Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM UJI MUTU

PENETAPAN KADAR DAN EVALUASI TABLET


KAPTOPRIL 50 MG

Oleh:
Dede Suryaman 3351161524
Reyhan Giyannabil 3351161544
Nur Hanifah 3351161593

KELAS APOTEKER C

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER ANGKATAN XXIII


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat adalah suatu bahan atau paduan bahan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologis manusia dalam rangka penetapan diagnosa
pencegahan, pemulihan, dan peningkatan kesehatan serta kontrasepsi (H. A.
Syamsuni, 2006:14).

Sediaan farmasi terdapat berbagai macam bentuk berbeda yang


didalamnya terkandung suatu bahan obat untuk pengobatan penyakit tertentu.
Salah satu bentuk sediaan yang paling populer adalah tablet. Tablet adalah bentuk
sediaan padat yang dengan cara dikempa dan dicetak serta mengandung bahan
aktif, dengan zat pengisi, zat penghancur,zat penyalut, zat pewarna, dan zat
tambahan lainnya (Ansel, 1989:112).

Penetapan kadar tablet dan evaluasi tablet yang dilakukan dapat


mengetahui mutu tablet agar keamanan dan khasiat tablet dapat terjamin.

1.2 Prinsip Percobaan

Melakukan penetapan kadar pada tablet dengan menggunakan instrumen


spektrofotometer ultraviolet-visible (UV) dan evaluasi sediaan farmasi dalam
bentuk sediaan tablet, pengujian tablet dilakukan secara organoleptis, pengujian
fisika-kimia (keseragaman ukuran, kekerasan, friabilitas, keseragaman bobot,
waktu hancur).

1.3 Tujuan Percobaan


Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui mutu dari sediaan farmasi yaitu
tablet kaptopril 50 mg berdasarkan kadar senyawa kaptopril 50 mg dan
karakteristik fisika-kimia.
1.4 Manfaat Percobaan
Manfaat dari percobaan yang dilakukan yaitu praktikan dapat memahami
prosedur untuk uji mutu sediaan tablet, dapat mengetahui prinsip kerja alat yang
digunakan dalam pengujian, dan mengetahui baik atau tidaknya mutu sediaan
tablet yang dibandingkan dengan persyaratan dalam literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tablet
Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam
bentuk tabung pipih atau okuler, kedua permukaannya rata atau cembung,
mengandung satu jenis obat atau lebih, dengan atau tanpa zat tambahan (Dirjen
POM, 1995:4). Zat tambahan tablet dapat diproduksi secara besar-besaran,
sederhana, cepat, karena itu harapan manufakturnya lebih rendah jika
dibanding dengan bentuk sediaan lainnya.
Tablet-tablet dapat berbeda-beda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan,
ketebalan, daya hancurnya, dan dalam aspek lainnya tergantung pada cara
pemakaian tablet dan metode pembuatannya.
2.1.1 Metode Pembuatan Tablet
Terdapat 3 metode pembuatan tablet kompresi yaitu metode granulasi
basah, metode granulasi kering, dan cetak langsung.
a. Granulasi Basah
Langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan tablet dengan metode
ini yaitu menimbang dan mencampur bahan-bahan, pembuatan granulasi basah,
pengayakan adonan lembab menjadi pelet atau granul, pengeringan, pengayakan
kering, pencampuran bahan pelincir, dan pembuatan tablet dengan kompresi
(Ansel, 1989: 261).
b. Granulasi Kering
Pada metode granulasi kering, granul dibentuk oleh pelembaban atau
penambahan bahan pengikat ke dalam campuran serbuk obat tetapi dengan cara
memadatkan masa yang jumlahnya besar dari campuran serbuk, dan setelah itu
memecahkannya dan menjadikan pecahan-pecahan ke dalam granul yang lebih
kecil. Dengan metode ini, baik bahan aktif maupun pengisi harus memiliki sifat
kohesif supaya masa yang jumlahnya besar dapat dibentuk. Metode ini khususnya
untuk metode yang tidak dapat diolah dengan metode granulasi basah, karena
kepekaan uap air atau karena untuk mengeringkannya diperlukan temperatur yang
dinaikan (Ansel, 1989: 269).
Setelah penimbangan dan pencampuran bahan dengan cara yang sama
seperti pada metode granulasi basah serbuk di slugged atau dikompresi. Hal ini
dapat dilakukan karena aliran serbuk ke dalam mesin slugging dibantu oleh
adanya rongga besar dan tablet tidak memerlukan ukuran dan berat yang tepat.
Tablet kempaan ini dipecahkan dengan tangan atau alat dan diayak dengan lubang
ayakan sesuai dengan yang diinginkan, pelincir ditambahkan sebagaimana
biasanya dan tablet dibuat dengan dikempa (Ansel, 1989: 271).
c. Cetak Langsung
Syarat dari penggunaan metode cetak langsung ini yaitu memiliki sifat
mudah mengalir sebagaimana juga sifat-sifat kohesifnya yang memungkinkan
untuk langsung dikompresi dalam mesin tablet tanpa memerlukan granulasi basah
atau kering (Ansel, 1989: 309).

