Anda di halaman 1dari 13

SISTEM PENGANTAR OBAT

Disusun Oleh :

Nama :Lufi

NIM :154820103047

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

‘AISYIYAH PALEMBANG

2018
1. FORMULASI PATCH PROMETAZIN HCL BERBASIS POLIMER HPMC SEBAGAI
SEDIAAN TRANSDERMAL UNTUK MORNING SICKNESS

(Pengen skripsi tetang ini pak mohon bimbingan nya)

Mual dan muntah pada kehamilan (NVP) atau yang sering di sebut morning sickness
adalah kondisi medis yang paling umum terjadi pada saat kehamilan. Sekitar 80% dari
semua wanita hamil mengalami hal ini dan akan mereda setelah umur kehamilan 16 minggu,
akan tetapi terkadang 20% nya akan terus memiliki gejala hingga akhir kehamilan. NVP yang
parah (hiperemesis gravidarum) terjadi kurang dari 1% paada wanita hamil, tetapi dapat
menyebabkan kondisi menjadi lemah, kadang-kadang memerlukan rawat inap dan
rehidrasi(Einarson dkk., 2007).
Prometazin HCl banyak digunakan dalam kehamilan dan tidak terjadi peningkatan
resiko cacat bawaan bayi yang baru lahir dari ibu yang terpapar obat tersebut (Kallen, 2002).
Penggunaan prometazin HCl pada hiperemesis gravidarum lebih baik dibandingkan
ondansetron (Sullivan dkk., 1996). Pada penggunaan per oral, obat ini mengalami efek lintas
pertama hepatik sehingga memiliki bioavilabilitas yang relatif rendah yaitu sekitar 25%
(Strenkoski-Nix dkk., 2000). Pemakaian secara oral merupakan rute pilihan yang utama.
Absorbsi oral sering terganggu oleh mual dan muntah, sehingga bioavilabilitas obat semakin
rendah dan morning sickness tidak terterapi dengan baik (Sharma dkk., 2010).
Rute transdermal merupakan cara alternatif untuk administrasi obat, jika penggunaan oral tidak
dimungkinkan. Transpor obat secara transdermal memberikan keuntungan yang signifikan
untuk administrasi agen terapeutik non-invasif, yaitu menghindari first pass effect dan
degradasi kimia dalam lingkungan saluran pencernaan serta mudah diakses karena kulit
menyediakan area permukaan yang besar (Kalia dkk., 2004)
Sediaan dalam bentuk patch merupakan salah satu system penghantaran obat
transdermal. Transdermal patch merupakan patch berperekat yang mengandung obat yang
ditempelkan pada kulit untuk memberikan obat dengan dosis tertentu melalui kulit dan masuk
kedalam aliran darah (Patel dkk., 2012).
Polimer yang digunakan sebagai pembawa pada tipe matriks ada dua jenis, yaitu polimer
hidrofilik seperti hidroksi propil metil selulosa, hidroksi propil selulosa dan polivinilpirolidon,
serta polimer hidrofobik seperti etil selulosa, polietilen dan polivinil klorida.
HPMC memiliki kemampuan menyerap kelembaban yang tinggi,
dimana penyerapan air dari polimer memiliki peranan penting pada tahap
awal pelepasan obat dari sediaan. Film yang dapat menyerap kelembaban
yang tinggi, dapat memberikan pelepasan obat yang tinggi pula. Selain itu
pemilihan HPMC sebagai matriks pada sediaan transdermal adalah karena
sifatnya yang tidak toksik dan tidak mengiritasi (Rowe et al., 2006).
Pada penelitian sebelumnya oleh Jayaprakash et al., (2010)
penggunaan HPMC tunggal sebanyak 2% sebagai polimer pada patch
transdermal menggunakan bahan aktif meloxicam memberikan pelepasan
paling baik yaitu 99,29 % selama 24 jam. Etil selulosa berfungsi sebagai
pengatur pelepasan bahan obat memiliki sifat stabil, tidak larut dalam
air, sedikit higroskopis dan digunakan sebagai membran pembantu dalam
mucoadhesive patch. Selain itu etil selulosa umumnya tidak menyebabkan
alergi, tidak beracun dan menimbulkan iritasi (Rowe et al., 2006).
Pada penelitian sebelumnya oleh Jayaprakash et al., (2010)
penggunaan etil selulosa tunggal sebanyak 1% sebagai polimer pada patch
transdermal menggunakan bahan aktif meloxicam memberikan pelepasan
paling baik yaitu 89,45 % selama 24 jam.
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana
pengaruh penetrasi prometazin hcl dalam sedian patch transdermal jika
kedua macam polimer yaitu HPMC dan etil selulosa dicampur menjadi satu
kesatuan, dan pada konsentrasi berapa perbandingan HPMC dan etill
selulosa sebagai matriks dapat memberikan penetrasi prometazin hcl yang
optimum pada sediaan patch transdermal.
Pada percobaan sebelumnya yang dilakukan oleh Shivaraj et al.,
(2010), menggunakan bahan aktif ketotifen fumarat dengan menggunakan
polimer HPMC dan etil selulosa. Pelepasan obat dengan menggunakan
HPMC dan etil selulosa sebagai polimer tunggal menunjukkan hasil yang
baik pada uji pelepasan obat yaitu melepaskan bahan obat sekitar 93%,
kemudian pada pengujian berikutnya penguji menggunakan campuran
HPMC dan etil selulosa sebagai polimer dengan perbandingan 1:1 dan
hasilnya pada pengujian pelepasan obat pada penelitian tersebut
menunjukkan bahan obat yang menggunakan HPMC dan etill selulosa pada
perbandingan 1:1 menunjukkan hasil pelepasan obat yang paling baik yaitu
86% dalam 24 jam dibandingkan penggunaan HPMC dan etill selulosa
dengan perbandingan yang lain.
HPMC sebagai polimer tunggal memberikan pelepasan sangat tinggi
sehingga perlu adanya polimer yang mengontrol pelepasan bahan obat
seperti etil selulosa, sehingga kombinasi kedua polimer tersebut dapat
memberikan pelepasan bahan obat yang optimal dan memenuhi
persyaratan.
Pada penelitian ini akan digunakan mentol sebagai enhancer. Mentol merupakan golongan
terpen. Terpen adalah bahan yang disukai sebagai enhancer untuk membantu penghantaran
obat menembus membran kulit . Mentol memiliki kemampuan berinteraksi dengan lipid
interseluler dan peningkatkan partisi ke dalam kulit yang lebih baik dibandingkan dengan asam
oleat, isopropil miristat dan monooleat. Dalam penelitian ini ingin diketahui formula tebaik dari
kombinasi polimer etilselulosa (EC) dan HPMC dengan penambahan mentol sebagai enhancer
dan gliserin sebagai plasticizer.
Penggunaan plasticizer akan menambah kelenturan atau fleksibilitas ketika ditambahkan pada
patch. Banyak pilihan plasticizer yang bisa digunakan pada pembuatan patch, salah satunya
adalah gliserin. Penggunaan plasticizer gliserin sangat cocok jika dipasangkan dengan
penggunaan polimer dari turunan selulosa. Selain itu, gliserin juga akan menghasilkan sifat fisik
yang lebih baik jika digunakan dengan polimer HPMC (Bourtoom, 2008: 149-165).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pencampuran kedua macam polimer yaitu HPMC dan etil selulosa terhadap
pelepasan dan penetrasi prometazin hcl dalam sediaan patch
transdermal, dan untuk mengetahui pada perbandingan kosentrasi berapa
antara HPMC dan etil selulosa dapat memberikan pelepasan dan penetrasib
Prometazin hcl yang optimum dalam sediaan patch transdermal.

