Anda di halaman 1dari 25

Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.

Farmasi

Nama : Muhammad Arief Rahman


NIM : 2111015210015
Kelompok : 1

LABORATORIUM
FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI

BUKU KERJA PRAKTIKUM

FARMAKOKINETIKA
(JAE 502)

Disusun oleh

apt. Destria Indah Sari, M.Farm.


apt. Nurlely, M.Sc (Pharm).
apt. Okta Muthia Sari, M.Farm.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2023

Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

PERCOBAAN I
SIMULASI IN VITRO MODEL FARMAKOKINETIKA

Muhammad Arief Rahman


2111015210015

KELOMPOK 1

Mengetahui, Nilai Laporan Awal Nilai Laporan Akhir


Asisten

(Alya Nurwafa) Tanggal : Tanggal :


05 September 2022 14 September 2022

Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

PERCOBAAN I
SIMULASI IN VITRO MODEL FARMAKOKINETIKA

Tujuan Umum : Memahami konsep farmakokinetika suatu obat


Alat dan Bahan :
Alat :
1. Beaker glass 1L/2L
2. Hotplate
3. Labu ukur 10 mL
4. Magnetic stirrer
5. Pipet tetes
6. Pipet ukur
7. Pipet volume 25 mL/30 mL
8. Propipet
9. Rak tabung reaksi
10. Spektrofotometer
11. Stopwatch
12. Tabung reaksi
Bahan :
1. Air suling
2. Rhodamin B

Ringkasan Cara Kerja/Tahapan Percobaan :


1. Pembuatan Larutan Baku Kerja Rhodamin B

Rhodamin B

• Ditimbang sebanyak 10 mg
• Dilarutkan dalam 100 mL aquadest sampai tanda
batas labu ukur 100 mL
• Diperoleh larutan baku induk 100 ppm

Larutan Baku
Induk 100 ppm
• Diambil 1 mL, dimasukkan ke labu ukur 10 mL

Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

• Dilarutkan dengan aquadest sampai tanda batas


• Diperoleh larutan baku 10 ppm
Larutan Baku
Induk 10 ppm
• Diencerkan menjadi larutan 0,25; 0,5; 1; 2; 3; dan 5
μg/mL dengan labu ukur 10 mL
Hasil

2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Larutan Baku
Kerja 5 ppm

• Diamati nilai serapan pada panjang gelombang 530-


560 nm
• Dibuat kurva serapan pada kertas grafik berskala
sama
Hasil • Ditentukan λ maksimum

3. Pembuatan Kurva Baku

Larutan Baku
Kerja

• Diamati serapan pada panjang gelombang


maksimum yang telah didapat
• Dibuat kurva bakunya
Hasil

4. Simulasi Model Farmakokinetika In Vitro


Rute Intravaskular, kompartemen satu terbuka

Gelas Aqua

• Dikalibrasi gelas aqua 100 ml

Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

• Diberi tanda

Air Suling

• Diisikan pada gelas beker secara kuantitatif, sesuai


nilai Vd 1,8 L
• Diletakkan di atas hotplate dan dijalankan stirrer
• Ditambahkan rhodamin B sesuai dosis yang sudah
ditentukan sebanyak 50 mL
Sampel Larutan
Rhodamin B

• Diambil setiap 3 menit CL 100 mL


• Dimasukkan CL yang diambil ke dalam gelas aqua
dan gantikan dengan aquadest 100 mL
• Dilakukan berulang sampai menit 30
• Dihentikan pada menit 30
• Diukur serapan pada panjang gelombang maksimum
• Dihitung parameter farmakokinetika

Hasil

Rute ekstravaskuler, kompartemen satu terbuka

Gelas Aqua

• Dikalibrasi gelas aqua 200 ml


• Diberi tanda
Air Suling

• Diisikan pada gelas beker secara kuantitatif, sesuai


nilai Vd 0,9 L
• Diletakkan diatas hotplate dan dijalankan stirrer
• Ditambahkan rhodamin B sesuai dosis yang sudah
ditentukan sebanyak 10 mL

Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

Sampel Larutan
Rhodamin B

• Diambil setiap 3 menit CL 200 mL


• Dimasukkan CL yang diambil ke dalam gelas aqua
dan gantikan dengan aquadest 200 mL
• Ditambahkan rhodamin B 10 mL
• Diambil berulang sampai rhodamin B mencapai 50
mL atau sampai pada menit ke 15
• Diambil sesuai CL 200 mL pada menit ke 18 diganti
dengan aquadest 200 mL
• Dihentikan pada menit 18-30 untuk penambahan 10
mL
• Diukur serapan pada panjang gelombang maksimum
• Dihitung parameter farmakokinetika

Hasil

Pertanyaan :
1. Apa yang dimaksud dengan model farmakokinetika dan mengapa
diperlukan model farmakokinetika ? Sebutkan macamnya !
2. Apa yang dimaksud dengan volume distribusi dan klirens suatu obat ?
3. Parameter farmakokinetika yang mana yang dikaitkan dengan jumlah obat
dalam tubuh untuk pengukuran kadar obat dalam plasma ?
4. Jelaskan faktor dari timbulnya variabilitas kadar obat dalam plasma setelah
dosis yang sama diberikan kepada pasien yang berbeda !

Jawaban
1. Model farmakokinetika adalah model matematis yang disusun untuk
menggambarkan gerak obat dalam tubuh. Perlunya model farmakokinetika
adalah untuk mensimulasi kecepatan proses absorpsi, distribusi dan eliminasi
obat dalam tubuh serta menjelaskan konsentrasi obat dalam tubuh terhadap
waktu. Selain itu, model farmakokinetika digunakan juga untuk menemukan

Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

parameter dengan cara menghubungkan konsentrasi dengan dosis yang


diberikan pada target (Mould & Upton, 2013). Kegunaan model
farmakokinetika :
a. Memprediksi kadar obat dalam plasma, jaringan, dan urin dengan rejimen
dosis apa pun.
b. Menghitung regimen dosis optimal untuk masing-masing kadar secara
individual
c. Memperkirakan kemungkinan akumulasi obat dan / atau metabolit
d. Mengevaluasi perbedaan tingkat atau luasnya ketersediaan antara
formulasi (bioekuivalensi).
e. Menjelaskan interaksi obat.
Macam-macam model farmakokinetika :
a. Model kompartemen
b. Model mammillary
c. Model catenary
d. Model farmakokinetik fisiologis
(Shargel & Yu, 2016).
2. Volume distribusi merupakan volume yang diperlukan untuk memuat semua
obat dalam tubuh secara homogen dengan konsentrasi yang sama dengan
dengan konsentrasi obat dalam darah, plasma atau cairan. Dengan kata lain
volume yang menunjukkan distribusi obat. Volume distribusi diperlukan
untuk menghitung bersihan obat (Rinidar et al., 2021). Sedangkan Klirens
obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa mempermasalahkan
mekanisme prosesnya. Klirens dapat didefinisikan sebagai volume bersihan
suatu obat dari tubuh per satuan waktu (mL/menit atau L/jam). Nilai klirens
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor fisiologi, seperti fungsi organ dalam
mengeliminasi obat dan kecepatan alir darah menuju organ eliminasi obat
(Pradana et al., 2013).
3. Volume distribusi merupakan suatu parameter yang berguna untuk menilai
jumlah relatif obat di luar kompartemen sentral atau jaringan. Jumlah total
obat dalam tubuh pada berbagai waktu pemberian dapat ditentukan dengan
mengukur konsentrasi obat dalam darah jika diketahuinya Vd suatu obat.

Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

Distribusi bahan biologik biasanya terbatas di plasma dan cairan ekstraselular


karena umumnya bersifat polar dan bobot molekulnya besar. Protein dengan
bobot molekul di atas 30 kDa sangat lambat melewati kapiler pembuluh darah.
Distribusi bahan biologik dipengaruhi oleh ikatannya dengan protein plasma.
Konjugasi antibodi dengan protein plasma dapat menghambat metabolisme
antibodi dan meningkatkan efikasinya sebagai agen terapi (Suartini et al.,
2016).
4. Faktor dari timbulnya variabilitas kadar obat dalam plasma setelah dosis yang
sama diberikan kepada pasien yang berbeda yaitu fisiologi pasien, usia, berat
badan, jenis kelamin, dan status gizi akan mempengaruhi disposisi obat dan
harus dipertimbangkan. Selain itu, kondisi patofisiologis, seperti disfungsi
ginjal, penyakit hati, atau gagal jantung kongestif, dapat mengubah
farmakokinetik normal obat, dan dosis harus disesuaikan dengan hati-hati.
Pengaruh paparan jangka panjang terhadap obat pada pasien harus juga
diperhatikan termasuk kemungkinan penyalahgunaan obat oleh pasien. Selain
itu, faktor gaya hidup pribadi, seperti merokok, penyalahgunaan alkohol, dan
obesitas, merupakan masalah lain yang diketahui dapat mengubah
farmakokinetik obat serta kurangnya kepatuhan pasien (yaitu ketidakpatuhan
pasien) dalam meminum obat juga dapat menjadi masalah dalam mencapai
hasil terapi yang efektif (Shargel & Yu, 2016).

Pustaka
Mould, D. R & R. N. Upton. 2013. Basic Concepts in Population Modeing,
Simulation, and Model-Based Drug Development-Part 2: Introduction to
Pharmacokinetic Modeling Methods. Pharmacometrics & Systems
Pharmacology. 2: 1-14.

Pradana, D. A., F. Hayati & D. Sukma. 2013. Pengaruh Pra-Perlakuan Madu


Terhadap Farmakokinetika Eliminasi Rifampisin pada Tikus Wistar Jantan.
Jurnal Ilmiah Farmasi. 1: 18-28.

Rinidar., M. Isa & T. Armansyah. 2021. Pengantar Farmakologi: Analgesik-


Antipiretik-Anti Inflamasi. Syiah Kuala University Press, Aceh.

Shargel, L & A. B. C. Yu. 2016. Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics


Seventh Edition. McGraw-Hill Education. New York City.

Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Universitas Lambung Mangkurat F-MIPA PS.Farmasi

Suartini, I. G. A. A., I. Sendow, N. L. P. Agustini, A. Suprayogi, I. W. T. Wibawan


& I. G. N. K. Mahardika. 2016. Kinetika Immunoglobulin Kuning Telur
Antiparvovirus Anjing pada Anjing. Jurnal Veteiner. 17: 292-299.

Buku Kerja Praktikum Farmakokinetika


Citation: CPT: Pharmacometrics & Systems Pharmacology (2013) 2, e38;  doi:10.1038/psp.2013.14
© 2013 ASCPT  All rights reserved 2163-8306/12
www.nature.com/psp

Tutorial

Basic Concepts in Population Modeling, Simulation, and


Model-Based Drug Development—Part 2: Introduction to
Pharmacokinetic Modeling Methods
DR Mould1 and RN Upton1,2

Population pharmacokinetic models are used to describe the time course of drug exposure in patients and to investigate
sources of variability in patient exposure. They can be used to simulate alternative dose regimens, allowing for informed
assessment of dose regimens before study conduct. This paper is the second in a three-part series, providing an introduction
into methods for developing and evaluating population pharmacokinetic models. Example model files are available in the
Supplementary Data online.
CPT: Pharmacometrics & Systems Pharmacology (2013) 2, e38; doi:10.1038/psp.2013.14; advance online publication 17 April 2013

