Anda di halaman 1dari 34

PERCOBAAN IV

PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA


SETELAH PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL
PADA TIKUS (DATA DARAH)

I.

TUJUAN PRAKTIKUM
Untuk dapat menetapkan dan menghitung parameter farmakokinetika

paracetamol setelah pemberian dosis tunggal pada tikus berdasarkan data kadar
obat dalam darah terhadap waktu.
II.

DASAR TEORI
Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara

matematis dari model berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh dan atau
metabolitnya di dalam darah, urin, atau cairan hayati lainnya. Darah banyak
digunakan dalam uji karena darah merupakan tempat yang paling cepat dicapai
obat, darah juga merupakan tempat yang logis bagi penetapan kadar obat karena
darahlah yang mengambil obat dari tempat absorbsi, menyebarkan ke tempat
distribusi/aksi, serta membuangnya ke organ eliminasi.
Kegunaan menetapkan parameter farmakokinetik suatu obat adalah untuk
mengkaji kinetika absorbsi, distribusi dan eliminasi obat dalam tubuh. Dengan
menggunakan parameter farmakokinetika, memungkinkan untuk menetapkan
aturan dosis sehingga dapat memberikan respon farmakologik yang diinginkan.
Parameter-parameter

farmakokinetik

yang

ditemukan

kemudian,

memerlukan penerjemahan secara praktis agar dapat dipahami aplikasinya. Profil


farmakokinetika yang paling sederhana dapat diperoleh pada pemberian obat
dengan dosis tunggal (1 kali pemberian). Secara ringkas, suatu obat diberikan
dengan dosis tertentu, kemudian diikuti dengan pengambilan sampel-sampel
darah/serum/plasma untuk diukur kadar obatnya pada waktu-waktu tertentu.

Kadar obat dan waktu kemudian diplot dalam suatu kurva, sehingga didapatkan
profil farmakokinetik (Shargel Leon, 2005).
Parameter farmakokinetik tidak ditentukan secara langsung, tetapi ditentukan melalui percobaan dari sejumlah variabel tergantung dan bebas yang
secara bersama dikenal sebagai data. Dari data ini dapat diperkirakan model
farmakokinetik yang kemudian diuji kebenarannya, dan selanjutnya diperoleh
parameter-parameter farmakokinetiknya (Shargel Leon, 2005).
Parameter farmakokinetika primer adalah parameteryang harganya
dipengaruhi secara langsung oleh perubahan salah satu atau lebih perubahan
fisiologi yang terkait. Termasuk parameter tersebut diantaranya tetapan kecepatan
penyerapan (Ka), fraksi dosis obat yang diserap (Fa), volume distribusi (Vd),
bersihan tubuh total (CL), bersihan hati (CL h), dan bersihan ginjal (CLr).
Parameter Fa dan Ka bermanfaat untuk menilai keefektifan penyerapan obat,
lebih lanjut bila penyerapan obat bersangkutan mengikuti kinetika peringkat
pertama, yang bermanfaat untuk menilai keefektifan penyebarannya adalah Vd,
CL, CL h, atau CL r, bermanfaat sekali guna menilai keefektifan maupun pola
pengurangan obat terkait (Argo Donatus,2005).
Parameter farmakokinetika sekunder adalah parameter farmakokinetika
yang harganya bergantung pada harga parameter farmakokinetika primer, artinya
perubahan suatu harga parameter farmakokinetika sekunder, sepenuhnya
disebabkan oleh terubahnya parameter farmakokinetika primer tertentu sebagai
cerminan adanya pergeseran kekuatan suatu ubahan fisiologi. Tetapan kecepatan
pengurangan obat (Ke), waktu paruh pengurangan obat (t1/2), dan fraksi obat utuh
yang di keluarkan dalam urin merupakan contoh parameter farmakokinetika
sekunder yang bermanfaat sekali untuk memprakirakan nasib obat didalam tubuh
dengan derajat tanggapan farmakologi dan toksikologinya (Argo Donatus,2005).
Besaran turunan lain harganya tidak semata-mata bergantung pada harga
parameter farmakokinetika primer tetapi juga pada dosis atau kecepatan
pemberian obat yang terkait. Contohnya : kadar obat keadaan tunak dalam plasma
(Css), dan luas daerah dibawah liku kadar obat utuh dalam plasma lawan waktu
(AUC), juga bermanfaat guna memprakirakan hubungan nasib obat di dalam

tubuh dengan derajat tanggapan farmakologi dan toksikologinya (Argo


Donatus,2005).
Parameter farmakokinetika yang dapat digunakan untuk mengkaji kinetika
absorbsi suatu obat diantaranya adalah tetapan kecepatan absorbsi (Ka), luas
daerah dibawah kurva (AUC) dan fraksi obat yang diabsorbsi (Fa).sedangkan
ss

untuk mengkaji kinetika distribusi adalah volume distribusi (Vd dan Vd

). Dan

untuk kinetika eliminasi adalah klirens (Clt), tetapan kecepatan eliminasi (Ke),
dan waktu paruh eliminasi (t ).
1.

Tetapan kecepatan absorbsi (Ka)


Penetapan laju absorbsi dari data absorbsi oral dapat digunakan beberapa

cara, antara lain metode residual. Dengan menanggap Ka >>K, maka harga

e Kt

tidak bermakna terhadap waktu, oleh karena itu dapat dihilangkan karena pada
kadaan tersebut obat telah sempurna terabsorbsi. Harga Ka dapat diperoleh
dengan menggunakan prosedur berikut :
a.

Gambar Cp vs t (waktu) pada kertas semilog dengan harga konsentrasi pada

sumbu logaritma.
b.

Dapatkan slop dari fase akhir (garis BC) dengan ekstrapolasi.

c.

Ambil beberapa titik pada bagian atas garis BC dan jatuhkan tegak lurus

untuk mendapatkan titik-titik yang berhubungan dengan kurva.


d.

Baca harga titik pada bagian atas garis BC dengan titik yang berhubungan

dengan kurva. Gambar harga-harga perbedaan tersebut pada titik-titik waktu yang
berhubungan, sehingga akan diperoleh suatu garis lurus dengan slop Ka/2,3.
Bila digunakan metode residual, minimum tiga titik digunakan digunakan
max

untuk menetapkan garis lurus. Titik-titik data yang terjadi segera setelah t
dapat tidak teliti karena absorbsi obat pada saat itu masih berlangsung. Oleh
karena bagian dari kurva ini mewakili fase pasca absorbsi, hendaknya hanya titiktitik data dari fase eliminasi yang digunakan untuk menetapkan laju absorbsi obat
sebagai suatu proses orde satu.
3

2.

Area dibawah kurva (AUC).