FORMULA
Bahan Fungsi Formula 1 Formula 2 Formula 3
Prometazin hcl Zat 45,5 mg 45,5 mg 45,5 mg
Aktif
HPMC Polimer hidrofilik 100 mg 67 mg 133 mg
Etil selulosa Polimer 100 mg 133 mg 67 mg
hidrofobik
Mentol Enhancer 3% 3% 3%
Gliserin Plasticizer 20% 20% 20%

Mohon bantuan nya pak :)


Prosedur Penelitian
a. Pembuatan sediaan patch prometazin HCl
Serbuk HPMC dilarutkan dalam etanol 5 mL kemudian dilarutkan dengan bantuan ultrasonik
selama 15 menit. Kemudian ditimbang EC dan dilarutkan dalam etanol 5 mL kemudian
dilarutkan dengan bantuan ultrasonik selama 15 menit. Kedua polimer HPMC dan EC di
uhrasonik selama 15 menit. Kemudian ditambahkan dengan prometazin HCl yang sudah
dilarutkan dalam air, enhancer dan gliserin selama 30 menit. Kemudian larutan polimer obat
yang telah terlarut dituang ke dalam cetakan dengan diameter 4,2 cm dan dikeringkan pada
suhu ruang selama 24 jam.
b. Pengujian organoleptis
Pengujian meliputi bentuk, warna, dan bau patch yang dihasilkan. Pengujian
organoleptis dilakukan secara visual.
c. Pengujian Thickness
Uji ini dilakukan untuk menjamin keseragaman tebal pada setiap sediaan,dengan menggunakan
jangka sorong. Metode pengiijian ini mengukur ketebalan matrix di 6 titik yang berbeda pada
permukaan sediaan patch (Yadav dkk, 2011). Syarat rentang CV <2%

