120, 150, dan 180 pada tikus II.
Data PCT yang didapatkan :
o Cpmax
=
128.6597 ppm
o Tmax
=
3.32 jam
o AUC
=
473.710.9 ppm menit
o Cl
=
0.012706 ml/menit
o Keliminasi
=
0.00029 / menit
o VD
=
0.043836 Liter
IX.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI.
Donatus, I.A. 2001. Toksikologi Dasar. Yogyakarta: Laboratotium Farmakologi
dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.
Dumas.1840. "Trichloroacetic acid". XXXII: 101 Annalen der Chemie.Hal. 101.
Moffat, Anthony C. 2003. Clackes Isolation and Identification of Drugs.
London:Pharmaceutical Press.
Mutschler, Ernst. 1999. Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi Edisi
Kelima. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
32
Mengetahui,
Dosen Pengampu
Sri Marhaeni
Ika Puspitaningrum, M.Sc.,Apt
Sri Rahayuningrum
Ulfa Asih R
Wahyu Setyaningrum
Widyastiti
Ida Suskawati
33
Ana Puji A
34