Anda di halaman 1dari 68

Nama : Desy Fitriyana Nabila Putri

NIM : 1911015320009
Kelompok : 11

LABORATORIUM
FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI

PETUNJUK PRAKTIKUM DAN BUKU KERJA

FARMAKOKINETIKA
(JAE 502)

Disusun oleh

Apt. Okta Muthia Sari, M.Farm.


Apt. Nurlely, M.Sc (Pharm).
Apt. Khoerul Anwar, M.Sc.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2021


Praktikum Farmakokinetika - 2021

PERCOBAAN II
SIMULASI IN VITRO MODEL FARMAKOKINETIKA : PERHITUNGAN

PARAMETER FARMAKOKINETIKA

Desy Fitriyana Nabila Putri


1911015320009

KELOMPOK 11

Mengetahui, Nilai Laporan Awal Nilai Laporan Akhir


Asisten

Tanggal : Tanggal :
(Helsawati) 01 September 2021 18 September 2021

Program Studi Farmasi 2


Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat
Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

PERCOBAAN II
SIMULASI IN VITRO MODEL FARMAKOKINETIKA : PERHITUNGAN PARAMETER
FARMAKOKINETIKA

Tujuan Umum : Memahami konsep farmakokinetika suatu obat.

Alat dan Bahan :


Alat :
1. Beker gelas 1L/2L
2. Hot plate
3. Labu ukur 10 ml
4. Magnetic stirrer
5. Pipet tetes
6. Pipet ukur
7. Pipet volume 25 ml/30 ml
8. Propipet
9. Rak tabung reaksi
10. Spektrofotometer
11. Stopwatch
12. Tabung reaksi
Bahan :
1. Air Suling
2. Rhodamin B

Ringkasan Cara Kerja/Tahapan Percobaan :

1. Pembuatan larutan baku

Larutan baku induk


Rhodamin B 10 mg
100 ppm

• Dilarutkan dalam 100 ml air suling


• Dihomogenkan

• Diencerkan menjadi 10 ppm dengan


labu ukur 25 ml

3 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

• Ditambahkan air suling hingga tanda


batas

Larutan baku kerja


Hasil
10 ppm
• Dibuat seri kadar 0,25; 0,5; 1; 2; 3;
dan 5 ppm dengan labu ukur 10 ml
• Ditambahkan air suling hingga tanda
batas

2. Penentuan panjang gelombang maksimum

Larutan baku kerja 2


Hasil
dan 5 ppm
• Dicari panjang gelombang
maksimumnya pada rentang 530 –
570 nm

3. Pembuatan kurva baku

Larutan baku kerja Hasil


• Dibaca serapannya pada gelombang
maksimal
• Dibuat kurva bakunya

4. Simulasi model farmakokinetika in vitro


a) Rute intavaskular kompartemen satu terbuka

Gelas beaker Hasil


• Diisi air suling secara kuantitatif
sesuai nilai Vd
• Dijalankan stirrer
• Ditambahkan Rhodamin B sesuai
dengan dosis yang telah ditentukan
• Diambil sampel larutan berkali-kali
sebesar nilai CL dan segera diganti
dengan air suling

4 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

• Diukur serapan sampel pada panjang


gelombang maksimum dengan air
suling sebagai blanko
• Dihitung parameter
farmakokinetikanya

a) Rute ekstravaskular kompartemen satu terbuka

Gelas beaker Hasil

• Diisi air suling secara kuantitatif


sesuai nilai Vd
• Dijalankan stirrer
• Ditambahkan Rhodamin B 1/5 sesuai
dengan dosis yang telah ditentukan
• Diambil sampel larutan berkali-kali
sebesar nilai CL dan segera diganti
dengan air suling
• Diukur serapan sampel pada panjang
gelombang maksimum dengan air
suling sebagai blanko
• Dihitung parameter
farmakokinetikanya
Tahapan Percobaan
Pembuatan larutan baku kerja rhodamin B, Penentuan panjang gelombang maksimum, Pembuatan
Kurva Baku dan simulasi Model Farmakokinetika In Vitro untuk rute intravaskuler dan
ekstravaskuler sudah disimulasikan pada percobaan 1.
Percobaan 2 merupakan lanjutan percobaan 1.

1. Hasil absorbansi kurva baku Rhodamin B


Konsentrasi (ppm) Absorbansi
0,25 0,071
0,5 0,139
1 0,245

5 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

2 0,431
3 0,559
5 0,971

2. Hasil serapan rhodamin B dalam sampel tiap waktu intravaskular


Waktu sampling Percobaan
(menit) I II III IV
Kel : 1-4 Kel : 5-8 Kel : 9-11 Kel : 12-14
t Absorbansi Absorbansi Absorbansi Absorbansi
3 1,123 1,118 1,099 1,095
6 0,991 0,972 0,911 0,922
9 0,743 0,791 0,878 0,864
12 0,622 0,616 0,733 0,729
15 0,589 0,578 0,612 0,605
18 0,423 0,432 0,535 0,541
21 0,368 0,387 0,498 0,502
24 0,301 0,312 0,421 0,414
27 0,271 0,289 0,343 0,367
30 0,231 0,235 0,239 0,248

3. Kadar rhodamin B dalam sampel tiap waktu intravascular


Percobaan III (Kelompok 11)

Waktu sampling Serapan C Log C


(menit)
3 1,099 5,748 0,759
6 0,911 4,725 0,674
9 0,878 4,545 0,657
12 0,733 3,756 0,574
15 0,612 3,097 0,490
18 0,535 2,678 0,427
21 0,498 2,477 0,393
24 0,421 2,058 0,313
27 0,343 1,633 0,212
30 0,239 1,067 0,028

6 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

a) Tentukan C dan log C


Perhitungan C dan log C
Tentukan persamaan dari kosentrasi vs serapan rhodamin B
Y = bx + a
Y = 0,183x + 0,042
r = 0,997
b) Tentukan Ke
Perhitungan Ke
Dari kurva log C (kadar) rhodamin B vs t, tentukan titik-titik fase eliminasi, kemudian tentukan
persamaan garis regresinya.
Y = bx + a
Y = -0,024x + 0,857
r = -0,982
Harga slop garis = - Ke / 2,303
Ke = -slope x 2,303
Ke = -(-0,024) × 2,303
= 0,055/menit
c) Tentukan t1/2
Perhitungan t1/2
Harga t1/2 = 0,693 / K

t1/2 = 0,693(0,055 = 12,600 menit

4. Hasil serapan rhodamin B dalam sampel tiap waktu ekstravaskular


Waktu sampling Percobaan
(menit) IV III II I
Kel : 1-4 Kel : 5-8 Kel : 9-11 Kel : 12-14
t Absorbansi Absorbansi Absorbansi Absorbansi
3 0,289 0,318 0,299 0,347
6 0,357 0,401 0,348 0,411
9 0,472 0,483 0,464 0,491
12 0,683 0,532 0,541 0,614
15 0,699 0,671 0,667 0,695
18 0,564 0,549 0,532 0,554
21 0,433 0,427 0,439 0,442