BACKGROUND DATA CONSIDERATIONS

Population pharmacokinetics is the study of pharmacokinetics Generating databases for population analysis is one of the
at the population level, in which data from all individuals in a pop- most critical and time-consuming portions of the evaluation.2
ulation are evaluated simultaneously using a nonlinear mixed- Data should be scrutinized to ensure accuracy. Graphical
effects model. “Nonlinear” refers to the fact that the dependent assessment of data before modeling can identify potential
variable (e.g., concentration) is nonlinearly related to the model problems. During data cleaning and initial model evaluations,
parameters and independent variable(s). “Mixed-effects” refers data records may be identified as erroneous (e.g., a sudden,
to the parameterization: parameters that do not vary across transient decrease in concentration) and can be commented
individuals are referred to as “fixed effects,” parameters that out if they can be justified as an outlier or error that impairs
vary across individuals are called “random effects.” There are model development.
five major aspects to developing a population pharmacokinetic All assays have a lower concentration limit below which
model: (i) data, (ii) structural model, (iii) statistical model, (iv) concentrations cannot be reliably measured that should
covariate models, and (v) modeling software. Structural models be reported with the data. The lower limit of quantification
describe the typical concentration time course within the popu- (LLOQ) is defined as the lowest standard on the calibration
lation. Statistical models account for “unexplainable” (random) curve with a precision of 20% and accuracy of 80–120%.3
variability in concentration within the population (e.g., between- Data below LLOQ are designated below the limit of quantifi-
subject, between-occasion, residual, etc.). Covariate models cation. Observed data near LLOQ are generally censored if
explain variability predicted by subject characteristics (covari- any samples in the data set are below the limit of quantifica-
ates). Nonlinear mixed effects modeling software brings data tion. One way to understand the influence of censoring is to
and models together, implementing an estimation method for include LLOQ as a horizontal line on concentration vs. time
finding parameters for the structural, statistical, and covariate plots. Investigations4–7 into population-modeling strategies
models that describe the data.1 and methods to deal with data below the limit of quantification
A primary goal of most population pharmacokinetic model- (Supplementary Data online) show that the impact of cen-
ing evaluations is finding population pharmacokinetic param- soring varies depending on circumstance; however, methods
eters and sources of variability in a population. Other goals such as imputing below the limit of quantification concentra-
include relating observed concentrations to administered tions as 0 or LLOQ/2 have been shown to be inaccurate. As
doses through identification of predictive covariates in a tar- population-modeling methods are generally more robust to
get population. Population pharmacokinetics does not require the influence of censoring via LLOQ than noncompartmental
“rich” data (many observations/subject), as required for anal- analysis methods, censoring may account for differences in
ysis of single-subject data, nor is there a need for structured the results when applied to the same data set.
sampling time schedules. “Sparse” data (few observations/ It is worthwhile considering what the concentrations
subject), or a combination, can be used. reported in the database represent in vivo. Three major con-
We examine the fundamentals of five key aspects of pop- siderations of the data are of importance. First, the sampling
ulation pharmacokinetic modeling together with methods matrix may influence the pharmacokinetic model and its
for comparing and evaluating population pharmacokinetic interpretation. Plasma is the most common matrix, but the
models. extent of distribution of drug into RBC dictates (i) whether

Projections Research, Phoenixville, Pennsylvania, USA; 2Australian Centre for Pharmacometrics, University of South Australia, Adelaide, Australia.
1

Correspondence: DR Mould (drmould@pri-home.net)


Received 10 December 2012; accepted 18 February 2013; advance online publication 17 April 2013. doi:10.1038/psp.2013.14
Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 10 No. 1 Tahun 2013

