Anda di halaman 1dari 5

Nama : Oktavia Anggrainy

NPM : 1943057005

Praktikum ke 1 : Pengaruh Formulasi Terhadap Laju Disolusi


Tujuan dari praktikum ini yaitu dapat mengerti dan memahami profil disolusi obat dalam
berbagai kondisi pH serta mengetahui pengaruh forumlasi sediaan obat terhadap laju disolusi.
Praktikum ini menggunakan alat Dissolution tester, Spektrofotometi UV-Vis, pipet ukur, labu
ukur, gelas ukur, vial. Bahan yang digunakan yaitu HCl 0,1 N dan tablet PCT paten dan generik.
Tahap awal percobaan dimulai dengan menentukan panjang gelombang maksimum larutan
standar PCT generik dan paten. Selanjutnya dilakukan pembuatan kurva kalibrasi larutan baku
PCT generik dan paten. Kurva kalibrasi dibuat pada enam seri yaitu pada konsentrasi 4 ppm, 6
ppm, 8 ppm, 10 ppm dan 12 ppm, dan 14 ppm. Bedasarkan penelitian yang telah dilakukan,
maka dapat disimpulkan Kadar terdisolusi (%) tablet PCT generik berturut-turut adalah 1,91%;
6,79%; 15,45%; 23,06%; 29,44%. Kadar terdisolusi (%) tablet PCT paten berturut-turut adalah
2,90%; 7,09%; 15,92%; 25,37%; 29,97%. Besar konsentrasi dan persen profil disolusi tablet
paracetmaol paten lebih besar daripada generik. Hal ini disebabkan karena perbedaan formulasi.
Faktor formulasi yang mempengaruhi laju disolusi diantaranya bahan pengikat yang dipakai,
kecepatan disintegran, interaksi zat aktif dengan eksipien, dan pengadukan.

Praktikum ke 2 : Analisis Obat dalam Matriks Biologis


praktikum ini alat yang digunakan yaitu Labu ukur 100 ml. pipet volume 0,1, 0,2 dan 2 ml, pH
meter, alat suntik, termostat, vial, alat pemusing, lemari pendingin, pipet ukur 1 ml dan 5 ml,
spektrofotometer, Stopwatch, kertas grafik semilog dan numerik. Pada praktikum kali ini akan
dilihat kadar suatu obat (teofilin) secara in vivo mengunakan plasma darah. Percobaan yang
dilakukan yaitu menganalisis obat dalam matriks Biologis. Tujuan untuk memami langkah-
langkah analisis obat dalam cairan hayati serta mengetahui prosedur obat dalam cairan hayati.
Agar nilai- nilai parameter obat dapat dipercaya metode penetapan kadar harus memenuhi
berbagai kriteria yaitu meliputi perolehan kembali, persisi, dan akurasi. Persyaratan yang dituntut
bagi suatu metode analisa adalah jika metode tersebut dapat memperoleh nilai perolehan kemali
yang tinggi (75%-90% atau lebih ), dan kesalahan acak kurang dari 10%. Pada percobaan kali ini
menggunakan larutan baku theophylin sebesar 100 ppm kemudian diencerkan menjadi baku seri
dengan konsentrasi 2,5; 3; 3,5; 4; 4,5 ppm, kemudian diukur absorbansinya menggunakan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 270 nm dan didapatkan hasil persamaan regresi
yaitu : Y = 0,1075 + 0,0919x, lalu melakukan pengukuran absorbansi theophylin dalam plasma
dengan konsentrasi 2,5 μg/ml, 7,5 μg/ml, 12,5 μg/ml dengan menggunkan spektrfotometer.
Masing – masing konsentrasi dalam plasma dilakukan repilkasi sebanyak 3 kali. Lalu didapatkan
hasil untuk konsentrasi 2,5 μg/ml didapatkan absorbasi 0,230; 0,225; 0,236 untuk konsentrasi
7,5 μg/ml sebesar 0,451; 0,454; 0,449 dan untuk konsentrasi 12,5 μg/ml sebesar 0,729; 0,727;
0,733. hasil tersebut dimasukan ke persaamaan rumus y=A + Bx, dimana nilai A telah
didapatkan dari persamaan regresi linear yaitu sebesar 0,1075dan nilai B sebesar 0,0919. Dari
data tersebut didapatkan rata-rata kadar obat dalam plasma untuk konsentrasi 2,5 μg/ml sebesar
1,33659 μg/ml , untuk 7,5 μg/ml sebesar 3,74138 μg/ml , dan untuk 12,5 μg/ml sebesar 6,77
μg/ml dan untuk % perolehan kembali yang didapat untuk 2,5 μg/ml sebesar 53,542 %, untuk
7,5 μg/ml sebesar 49,885% dan untuk 12,5 μg/ml sebesar 54,15946 % dan didapatkan persentase
keselahan acak masing – masing konsentrasi sebesar 4,485; 0,733 dan 0,491 %.
Praktikum ke 3 : Distribusi dan Ekskresi Tetes Mata Kloramfenikol
Pada praktikum ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan memahami distribusi dan
ekskresi obat yang diberikan/dipakai secara topikal. Proses distribusi dan ekskresi merupakan
salah satu proses farmakokinetika obat. Obat yang digunakan secara topikal pada percobaan ini
adalah tetes mata Kloramfenikol. Pemberian obat tetes mata Kloramfenikol diekskresi setelah
1,5-4 jam sesudah obat diberikan. Berdasarkan hasil percobaan, tidak ada kloramfenikol yang
terkandung dalam saliva dan urin dengan menunjukkan nilai negatif pada reaksi warna violet
merah sampai ungu. Hal ini mungkin karena pemberian tetes kloramfenikol yang sesuai yaitu
dua tetes, sehingga tidak ada larutan berlebih yang akan masuk ke nasal cavity atau sampel yang
diuji kemungkinan belum mengandung obat yang diekskresikan karena kloramfenikol
diekskresikan setelah 1,5-4 jam setelah diberikan, sedangkan pada percobaaan hanya dilakukan
pengamatan selama 60 menit. Alasan yang mungkin terjadi lainnya yaitu karena reagen yang
digunakan kurang baik atau sudah terkontaminasi.