Area dibawah kurva kadar obat dalam plasma - waktu adalah suatu ukuran

dari jumlah bioavailabilitas suatu obat. AUC mencerminkan jumlah total obat
aktif yang mencapai sirkulasi sistemik. AUC adalah area dibawah kurva kadar
obat dalam plasma waktu dari t = 0 sampai t = , dan sama dengan jumlah obat
tidak berubah yang mencapai sirkulasi umum dibagi klirens. Satuan AUC adalah
konsentrasi-waktu (misal: g jam/ml). AUC dapat ditentukan dengan suatu
prosedur integrasi numerik,

AUC0

Cpdt
0

metode rumus trapesium,

AUCtn
tn 1

Cn 1 Cn
tn tn 1
2

atau AUC model,

AUC0
3.

FD0
FD0

klirens
K.Vd

Volume distribusi (Vd)


Volume distribusi menyatakan suatu faktor yang harus diperhitungkan

dalam memperkirakan jumlah obat dalam tubuh dari konsentrasi obat yang
ditemukan dalam kompartemen cuplikan. Volume distribusi juga dapat dianggap
sebagai volume (Vd) dimana obat terlarut. Jumlah obat dalam tubuh tidak dapat
ditentukan secara langsung, tetapi suatu cuplikan darah dapat diambil pada jarak
waktu secara berkala dan dianalisis konsentrasi tersebut. Vd berguna untuk
mengkaitkan konsentrasi obat dalam plasma (Cp) dan jumlah obat dalam tubuh
B

(D ), seperti dalam persamaan berikut :


B

D = Vd Cp

Harga Vd tergantung dari kecepatan aliran darah pada jaringan, kelarutan


obat dalam tubuh, koefisien partisi yang mempengaruhi kelarutan obat dalam
lipid, jenis jaringan (mempengaruhi volume yang ditempati, pH lingkungan, dan
ikatan dengan material biologi.
4.

Klirens total (Cl)


Klirens obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa

mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Klirens ditakrifkan sebagai volume


cairan (yang mengandung obat) yang dibersihkan dari obat per satuan waktu.
Laju ekskresi
g /min
=
=ml /min
konsentrasiobat g /ml

Klirens =

Laju klirens dapat diperkirakan dengan satu perhitungan dari

AUC0

, dan

FD0

jumlah total obat yang diabsorbsi,

Cl =

5.

FD0
AUC0

Tetapan kecepatan eliminasi (K)


Tetapan laju eliminasi obat orde satu ditentukan berdasarkan fase eliminasi

kurva Cp vs t, setelah absorbsi obat sempurna maka menjadi :

Cp =

FK aD0
Vd(K a K )e K.t

Cp = A .
6.

e K.t

atau

: dimana A adalah suatu tetapan.

Cpmaks
Konsentrasi plasma puncak menunjukkan konsentrasi obat maksimum

dalam plasma setelah pemberian obat secara oral. Untuk beberapa obat diperoleh
suatu-hubungan antara efek farmakologi suatu obat dan konsentrasi obat dalam
plasma. Cpmaks memberi suatu petunjuk bahwa obat cukup diabsorpsi secara
sistemik untuk memberi suatu respons terapetik. Selain itu, Cpmaks juga memberi

petunjuk dari kemungkinan adanya kadar toksik obat. Satuan Cpmaksadalah satuan
konsentrasi (misal: g/ml, mg/ml).
7. tmaks
Waktu konsentrasi plasma mencapai puncak dapat disamakan dengan
waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi obat maksimum setelah
pemberian obat. Pada tmaksabsorpsi obat adalah terbesar, dan laju absorpsi obat
sama dengan laju eliminasi obat. Absorpsi masih berjalan setelah tmakstercapai,
tetapi pada laju yang lebih lambat. Harga tmaksmenjadi lebih kecil (berarti sedikit
waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi plasma puncak) bila laju
absorpsi obat menjadi lebih cepat. Satuan tmaksadalah satuan waktu (misal: jam,
menit).
8.

Waktu paru eliminasi (t )


Waktu paruh (t ) menyatakan waktu yang diperlukan oleh sejumlah obat

atau konsentrasi obat untuk berkurang menjadi separuhnya. Harga t untuk


reaksi orde kesatu dapat diperoleh dari persamaan berikut :

t=

0,693
K

dari persamaan tersebut tampak bahwa untuk reaksi orde kesatu, t


adalah konstan. Tanpa perlu diperhatikan berapa jumlah atau konsentrasi obat
pada keadaan awal, maka waktu yang diperlukan untuk berkurang menjadi
separuhnya adalah konstan (Shargel Leon, 2005).
Bersihan plasma dinyatakan sebagai volume plasma yang dibersihkan dari
obat dalam suatu waktu (misalnya dalam ml/menit). Bersihan sama dengan
jumlah aliran plasma ginjal dikalikan dengan rasio ekstraksi, dan arena ini tidak
beruhah-ubah melalui waktu maka bersihan adalah konstan. Bersihan tubuh total
adalah jumlah bersihan dari berbagai organ yang memetabolisme obat dan organ
yang mengeliminasi obat. Ginjal adalah organ eksresi utama namun hati juga
berperan menghilangkan obat melalui metabolism dan eksresi dalam empedu.
Waktu paruh obat berbanding terbalik dengan bersihan dan secara
langsung proporsional terhadap volume distribusi. Bila seorang penderita

mempunyai suatu kelainan yang merubah waktu paruh suatu obat, penyesuaian
dosis diperlukan. Waktu paruh suatu obat ditingkatkan oleh (Mycek, 2001) :
a. Berkurangnya aliran plasma ginjal misalnya pada syok kardiogenik, gagal
jantung atau perdarahan.
b. Penambahan obat kedua yang menggantikan obat pertama dari albumin,
sehingga meningkatkan volume distribusi obat tersebut
c. Berkurangnya rasio ekstraksi misalnya pada penyakit ginjal
d. Berkurangnya metabolisme misalnya jika obat lain

menghambat

biotransformasinya atau gagal hati pada serosis hati.


Tinjauan model satu kompartemen terbuka ekstravaskular.
Walaupun ada variasi, keseluruhan laju absorbsi obat dapat digambarkan
secara matematik sebagai suatu proses orde kesatu atau orde nol. Sebagian besar
model farmakokinetik menganggap absorbsi mengikuti orde kesatu, kecuali
apabila anggapan absorbsi orde nol memperbaiki model secara bermakna atau
telah teruji dengan percobaan.