PENGARUH PRA-PERLAKUAN MADU TERHADAP FARMAKOKINETIKA


ELIMINASI RIFAMPISIN PADA TIKUS WISTAR JANTAN

1* 2 3
Dimas Adhi Pradana , Farida Hayati , Dian Sukma

Prodi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


Universitas Islam Indonesia

*email : adhi_pradana85@yahoo.com

ABSTRAK
the group II were given a single doses of
honey 7.65 mL/kg orally once daily for seven
Rifampisin merupakan salah satu th
days. On the day 8 the rats were given
obat yang dipergunakan sebagai terapi lini
concurrently with rifampicin dose of 50 mg/kg
pertama dalam pengobatan tuberkulosis.
orally. 0.2 mL of blood was taken through the
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
rats lateral tail vein at 0.25; 0.5, 1.0, 1.5, 2.0,
pengaruh pra-perlakuan pemberian madu
3.0; 4.0; 6.0; 8, 0; 10.0; 12.0, and 24.0 hours.
terhadap profil farmakokinetika fase eliminasi
Determination of rifampicin levels in plasma
rifampisin pada tikus Wistar Jantan. Dalam
were analyzed by HPLC at a wavelength of
penelitian ini hewan uji dibagi menjadi 2
244.6 nm. Parameters obtained from the two
kelompok, yaitu kelompok kontrol dan
groups were statistically analyzed through
perlakuan. Setiap kelompok terdiri dari 5
the normality test followed by unpaired t test
ekor tikus. Kelompok kontrol diberikan
with a level of 95%. The results showed that
rifampisin dosis tunggal 50 mg/kg tikus
the pretreatment of honey does not have a
sedangkan kelompok perlakuan diberikan
significant effect on the elimination phase of
madu 7,65 ml/kg secara oral sekali sehari
rifampicin based on t1/2
selama 7 hari dan pada hari ke-8 diberikan
rifampisin dosis 50 mg/kg BB tikus secara
Keywords: honey, HPLC, pharmacokinetics,
per oral. Sebanyak 0,2 ml sampel darah
rifampicin
diambil dari vena lateralis ekor pada 0.25;
0.5, 1.0, 1.5, 2.0, 3.0; 4.0; 6.0; 8, 0; 10.0;
12.0, dan 24.0 jam. Penetapan kadar PENDAHULUAN
rifampisin dalam plasma dilakukan dengan
metode HPLC pada panjang gelombang
244.6 nm. Parameter farmakokinetika fase Interaksi obat pada fase eliminasi
eliminasi yang ditetapkan adalah k, t ½, dan merupakan hal yang penting untuk diketahui
ClT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemberian pra perlakuan madu tidak karena terkait dengan efektivitas proses
mempengaruhi farmakokinetika fase metabolism dan atau ekskresi obat. Profil
eliminasi dari rifampisin.
farmakokinetika eliminasi suatu obat dapat
Keywords : HPLC, madu, farmakokinetika, berubah oleh adanya obat lain, obat herbal
ricampicin
bahkan makanan dan minuman. Hal
tersebut dapat disebabkan karena terjadinya
ABSTRACT
interaksi farmakokinetika yang dapat
Rifampicin is one of the first-line drug
merubah profil absorbsi, distribusi,
for the therapy of Tuberculosis (TB), which is
still commonly used. The aim of the study is metabolisme dan eksresi dari suatu obat
to determine the effect of pretreatment with
(Baxter, 2008). Rifampisin merupakan obat
honey on the pharmacokinetic profile of
orally administered rifampicin on male Wistar lini pertama yang berguna dalam
rats. In this study, animals were divided into
pengobatan TB (Debra et al, 1999).
two groups, each group consists of 5 rats.
The group I were given a single dose of Rifampisin merupakan obat yang bersifat
rifampicin 50 mg/kg orally as a control, while