(Harmita, 2006).
d. Pengujian Keseragaman Berat
Uji ini dilakukan untuk menjamin keseragaman berat dan sediaan patch. Digunakan 10 sediaan
patch masing-masing sediaan kemudian ditimbang dan dilihat variasi bobotnya (Yadav dkk,
2011).
e. Pengujian Morfologi
Uji ini dilakukan untuk mengetahui morfologi permukaan patch dan sebaran aktif bdalam
sediaan. Uji ini menggunakan metode Scanning Electron Microscopy (SEM).

2.NANOPARTIKEL EKSTRAK KENCUR (Keampferia galanga L.) SEBAGAI BAHAN


AKTIF TABIR SURYA PADA KOSMETIK
( lufi tertarik dengan ini pak .tapi alat nya tidak ada � Menurut bapak gimana yah? )
Latar Belakang
Sinar matahari merupakan gelombang elektromagnetik yang menjadi
sumber semua jenis sinar. Spektrum sinar matahari memancarkan sejumlah energi
tertentu pada rentang panjang gelombang 200-400 nm, yang dikenal sebagai sinar
ultraviolet (UV). Spektrum ultraviolet terbagi menjadi tiga daerah yaitu UV-A,
UV-B, dan UV-C. Sinar UV yang sampai ke bumi yaitu UV-A dengan panjang
gelombang 320-400 nm dan UV-B dengan panjang gelombang 290-320 nm. Sinar
UV-C dengan panjang gelombang yang lebih kecil dari 290 nm tidak sampai ke
bumi karena tersaring oleh ozon . Pemaparan sinar matahari berlebihan dapat
membahayakan kulit manusia berupa eritema atau kulit terbakar yang merupakan
gejala terjadinya degradasi sel dan jaringan. Kerusakan kulit yang terjadi dalam
pemaparan jangka panjang akan memberikan efek yang bersifat kumulatif, antara
lain adalah penuaan dini dan kanker kulit.
Oleh karena itu, diperlukan sebuah formulasi tabir surya untuk
mengurangi dampak negatif akibat sinar UV. Tabir surya didefinisikan sebagai
senyawa yang secara fisik atau kimia dapat digunakan untuk menyerap,
menghamburkan atau memantulkan sinar matahari secara efektif terutama daerah
emisi gelombang UV sehingga dapat mencegah gangguan pada kulit akibat
pancaran langsung sinar UV . Indonesia merupakan negara tropis dengan
pemaparan sinar UV yang cukup tinggi sehingga dibutuhkan suatu tabir surya.
Tabir surya dapat diperoleh dari bahan sintetis dan alami, dimana kosmetik
sintetis terbuat dari gabungan beberapa bahan kimia yang tentunya memiliki
dampak bahaya jangka panjang pada kulit dan proses produksinya menimbulkan
limbah. Sementara itu tabir surya dengan bahan dasar alami dapat diperoleh dari
keanekaragaman hayati di Indonesia yang tentunya merupakan kosmetik yang
aman, sehat dan zero waste.
Menurut Asriani (2012), etil-p-metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasi
dari rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) yang merupakan bahan dasar senyawa tabir surya
yaitu pelindung kulit dari sengatan matahari. Ekstrak kental dari rimpang tanaman kencur yang
banyak tumbuh di Indonesia ini mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 37,9% dan etil-
pmetoksisinamat tidak kurang dari 4,3%. EPMS memberikan perlindungan ultra (nilai Sun
Protecting Factor (SPF) > 15) pada hasil penelitian nilai SPF senyawa dalam konsentrasi 40
mg/ml (Asriani, 2012).
Dalam perkembangan teknologi telah ditemukan suatu sistem nanoteknologi
yang dapat diterapkan dalam bidang kosmetik. Nanoteknologi merupakan kajian ilmu dan
rekayasa material dalam skala nanometer. Teknologi ini memiliki keunggulan dalam
meningkatkan efektivitas tabir surya pada kulitbkarena pada ukuran skala nano bahan
memiliki aktivasi, surface area dan difusifitas yang lebih dalam melindungi permukaan
terluar kulit . Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk pembuatan
nanopartikel diantaranya adalah ultrasonik dan ultraturrax. Metode ultrasonik memanfaatkan
gelombang mekanik ultrasonik yang dapat menimbulkan efek kavitasi akustik pada suatu
larutan . Sedangkan metode ultraturrax menggunakan alat rotor-stator yang dapat mengecilkan
ukuran partikel pada larutan dengan cara penggerusan .
Berdasarkan beberapa fenomena dan permasalahan diatas, maka diperlukan
penelitian terkait dengan pengembangan kosmetik berbahan dasar alami yaitu
fenolik biji alpukat pada skala nanometer yang diproses tanpa menggunakan
bahan kimia dan zero waste dengan output akhir mendapatkan nilai sun protection
factor (SPF) optimum sebagai tabir surya (perlindungan sinar matahari).
Perumusan Masalah
1. Bagaimana kajian metode ultrasonik dan ultraturrax dalam menghasilkan
ukuran nanopartikel?
2. Apakah ekstrak kencur mengandung senyawa aktif metil sinamat?
3. Apakah nanopartikel fenolik dari ektrak kencur mampu dijadikan
sebagai bahan aktif tabir surya pada kosmetik?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi kandungan metil sisinamat pada ekstrak kencur.
2. Membuat nanopartikel metil sisinamat ekstrak kencur.
3. Mendapatkan nilai sun protection factor (SPF) sebagai efektivitas
perlindungan sinar matahari.
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kencur (Kaempferia galanga L.)