7 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

24 0,341 0,333 0,328 0,331


27 0,279 0,272 0,268 0,267
30 0,236 0,241 0,239 0,240

5. Kadar rhodamin B dalam sampel tiap waktu ekstravaskular


Percobaan II (Kelompok 11)
a) Hitung kadar rhodamin B dan log C dalam sampel tiap waktu eksravaskular dan masukkan dalam
tabel
Waktu sampling Serapan C Log C Log Ceks Cres Log
(menit) Ceks Cres
3 0,299 1,394 0,144 0,940 8,711 7,317 0,864
6 0,348 1,660 0,220 0,836 6,858 5,198 0,715
9 0,464 2,292 0,360 0,732 5,398 3,106 0,492
12 0,541 2,711 0,433 0,628 4,250 1,539 0,187
15 0,667 3,397 0,531 0,524 3,345 -0,052 -1,283
18 0,532 2,662 0,425
21 0,439 2,156 0,333
24 0,328 1,551 0,190
27 0,268 1,225 0,088
30 0,239 1,067 0,028

b) Tentukan permasaan t vs log C


Persamaan
Y = bx + a
Y = -0,034x + 1,044
r = -0,991
c) Tentukan Ke
Perhitungan Ke
Dari kurva t vs log C (kadar) rhodamin B, tentukan titik-titik fase eliminasi, kemudian tentukan
persamaan garis regresinya.
Harga slop garis = - Ke / 2,303
Ke = -slope x 2,303
Ke = -(-0,034) × 2,303
= 0,078/menit
d) Tentukan t1/2

8 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

Perhitungan t1/2
Harga t1/2 = 0,693 / K

t1/2 = 0,693(0,078 = 8,884 menit

e) Tentukan Ka
Perhitungan Ka :
Dari slop fase eliminasi tarik garis ekstrapolasi hingga memotong sumbu Y. Tentukan beberapa
titik di bagian atas.
Hitung harga C residual dengan menggunakan harga C sebenarnya terhadap harga C ekstrapolasi
yang bersesuaian.
Hitung persamaan garis C residual vs t, hitung harga Ka dari harga slop garis yang diperoleh.
Y = bx + a
Y = -0,160x + 1,641
r = -0,881
Slope = -Ka / 2,303
Ka = -(-0,160) x 2,303
Ka = 0,368/menit

6. Hasil Perhitngan Ke, t1/2 dan Ka rute intravaskular (sesuai pembagian kelompok)
Percobaan I Percobaan II Percobaan III Percobaan IV
Ke (/menit) 0,064/menit 0,062/menit 0,055/menit 0,052/menit
t1/2 (menit) 10,828 menit 11,177 menit 12,6/menit 13,326 menit

Tuliskan hasil nilai Ke, t1/2 dan Ka dari rhodamin pada tabel diatas
Keterangan :
Ke : Kecepatan eliminasi (/menit)
t1/2 : waktu paruh (menit)
Ka : Kecepatan absorbsi (/menit)

7. Hasil Perhitngan Ke, t1/2 dan Ka rute ekstravaskular (sesuai pembagian kelompok)
Percobaan I Percobaan II Percobaan III Percobaan IV
Ke (/menit) 0,080/menit 0,078/menit 0,078/menit 0,082/menit
t1/2 (menit) 8,662 menit 8,884/menit 8,884 menit 8,451/menit
Ka (/menit) 0,359/menit 0,368/menit 0,389/menit 0,398/menit

Tuliskan hasil nilai Ke, t1/2 dan Ka dari rhodamin pada tabel diatas

9 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

8. Perhitungan area bawah kurva (AUC)


A. Rute intravaskular :
Percobaan III (Kelompok 11)
Perhitungan nilai AUC
a. Tentukan nilai C untuk t0
Menggunakan persamaan regresi dari t vs log C rhodamin B rute intravaskular
Y = bx + a, dengan x = 0, maka diperoleh nilai Y (yang merupakan log C)
C = antilog C
Y = -0,024x + 0,857
Y = -0,024(0) + 0,857
= 0,857
Log C = 0,857
C0 = antilog C
C0 = antilog 0,857
C0 = 7,194
b. Tentukan Luas daerah AUC
(,-.,/)1 (3/43-) (7./)×(8,-9:4;,8:<)
Luas daerah AUC 1 = 5
= 5
= 19,413
(,5.,-)1 (3-435) (=.7)×(;,8:<4:,85;)
Luas daerah AUC 2 = 5
= 5
= 15,709
(,7.,5)1 (35437) (9.=)×(:,85;4:,;:;)
Luas daerah AUC 3 = 5
= 5
= 13,905
(,:.,7)1 (3743:) (-5.9)×(:,;:;47,8;=)
Luas daerah AUC 4 = 5
= 5
= 12,451
(,;.,:)1 (3:43;) (-;.-5)×(7,8;=47,/98)
Luas daerah AUC 5 = 5
= 5
= 10,279
(,=.,;)1 (3;43=) (-<.-;)×(7,/9845,=8<)
Luas daerah AUC 6 = 5
= 5
= 8,662
(,8.,=)1 (3=438) (5-.-<)×(5,=8<45,:88)
Luas daerah AUC 7 = 5
= 5
= 7,732
(,<.,8)1 (3843<) (5:.5-)×(5,:8845,/;<)
Luas daerah AUC 8 = 5
= 5
= 6,802
(,9.,<)1 (3<439) (58.5:)×(5,/;<4-,=77)
Luas daerah AUC 9 = 5
= 5
= 5,536
(,-/.,9)1 (3943-/) (7/.58)×(-,=774-,/=8)
Luas daerah AUC 10 = 5
= 5
= 4,050

c. Tentukan luas total AUC


Luas total AUC = 19,431 + 15,709 + 13,905 + 12,451 + 10,279 + 8,662 + 7,732 + 6,802 + 5,536
+ 4,050 = 104,557

10 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

Rute intravaskular (sesuai pembagian kelompok) :


AUC rute intravaskular
Waktu
Percobaan I Percobaan II Percobaan III Percobaan IV
sampling
AUCt AUC0-t AUCt AUC0-t AUCt AUC0-t AUCt AUC0-t
3 19,635 3-0 19,494 3-0 19,413 3-0 19,134 3-0
6 16,558 6-3 16,363 6-3 15,709 6-3 15,766 6-3
9 13,455 9-6 13,693 9-6 13,905 9-6 13,881 9-6
12 10,443 12-9 10,786 12-9 12,451 12-9 12,304 12-9
15 9,186 15-12 9,046 15-12 10,279 15-12 10,189 15-12
18 7,561 18-15 7,545 18-15 8,662 18-15 8,655 18-15
21 5,757 21-18 5,986 21-18 7,732 21-18 7,815 21-18
24 4,759 24-21 5,005 24-21 6,802 24-21 6,778 24-21
27 3,984 27-24 4,204 27-24 5,536 27-24 5,676 27-24
30 3,412 30-27 3,576 30-27 4,050 30-27 4,32 30-27