Praktikum ke 4 : Difusi Na/Asam Salisilat ke dalam agar


Tujuan untuk mengetahui dan mengamati proses difusi zat aktif sediaan secara semi kuantitatif
Alat dan Bahan yang digunakan 1 bungkus agar-agar serbuk tidak berwarna, Krim Asam
salisilat/ Na-Salisilat 2 %, Salep Asam salisilat/ Na-Salisilat 2 %, FeCL3, Cawan petri, Pipet
tetes, Kertas saring, Penggaris, label, prosedur kerja yang dilakukan yakni siapkan 2 cawan petri
yang telah berisi media agar, Tambahkan 2 mL larutan FecL3 ke dalam masing-masing cawan
petri, sampai menutupi semua permukaan agar, Diamkan selama 3 menit, kemudian sisa larutan
FeCL3 ditungkan dan keringkan agar dengan menggunakan kertas saring., Buat 3 lobang pada
masing-masing cawan petri. Letakkan sampel/ sediaan uji dengan jumlah yang sama pada lobang
dengan salep asam Salisilat pada 1 cawan petri. Perlakuan yang sama untuk krim asam Salisilat
dan Na-salisilat pada cawan petri. Simpan cawan petri didalam kulkas selama 30 menit, amati
perubahan yang terjadi. Kemudian biarkan pada suhu kamar dan amati perubahan yang terjadi
setelah 60 menit dan 90 menit berikutnya. Amati juga perubahan kedalaman warna. Pada
praktikum ini didapatkan bahwa Semakin lamanya waktu pengamatan semakin lebar difusi yang
terlihat dari perluasan diameter dari menit ke 30 ke 90 menit, artinya semakin lamanya waktu
semakin banyak zat aktif asam salisilat yang mengalami difusi. Selain itu dapat diketahui dari
data diameter bahwa krim asam salisilat lebih mudah berdifusi daripada salepnya karena
menunjukkan diameter krim yang lebih lebar. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya karena adanya perbedaan basis, pemilihan basis sangat mempengaruhi
pelepasan obat. Setiap basis dalam suatu sediaan memilki sifat-sifat yang berbeda. Faktor yang
mempengaruhi lainnya yaitu pH, polaritas, viskositas, dan sebagainya.
Praktikum ke 5 : Sistem Dispersi Padat
bertujuan untuk mengetahui dan memahami teknik pembuatan dispersi padat dengan metoda
peleburan dan evaluasi sifat-sifat fisikokimia.Pada percobaan ini dibuat sediaan dispersi padat
furosemide dengan PEG 6000 sebagai pembawanya. Dispersi padat dibuat dengan metoda
peleburan. Cara pembuatan dengan metode melting dilakukan dengan menimbang masing-
masing obat dan pembawa, kemudian dicampur menggunakan mortar dan stamper. Campuran
dipanaskan langsung hingga melebur dan membentuk dispersi yang homogen. Leburan disperse
ini kemudian didinginkan hingga memadat untuk mendapatkan massa yang beku. Massa padat
yang terbentuk ditumbuk dan diayak Keuntungan dari metode ini adalah sederhana dan
ekonomis. Tetapi kerugiannya yaitu tidak cocok digunakan untuk bahan-bahan yang tidak tahan
terhadap pemanasan. PEG 6000 selain sebagai pembawa dispersi padat juga dapat
meningkatkan kecepatan pelarutan (disolusi). PEG 6000 memiliki multi fungsi, bisa sebagai
lubricant, pengikat dan pembasah (wetting agent).Nilai absorbansi yang didapatkan pada larutan
baku furosemide yang diuji pada kadar 2, 4, 6, 8, 10 ppm berturut-turut yaitu 0,520; 0,518;
0,521; 0,521; 0,522 dengan nilai a yaitu 0,5183, nilai b 3x10-4, sehingga didapatkan persamaan
regrisi liner y = 0,5183 + 3x10-4 x dengan nilai koefiesien relasi yaitu 0,72980. Besar absorbansi
larutan baku furosemide yaitu 0,531 dan kadar larutan baku 362,857 ppm. Kadar furosemid :
PEG 1:9 adalah 133,42857 ppm dan kadar furosemide : PEG 9:1 yaitu 173,42857 ppm. Sehingga
kadar furosemide : PEG 9:1 lebih besar dibandingkan dengan 1:9.Persamaan regrisi liner yang
didapatkan yaitu y = 0,5183 + 3x10-4x dengan nilai koefiesien relasi yaitu 0,72980. Absorbansi
larutan baku furosemide sebesar 0,531 dan kadar larutan baku 362,857 ppm. Kadar furosemid :
PEG 1:9 yaitu 133,42857 ppm dan kadar furosemide : PEG 9:1 yaitu 173,42857 ppm. Sehingga
kadar furosemide : PEG 9:1 lebih besar dibandingkan dengan 1:9.
Daftar Pustaka :
Campbell, N.A., dkk. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III . DepKes RI. Jakarta