1. Morfologi kencur

Karakteristik morfologi tanaman kencur adalah sebagai berikut: pelepah daun berdaging,
tidak berbulu, dan selalu tersembunyi di dalam tanah; ukuran rimpang pendek, bercabang-
cabang, dan berbau harum; akar tanaman berdaging, beberapa ujung membentuk umbi
sebesar kacang tanah atau sebesar telur burung merpati. Rimpang kencur sebagian lagi terletak
di atas tanah. Bentuk rimpang umumnya bulat, bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya
coklat-kekuningan dan berbau harum (Rukmana, 1994)
2. Kandungan kimia

Kandungan kimia ekstrak kencur yaitu minyak atsiri dengan komponen utama etil-p-
metoksisinamat dan etil sinamat. Rimpang kencur mengandung minyak atsiri, alkaloid, saponin,
flavonoid, dan polifenol (Rukmana, 2004). Etil-p-metoksisinamat (EPMS) termasuk dalam
golongan senyawa ester yang mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat
nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar. Ekstraksinya
dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat,
metanol, air, dan heksana. Suatu senyawa dalam ekstraksinya yang harus diperhatikan adalah
kepolaran antara pelarut dengan senyawa yang diekstrak, keduanya harus memiliki kepolaran
yang sama atau mendekati (Firdausi, 2009).

a. Etil-p-metoksisinamat

Etil para-metoksisinamat (EPMS) merupakan salah satu senyawa hasil isolasi rimpang kencur
yang merupakan bahan dasar senyawa tabir surya yaitu pelindung kulit dari sengatan sinar
matahari. Golongan sinamat memiliki konjugat tidak jenuh yaitu cincin aromatik dan gugus
karbonil pada bagian asam 7karboksilat (ester). Konfigurasi dari gugus tersebut memungkinkan
terjadinya delokalisasi di sepanjang molekul. Energi yang digunakan untuk transisi elektron ini
terjadi pada panjang gelombang sekitar 305 nm (Lowe, Shaath, dan Pathak, 1997).

B.Tabir Surya
Tabir surya merupakan senyawa kimia yang dapat mengurangi dampak
radiasi sinar ultraviolet dengan cara menyerap, menghamburkan, atau
memantulkan radiasi sinar ultraviolet. Berdasarkan mekanisme kerjanya, tabir
surya digolongkan menjadi pemblok fisik dan penyerap kimia.
1. Pemblok fisik
Tabir surya yang merupakan pemblok fisik bekerja dengan
memantulkan atau menghamburkan radiasi UV. Pada umumnya tabir
surya yang bekerja sebagai pemblok fisik merupakan senyawa inorganik
contohnya zink oksida dan titanium dioksida.
2. Penyerap kimia
Tabir surya ini bekerja dengan menyerap radiasi UV. Pada umumnya tabir surya
yang bekerja menyerap radiasi sinar UV merupakan senyawa organik contohnya
oxybenzone, benzophenones, dan para-aminobenzoic acid (PABA) . Selain itu banyak
senyawa organik dapat ditemukan dialam berupa rempah rempah , sayuran dan buah-buahan.