B. Rute ekstravaskular :
Percobaan II (Kelompok 11)
a. Tentukan nilai C untuk t0
Menggunakan persamaan regresi dari t vs log C rhodamin B rute ekstravaskular
Y = bx + a, dengan x = 0, maka diperoleh nilai Y (yang merupakan log C)
C = antilog C
Y = -0,034x + 1,044
Y = -0,034(0) + 1,044
Y = 1,044
Log C = 1,044
C0 = antilog C
C0 = antilog 1,044
C0 = 11,066
b. Tentukan Luas daerah AUC
(,-.,/)1 (3/43-) (7./)×(--,/==4-,79:)
Luas daerah AUC 1 = 5
= 5
= 18,690
(,5.,-)1 (3-435) (=.7)×(-,79:4-,==/)
Luas daerah AUC 2 = 5
= 5
= 4,581
(,7.,5)1 (35437) (9.=)×(-,==/45,595)
Luas daerah AUC 3 = 5
= 5
= 5,928
(,:.,7)1 (3743:) (-5.9)×(5,59545,8--)
Luas daerah AUC 4 = 5
= 5
= 7,504
(,;.,:)1 (3:43;) (-;.-5)×(5,8--47,798)
Luas daerah AUC 5 = 5
= 5
= 9,162

11 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

(,=.,;)1 (3;43=) (-<.-;)×(7,79845,==5)


Luas daerah AUC 6 = 5
= 5
= 9,088
(,8.,=)1 (3=438) (5-.-<)×(5,==545,-;=)
Luas daerah AUC 7 = 5
= 5
= 7,227
(,<.,8)1 (3843<) (5:.5-)×(5,-;=4-,;;-)
Luas daerah AUC 8 = 5
= 5
= 5,560
(,9.,<)1 (3<439) (58.5:)×(-,;;-4-,55;)
Luas daerah AUC 9 = 5
= 5
= 4,164
(,-/.,9)1 (3943-/) (7/.58)×(-,55;4-,/=8)
Luas daerah AUC 10 = 5
= 5
= 3,438

c. Tentukan luas total AUC


Luas total AUC = 18,690 + 4,581 + 5,928 + 7,504 + 9,162 + 9,088 + 7,227 + 5,560 + 4,164 +
3,438 = 75,342

Rute ekstravaskular (sesuai pembagian kelompok) :


AUC rute ekstravaskular
Waktu
Percobaan I Percobaan II Percobaan III Percobaan IV
sampling
AUCt AUC0-t AUCt AUC0-t AUCt AUC0-t AUCt AUC0-t
3 20,515 3-0 18,69 3-0 19,036 3-0 20,334 3-0
6 5,487 6-3 4,581 6-3 5,169 6-3 4,572 6-3
9 6,663 9-6 5,928 9-6 6,516 9-6 6,066 9-6
12 8,320 12-9 7,504 12-9 7,585 12-9 8,728 12-9
15 9,985 15-12 9,162 15-12 9,120 15-12 10,582 15-12
18 9,496 18-15 9,088 18-15 9,258 18-15 9,610 18-15
21 7,431 21-18 7,227 21-18 7,266 21-18 7,438 21-18
24 5,610 24-21 5,560 24-21 5,503 24-21 5,617 24-21
27 4,180 27-24 4,164 27-24 4,239 27-24 4,360 27-24
30 3,436 30-27 3,438 30-27 3,487 30-27 3,504 30-27

12 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

9. Gambarkan kurva berikut ini :


a. Gambarkan kurva serapan rhodamin B pada berbagai kadar untuk penentuan kurva baku!

Kurva Baku Rhodamin B


1,2
0,971
1

0,8
Absorbansi

0,559
0,6
0,431
0,4 0,245
0,139
0,2 0,071

0
0,25 0,5 1 2 3 5
Konsentrasi (ppm)

Kurva Baku Rhodamin B

b. Gambarkan kurva log kadar rhodamin B vs t dari rute intravaskular

Kurva Log C vs t (Intravaskular)


1
0,9
0,759
0,8
0,674 0,657
0,7
0,574
0,6 0,49
Log C

0,5 0,427 0,393


0,4 0,313
0,3 0,212
0,2
0,1 0,028
0
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Waktu (t)

Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4

13 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

c. Gambarkan kurva log kadar rhodamin B vs t dari rute ekstravaskular

Kurva Log C vs t (Ekstravaskular)


1
0,9
0,8
0,7
0,6 0,531
Log C

0,5 0,433 0,425


0,36 0,333
0,4
0,3 0,22 0,19
0,144
0,2 0,088
0,1 0,028
0
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Waktu (t)

Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4

Pembahasan
Judul praktikum pada percobaan kali ini yaitu simulasi in vitro model
farmakokinetika. Tujuan umumnya yaitu untuk memahami konsep farmakokinetika suatu
obat. Tujuan khusus dari percobaan kali ini antara lain mempelajari konsep farmakokinetika
suatu obat dengan menggunakan simulasi in vitro, membedakan profil farmakokinetika
suatu obat dengan dosis, rute pemakaian, klirens dan volume distribusi yang berbeda, dan
menerapkan analisis farmakokinetika dalam perhitungan parameter farmakokinetika.
Cara kerja pertama pada praktikum ini adalah pembuatan kurva baku rhodamin B.
Pertama-tama rhodamin B ditimbang sebanyak 10 mg menggunakan neraca analitik, setelah
itu dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Lalu ditambahkan aquadest sampai tanda batas
lalu dihomogenkan jadilah larutan baku dengan konsentrasi 100 ppm. Kemudian diambil 1
mL dari larutan baku 100 ppm lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan di
tambahkan aquadest hingga tanda batas, dihomogenkan jadilah larutan baku dengan
konsentrasi 10 ppm. Kemudian dibuat seri kadar 0,25 ppm; 0,5 ppm; 1,0 ppm; 2,0 ppm; 3,0
ppm dan 5,0 ppm. Larutan seri kadar dibuat dengan mengambil larutan masing-masing
sebanyak 0,125 mL; 0,25 mL; 0,5 mL; 1 mL; 1,5 mL dan 2,5m mL, dimasukkan ke dalam
labu ukur 10 mL. Kemudian ditambahkan aquadest hingga tanda dan digojog hingga
homogen, sehingga didapatkan larutan seri kadar. Cara kerja selanjutnya yaitu penentuan
panjang gelombang maksimum dan pembuatan kurva baku pertama-tama tentukan panjang
gelombang maksimum dengan larutan baku. Lalu amati nilai serapan pada panjang
gelombang antara 530-570 nm. Kemudian diamati serapan kurva baku menggunakan
panjang gelombang maksimum yang telah didapat yaitu 557 nm.
Cara kerja selanjutnya yaitu simulasi model fakmakokinetika in vitro menggunakan
14 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika
Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