18
26 | Dimas Adhi Pradana

nilai K maka semakin singkat waktu paruh fisiologi, seperti fungsi organ dalam
eliminasi, semakin kecil nilai K maka mengeliminasi obat dan kecepatan alir darah
semakin lama waktu paruh eliminasi. menuju organ eliminasi obat (Hakim, 2011).
Semakin besar klirens, maka nilai K juga Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
makin besar, sehingga eliminasi obat dari praperlakuan madu dosis 7,65 mL/kgBB
dalam tubuh semakin cepat. Nilai K dapat ternyata mengakibatkan peningkatan klirens
ditentukan jika nilai klirens diketahui ataupun total rifampisin jika dibanding kelompok
dapat diketahui secara langsung dari nilai B kontrol, tetapi secara tidak signifikan
regresi linier log Cp (kadar obat dalam (p>0,05).
plasma) vs t (waktu) pada titik-titik eliminasi Hasil penelitian ini tidak
obat atau yang dianggap mewakili titik-titik menunjukkan peningkatan klirens total
eliminasi suatu obat. secara bermakna yang menunjukkan bahwa
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metabolisme rifampisin tidak dipercepat
praperlakuan madu dosis 7,65 mL/kgBB akibat pemberian madu. Hal ini dapat terjadi
ternyata hanya sedikit menurunkan laju karena beberapa faktor, yang paling
eliminasi rifampisin secara tidak signifikan mungkin adalah karena prednison tidak
jika dibandingkan dengan kontrol(p>0,05). mampu mempercepat metabolisme teofilin.
2. Waktu paruh eliminasi (t1/2) Keterbatasan pada penelitian ini
Waktu paruh eliminasi diantaranya adalah nilai Cp yang diperoleh
menunjukkan lamanya waktu yang pada kelompok perlakuan sangat kecil,
diperlukan oleh sejumlah obat atau bahkan berada dibawah nilai LLOQ. Hal ini
konsentrasi obat untuk dapat tereliminasi disebabkan tidak dilakukannya pembuatan
menjadi setengahnya (berkurang menjadi kurva baku menggunakan kadar terendah
setengahnya) (Shargel, 2005). Nilai waktu sesuai nilai LLOQ yang diperoleh diawal
paruh eliminasi sangat tergantung kepada penelitian, selain itu tidak dilakukan
laju eliminasi obat, klirens total dan volume penyesuaian dosis setelah diketahui nilai Cp
distribusi (Hakim, 2011). Berdasarkan data yang dihasilkan berada dibawah LLOQ kurva
penelitian dapat diketahui bahwa pada baku, oleh karena itu perlu dilakukan
kelompok perlakuan mengalami peningkatan penyesuaian atau optimasi kembali terhadap
nilai t ½ walaupun tidak signifikan secara dosis rifampisin pada tikus. Hal lain yang
statistik. perlu diperhatikan adalah perlunya dilakukan
3. Klirens total (Clt) pembuatan kurva baku pada setiap
Klirens obat adalah suatu ukuran penetapan kadar rifampisin dalam darah.
eliminasi obat dari tubuh tanpa Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa
mempermasalahkan mekanisme prosesnya. madu dapat menunda absorpsi rifampisin
Eliminasi obat terdiri dari proses akibatnya nilai tmaks meningkat hingga berada
metabolisme dan ekskresi. Klirens dapat pada jam ke 8-10 waktu sampling, sehingga
didefinisikan sebagai volume bersihan suatu diperlukan cuplikan yang lebih sering antara
obat dari tubuh per satuan waktu (mL/menit jam ke-10 hingga jam ke-24 untuk
atau L/jam) (Shargel, 2005). Nilai klirens mengetahui apakah masih terdapat
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor peningkatan Cp diantara waktu tersebut.

Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 10 No. 1 Tahun 2013


Jurnal Veteriner Juni 2016 Vol. 17 No. 2 : 292-299
pISSN: 1411-8327; eISSN: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2016.17.2.292
Terakreditasi Nasional SK. No. 15/XI/Dirjen Dikti/2011 online pada http://ojs.unud.ac.id/php.index/jvet

Kinetika Immunoglobulin Kuning Telur


Antiparvovirus Anjing Pada Anjing
(KINETICS OF ANTICANINE PARVOVIRUS YOLK
IMMUNOGLOBULIN IN DOGS)

I Gusti Ayu Agung Suartini 1, Indrawati Sendow2,


Ni Luh Putu Agustini 3, Agik Suprayogi4,
I Wayan Teguh Wibawan5, I Gusti Ngurah Kade Mahardika6

1
Lab Biokimia, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, 2Departemen Virologi, Balai
Besar Penelitian Veteriner, Badan Litbang Kementerian Pertanian- Bogor, 3Lab Bioteknologi
Balai Besar Veteriner Denpasar, 4Departemen Anatomi,Fisiologi dan Farmakologi, 5Departmen
Penyakit Infeksius dan Kesehatan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor,
6
Lab Virologi, FKH Unud
Jl. Sudirman, Denpasar-Bali. Telp: 0361.223791,
Email: gaa.suartini@gmail.com