Laju perubahan jumlah obat dalam tubuh,

dDB
dt

, bergantung pada laju

absorsbsi dan eliminasi obat. Laju perubahan obat dalam tubuh pada setriap waktu
sama dengan laju absorbsi obat dikurangi laju eliminasi obat.
dDB
dt

dDGI
dt

dDc
dt

Selama fase absorbsi, maka laju absorbsi obat lebih besar daripada laju
eliminasi obat. Sebaliknya selama selam fase eliminasi, maka laju absorbsi lebih
kecil daripada laju eliminasi. Sedangkan pada waktu konsentrasi puncak obat
dalam plasma, laju absorbsi obat sama dengan laju eliminasi obat dan tidak ada
perubahan jumlah obat dalam tubuh.
Model absorbsi orde kesatu menganggap bahwa masukan adalah orde
kesatu dan suatu eliminasi juga orde kesatu. Persamaan diferensial yang
menggambarkan laju perubahan obat dalam tubuh :

dDB
dt

GI

= FK D

KD

(7.8)

F adalah fraksi obat terabsorbsi secara sistemik. Oleh karena obat dalam
saluran cerna juga mengikuti suatu proses penurunan orde kesatu (yakni
diabsorbsi melintasi dinding saluran cerna), jumlah obat dalam saluran cerna sama
0

K at

dengan D e
dDB
dt

K at

= FK D e

KD

(7.9)

Persamaan ini dapat diintegrasikan untuk memberikan konsentrasi obat


(Cp) dalam plasma pada setiap waktu (t) :

Cp =

FK aD0
Vd(K a K ) e Kt e K at

(7.10)

maks

Konsentrasi maksimum adalah Cp

dan waktu yang diperlukan untuk


max

mencapai kosentrasi maksimum adalah

. Waktu yang diperlukan untuk

mencapai konsentrasi maksimum tidak bergantung pada dosis tetapi bergantung


pada tetapan laju absorbsi (Ka) dan eliminasi (K).

max

= ln Ka ln K = ln (Ka K) = 2,3 log (Ka / K)


Ka K

Ka K

Ka K
maks

Dari persamaan 7.10, dapat dilihat Cp

berbanding langsung dengan

dosis yang diberikan (D ) dan fraksi obat terabsorbsi (F).

max

Perhitungan t

maks

dan Cp

biasanya perlu dilakukan, oleh karena

pengukuran langsung dari konsentrasi obat tidak memungkinkan sehubungan


dengan waktu pengambilan cuplikan yang tidak tepat (Shargel Leon, 2005).
Tabel Parameter farmakokinetika obat model dua kompartemen terbuka
Kinetika

Parameter

Absorbsi

Ka

Rumus matematika
Intravena
Oral
Residual
Trapezoid

0 inf

AUC
Distribusi

AUC
0

/ AUC

D .F/Cp atau D

0 inf

liter

.F/K.AUC
0 inf

0 inf

D /AUC

D .F/AUC

Regresi linier

Regresi linier log

log Cp Vs t

Cp Vs t

ml atau

0 inf

/K.AUC
Cl

iv

D /Cp atau D

Eliminasi

Jam
g.jam/ml

po

Trapezoid

F
Vd

Satuan

0,693/K
(Ritschel, 1922; Shargel dan Yu, 1933)

0,693/K

Liter/jam
1

Jam
Jam

Tinjauan Bahan Obat:


Tabel Data Parameter Farmakokinetik Obat :
No.
1
2
3
4
5
6
7
8

Obat

Parameter
t (jam)
Kel / (jam-1)
Vd (L/kg)
Fel
F
EPB (%)
pKa
Rentang terapetik

Parasetamol

2,5 (2-4)
0,277
1,1
0,05
0,85
<5
A:9,51
MEC 10-20

(g/ml)

9
URA
10 D (mg)
11 (jam)
12 tmax (jam)
Keterangan :
t

PO
325-650
4
1

= t eliminasi

Kel / = konstanta kecepatan eliminasi


Vd

= volume distribusi (Vd / Vdarea)

Fel

= fraksi obat yang utuh yang diekskresikan lewat urine

= fraksi obat yang diabsorbsi (bioavailabilitas absolut)

jika tidak dinyatakan lain, F yang dimaksud adalah penggunaan peroral


EPB

= (Extent of Protein Binding) / ikatan protein dalam plasma

MEC = rentang terapetik / konsentrasi efektif minimal


URA = (Usual Route of Administration) rute penggunaan umum
D

= dosis, biasanya dinyatakan sebagai maintenance dose

= interval dosis untuk dosis ganda

tmax

= waktu untuk mencapai konsentrasi maksimal

(Ritschel, W. A dan Gregory l. Kearns, 2004)


Paracetamol

N-(4-Hydroxyphenyl) acetamide
C8H9NO2
BM = 151.2
Pemerian

serbukhablur, putih; tidakberbau; rasa sedikitpahit.

10

Kelarutan :

sangat sukar larut dalam air dingin, tetapi mudah larut

dalam air hangat; larut dalam etanol, metanol, dimetilformamida, etilen klorida,
aseton, dan etil asetat; sangat sukar larut dalam kloroform; sukar larut dalam eter;
praktis tidak larut dalam petroleum eter, pentana, dan benzene. (Moffat, Anthony
C dkk, 2003)
pH

: 3,8 - 6,1

pka

: 9,5

Farmakologi : Parasetamol dapat bekerja sebagai antipiretik dan analgesik


ringan bersama dengan aktivitas antiinflamasi. Efeknya berhubungan dengan
inhibitor dari sintesis prostaglandin. Dalam hal ini parasetamol mempunyai
selektivitas terhadap jaringan lebih baik daripada aspirin dan obat antiinflamasi
non steroid (Sir Collin Dollery, 1992:13).
Farmakokinetik:

Parasetamol diabsorbsi dari saluran cerna dengan

mengukur konsentrasi puncak plasma 10-60 menit setelah pemberian secara


oral. Parasetamol didistribusikan pada sebagian besar jaringan tubuh parasetamol
melewati plasenta dan terdapat dalam air susu. Ikatan protein plasma hilang pada
konsentrasi terapetik tetap meningkat dengan peningkatan konsentrasi t
eliminasi parasetamol adalah bervariasi 1-3 jam. Parasetamol dimetabolisme
terutama dihati dan diekskresi lewat urin sebagai glukoronida dan konjugat sulfat
kurang dari 5 % yang diekskresikan dalam bentuk tidak berubah. Sebagian kecil
metabolit hidroksilasi (N acetil p-benzoquinoneimine) yang biasanya diproduksi
dalam jumlah kecil yang fungsi oksidasinya terjadi di hati dan ginjal
didetoksifikasi oleh konjugasi dengan glutation yang diakumulasi mengikuti dosis
yang berlebih di parasetamol dan menyebabkan kerusakan jaringan (Sweetman,
Sean C, 2009).
III.