rute intravaskular. Pertama-tama kalibrasi aqua bekas sesuai dengan klirens yaitu 100 mL
dengan cara mengambil air sebanyak 100 mL, kemudian diberi tanda batas. Setelah itu
siapkan gelas beker kemudian tambahkan aquades sesuai dengan volume distribusi sebanyak
1,8 L. Volume distribusi adalah volume teoritis bahwa dosis total obat perlu didistribusikan
secara merata untuk memberikan konsentrasi yang sama seperti pada plasma darah
(Hardjono, 2016). Letakkan gelas beker di atas hot plate, kemudian masukkan magnetik
stirrer ke dalam gelas beker lalu nyalakan stirrer. Magnetic stirrer ini menggambarkan
proses metabolisme dalam tubuh, dimana ketika magnetic stirrer dinyalakan maka akan
menggambarkan aliran darah di dalam tubuh. Kemudian, masukkan rhodamin B sebanyak
50 mL. Setelah itu setiap 3 menit diambil larutan sesuai dengan volume klirens yaitu
sebanyak 100 mL dan segera gantikan volume yang diambil tersebut dengan aquades sesuai
dengan klirens sebanyak 100 mL. Diamati perubahan yang terjadi, lalu dibaca absorbansinya
menggunakan spektrofotometri uv-vis pada panjang gelombang maksimum yaitu 557 nm.
Pada simulasi intravaskular dosis rhodamin B langsung diberikan seluruhnya pada menit 0.
Karena penambahan rhodamin B ini digambarkan sebagai obat yang langsung masuk ke
dalam sirkulasi sistemik, tidak ada proses absorpsi.
Cara kerja model farmakokinetika secara in vitro menggunakan rute ekstravaskular.
Pertama-tama kalibrasi gelas plastik dengan 200 mL air sesuai dengan nilai klirens,
kemudian diberi tanda batas. Setelah itu siapkan gelas beker, kemudian tambahkan aquades
sesuai dengan volume distribusi sebanyak 0,9 L. Lalu letakkan gelas beker diatas hot plate,
lalu dimasukkan magnetic stirrer dan nyalakan stirrer. Magnetic stirrer ini menggambarkan
proses metabolisme dalam tubuh, dimana ketika magnetic stirrer dinyalakan maka akan
menggambarkan aliran darah di dalam tubuh. Setelah itu masukkan rhodamin B sebanyak 10
mL. Penambahan rhodamin B ini digambarkan sebagai obat yang masuk ke dalam tubuh.
Rhodamin B dimasukkan sebanyak 10 mL karena rute ekstravaskular ada proses absorpsi
tidak langsung ke pembuluh darah sehingga obat dimasukkan secara bertahap. Proses
absorpsi ini dimulai saat obat dimasukkan ke dalam tubuh atau saat rhodamin B dimasukkan
ke dalam gelas beker yang berisi aquadest. Kemudian diambil larutan dari gelas beker tiap 3
menit sebesar nilai klirens yaitu 200 mL dan segera ganti volume yang diambil tersebut
dengan aquades sebanyak nilai klirens tersebut serta tambahkan juga 10 mL rhodamin b
kedalam larutan. Hal ini dilakukan berulang kali hingga rhodamin B yang telah dimasukkan
mencapai 50 mL atau menit ke-15. Kemudian pada menit 15 sampai 30 larutan diambil dan
digantikan dengan aquades sesuai dengan jumlah klirens yaitu 200 mL dan tanpa
penambahan rhodamin B. Setelah itu diamati perubahan dari menit ke 3 sampai menit 30.
Selanjutnya dibaca absorbansinya menggunakan spektrofotometri uv-vis pada panjang

15 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

gelombang maksimum yaitu 557 nm. Terakhir hitung parameter farmakokinetiknya.


Terdapat beberapa alasan perlakukan rute invaskular yaitu pertama-tama gelas beaker
yang berisi aquadest ditambahkan rhodamin B sebagai zat pewarna dan zat yang akan
dianalisis pada percobaan kali ini. Magnetic stirrer ditambahkan untuk membantu dalam
proses penghomogenan larutan. Rhodamin B langsung dimasukkan ke dalam gelas beaker
sebanyak 50 mL menandakan obat dalam tubuh langsung masuk ke sirkulasi sistemik
sehingga kadar yang didapatnya mecerminkan masuk sebanyak 100%. Setiap 3 menit sekali,
larutan diambil dari gelas beaker sebanyak klirens yang menggambarkan proses ekskresi di
dalam tubuh manusia melalui urin. Proses ekskresi pada manusia berhubungan dengan
fungsi ginjal sehingga klirens yang berbeda-beda dapat menggambarkan kondisi tubuh.
Penambahan aquadest sesuai jumlah klirens menandakan proses kesetimbangan di dalam
tubuh dengan berbagai kondisi orang tersebut. Perlakuan diulang hingga menit ke-30.
Alasan perlakuan rute ekstravaskular yaitu pertama-tama gelas beaker yang berisi
aquadest ditambahkan rhodamin B sebagai zat pewarna dan zat yang akan dianalisis pada
percobaan kali ini. Magnetic stirrer ditambahkan untuk membantu dalam proses
penghomogenan larutan. Rhodamin B ditambahkan sebanyak 10 mL menandakan obat
diberikan beberapa kali dan melewati proses absorpsi oleh tubuh karena tidak langsung
masuk melalui sistemik. Larutan diambil sebanyak klirens yang menandakan proses ekskresi
pada tubuh manusia melalui urin. Penambahan aquadest sesuai jumlah klirens menandakan
proses kesetimbangan di dalam tubuh sesuai dengan kondisi orang yang berbeda-beda.
Penambahan rhodamin B dilakukan berulang hingga mencapai total 50 mL dan pengulangan
pengambilan larutan sesuai klirens menggambarkan proses absorpsi dan ekskresi di tubuh
manusia secara terus-menerus. Setelah menit ke-18, tidak ada penambahan rhodamin B yang
menggambarkan tubuh manusia tidak diberikan obat lagi sehingga proses yang tersisa
hanyalah ekskresi obat melalui urin yang digambarkan dengan pengambilan larutan sesuai
klirens hingga menit ke-30.
Farmakokinetika adalah setiap proses yang dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu
absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi atau eliminasi. Kadar obat dalam plasma
ditentukan oleh 4 proses ini. Studi farmakokinetik melibatkan pendekatan eksperimental dan
teoritis. Aspek eksperimental farmakokinetik melibatkan pengembangan teknik pengambilan
sampel biologis, metode analisis untuk pengukuran obat-obatan dan metabolit, dan prosedur
yang memfasilitasi data pengumpulan dan manipulasi. Aspek teoretis farmakokinetik
melibatkan pengembangan model farmakokinetik yang memprediksi disposisi obat setelah
pemberian obat. Model farmakokinetika diartikan sebagai suatu hubungan matematik yang
akan menggambarkan perubahan konsentrasi terhadap waktu dalam sistem yang telah

16 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

diperiksa. Obat berada dalam keadaan dinamik di tubuh, dimana pada waktu yang
bersamaan berbagai peristiwa biologis dialami oleh obat sehingga untuk menggambarkan
sistem biologis yang kompleks tersebut diperlukan model farmakokinetika, dimana model
ini dapat dirancang untuk melakukan simulasi terhadap proses laju absorpsi, distribusi, dan
eliminasi obat untuk menggambarkan dan memprediksi konsentrasi obat dalam tubuh
sebagai fungsi waktu. (Shargel & Yu, 2016). Model farmakokinetik ini bertujuan untuk
memahami lebih baik terkait perjalanan waktu dari konsentrasi (kadar) obat setelah
pemberian berbagai formulasi dan mengukur hubungan dari dosis serta konsentrasi obat
(Zou et al, 2020).

