Bahan Baku:
Kafein ( sebagai eksipien aktif), hidroksi propil
selulosa (HPC-HXF) dan Carboxy methyl
cellulose (CMC) digunakan sebagai pengikat,
laktosa monohidrat (sebagai pengencer),
magnesium stearat ( sebagai pelumas )
Karakteristik Granul :
Granul dianalisis sifat fisiknya meliputi kelarutan, sifat
alir, dan distribusi ukurannya. Kelarutan kafein diuji
menggunakan dosis 200 mg yang dilarutkan dalam 250 ml buffer
pH 1,5, 5,8, dan 6,8 pada suhu 37º ± 0,5ºC. Larutan diaduk
dengan magnetic stirrer dengan kecepatan rendah dan
konsentrasi diukur dengan absorbansi UV pada 272 nm.
Sifat alir eksipien diukur melalui indeks Carr. Dalam
metode ini, granul dimasukan ke dalam gelas ukur 100 ml
dengan scoopula dan volume granul dicatat. Kepadatan granul
dihitung dari berat granul dibagi dengan volume granul. Diketuk
100 kali untuk pengetapan granul, sampai nilai konstan
diperoleh. Prosedur dilakukan tiga kali dan dihitung densitas
granul. Cara lain pengujian sifat alir adalah dengan mengukur
sudut diam. Granul dilewatkan melalui corong yang diangkat
agar membentuk tumpukan granul. Bentuk tumpukan granul
digunakan untuk menentukan seberapa baik granul mengalir.
Analisa ukuran partikel dan distribusinya
dilakukan dengan menggunakan Rotap model RX 29.
Prosedur pengujian mengikuti Tes Fisik USP <786>
pada partikel padat. Sebanyak 100 g sampel diayak
selama 5 menit dalam ayakan standar dengan kisaran
44 hingga 1000 µm. Setiap ayakan partikel yang
tertahan ditimbang satu per satu. Pengujian selesai jika
berat partikel pada ayakan uji tidak berubah lebih dari
5% dari berat sebelumnya.
Pembuatan Tablet
Formulasi sediaan tablet digranulasi basah dan
megunakan diayakan mesh nomor 16, dan
dikeringkan dalam pengering baki ilmiah
presisi Heidolph pada suhu 35ºC. Granul
dilumasi dengan magnesium stearat 1% dan
dikompres dengan mesin tablet (Pennwalt
Stokes). Bobot tablet dan kecepatan kompresi
diukur dan disimpan.
Studi Disolusi
Laju pelepasan dari setiap batch dievaluasi secara
in vitro menggunakan alat uji disolusi Vankel.
Sampel direndam dalam 900 ml air suling dan
dapar fosfat pada pH 6,8. Temperatur
dipertahankan pada 37º ± 0,5ºC dengan kecepatan
putaran dayung 75 rpm (USP Apparatus 2). Sampel
diambil dari masing-masing enam kapal dan dianalisa.
untuk kafein dengan absorbansi UV pada 274 nm
menggunakan detektor UV-Visible. Nilai rata-rata
dan standar deviasinya digunakan untuk memplot
profil rilis.
Hasil dan pembahasan
Karakteristik Serbuk
Kelarutan merupakan faktor penting yang
mempengaruhi penggunaan polimer dalam matriks
tablet hidrofilik. Hasil tes menunjukkan bahwa
kafein sangat tinggi.
pada pH 1,5 (pH cairan biologis lambung) 5,8 dan
6,8 (pH usus halus). Tes pada pH yang berbeda
dilakukan untuk meniru kondisi in vivo dari
pemyebaran dan penyerapan obat.
Dalam Tabel 1. HPC HXF dan CMC ditemukan memiliki sifat alir
yang baik, sedangkan PVP-K90, laktosa dan kafein memiliki sifat
alir yang buruk. Namun, pengujian sudut diam yang
menggambarkan sifat granul juga serupa. Hal ini menunjukkan
bahwa uji sifat alir tunggal tidak dapat diandalkan. Sebagai kondisi
umum, granul dengan sudut diam lebih besar dari 50º memiliki
sifat alir yang kurang bagus. Semakin rendah sudutnya, semakin
baik sifat alirannya.
Gambar 1 menunjukkan analisa ayakan eksipien polimer, HPC
HXF dan CMC ditemukan memiliki ukuran partikel halus (100%
< 250 µm dan 86% < 250 µm, Interaksi area permukaan dapat
menyebabkan partikel kecil bergabung bersama dan memengaruhi
kemampuannya untuk mengalir
Gambar 2: efek polimer pada pelepasan obat.
menunjukkan bagaimana HPC HXF polimer ukuran
partikel yang besar, dapat memodifikasi pelepasan
obat secara nyata. Kehadiran HPC di berbagai
tingkatan dari 23 menjadi 47% kafein terlarut yang
mempengaruhi penurunan laju pelepasan pada
penyebaran obat. Efek paling signifikan diperoleh
pada perubahan tingkat HXF HPC dari 33 menjadi
41%, menghasilkan penurunan pelepasan obat sebesar
12%. Dengan demikian, berbagai konsentrasi HPC
(30 – 40%) dipilih untuk formulasi tablet
Tabel 2 : CMC yang digunakan dalam percobaan
ini adalah 3, 6 dan 12% . PVP dipilih sebagai agen
granulasi pengikat dan digunakan pada 2,5% dan 5%
berat tablet. Perubahan laju pelepasan obat pada
matriks HPC lebih lambat dengan penggunaan CMC
yang memiliki ukuran partikel lebih kecil.
Peningkatan kadar CMC (dari 3% menjadi 6%)
memberikan pengaruh yang besar terhadap penurunan
pelepasan obat (dari 80 menjadi 70%).
Komposisi CMC dan PVP (3% : 5%) mampu
mencapai profil terbaik dengan kadar yang
dibutuhkan. laktosa monohidrat yang memiliki
ukuran partikel besar digunakan untuk
mempercepat pelepasan obat. Berbagai konsentrasi
diformulasikan, dan 10% laktosa mampu
memberikan pelepasan obat 100% setelah 24 jam
(Tabel 3, gambar 4)
Kesimpulan
1. Sifat obat berpengaruh terhadap teknik pembuatan dan profil obat.
2. Kemampuan alir granul yang berbeda dan variasi ukuran partikel dapat
menyebabkan segregasi pada proses manufaktur, oleh karena itu, granulasi
basah bisa menjadi solusinya.
3. Ukuran partikel obat juga berbanding lurus dengan pelepasan obat.
4. Ukuran partikel obat yang lebih kecil menurunkan pelepasan obat
sementara ukuran yang lebih besar meningkatkan laju pelepasan.
5. Kombinasi polimer dan laktosa mampu mencapai pelepasan obat yang
dibutuhkan.
6. Hasil evaluasi polimer dapat meningkatan kadar HPC dengan kandungan
obat yang sama secara signifikan menurunkan laju pelepasan obat. Tingkat
pelepasan juga dikendalikan oleh tingkat CMC yang rendah (<10%)
sementara PVP tidak menunjukkan efek yang berarti. Laju pelepasan yang
paling sesuai 100% pada 24 jam diperoleh ketika 10% laktosa monohidrat
di tambahkan ke dalam formulasi.
Terima kasih