ALAT DAN BAHAN


Alat :

Labu takar
Mikropipet
Tabung reaksi

Tabung penampung darah


Vortex-mixer
Sentrifuge
Spektrofotometer
Kuvet
11

IV.
1

Pipet volume
Filler
Beakerglass

Bahan :
Parasetamol
Asam tikloroasetat (TCA) 20%
Natrium nitrit 10%
Asam sulfamat 15%
HCL 6 N
Heparin
NaOH 0,1%
NaOH 10%
Larutan CMC Na 0,5%
Aquadest
HewanUji : Tiap kelompok @ 2Tikus

SKEMA KERJA
Paracetamol

500 L darah yang mengandung heparin


Pembuatan Larutan Stok Paracetamol
Ditambah dimasukkan
250,0 L lar.labu
Stoktakar
Paracetamol
Ditimbang 100,0 mg Paracetamol,
100,0 mL

Diperoleh kadar 100 g/mL, 200 g/mL, 300 g/mL, Dilarutkan


400 g/mL,dengan
500 g/mL,
600 g/mL, 700 g/m
aquadest
Ditambahkan sampai 100,0 ml
Dihomogenkan
Kadar yang diperoleh 1 mg/mL
Ditambah 2,0 mL TCA 20 %
Pembuatan kurva baku internal
Larutan disentrifuge 5-10 menit (2500 rpm)

Diambil beningan 1,50 mL

Dimasukkan dalam labu takar 10 mL


Ditambah 0,5 mL HCl 6N
Ditambah 1,0 mL NaNO2 10 % didiamkan
selama 15 menit pada suhu 15C

Ditambah 1 mL asam sulfamat 15%


Ditambah 3,5 mL NaOH 10%

12

Ditambahkan aquadest hingga tanda batas dan


Diukur absorbansinya
dihomogenkan

Uji Pendahuluan Untuk Farmakokinetika Parasetamol


Disiapkan tikus, setelah ditimbang kemudian diberikan Paracetamol secara oral dengan dosis

Dilakukan pencuplikan darah lewat vena ekor pada tiap waktu:


0, 15, 30, 45, 60, 75, 90, 120, 150, 180 menit

darah yang mengandung heparin sebanyak 500 L, ditambahkan 2,0 ml TCA 20% ke dalam tabung

Disentrifugasi campuran selama 10 menit dengan kecepatan 2500 rpm

Dituangkan 1,5 mL supernatan yang jernih ke dalam labu takar 10,0 mL

Ditambahkan 0,5 mL HCl 6 N dan 1,0 mL NaNO2 10%, dicampur baik-baik dan didiamkan 15 menit

ati-hati ditambahkan 1 mL asam sulfamat 15 % melalui dinding tabung dan 3,5 mL NaOH 10 % kem

Dibaca intensitas warnanya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 435

13

V.

DATA PENGAMATAN

Tabel Absorbansi Deret Baku


Konsentrasi
99,5 g/
ml
199 g/

Absorbansi
0,053

B = 1,3580 x10-3

0,083

ml
298,5
g/ml
398 g/

Regresi Linier
A = - 0,1640

0,171

r = 0,9612
y = bx + a

y = 0,001358x 0,1640
0,256
Tabel Absorbansi Sampel

ml
497,5

0,621

g/ml
597 g/

0,697

ml
696,5

0,755

g/ml

14

Wakt
u
(meni
t)
0
15
30
45
60
75
90

Absorbansi
III
IV

II

0
0.008
0.008
0.021
0.150
0.144
0.132

0
0.060
0.023
0.027
0.034
0.020
0.018

120
150
180

0.039
0.064
0.035

0.010
0.008
0.007

0
0.027
0.088
0.035
0.014
0.018
0.005
0.000
0.036
0.005

VI

0
0.003
0.009
0.014
0.050
0.040
0.030

0
0.641
0.155
0.062
0.027
0.019
0.010

0
0.103
0.025
0.014
0.016
0.046
0.014

0.026
0.020
0.015

0.151
0.028
0.032

0.019
0.010
0.018

Kurva Baku PCT


Cp vs Absorbansi

Absorbansi

0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
99.5

199

298.5

398

497.5

597

696.5

Konsentrasi (ppm)

15

KURVA HUBUNGAN
Waktu vs ln Cp
5.05
5
4.95
4.9
ln Cp

4.85
4.8
4.75
4.7
0

15

30

45

60

75

90

120

150

180

Waktu (menit)

VI.

PERHITUNGAN
Pembuatan Stok Paracetamol

Penimbangan kasar = 100 mg


Konsentrasi stok
Kertas + zat

100 mg
mg
=1
=1000
g/ml
100 ml
ml

= 0,5882

Kertas + sisa = 0,4887 Zat

= 0,0995

Konsentrasi stok =

99,5 mg
mg
=995
=995
g/ml
100 ml
ml

Tabel Pembuatan deret baku Paracetamol

16

Konsentra

Perhitungan

Koreksi kadar

V1. C1 = V2. C2
V1. 1000 g/ml = 500

V1. C1 = V2. C2

50
L. 995 g/ml = 500

si
100

g/ml

L. 100 g/ml

V1 = 50 L

L. C2

C2 = 99,5 g/ml

(Paracetamol )
Darah = 450 L
200 g/
ml

V1. C1 = V2. C2
V1. 1000 g/ml = 500
L. 200 g/ml

V1 = 100 L

V1. C1 = V2. C2
100 L. 995 g/ml =
500 L. C2
C2 = 199 g/ml

(Paracetamol )
Darah = 400 L
300

g/ml

V1. C1 = V2. C2
V1. 1000 g/ml = 500
L. 300

g/ml

V1 = 150 L

V1. C1 = V2. C2
150 L. 995 g/ml =
500 L. C2
C2 = 298,5 g/ml

(Paracetamol )
Darah = 350 L
400

g/ml

V1. C1 = V2. C2
V1. 1000 g/ml = 500
L. 400

V1 = 200

g/ml

V1. C1 = V2. C2
200 L. 995 g/ml =
500 L. C2
C2 = 398 g/ml

(Paracetamol )
Darah = 300 L
500

g/ml

V1. C1 = V2. C2
V1. 1000 g/ml = 500

V1. C1 = V2. C2
250 L. 995 g/ml =

17

L. 500

g/ml
V1 = 250 L

500 L. C2
C2 = 497,5 g/ml

(Paracetamol )
Darah = 250 L
600

g/ml

V1. C1 = V2. C2
V1. 1000 g/ml = 500
L. 600

g/ml
V1 = 300 L

V1. C1 = V2. C2
300 L. 995 g/ml =
500 L. C2
C2 = 597 g/ml

(Paracetamol )
Darah = 200 L
700

g/ml

V1. C1 = V2. C2
V1. 1000 g/ml = 500
L. 700

g/ml
V1 = 350 L

V1. C1 = V2. C2
350 L. 995 g/ml =
500 L. C2
C2 = 696,5 g/ml

(Paracetamol )
Darah = 150 L

Perhitungan larutan stok untuk pemberian oral suspensi Parasetamol


Dosis Parasetamol 1000mg/50 kgBB
70kg
50kg

Konversi ke manusia 70 kg =

x 1000 mg = 1400 mg/70 kg manusia

Konversi ke tikus 200 g = 1400 mg x 0,018 = 25,2 mg/200 g tikus


Konversi ke tikus 207,5 g (*BB Tikus Terbesar pada Praktikum) =

179 g
200 g x

25,2
= 22,5540 mg

18

dosisdariberatbadantikusterbesar
1
volumepemberianmax
2

Konsentrasi stok =

22,5540 mg
1
.5 ml
2

9,0216 mg/ml
100 ml
x 9,0216 mg=902,16 mg
/100 ml
ml

Dibuat volume stok 100 ml =

Penimbangan Parasetamol = Kertas + zat

= 1,3813 g

Kertas + sisa = 0,4793 g Zat


= 0,9020 gram = 902 mg
Konsentrasi stok yang sebenarnya =

902mg
100 ml = 9,0200 mg/ml

Tabel Perhitungan Dosis dan Pemberian VP


Hewan Uji
Tikus 1
(155 gram)