Model dari farmakokinetika dapat dibagi menjadi dua yaitu model kompartemen dan
model fisiologik (Model Aliran). Model kompartemen dapat dibagi menjadi Model
Mammillary dan Model Caternary. Model kompartemen memberikan cara sederhana untuk
mengelompokkan semua jaringan ke dalam satu atau lebih kompartemen tempat obat
berpindah ke dan dari kompartemen pusat atau plasma. Model Mammilary merupakan
model kompartemen yang paling umum digunakan dalam farmakokinetika, dimana model
ini terdiri atas satu atau lebih kompatemen perifer yang dihubungkan ke suatu kompartemen
sentral. Kompartemen sentral inilah yang nantinya akan mewakili plasma dan jaringan-
jaringan yang perfusinya tinggi dan secara cepat berkesetimbangan dengan obat.
Kompartemen satu akan mewakili plasma atau kompartemen sentral, sedangkan
kompartemen dua akan mewakili kompartemen jaringan. Model Caternary terdiri dari
berbagai kompartemen yang tergabung satu sama lain menjadi satu deretan kompartemen.
Oleh karena itu, model caternary tidak dapat digunakan pada sebagian besar organ
fungsional dalam tubuh yang secara langsung berhubungan dengan plasma sehingga model
caternary tidak digunakan sesering model mammilary. Selanjutnya, model fisiologik (model
aliran darah/model perfusi/flow model) merupakan suatu model farmakokinetika yang
didasarkan atas data anatomik dan fisiologik yang telah diketahui. Selain itu, model ini
menggambarkan data secara kinetik dengan pertimbangan bahwa aliran darah bertanggung
jawab untuk mendistribusikan obat ke berbagai bagian tubuh (Shargel & Yu, 2005).

Sebagian besar studi menggunakan model satu atau dua kompartemen. Ketika obat
dieliminasi, konsentrasi obat dalam sirkulasi sistemik dan disemua jaringan menurun dengan
kecepatan yang sama karena kesetimbangan distribusi yang cepat. Obat yang mengikuti
perilaku ini mengikuti model farmakokinetik satu kompartemen, sedangkan pada model dua
kompartemen, pergerakan obat yang diberikan didistribusikan secara instan ke beberapa
jaringan dan perlahan ke jaringan lain. Namun, jika distribusi obat terjadi pada tiga tingkat
yang berbeda, model tiga kompartemen akan dapat diterapkan (Rehatta et al., 2019).Model
17 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika
Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

farmakokinetik yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu memakai model kompartemen
satu terbuka intravaskular dan ekstravaskular.

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah Rhodamin B. Pemerian rhodamin B
konsentrasi rendah. Rhodamin B berbentuk serbuk kristal, tidak berbau, berwarna kehijauan,
berwarna merah keunguan pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada
konsentrasi rendah (Kurniasih et al., 2014). Rhodamin B digunakan pada percobaan kali ini
karena bewarna yaitu berwarna merah sehingga memudahkan pengamatan secara kualitatif.
Selain itu, rhodamin B mempunyai gugus kromofor dan auksokrom sehingga dapat
dianalisis secara kuantitatif menggunakan spektrofotometer UV-VIS. Berikut struktur
rhodamin B:

Gambar 1. Struktur Rhodamin B (Kurniasih et al., 2014).


Model farmakokinetika yang digunakan pada model kompartemen satu terbuka ini
melalui 2 rute yaitu pemberian secara intravaskular dan ekstravaskular. Pemberian obat
secara ekstravaskular yaitu dimana obat tersebut tidak diberikan langsung ke dalam sirkulasi
sistemik sehingga akan mengalami absorbsi terlebih dahulu. Contoh dari pemberian obat
secara ekstravaskular yaitu melalui oral yang merupakan rute paling umum digunakan.
Pemberian obat secara intravascular adalah dimana obat akan diberikan langsung ke dalam
irkulasi sistemik. Pada rute ini menjamin bahwa seluruh dosis akan tercapai ke sirkulasi
sistemik. Contohnya yaitu pemberian obat secara intravena (Rosenbaum, 2017).
Simulasi pasa saat praktikum kali ini menggambarkan kondisi tubuh manusia yang
berbeda-beda. Penggambaran pada kondisi pertama dengan klirens 200 mL/ menit dan
volume distribusi sebesar 0,9 L menggambarkan kondisi tubuh dengan fungsi ginjal yang
baik dan tidak obesitas. Apabila seseorang mengalami gangguan fungsi ginjal, maka nilai
klirensnya akan kurang dari normalnya, sedangkan jika seseorang mengalami obesitas maka
volume distribusinya akan lebih banyak daripada orang normal. Angka 200 mL pada klirens
normal dan 0,9 L pada volume distribusi bukanlah angka mutlak untuk menggambarkan
kondisi, namun sebagai gambaran saja. Kondisi kedua dengan klirens 100 mL dan volume
18 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika
Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

distribusi sebesar 0,9 L yang mana orang tersebut mengalami gangguan ginjal namun tidak
mengalami obesitas karena nilai klirensnya kurang dari nilai normal. Kondisi ketiga dengan
klirens 200 mL/menit dan volume distribusi 1,8 L menyatakan bahwa orang tersebut tidak
mengalami gangguan ginjal namun mengalami obesitas karena volume distribusinya lebih
banyak daripada orang normal. Kondisi IV dengan klirens 100 mL/menit dan volume
distribusi 1,8 L menandakan orang tesebut mengalami gangguan ginjal dan obesitas.
Terdapat beberapa parameter farmakokinetik dari model farmakokinetik yaitu yang
terdiri atas Vd, Cl, Ke, Ka, Cp, dan t1⁄2. Volume distribusi adalah volume yang
dipertimbangkan dalam memperkirakan jumlah obat dalam tubuh dari konsentrasi obat yang
ditemukan di kompartemen pengambilan sampel (Shargel & Yu, 2016). Klirens obat adalah
suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa mempermasalahkan mekanisme prosesnya.
Eliminasi obat terdiri dari proses metabolisme dan ekskresi. Klirens dapat didefinisikan
sebagai volume bersihan suatu obat dari tubuh per satuan waktu (Pradana et al.,2013).
Konsentrasi plasma (Cp) diasumsikan bahwa konsentrasi plasma mencerminkan konsentrasi
obat di tempat kerja. Ka adalah konstata orde satu untuk absorpsi. Cara menilai tingkat
penyerapan yaitu dengan adanya pengukuran konstanta laju orde pertama untuk absorbsi
(Ka). Ke adalah konstanta dalam pengontrolan waktu yang dibutuhkan kompartemen agar
terjadi keseimbangan dengan plasma. Waktu paruh (t 1⁄2) adalah waktu yang dibutuhkan
untuk turunnya kadar obat dalan plasma hingga 50% pada fase eliminasi (Rosenbaum,
2017).
Hasil yang didapatkan dalam praktikum kali ini yaitu pertama diperoleh hasil
absorbansi kurva baku rhodamin B pada konsentrasi 0,25 ppm; 0,5 ppm; 1 ppm; 2 ppm; 3
ppm; dan 5 ppm secara berurutan sebesar 0,071; 0,139; 0,245; 0,431; 0,559; dan 0,971.
Berdasarkan hasil absorbansi ini diperoleh persamaan regresi y = 0,183x + 0,042 dengan a
sebesar 0,042; b sebesar 0,183; dan r (koefisien korelasi) sebesar 0,997. Koefisien korelasi
yang didapatkan memenuhi syarat linieritas yaitu ≥ 0,997 (Nugraheni & Anggoro, 2016).
Lalu, dapat dilihat pada tabel simulasi percobaan untuk hasil serapan rhodamin B dalam
sampel tiap waktu pada rute intravaskular mengalami penurunan seiring dengan
bertambahnya waktu sampling, dimana hal ini dikarenakan semua model di rute
intravaskular langsung diberikan seluruh dosis obat di menit ke-3 dan tidak terdapat
penambahan dosis obat karena tidak mengalami proses absorpsi obat seperti rute
ekstravaskular. Setelah itu, dapat dilihat juga pada tabel simulasi percobaan untuk hasil
serapan rhodamin B dalam sampel tiap waktu pada rute ekstravaskular semakin meningkat
dari menitke-3 hingga ke-15, dan mulai mengalami penurunan dari menit k-18 hingga menit
ke-30. Hal ini dikarenakan rute ekstravaskular mengalami proses absorpsi obat sehingga