C.METODE
Bahan dan Alat
Bahan utama yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah k e n c u r , aquades, dan
etanol 96% (teknis). Sedangkan peralatan yang digunakan adalah gelas ukur, breaker glass,
magnetic stirrer, cawan petri, pipet, ayakan,aluminium foil, neraca analitik (DJ-A600),
kertas saring (Whatman No. 41), hot plate (Webstir), gelas arloji, dry oven (Yenaco),
sentrifugasi (Cole-Parmer), desikator, sudip, milling (Fomac FCT-Z200), spektrofotometer
UV-Vis (Ocean Optics), particle size analyzer (VASCO), ultrasonic
processor (Cole-Parmer CPX 130) dan ultra turrax ( IKA T-18).
Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian ini meliputi tahapan persiapan sampel, pembuatan
nanopartikel etil sinamat insitu ekstrak kencur , uji kadar air, karakterisasi particle
size analyzer (PSA), uji spektrofotometer UV-vis, dan penentuan nilai sun
protection factor (SPF) secara in vitro.
Persiapan Sampel
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji alpukat yang
diperoleh dari limbah pedagang minuman di sekitar Bekasi. Biji alpukat dicuci
bersih, lalu dipotong menjadi bagian-bagian chip. Sebelum dilakukan proses
pengeringan, sampel biji alpukat tersebut ditimbang menggunakan neraca analitik
kemudian dikeringkan menggunakan dry oven dengan suhu 40 selama 3 hari.
Sampel yang telah kering dihancurkan menggunakan alat milling (kecepatan
22000 rpm) pada kapasitas 200 gram dan pengayakan sehingga menghasilkan
serbuk lolos 200 mesh (75 μm).
Pembuatan Nanopartikel In Situ Ekstrak kencur
Pembuatan nanopartikel ekstrak kencur dilakukan dengan memodifikasi penelitian
Hermanus (2012) , sebanyak 25 gram serbuk kering
dimaserasi dengan 250 mL etanol 96 % dimasukan ke dalam breaker glass 500
mL selama 24 jam disertai pengadukan dengan magnetic stirrer pada kecepatan
300 rpm dan ditutup dengan aluminium foil. Selanjutnya pengecilan ukuran
partikel menggunakan ultraturrax (kecepatan 18000 rpm) dan ultrasonik dengan
variasi waktu . Setelah itu disentrifugasi (kecepatan 1200 rpm) selama 5 menit dan
disaring dengan kertas saring (Whatman No. 41) untuk memisahkan ampas dan filtratnya.
Filtrat diuapkan pada suhu 40 dengan hot plate (Webstir) selama 2 jam sehingga diperoleh
ekstrak etil sinamat ektrak kencur.
Tabel Variasi waktu sampel metode ultraturrax
Sampel Waktu (menit)
1 10
2 20
3 30
4 40

Tabel Variasi waktu sampel metode ultrasonik


Sampel Waktu
5 10
6 20
7 30
8 40

Uji Kadar Air


Kadar air ditentukan dengan menggunakan metode pengeringan . Sampel
biji buah alpukat sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam dry oven pada suhu 105 ºC selama 3
jam, kemudian dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator selama 30 menit,
setelah itu berat sampel ditimbang. Kadar air dihitung berdasarkan rumus:
Karakterisasi Particle Size Analyzer (PSA)
Uji PSA dilakukan di Laboratorium Analisis Bahan Fisika IPB. Langkah-langkahnya
sebagai berikut:
1. Sampel ekstrak diambil menggunakan sudip ± 1
mg, kemudian dilarutkan dalam aquades.
2. Sampel diukur menggunakan Particle Size Analyzer dengan diatur
indeks bias 1.3 kemudian di run.
3. Keluaran grafik PSA yang dihasilkan dalam cumulants method dengan
distribusi intenstity, number, dan volume. Data yang dianalisis adalah
distribusi number dari cumulants method.
Penentuan Nilai Sun Protection Factor (SPF) secara in vitro
Penentuan nilai SPF secara in vitro dengan alat spektrofotometer UV-vis.
Sampel dilarutkan dalam 10 mL etanol 96% dengan variasi konsentrasi 1%, 3%,
dan 5%. Sebelumnya spektrofotometer dikalibrasi dengan menggunakan etanol
96% sebagai blanko. Larutan tersebut selanjutnya diukur absorbansinya pada
spektrofotometer UV-vis (Ocean Optics) dengan panjang gelombang UV-B (290-
320 nm) dan UV-A (320-400 nm). Nilai SPF dihitung menggunakan persamaan
(1) dan (2).

MAAF BANYAK KESALAHAN PAK


MOHON BANTUAN DAN ARAHAN NYA PAK
TERIMA KASIH PAK SEBELUMNYA SUDAH MEMBERI BAYANGAN TENTANG TDDS

MOH

Anda mungkin juga menyukai