Dosis Pemberian

Volume Pemberian

Bobot Tikus
x Konversi Dosis
200 gram

155 gram
x 25,2 mg
200 gram

Dosis Pemberian
C stok

19,53 mg
mg
9,0200
ml

= 19,53 mg
Tikus 2
(155 gram)

Bobot Tikus
x Konversi Dosis
200 gram

155 gram
x 25,2 mg
200 gram

= 2,16 ml
Dosis Pemberian
=
C stok

19,53 mg
mg
9,0200
ml

= 19,53 mg
= 2,16 ml
Tabel Eliminasi
Waktu
(Menit

Absorba
nsi

Cp
(ppm)

ln Cp
A

Eliminasi

19

0.000
0
0.060
15
0.023
30
0.027
45
0.034
60
0.020
75
0.018
90
0.010

120
0.008
150
0.007
180

124.66
170.26
74
142.14
29
145.18
33
150.50
42
139.86
25
138.34
22
132.26
13
130.74
1
129.98
09

4.8255
9 4.9186
08
5.1373
7
4.9568 136.81
33
2
4.9779
97 t 1/2 el
5.0139
91
4.9406
6
4.9297
31
4.8847
79
4.8732
18
4.8673
88

0.0002
9

0.9823
9

0.0002
9
2390.7
9 menit
39.846
5 jam

Tabel Distribusi
Cp *
(ppm)
136.812
136.218
4
135.627
5
135.039
134.453
2
133.869
9
133.289
1

Cp
Distribusi
Ln Cp
Residual
Residual
B

r
(ppm)
12.1519 2.49749
6
1 4.95149
0.0385
0.919
2
34.0489 3.52779
3
48
3
9
6.51539 1.87416 141.385
0.0385
2
7
7
25
2.31691
17.988
10.1443
2 t1/2 d
26 menit
16.0510 2.77577
0.2998
2
3
04 jam
5.99263 1.79053
6
1
5.05318 1.62001
5
9

Tabel Absorbsi
20

Cp **
(ppm)
141.38
57
79.329
9
44.511
08
24.974
65

Cp
Residu
al
(ppm)
4.5737
35
56.888
55
91.116
38
110.06
44

Ln Cp
Residu
al

Absorbsi
C

1.5203
3 3.7581
28
4.0410
94
4.5121 42.868
38
09
4.7010
66 t1/2 ab

Ka

0.0219
99

0.8074
2

0.0219
99
31.501
36 menit
0.5250
23 jam

Tabel AUC (Area Under Curve)


Waktu
(meni
t)

Absorba
nsi

Cp
(ppm)

0.000
0
0.006
15
0.023
30
0.027
45
0.034
60
0.020
75
0.018
90
0.010
120
0.008
150
0.007
180

124.66
129.22
08
142.14
29
145.18
33
150.50
42
139.86
25
138.34
22
132.26
13
130.74
1
129.98
09

Ln Cp

4.8255
9
4.8615
22
4.9568
33
4.9779
97
5.0139
91
4.9406
6
4.9297
31
4.8847
79
4.8732
18
4.8673
88

4.9642
23

0.0004
9

0.4976
5

AUC tak hingga


AUC total

a.

AUC
Trapesiu
m
1904.106
2
2035.227
3
2154.946
5
2217.656
6
2177.750
2
2086.535
5
4059.052
7
3945.034
4
3910.828
9
267379.5
7
291870.7

T max

21

Ka
)

T max=
K a
ln (

0.021999
)
0.00029
T max=
0.0219990.00029
ln (

T max= 199.4247

menit

T max=3.32 jam

b.

Cmax

Cmax = A . e.t + B . e .t C . eKa. t


max

max

Cmax = 136.812 ppm. e


.e

0.038525
x199.4247 menit
menit

max

0.00029
x 199.4247 menit
menit

42.86809 ppm

Cmax = 129.1277

+ 141.3857 ppm

.e

0.021999
x199.4247 menit
menit

ppm + 0.06513 ppm - 0.533111 ppm

Cmax = 128.6597 ppm

c. AUC
AUC =

A B C
+
ka

AUC =

136.812 ppm 141.3857 ppm 42.86809 ppm


+

0.00029
0.038525
0.021999
menit
menit
menit

22

AUC = 471989.5 + 3669.962 - 1948.634


AUC = 473710.9 ppm menit

d.

Vd area=

Vd area

F . Dev
K dist . AUC

Vd area=

0.8 x 1000 mg
0.038525
x 473710.9 ppm menit
menit

Vd area= 0.043836 Liter

e. Clearance
Clearance =

Vd area X K eliminasi

Clearance = 0.043836 Liter x

Clearance = 43.836 ml x

0.00029
menit

0.00029
menit

Clearance = 0.012706 ml/menit

Tabel Hasil
Fase
Absorbsi

Parameter
T max

Hasil

Teori

3.32 jam

60 90 menit

Cmax

128.6597 ppm

27,02 - 36,96 ppm

T1
2

Absorbsi

0.525023 jam

23

K absorbsi

0.021999 /menit

AUC

473710.9 ppm menit

AUC Trap

291870.7 ppm.menit

T 1 Dist
2

Distribusi

ppm.menit

0.299804 jam
0.038525 / menit

VD

0.043836 Liter

10,84 15,72 Liter

39.8465 jam

2 4 jam

VII.