19 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

obat diberikan secara bertahap sehingga konsentrasi rhodamin B akan terus meningkat
hingga waktu tertentu dan akan dieliminasi apabila obat yang telah diberikan telah mencapai
dosis maksimum.
Hasil yang didapatkan dalam perhitungan konstanta kecepatan eliminasi (Ke) untuk
rute intravaskular antara lain pada percobaan I diperoleh Ke sebesar 0,064/menit, percobaan
II diperoleh Ke sebesar 0,062/menit, percobaan III diperoleh Ke sebesar 0,055/menit, dan
percobaan IV diperoleh Ke sebesar 0,052/menit. Berdasarkan perhitungan Ke di atas dapat
disimpulkan bahwa Ke yang paling besar terdapat pada simulasi percobaan I sehingga proses
eliminasinya berlangsung lebih cepat. Kecepatan eliminasi akan meningkat seiring dengan
meningkatnya kadar obat dan akan mempengaruhi klirens (Suwandi et al, 2018).
Selanjutnya, didapatkan juga perhitungan waktu paruh (t1/2) untuk rute intravaskular antara
lain pada percobaan I diperoleh t1/2 sebesar 10,828 menit, percobaan II diperoleh t1/2 sebesar
11,177 menit, percobaan III diperoleh t1/2 sebesar 12,6 menit, dan percobaan IV diperoleh t1/2
sebesar 13,326 menit. Berdasarkan perhitungan t1/2 di atas dapat disimpulkan bahwa t1/2 yang
paling panjang terdapat pada simulasi percobaan IV. Waktu paruh (t1/2) obat diartikan
sebagai waktu yang diperlukan untuk mencapai penurunan 50% konsentrasi obat dan
(Mahmood, 2021). Waktu paruh eliminasi akan menentukan seberapa cepat obat
terakumulasi. Selain itu, waktu paruh eliminasi ini ditentukan oleh klirens (CL) dan volume
distribusi (V) (Holford, 2016). Hasil yang didapatkan dalam perhitungan total nilai AUC
untuk rute intravaskular antara lain pada percobaan I diperoleh total nilai AUC sebesar
94.750, percobaan II diperoleh total nilai AUC sebesar 95.698, percobaan III diperoleh total
nilai AUC sebesar 104.539, dan percobaan IV diperoleh total nilai AUC sebesar 104.518.
AUC (Area Under Curve) ini menggambarkan jumlah obat yang telah berhasil diabsorpsi ke
dalam tubuh dan mencerminkan jumlah total obat aktif yang mencapai sirkulasi sehingga
dapat disimpulkan bahwa simulasi percobaan III menunjukkan jumlah obat yang telah
diabsorpsi oleh tubuh dalam jumlah yang besar (Suartini et al, 2016).
Hasil yang didapatkan dalam perhitungan konstanta kecepatan eliminasi (Ke) untuk
rute ekstravaskular antara lain pada percobaan I diperoleh Ke sebesar 0,080/menit, percobaan
II diperoleh Ke sebesar 0,078/menit, percobaan III diperoleh Ke sebesar 0,078/menit, dan
percobaan IV diperoleh Ke sebesar 0,082/menit. Berdasarkan perhitungan Ke di atas dapat
disimpulkan bahwa Ke yang paling besar terdapat pada simulasi percobaan IV sehingga
proses eliminasinya berlangsung lebih cepat. Selanjutnya, didapatkan perhitungan waktu
paruh (t1/2) untuk rute ekstravaskular antara lain pada percobaan I diperoleh t1/2 sebesar
8,662 menit, percobaan II diperoleh t1/2 sebesar 8,884 menit, percobaan III diperoleh t1/2
sebesar 8,884 menit, dan percobaan IV diperoleh t1/2 sebesar 8,451 menit. Berdasarkan