ABSTRAK

Studi kinetika immunoglobulin yolk (IgY)anti-canine parvovirus (CPV) telah dilakukan pada enam
ekor anjing umur 5-10 bulan. Immunoglobulin yolk diinjeksikan secara intravena dengan dosis 21 mg/10
kg bobot badan. Penentuan kadar IgY dalam darah dideteksi dengan metode enzym linied immunosorbent
assay (ELISA). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinetika IgY anti- CPV dalam darah anjing.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinetika IgY mengikuti orde satu, sehingga perhitungan kinetika
selanjutnya dihitung berdasarkan hubungan antara ln kadar IgY terhadap waktu pengambilan serum.
Konstanta laju disosiasi IgY berkisar antara (0,007 sampai 0,015 jam). Konsentrasi IgY dalam darah
anjing (CPO)terdeteksi berkisar (0,746 sampai 0,992 mg/mL). Waktu paruh IgY berkisar antara (1,65
sampai 4,01 hari). Volume distribusi IgY berkisar antara (21,47 sampai 28,55 mL). Jumlah IgY yang ada
dalam tubuh anjing (area di bawah kurva) berkisar antara (42,60 sampai 142,00 mg/mL.jam). Lama
obat dalam tubuh anjing berkisar antara (3,08 sampai 8,51 hari). Clearance IgY berkisar antara (0,15
sampai 0,50 mL/jam) (0,29±0,11 mL/jam). Disimpulkan bahwa kinetika IgY anti-CPV dalam tubuh
anjing mengikuti kinetika orde satu dan satu kompartemen, terdistribusi hanya dalam darah dengan
waktu paruh 2,5 hari dan kemungkinan terakumulasi dalam tubuh lebih kecil jika dibandingkan dengan
IgG.

Kata-kata kunci : IgY, kinetika, canine parvovirus, anjing.

ABSTRACT

Kinetic study on Anti CPV IgY has been performed on six dogs aged 5-10 months. The IgY was injected
intravenously at dose of 21.4mg /10kg body weight. IgY levels in the blood were determined by ELISA. A
research was conducted to find out the kinetics of Anti CPV IgY in dogs blood. The kinetics of IgY was
calculated by using regression analysis to determine the association on the levels of IgY in serum against
time at injection. The results showed that kinetic parameters were calculated based on first order kinetics.
The constant elimination rate of IgY was at the range between 0.007 to 0.015 / h. IgY concentration in the
dogs blood was from 0.746 to 0.992 mg / mL. The half-life of IgY was from 1.65 to 4.01 / d. Volume
distribution of IgY was between 21.47 to 28,55 / mL. Total IgY in the dog bodies (AUC) was from 42,60 to
142,00 mg / mL.h. The duration of the IgY in the dog’s body was 3.08 to 8.51 days. Clearance time of IgY was
0.15 to 0.50 mL / h. In conclusion the kinetics of anti CPV IgY in dog’s body follow one compartment and
first order model, which are only distributed in the blood with the half-life at 2.5 days, and IgY has less
possibility to accumulate in the body compared to the IgG.

Keywords: IgY, kinetics, canine parvovirus, dogs.