ppm.menit
5478,55 7412,08

K Distribusi
T1

Eliminasi

ribusi

5478,55 7412,08

Eliminasi
K eliminasi

0.00029 / menit

Clearance

0.012706 ml/menit

PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan penetapan parameter
farmakokinetikasetelah pemberiaan dosis tunggal, yang bertujuan agar mahasiswa
mampu menghitung dan menetapkan parameter-parameter tersebut berdasarkan
data kadar obat dengan darah terhadap waktu.Farmakokinetik seringkali diartikan
sebagai perlakuan tubuh terhadap obat yang ditujukan terhadap pergerakan obat
masuk ke dalam tubuh, melalui tubuh dan pergerakannya keluar dari tubuh
(Karen Birckelbaw Kopacek, RPh, 2007). Farmakokinetika mempelajari
tentang absorbsi, distribusi, metabolism dan ekskresi suatu obat.Pada percobaan
ini, obat diberikan secara ekstravaskuler, yakni per oral. Saat obat diberikan secara
ekstravaskuler, obat harus mengalami proses absorbs melewati barrier fisiologis
untuk dapat masuk ke dalam sirkulasi sistemik/ darah (Larry A. Bauer, 2001).
Setelah obat berada dalam darah, kemudian obat mengalami distribusi dari
aliran darah ke organ dan jaringan, selain itu juga mengalami metabolism dan
ekskresi. Masing-masing fase dapat digambarkan dengan suatu nilai yang disebut
parameter farmakokinetika atau dengan kata lainparameter farmakokinetika

24

adalah suatu besaran yang diturunkan secara sistematis dari suatu model
berdasarkan data kadar obat utuh atau metabolitnya dari serum darah, urin atau
cairan hayati lainnya.Dengan parameter farmakokinetika, pergerakan obat dalam
tubuh dapat diamati. Parameter farmakokinetika berfungsi untuk mengkaji
kinetika obat dalam tubuh, baik fase absorbs, distribusi maupun eliminasi.
Parameter farmakokinetika obat diperoleh berdasarkan hasil pengukuran
kadar obat utuh dan atau metabolitnya di dalam cairan hayati (darah, urine, saliva
atau cairan tubuh lainnya).Serangkaian langkah awal dalam uji farmakokinetika
(meliputi optimasi metode, asumsi model kompartemen, penentuan jadwal
sampling dan penentuan dosis) telah dilakukan dan digunakan dalam percobaan
ini. Obat yang digunakan adalah Paracetamol dengan dosis 1000mg/ 50 kg BB
manusia
Struktur Paracetamol

Paracetamol atau acetaminophen adalah derivat p-aminofenol yang


mempunyai sifat antipiretik-analgesik. Parasetamol memiliki sebuah cincin
benzena, tersubstitusi oleh satu gugus hidroksil dan atomnitrogen dari gugus
amida pada posisi para (1,4). Senyawa ini dapat disintesis dari senyawa asal fenol
yang dinitrasikan menggunakan asam sulfat dan natrium nitrat.Pada penggunaan
per oral parasetamol diserap dengan cepat melalui saluran cerna.Kadar maksimum
dalam plasma dicapai dalam waktu 30 menit sampai 60 menit setelah pemberian.
Langkah awal pada analisis obat paracetamol yaitu membuat larutan stok
paracetamol.Pembuatan stok paracetamol menggunakan aquadest panas sebagai
pelarutnya. Hal ini dikarenakan paracetamol larut dalam air mendidih, sesuai
dengan Farmakope Indonesia ed IV. Kemudian dilakukan pembuatan kurva baku
dengan konsentrasi 0, 100, 200, 300, 400, 500, 600, 700 g/ml, dengan masingmasing konsentrasi membutuhkan volume darah 500 l.
Darah yang telah dimasukkan dalam ependroff sebelumnya ditetesi dengan
heparin terlebih dahulu. Heparin berfungsi sebagai zat antikoagulan. Mekanisme

25

heparin sebagai zat antikoagulan yaitu heparin beraksi dengan mengikat anti trombin III
dan kemudian akan membentuk kompleks yang memiliki afinitas lebih besar daripada
anti trombin III itu sendiri terhadap beberapa faktor pembekuan darah aktif
(trombin dan faktor X atau faktor stuart power). Heparin juga dapat meng-inaktivasi
faktor VIIIa/AHG dan mencegah terbentuknya fibrin yang stabil. Oleh karena
itu heparin akan mempercepat terjadinya inaktivasi faktor pembekuan darah.
Kemudian ditambah dengan TCA 20% sebanyak 2,0ml dan dicampur hingga
homogen pada alat vortexing. TCA berfungsi sebagai senyawa yang dapat menghentikan kerja
enzim yang dapat memetabolisme obat sekaligus akan menyebabkan
denaturasi protein plasma. Kemudian dimasukkan kedalam alat sentrifuge
untuk mengendapkan darah dan didapatkan plasmanya. TCA yang tadi
ditambahkan akan mengikat protein dan mengendapkannya saat sentrifugasi
sehingga keberadaan protein tidak mengganggu pembacaan absorbansi. Endapan
akan terpisah pada bagian bawah dan pada supernatan terdapat cairan bening
yaitu plasma darah. Kemudian supernatannya diambil 1,5 ml tanpa
endapannya dan dimasukkan ke dalam labu takar 10,0ml. Pengambilan
supernatan tanpa endapannya ini dilakukan dengan tujuan untuk mengambil
obat yang bebas dari protein plasma karena obat yang terikat pada protein plasma
tidak akan aktif secara farmakologik sehingga tidak memiliki efek terapeutik atau
dengan kata lain akan dapat menyebabkan data hasil pengamatan tidak valid.
Setelah itu ditambahkan HCl 6N sebanyak 0,5ml.Penambahan HCl ini dimaksudkan
untuk memberikan suasana asam dalam pembentukan reaksi diazotasi.Serta ditambahkan
kedalamnya NaNO2 10% sebanyak 1,0ml. Penambahan HCl dan NaNO2 akan membentuk
reaksi diazotasi yang tidak tahan terhadap suhu kamar. Karena pada suhu kamar garam
diazonium akan dengan mudah terdegradasi menjadi senyawa fenol dan gas nitrogen. Oleh
sebab itu, perlu dilakukan perendaman selama 15 menit ditempat dingin atau pada suhu
<15oC.Cara yang dilakukan untuk memperoleh suhu <15oC yaitu dengan merendam pada air
yang telah ditambahkan es batu kedalamnya.Tujuan penambahan HCl dan NaNO2 secara
bersamaan adalah untuk mendapatkan HNO2 dengan mudah.
Kemudian ditambahkan 1ml asam sulfamat 15% melalui dinding tabung.Tujuan dari
perlakuan ini adalah menghilangkan HNO2 yang berlebih. Reaksinya sebagai berikut :