20 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

perhitungan t1/2 di atas dapat disimpulkan bahwa t1/2 yang paling panjang terdapat pada
simulasi percobaan II dan percobaan III. Kemudian, didapatkan perhitungan Ka (konstanta
kecepatan absorpsi) untuk rute ekstravaskular antara lain pada percobaan I diperoleh Ka
sebesar 0,359/menit, percobaan II diperoleh Ka sebesar 0,368/menit, percobaan III diperoleh
Ka sebesar 0,389/menit, dan percobaan IV diperoleh Ka sebesar 0,398/menit. Berdasarkan
perhitungan Ka di atas dapat disimpulkan bahwa Ka yang paling besar terdapat pada simulasi
percobaan IV sehingga proses absorpsinya berlangsung lebih cepat. Konstanta kecepatan
absorpsi (Ka) merupakan konstanta laju orde pertama dan sangat berkaitan dengan waktu
paruh yang sesuai untuk proses penyerapan (absorpsi). Hasil yang didapatkan dalam
perhitungan total nilai AUC untuk rute ekstravaskular antara lain pada percobaan I diperoleh
total nilai AUC sebesar 81.123, percobaan II diperoleh total nilai AUC sebesar 75.342,
percobaan III diperoleh total nilai AUC sebesar 77.129, dan percobaan IV diperoleh total
nilai AUC sebesar 80.811. AUC (Area Under Curve) ini menggambarkan jumlah obat yang
telah berhasil diabsorpsi ke dalam tubuh dan mencerminkan jumlah total obat aktif yang
mencapai sirkulasi sehingga dapat disimpulkan bahwa simulasi percobaan I rute
ekstravaskular menunjukkan jumlah obat yang telah diabsorpsi oleh tubuh dalam jumlah
yang besar (Suartini et al, 2016).
Grafik yang didapatkan dari kurva baku antara konsentrasi rhodamin B vs absorbansi
memiliki nilai koefisien korelasi yang baik yaitu sebesar 0,997 dan memenuhi syarat nilai
koefisien korelasi yang dapat diterima untuk tahapan pengujian secara kuantitatif yaitu ≥
0,997 (Nugraheni & Anggoro, 2016). Grafik kurva baku yang didapatkan ini lurus dan
mengalami kenaikan absorbansi seiring dengan bertambahnya konsentrasi dari rhodamin B.
Lalu, grafik yang didapatkan pada simulasi percobaan untuk rute intravaskular menunjukkan
bahwa semakin bertambahnya waktu, maka akan terjadi penurunan konsentrasi. Literatur
menyatakan bahwa grafik pada simulasi secara in vitro untuk rute intravaskular akan
memiliki bentuk grafik yang miring dan turun ke kanan, dimana bentuk grafik ini mengikuti
model farmakokinetika kompartemen satu terbuka yang memiliki rumus slope (kemiringan)
= -k/2,303. Berdasarkan literatur yang didapatkan menunjukkan bahwa hasil pada grafik
simulasi percobaan untuk rute intravaskular ini telah sesuai dengan literatur (Shargel & Yu,
2016). Selanjutnya, grafik yang didapatkan pada simulasi percobaan untuk rute
ekstravaskular menunjukkan bahwa grafik akan mengalami kenaikan pada waktu ke-3 menit
hingga waktu ke-15 menit, lalu akan mengalami penurunan pada waktu ke-18 menit hingga
waktu ke-30 menit. Hal ini dikarenakan pada rute ekstravaskular ini menggambarkan obat
yang terus meningkat hingga mencapai Cmaks dalam darah, setelah tercapai Cmaks maka obat
akan secara perlahan mengalami penurunan konsentrasi yang disebabkan oleh terjadinya

21 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

proses eliminasi obat di dalam tubuh. Berdasarkan literatur yang didapatkan menunjukkan
bahwa hasil pada grafik simulasi percobaan untuk rute ekstravaskular ini telah sesuai dengan
literatur (Shargel & Yu, 2016).

Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan pada praktikum kali ini sebagai berikut.


1. Berdasarkan tabel simulasi yang telah disajikan dapat disimpulkan pada rute pemberian
ekstravaskular kondisi pertama (I) dengan dosis 5 mg, nilai klirens 200 mL, dan Vd 0,9 L
menunjukkan pasien memiliki ginjal dan berat badan yang normal. Kondisi kedua (II)
dengan dosis 2,5 mg, nilai klirens 100 mL, dan Vd 0,9 L menunjukkan pasien memiliki
gangguan ginjal dan berat badan normal. Kondisi ketiga (III) dengan dosis 5 mg, nilai
klirens 200 mL, dan Vd 1,8 L menunjukkan pasien memiliki ginjal yang normal namun
pasien mengalami obesitas. Kondisi keempat (IV) dengan dosis 2,5 mg, nilai klirens 100
mL, dan nilai Vd 1,8 L menunjukkan pasien mengalami gangguan ginjal dan mengalami
obesitas.
2. Hasil yang didapatkan dalam praktikum kali ini yaitu pertama diperoleh hasil absorbansi
kurva baku rhodamin B pada konsentrasi 0,25 ppm; 0,5 ppm; 1 ppm; 2 ppm; 3 ppm; dan 5
ppm secara berurutan sebesar 0,071; 0,139; 0,245; 0,431; 0,559; dan 0,971. Berdasarkan
hasil absorbansi ini diperoleh persamaan regresi y = 0,183x + 0,042 dengan a sebesar 0,042;
b sebesar 0,183; dan r (koefisien korelasi) sebesar 0,997. Hasil ini telah sesuai dengan
literatur.
3. Hasil yang didapatkan dalam perhitungan konstanta kecepatan eliminasi (Ke) untuk rute
intravaskular antara lain pada percobaan I, II, III, dan IV diperoleh Ke secara berurutan
sebesar 0,064/menit; 0,062/menit; 0,055/menit; dan 0,052/menit. Ke yang paling besar
terdapat pada simulasi percobaan I. Selanjutnya, didapatkan juga perhitungan waktu paruh
(t1/2) untuk rute intravaskular antara lain pada percobaan percobaan I, II, III, dan IV
diperoleh t1/2 secara berurutan sebesar 10,828 menit; 11,177 menit; 12,6 menit; dan 13,326
menit. t1/2 yang paling panjang terdapat pada simulasi percobaan IV. Hasil yang didapatkan
dalam perhitungan total nilai AUC untuk rute intravaskular antara lain pada percobaan
percobaan I, II, III, dan IV diperoleh total nilai AUC secara berurutan sebesar 94.750;
95.698; 104.539; dan 104.518. AUC terbesar terdapat pada simulasi percobaan III.
4. Hasil yang didapatkan dalam perhitungan konstanta kecepatan eliminasi (Ke) untuk rute
ekstravaskular antara lain pada percobaan percobaan I, II, III, dan IV diperoleh Ke secara
berurutan sebesar 0,080/menit; 0,078/menit; 0,078/menit; dan 0,082/menit. Ke yang paling
besar terdapat pada simulasi percobaan IV. Selanjutnya, didapatkan perhitungan waktu
22 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika
Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

paruh (t1/2) untuk rute ekstravaskular antara lain pada percobaan I diperoleh t1/2 secara
berurutan sebesar 8,662 menit; 8,884 menit; 8,884 menit; dan 8,451 menit. t1/2 yang paling
panjang terdapat pada simulasi percobaan II dan percobaan III. Kemudian, didapatkan
perhitungan Ka untuk rute ekstravaskular antara lain pada percobaan percobaan I, II, III, dan
IV diperoleh Ka secara berurutan sebesar 0,359/menit; 0,368/menit; 0,389/menit; dan
0,398/menit. Ka yang paling besar terdapat pada simulasi percobaan IV. Hasil yang
didapatkan dalam perhitungan total nilai AUC untuk rute ekstravaskular antara lain pada
percobaan percobaan I, II, III, dan IV diperoleh total nilai AUC secara berurutan sebesar
81.123; 75.342; 77.129; dan 80.811. AUC terbesar terdapat pada simulasi percobaan I.
5. Grafik yang dihasilkan untuk ture intravaskular yaitu grafik yang turun, hal ini karena pada rute
intravaskular tidak terjadi absorpsi atau obat langsung masuk ke sistemik, setelah itu obat akan
tereliminasi dari tubuh. Grafik yang dihasilkan untuk rute ekstravaskular yaitu grafik yang naik
kemudian turun, grafik yang naik menyataan bahwa adanya proses absorpsi, selain itu terjadi pula
eliminasi. Sedangkan grafik turun menggambarkan proses eliminasi obat dari tubuh.