292
IGA. Agung Suartini, et al Jurnal Veteriner

IgY dibandingkan dengan waktu paruh IgG yaitu dengan mengukur konsentrasi obat dalam darah
27 hari (Carlender, 2002) berarti IgY memiliki jika diketahuinya Vd suatu obat. Distribusi
nilai kecepatan disosiasi yang lebih tinggi bahan biologik biasanya terbatas di plasma dan
dibandingkan IgG. Dengan demikian cairan ekstraselular karena umumnya bersifat
kemungkinan IgY untuk terakumulasi dalam polar dan bobot molekulnya besar. Protein
tubuh lebih kecil dibandingkan dengan IgG. dengan bobot molekul di atas 30 kDa sangat
Data waktu paruh IgY bermanfaat untuk lambat melewati kapiler pembuluh darah.
memperkirakan waktu lamanya IgY di dalam Distribusi bahan biologik dipengaruhi oleh
tubuh anjing, menentukan interval terapi dan ikatannya dengan protein plasma. Konjugasi
waktu tercapainya steady state ketika diberikan antibodi dengan protein plasma dapat
berulang. Waktu paruh antibodi tergantung menghambat metabolisme antibodi dan
dari dosis dan konsentrasi antigen (Lobo et al., meningkatkan efikasinya sebagai agen terapi
2004). Ketika konsentrasi antigen tinggi di (Baumann, 2006).
dalam tubuh maka waktu paruh antibodi Area di bawah kurva (AUC) dalam plasma
menjadi pendek, karena komplek antibodi- terhadap waktu adalah ukuran dari jumlah
antigen akan cepat dibersihkan dari darah. bioavailabilitas suatu obat. Nilai AUC dari IgY
Penurunan jumlah antigen dalam tubuh akan anti-CPV adalah (84,79 ± 31,23 mg/mL.jam).
menurunkan jumlah clearance sehingga waktu Lama obat dalam tubuh (t) IgY anti-CPV adalah
paruh antibodi diperpanjang (Baumann, 2006). : (130,71 ± 43,84 jam atau sekitar 2,1 kali waktu
Konsentrasi IgY anti-CPV sesaat setelah paruhnya.
injeksi (Cp0) adalah (0,95 ± 0,09 mg/mL). Data Antibodi memiliki nilai farmakokinetik yang
ini menunjukkan jumlah IgY tertinggi di darah berbeda-beda. Variasi farmakokinetik ini sangat
setelah diinjeksi. Bioavailabilitas antibodi yang berpengaruh terhadap nilai clearance atau
diaplikasikan secara intravena akan lebih besar bersihan suatu antibodi. Clearance atau ber-
dibandingkan jika diaplikasikan secara sihan jaringan hati dan ginjal sangat dipe-
intramuskuler dan subkutan. Adanya aktivitas ngaruhi oleh laju aliran darah dan kemampuan
proteolisis dan transit di saluran limfatik organ tersebut untuk metabolisme dan mengeli-
menyebabkan bioavailabilitas antibodi minasi obat. Kemampuan hati untuk memeta-
intramuskuler dan subkutan lebih rendah bolisme obat tergantung pada jumlah dan
dibandingkan secara intravena (Sarghel, 2004). kemampuan enzim hati untuk metabolisme
Rataan volume distribusi umumnya diukur (Baumann, 2006).
pada hewan yang memiliki persamaan umur, Rataan clearance IgY anti-CPV dari tubuh
bobot badan, dan jenis kelamin. Nilai volume anjing adalah 0,29 ± 0,11 mL/jam. Hal ini berarti
distribusi IgY anti-CPV pada penelitian ini rataan IgY anti CPV yang dibersihkan dari
adalah (22,72 ± 2,61 mL). Nilai Vd dapat darah anjing per jam berkisar antara 0,18-0,4
digunakan untuk memperkirakan dosis yang mL/jam. Nilai clearance suatu obat sangat
harus diberikan agar mencapai kadar yang berguna dalam menentukan dosis, interval
diinginkan, karena ada hubungan antara dosis pemberian dalam mencapai kadar atau steady
dan volume distribusi (dosis = Vd. Cp0). Cairan state yang diinginkan. Hubungan persamaan
tubuh anak anjing yang bobot tubuhnya sekitar tersebut, jika obat diberikan intravena adalah
10 kg adalah sekitar 500 mL. Nilai ini diperoleh Cl. Css = Dosis/T, dalam hal ini Css adalah
berdasarkan perhitungan, volume plasma konstanta steady state dan T adalah interval
adalah 5% dari bobot badan. Nilai Vd IgY lebih pemberian.
kecil daripada jumlah plasma dalam tubuh
anjing sehingga dipandang IgY hanya terdis-
tribusi dalam darah dan tidak masuk ke jari- SIMPULAN
ngan. Hal tersebut terjadi karena IgY adalah
suatu protein yang sulit menembus membran Kinetika IgY anti-CPV dalam tubuh anjing
sel. mengikuti model satu kompartemen dan orde
Volume distribusi merupakan suatu satu, interval terapi IgY anti-CPV adalah satu
parameter yang berguna untuk menilai jumlah kali sehari, dan berdasarkan konstanta
relatif obat di luar kompartemen sentral atau ketetapan disosiasi IgY anti-CPV tidak
jaringan. Jumlah total obat dalam tubuh pada berpotensi toksik.
berbagai waktu pemberian dapat ditentukan

297

Anda mungkin juga menyukai