Katzung, B. G. 2011. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 10. Diterjemahkan oleh Aryandhito
Widhi N, Leo Rendy, dan Linda Dwijayanthi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Mutschler, E., 1986, Dinamika Obat, diterjemahkan oleh Widiyanto, M.B. dan Ranti, A.S., Ed.
V, 88-93, Instrtut Teknologi Bandung.
Shargel, Leon, Susanna Wu-Pong, dan Andrew B. C. 2012. Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan. Edisi 5. Surabaya: Universitas Airlangga Press.
Abdou, .M.H. 1989. Dissolution, Bioavailability and Bioequivalence. Pennsylvania: Mack
Printing Company. Hal. 308-312.
Bhugra, C., Pikal. M. J., 2007. Role of Thermodynamic, Molecular, and Kinetic Factors in
Crystallization From the Amorphous State. Department of

Chiou, W. L., & Riegelman, S. (1971). Pharmaceutical Applications of Solid Dispersion System.
J. Pharm. Sci, Vol 60, No 9, 12811302.

Fudholi, A., 2013. Disolusi & Pelepasan Obat In Vitro. Yogyakarta: Pustaka

Lestari, N. dan Zaelani, D., 2014. Kajian Pustaka Peningkatan Kelarutan Obat Sukar
Larut dalam Air denganbDispersi Padat, Penerbit ITFB, Bandung.

Margaret. 2008. Peningkatan Kelarutan Ibuprofen Dengan Metode Dispersi Padat Menggunakan
Polietilenglikol 6000. Depok : FMIPA Universitas Indonesia

Nurhadijah G., Darusman F., dan Priani S.E., 2015. Peningkatan Kelarutan dan Laju Disolusi
Glimepirid dengan Teknik Dispersi Padat Menggunakan Polimer PVP K-30, Prosiding
Penelitian Sivitas Akademika Unisba, p.316-322

Nagarajan, K., Rao, M. G., Dutta, S. Pavithra, R. Swetha, G. 2010. Formulation and Dissolution
Studies of Solid Dispersions of Nifedipine. Indian Journal of Novel Drug Delivery.

Rowe, R, C., Sheskey, P.J., dan Weller, P.J. 2003. Handbook of Pharmaceutical Excipients. Edisi
IV. London: Publisher-Science and Practice Royal Pharmaceutical Society of Great Britain.

Shargel, L., & Andrew, B.C.Yu. (1999). Biofarmassetika dan Farmakokinetika Terapan. (Edisi
II). Penerjemah: Dr. Fasich, Apt dan Dra. Siti Sjamsiah, Apt. Surabaya: Airlangga
UniversityPress
Sultan, Asriana. 2010. Pengaruh Konsentrasi Polivinil Alkohol (PVA) Terhadap Kadar
Ketoprofen yang Terdisolusi Dalam Sistem Dispersi Padat. Skripsi. Universitas Islam Negeri
Alaudin. Makasar.

Anda mungkin juga menyukai