Pertanyaan
1. Parameter farmakokinetika yang mana yang dikaitkan dengan jumlah obat dalam tubuh
untuk pengukuran kadar obat dalam plasma ?
2. Jelaskan faktor dari timbulnya variabilitas kadar obat dalam plasma setelah dosis yang
sama diberikan kepada pasien yang berbeda !
Jawaban
1. Parameter farmakokinetika yang berkaitan dengan jumlah obat dalam tubuh untuk
pengukuran kadar obat dalam plasma yaitu konsentrasi waktu puncak plasma (darah)
(tmax), konsentrasi puncak obat plasma (Cmax), area dibawah konsentrasi plasma obat-
kurva waktu (AUC) (Shargel & Yu, 2016). Volume distribusi merupakan suatu
parameter yang berguna untuk enilai jumlah relative obat di luar kompartemen sentral
atau jaringan. Jumlah total obat dalam tubuh pada berbagai waktu pemberian dapat
ditentukan dengan mengukur konsentrasi obat dalam darah jika diketahuinya Vd suatu
obat. Distribusi bahan biologic biasanya terbatas di plasma dan cairan ekstraselular
karena umumnya bersifat polar dan bobot molekulnya besar. Protein dengan bobot
molekul di atas 30 kDa sangat lambat melewati kapiller pembuluh darah. Distibusi
bahan biologic dipengaruhi oleh ikatannya dengan protein plasma. Konjugasi antibody
dengan protein plasma dapat menghambat metabolism antibodi dan meningkatkan
efikasinya sebagai agen terapi (Suartini et al., 2016). Volume distribusi: jumlah obat
dalam tubuh tidak dapat ditentukan secara langsung, tetapi sampel darah dapat diambil
pada jarak waktu secara berkala dan dianalisis konsentrasi obat tersebut, VD berguna
23 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika
Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

untu mengalirkan konsentrasi obat dalam plasma (Cp) dan jumlah pbat dalam tubuh
(DB) (Shargel et al., 2005). Volume distribusi akan berguna untuk menentukan dosis
obat yang diperlukan untuk memperoleh kadar obat dalam darah yang dihendaki,
dimana obat dengan nilai Vd kecil akan menghasilkan kadar obat dalam darah yang
tinggi, sedangkan obat dengan kadar Vd besar maka kadar akan menghasilkan obat
dalam darah yang lebih rendah (Staf Pengajar, 2004).
2. Faktor yang mempengaruhi variabilitas kadar obat dalam plasma:
a. Farmakokinetik obat, seperti profil absorpsi, distribusi dan eliminasi
b. Fisiologi pasien, seperti usia, berat badan, jenis kelamin, dan status gizi yang akan
mempengaruhi disposisi obat
c. Kondisi patofisiologis seperti disfungsi ginjal, penyakit hati, atau gagal jantung
kongestif yang dapat mengubah profil farmakokinetik
d. Pengaruh efek jangka panjang obat yang memungkinkan terjadinya penyalah gunaan
obat oleh pasien
e. Ketidak patuhan pasien dalam meminum obat yang dapat menjadi masalah
untukmencapai hasil terapi yang efektif
Faktor lainnya yaitu :
• Perbedaan dalam kemampuan individu untuk memetabolisme dan menghilangkan
obat (misalnya genetika)
• Status penyakit (insufisiensi ginjal atau hati) atau kondisi fisiologis (cg, usia ekstrem,
obesitas) yang mengubah absorpsi, distribusi, atau eliminasi obat
• Obat interaksi
(Shargel & Yu, 2016).
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi timbulnya variabilitas kadar obat dalam plasma
yaitu:
a. Variasi absorpsi obat
b. Variasi distribusi obat, termasuk variasi dalam pengikatan protein
c. Perbedaan kemampuan individu untuk memetabolisme dan mengeliminasi obat
(misalnya genetika)
d. Keadaan penyakit (insufisiensi ginjal atau hati) atau keadaan fisiologi (misalnya
usia ekstrem, obesitas, sepsis/syok distributif penyakit kritis) yang mengubah
absorbsi obat, distribusi, atau eliminasi
e. Interaksi obat
(Southwood et al., 2018).

24 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

Pustaka
Holford, N. 2016. Absorption and Half-Life. Transl Clin Pharmacol. 24: 157-160.

Kurniasih, M., A. Riapanitra & A. Rohadi. 2014. Adsorpsi Rhodamin B dengan Adsorben
Kitosan Serbuk dan Beads Kitosan. Sains & Matematika. 2: 27-33.

Nugraheni, B & A. B. Anggoro. 2016. Validasi Metode Analisis Ciprofloksasin Menggunakan


High Performance Liquid Chromatography. Inovasi Teknik Kimia. 1: 6-8.

Pradana, D. A., F. Hayati & D. Sukma. 2013. Pengaruh Pra-Perlakuan Madu Terhadap
Farmakokinetika Eliminasi Rifampisin Pada Tikus Wistar Jantan. Jurnal Ilmiah Farmasi.
10: 18-27.

Rehatta, N. M., E. Hanindito, A. R. Tantri, I. S. Redjeki, R. F. Soenarto, D. Y. Bisri, A. M. T.


Musba & M. I. Lestari. 2019. Anestesiologi dan Terapi Intensif. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.

Rosenbaum. 2017. Basic Pharmacokinetics and Pharmacodynamics. John Wiley & Sons, New
Jersey.

Shargel, L., S. Wu-pang & A. B. C. Yu. 2005. Biofarmasetika dan Farmaokinetika Terapan.
Airlangga University Press, Surabaya.

Shargel, L., Yu, A. B. 2016. Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics. Mc Graw- Hill
Education, New York.

Southwood, R., V. H. Fleming & G. Huckaby 2018. Concepts In Clinical Pharmacokinetics 7th
Edition. ASHP Publishing, Bethesda.

Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2004.


Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Suartini, I. G. A. A., I. Sendow, N. L P. Agustini, A. Suprayogi, I. W. T. Wibawan & I. G. N.


K. Mahardika. 2016. Kinetika Immunoglobulin Kuning Telur Antiparvovirus Anjing
Pada Anjing. Jurnal Veteriner. 17: 299-306.

Suwandi, N. D., C. Abrori & M. Hasan. 2018. Kadar Puncak (Cmax), Waktu Puncak (Tmax), Waktu
Paruh (T½) dan Bersihan Teobromin pada Sukarelawan Sehat setelah Pemberian Dark Chocolate
Bar Per Oral. e-Jurnal Pustaka Kesehatan. 6: 257-261.

Zou, H., P. Banerjee, S. S. Y. Leung & X. Yan. 2020. Application of Pharmacokinetic-


Pharmacodynamic Modeling in Drug Delivery: Development and Challenges. Frontiers
in Pharmacology Review. 11: 1-15.

25 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

26 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

27 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

28 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

29 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

30 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

31 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

32 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

33 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

34 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

35 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

36 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

37 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

38 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

39 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

40 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

41 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

42 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

43 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

44 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

45 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

46 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

47 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

48 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

49 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

50 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

51 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

52 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

53 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

54 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

55 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

56 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

57 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

58 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

59 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

60 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

61 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

62 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

63 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

64 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

65 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

66 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

67 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

68 Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika

Anda mungkin juga menyukai