26

Asam sulfamat yang ditambahkan juga akan menghilangkan gas N2 secara perlahan
dengan diberikan getaran ultrasonik pada larutan. Gas N2 hilang ditandai dengan berkurangnya
gelembung gas yang terbentuk. Apabila gas N2 ini tidak hilang, maka akan mengganggu
pengukuran absorbansi. Kemudian ditambahkan NaOH 10% sebanyak 3,5ml kedalamnya.Hal
ini bertujuan untuk memperpanjang gugus kromofor sehingga warna yang terbentuk semakin
jelas dan dapat terbaca absorbansinya dengan valid.
Percobaan ini mengenai penetapan parameter farmakokinetika setelah
pemberian dosis tunggal pada hewan uji tikus berdasarkan kadar obat dalam darah
terhadap waktu tertentu. Obat yang digunakan adalah Parasetamol dengan dosis
1000mg. Dalam menentukan waktu sampling (pengambilan cuplikan), dapat
ditentukan dengan rumus 3-5 x t eliminasi untuk data darah. Pengambilan
cuplikan dilakukan minimal 3 titik pada tiap fase absorbsi, sekitar puncak dan fase
eliminasi. Pada praktikum kali ini cuplikan diambil pada menit ke 0, 15, 30,45,
60, 75 pada tikus I dan pada menit 90, 120, 150, dan 180 pada tikus II. Penentuan
waktu pengambilan cuplikan ini juga dengan pertimbangan ketersediaan volume
darah tikus yang digunakan sebagai hewan uji.
Parameter farmakokinetik selain terbagi berdasarkan fase obat didalam
tubuh, juga terbagi dalam parameter primer, sekunder dan turunan.
a

Parameter primer

Harganya dipengaruhi secara langsung oleh perubahan

salah satu atau lebih

variable yang terkait, meliputi Ka, K eliminasi, Cl, dan Vd.


b

Parameter sekunder

Harganya dipengaruhi oleh parameter primer, meliputi t1/2 eliminasi.


c

Parameter turunan

Harganya tidak semata mata tergantung dari harga parameter primer dan
sekunder tetapi juga dosis, meliputi : AUC.
Tahap pertama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah pembutan
deret baku paracetamol. Pembuatan kurva baku ini bertujuan untuk mengetahui
27

kelinieritasan suatu kurva dimana kurva baku tersebut diperoleh dari hubungan
antara konsentrasi Vs absorbansi dari deret baku yang dibuat. Sehinga dapat
diperoleh nilai x atau konsentrasi obat dalam plasma pada menit menit
pencuplikan darah. Pada pembuatan deret baku, minimal harus digunakan tiga
atau empat data absorbansi dari larutan standar yang telah diketahui. Pada
praktikun kali ini digunakan delapan data. Dimulai dari konsentrasi 0 ppm, 100
ppm, 200 ppm berturut turut hingga 700 ppm.
Dari hasil perhitungan absorbansi, didapatkan nilai r sebesar 0,9612. Nilai
R merupakan bilangan yang menunjukan tingkat keakuratan dan ketelitian dari
larutan standar yang kita buat.Apabila nilai R semakin mendekati 1 maka kurva
standar tersebut semakin bagus.R memiliki nilai maksimum 1 tidak pernah lebih
dari 1. Kemudian didapatkan persamaan garis untuk parasetamol yaitu y= 1,3580
x

10

x -0,1640. Nilai r yang didapatkan menunjukkan bahwa kurva standar

yang didapatkanan sudah bagus mengingat kondisi laboratorium yang digunakan.


Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa reaksi diazotasi berjalan baik. Hal
tersebut kemungkinan dikarenakan pembuatan larutan standar hingga pengukuran
absorbansi cukup sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Penambahan HCl dan
NaNO2 dilakukan pada waktu dan volume yang cukup tepat sehingga dapat
terbentuk HNO2, suhu yang digunakan pada saat pebentukan reaksi dibawah
150C, digunakan OT yang tepat yaitu 15 menit dan pembacaan absorbansi pada
panjang gelombang maksimal yaitu 441 nm.
Tahap yang berikutnya adalah pengambilan darah untuk cuplikan, dimana
dalam percobaan ini dosis obat yang diberikan pada tikus paracetamol 1000
mg/50 kg BB manusia.Dosis ini diperoleh dari praktikum sebelumnya, dimana
pada dosis tersebut menunjukkan hasilmodel kompartemen terbaik.
Data yang digunakan untuk perhitungan profil farmakokinetika adalah
data kelompok II. Parameter farmakokinetika yang dapat dipergunakan untuk
mengkaji kinetika absorbsi suatu obat diantaranya adalah tetapan kecepatan
absorbsi (Ka), luas daerah dibawah kurva log kadar obat terhadap waktu (AUC),
fraksi obat yang diabsorbsi (Fa) dan bioavailabilitas obat (F), sedangkan untuk

28

kinetika distribusi adalah volume distribusi (Vd dan Vdss) dan untuk eliminasi
adalah klirens total (Cl), tetapan kecepatan eliminasi (k) dan waktu paruh
eliminasi ( t1/2).
a

Tetapan Kecepatan absorbsi (Ka),


merupakan parameter yang mengambarkan laju absorbsi obat dalam darah

pada waktu-waktu tertentu yang diperoleh dari regresi linier 3 titik fase absorbsi
vs ln Cpr (Cp residual), dimana nilai mutlak dari slope B menunjukkan nilai Ka.
Nilai Ka yang diperoloeh pada praktikum kali ini adalah 0.021999 /menit.
b Luas Daerah Dibawa Kurva Log Kadar Obat Terhadap Waktu (AUC),
merupakan parameter farmakokinetika obat yang mencerminkan jumlah
total obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik, dimana area dibawah kurva
kadar obat dalam plasma dihitung dari t= 0 hingga t=180.

Berdasarkan

perhitungan tersebut diperoleh AUC total dari PCT adalah 473710.9 ppm menit
sedangkan secara teori AUC PCT sebesar 5478,55 7412,08 ppm.menit yang
berarti tidak masuk rentang AUC teoritis. Semakin luas area dibawah kurva
berarti bioavailabilitas semakin bagus, Begitu pula sebaliknya semakin kecil luas
area dibawah kurva berarti bioavailabilitas rendah.
c

T max,
merupakan parameter farmakokinetika obat yang menggambarkan waktu

yang diperlukan obat untuk mencapai konsentrasi obat maksimum setelah


pemberian obat. Pada tmaksabsorpsi obat adalah terbesar, dan laju absorpsi obat
sama dengan laju eliminasi obat. Absorpsi masih berjalan setelah tmakstercapai,
tetapi pada laju yang terjadi lebih lambat. Berdasarkan data yang diperoleh
kelompok II didapatkan nilai Tmax PCT = 3.32 jam. Secara teoritisnya, Tmax
atau waktu yang dibutuhkan oleh Paracetamol untuk mencapai kadar puncak atau
kadar yang paling tinggi didalam tubuh yaitu pada menit ke 60 - 90. Jadi hasil
praktikum (kurva) telah sesuai dengan teori yang ada, yaitu pada menit ke 60
menunjukkan nilai absorbansi terbesar.
d Cp max,
merupakan parameter farmakokinetika obat yang menggambarkan
konsentrasi obat maksimum dalam plasma setelah pemberian obat secara oral.

29

Cp.maks memberi suatu petunjuk bahwa obat cukup diabsorpsi secara sistemik untuk
memberi suatu respons terapetik. Selain itu, Cpmaks juga memberi petunjuk dari
kemungkinan adanya kadar toksik obat. Untuk menghitung Cp.maks perlu ditentukan
persamaan garis dari model kompartemen. Menurut data serta kurva diperoleh
kadar puncak PCT dalam plasma pada tikus dengan absorbansi 0.034adalah
128.6597 ppm. Secara teoritisnya, Cmax atau kadar yang dibutuhkan oleh
Paracetamol untuk mencapai waktu puncak atau waktu yang paling tinggi didalam
tubuh yaitu 27,02 - 36,96 ppm. Jadi hasil praktikum tidak sesuai dengan teori
yang ada.
e

VD ( Volume Distribusi ),
merupakan suatu gambaran volume yang mengandung sejumlah obat pada

cairan tertentu didalam tubuh. VD menghubungkan jumlah obat dalam tubuh


dengan konsentrasi obat dalam darah/plasma. Dari praktikum diperoleh data Vd
sebesar 0.043836 Liter, secara teoritis VD PCT sebenarnya 10,84 15,72 Liter,
yang berarti tidak masuk rentang teoritis.
Sedangkan, untuk fase eliminasi terdapat 3 parameter yang dapat
ditentukan, diantaranya;
a Tetapan Kecepatan Eliminasi (k),
merupakan suatu tetapan laju eliminasi orde kesatu dalam satuan waktu.
Eliminasi obat secara total dipengaruhi oleh proses metabolisme (biotransformasi)
dan ekskresi. , Dimana, diperoleh dari regresi linier 3 titik fase eliminasi vs ln Cp,
dimana nilai muntlak dari slope b menunjukkan nilai Kel. Nilai Ka eliminasi yang
diperoleh pada praktikum kali ini adalah 0.00029 / menit.
b

Waktu Paruh Eliminasi (t eliminasi),


merupakan waktu yang diperlukan oleh sejumlah obat atau konsentrasi

obat untuk berkurang menjadi separuhnya. Berdasarkan literatur, seharusnya t1/2


parasetamol adalah 2-4 jam, namun pada praktikum kali ini t1/2 eliminasi adalah
39.8465 jam

Klirens (Cl),
merupakan parameter farmakokinetika obat yang menggambarkan volume

cairan (yang mengandung obat) yang dibersihkan dari obat per satuan waktu. Laju

30

klirens dipengaruhi oleh

AUC 0

dan jumlah total obat yang diabsorbsi.

Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh nilai Cl PCT 0.012706 ml/menit.


Parameter parameter farmakokinetik mulai dari Ka, AUC, Cmax, Tmax,
Vd, Keliminasi, t eliminasi, Klirens ( Cl ) yang didapat pada praktikum kali ini
tidak sesuai dengan teoritis yang ada. Kesalahan kesalahan tersebut dapat pula
terjadi karena kurang telitinya praktikan dalam melakukan praktikum, kesalahan
kesalahan kecil saat proses pengerjaan seperti tidak dipertahankannya kondisi
pembentukan reaksi diazotasi pada suhu 150C, waktu OT yang tidak sengaja
terlewat, dan kesalahan kesalahan lainnya. Faktor lainnya yang dapat
berpengaruh adalah faktor fisiologis dari hewan uji tersebut, hal ini akan
berpengaruh terhadap kadar obat yang dapat terserap di dalam darah dari absorbsi
ke sirkulasi sistemik dan juga setiap hewan uji membunyai kondisi fisiologis yang
berbeda-beda, hal ini dapat berpengaruh pada fase distribusi dan eliminasi. Faktor
fisiologis yang mungkin berpengaruh seperti laju absorbsi lambung, kecepatan
aliran

darah,

kadar

protein

darah

dan

kecepatan

metabolisme

enzim

pemetabolisme dari tubuh hewan uji tersebut.

KURVA HUBUNGAN
Waktu vs ln Cp
5.05
5
4.95
4.9
ln Cp

4.85
4.8
4.75
4.7
0

15

30

45

60

75

90

120

150

Waktu (menit)

31

180

Hasil kurva yang didapatkan pada praktikum kali ini telah sesuai dengan
kurva parasetamol pada literatur, yaitu mengikuti model dua kompartemen
terbuka EV yang berbentuk bifase. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil absorbansi
dan kurva Cp vs waktu yang didapatkan. Pada menit awal akan meningkat
terlebih dahulu sebelum akhirnya sampai pada puncaknya pada menit ke 60 dan
kembali turun yang menandakan bahwa ada fase absorbsi, distribusi dan eliminasi
pada obat tersebut didalam darah. Fase eliminasi pada kurva terlihat landai, hal ini
sesuai dengan model 2 kompartemen terbuka Ekstravaskuler.

VIII.

KESIMPULAN
Model kompartemen pada paracetamol yang diperoleh sesuai dengan teori,
yakni model 2 kompartemen terbuka EV (Ektravaskuler) yang ditandai
berbentuk bifase dengan fase eliminasi yang landai.
Pengambilancuplikandilakukanpadamenitke 0, 15, 30,45, 60 dan 75

pada tikus I dan pada menit0 (blanko), 90, 120, 150, dan 180 pada tikus II.
Data PCT yang didapatkan :
o Cpmax
=
128.6597 ppm
o Tmax
=
3.32 jam
o AUC
=
473.710.9 ppm menit
o Cl
=
0.012706 ml/menit
o Keliminasi
=
0.00029 / menit
o VD
=
0.043836 Liter

IX.

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI.
Donatus, I.A. 2001. Toksikologi Dasar. Yogyakarta: Laboratotium Farmakologi
dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.
Dumas.1840. "Trichloroacetic acid". XXXII: 101 Annalen der Chemie.Hal. 101.
Moffat, Anthony C. 2003. Clackes Isolation and Identification of Drugs.
London:Pharmaceutical Press.
Mutschler, Ernst. 1999. Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi Edisi
Kelima. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

32

Mycek. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta: Gramedia.


Ristchel, W. A. 2004.Handbook of Basic Pharmacokinetics. Haminton: Drug
Intell Publ.
Rohman S, Apriana. 2011. Aplikasi Farmakokinetika dalam Farmasi Klinis.
Makalah. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Univesitas Ahmad Dahlan.
Shargel, Leon dkk. 2005. Applied Biopharmacetics and Pharmacokinetics.
London: Pharmaceutical Press.
Siswandono dan Soekadjo, Bambang, 2000. Kimia Medisinal I. Surabaya:
Airlangga University Press.
Sweetman, Sean C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference 36th Edition.
USA: Pharmaceutical Press.

Mengetahui,
Dosen Pengampu

Semarang, Oktober 2016


Praktikan

Sri Marhaeni
Ika Puspitaningrum, M.Sc.,Apt
Sri Rahayuningrum

Dimas Adhityasmara, S.Farm.,Apt

Ulfa Asih R

Wahyu Setyaningrum
Widyastiti
Ida Suskawati

33

Ana Puji A

34

Anda mungkin juga menyukai