2.1.2 Syarat-syarat Evaluasi Tablet


Syarat syarat evaluasi tablet menurut FI III dan FI IV terdiri dari:
a.KeseragamanUkuran
Diameter tablet tidak lebih dari tiga kali dan tidak kurang dari satu sampai
tiga kali tebal tablet (Dirjen POM, 1979:6).
b. KekerasanTablet
Pengukuran kekerasan tablet digunakan untuk mengetahui kekerasannya,
agartablet tidak terlalu rapuh atau terlalu keras. Kekerasan tablet erathubungannya
dengan ketebalan tablet, bobot tablet, dan waktu hancur tablet (Khopkar, 1990).
c.KeregasanTablet (friability)
Friability adalah persen bobot yang hilang setelah tablet diguncang.
Penentuan keregasan atau kerapuhan tablet dilakukan terutama pada waktu tablet
akan dilapis (coating) (Rhoihana, 2008).
d.Keragaman Bobot
Tablet tidak bersalut harus memenuhi syarat keseragaman bobot yang
ditetapkan dengan cara menimbang 20 tablet dan menghitung bobot rata-rata tiap
tabletnya. Jika tablet tersebut ditimbang satu persatu maka tidak boleh lebih dari 2
tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih
besar dari harga yang telah ditetapkan kolom A dan tidak satu tablet-pun yang
bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan
kolom B. Jika tidak mencukupi 20 tablet maka dapat digunakan 10 tablet tetapi
dengan ketentuan tidak satu tablet-pun yang bobotnya menyimpang lebih besar
dari bobot rata-rata yang ditetapkan kolom A dan tidak satu tablet-pun yang
bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan kolom B
(Dirjen POM, 1979:7).
e. Waktu Hancur
Waktu hancur penting dilakukan jika tablet diberikan peroral, kecuali tablet
yangharus dikunyah sebelum ditelan dan beberapa jenis tablet lepas lambat dan
lepastunda. Untuk obat yang larutannya dalam air terbatas uji disolusi akan lebih
berarti daripada uji waktu hancur (Dirjen POM, 1995:1086).
f. Keseragaman Sediaan
Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot jika zat aktif merupakan
bagian terbesar dari tablet dan jika uji keseragaman bobot cukup mewakili
keseragaman kandungan. Keseragaman bobot bukan merupakan indikasi yang
cukup dari keseragaman kandungan jika zat aktif merupakan bagian kecil dari
tablet atau jika tablet bersalut gula. Oleh karena itu, umumnya Farmakope
mensyaratkan tablet bersalut dan tablet yang mengandung zat aktif 50 mg atau
kurang dan bobot zat aktif lebih kecil dari 50% bobot sediaan, harus memenuhi
syarat uji keseragaman kandungan yang pengujiannya dilakukan pada tiap tablet
(Dirjen POM, 1979:7).
g. Uji Disolusi
Disolusi adalah persyaratan utama untuk dapat melewati dinding usus pada
tahap pertama.Disolusi yang tidak sempurna atau metabolisme pada lumen usus
atau oleh enzim pada dinding usus adalah penyebab absorbsi yang
buruk.Menentukan kecepaan disolusi instrinsik obat pada rentang pH cairan
fisiologis sangat penting karena dapat digunakan untuk memprediksi absorbsi dan
sifat fisikokimia. Uji disolusi menggunakan media cair yang dibuat kondisinya
sama dengan pH cairan fisiologis tubuh (Dirjen POM, 1995:1083-1084).

2.2 Kaptopril

Kaptopril adalah senyawa aktif yang berfungsi sebagai inhibitor


Angiotensin converting enzyme (ACE) yang telah banyak digunakan untuk
pengobatan gagal jantung dan hipertensi, kaptopril banyak dipilih karena efektif
dan toksisitasnya rendah. Kaptopril memiliki waktu paruh yang pendek yaitu 1-3
jam serta memiliki absobrsi yang baik di lambung sehingga sesuai untuk dibuat
sediaan lepas lambat mucoadhesive(Pather dkk., 1998:2).

2.2.1 Uraian Kaptopril

Strukur Kimia :

Nama Kimia : 1-[(2S)-3-Merkapto-2-metilpropionil]-


L-prolina
Rumus Molekul : C9H15NO3S
Berat Molekul : 217,28
Pemerian : : Serbuk hablur; putih atau hampir putih; bau
khas seperti sulfida.
Kelarutan : : Mudah larut dalam air, metanol, etanol,
dan kloroform.

Baku Pembanding : Kaptopril BPFI; tidak boleh dikeringkan


sebelum digunakan. Garam dari Asam 3-
merkapto-2-metilpropanoat dan 1,2-
Difeniletilamin BPFI; tidak boleh
dikeringkan sebelum digunakan. (Dirjen
POM, 2014:601).

2.3 Spektrofotometer UV-Visual


Spektrofotometer merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi
elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia.Teknik yang sering
digunakan dalam analisis farmasi.Spektrofotometer dapat dibayangkan sebagai
suatu perpanjangan dari penilaian visual dimana studi yang lebih terinci mengenai
pengabsorpsian energi cahaya oleh spesies kimia memungkinkan kecermatan
yang lebih besar dalam pencirian dan pengukuran kuantitatif. Dengan mengganti
mata manusia dengan detektor-detektor radiasi lain, dimungkinkan studi absorpsi
di luar daerah spektrum tampak, dan seringkali eksperimen spektrofotometer
dilakukan secara automatik (Marzuki Asnah, 2012: 215).
Sebuah spektrofotometer suatu instrumen untuk mengukur suatu transmitan
atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang, pengukuran
terhadap sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal dapat pula
dilakukan.Instrumen semacam itu dapat dikelompokkan secara manual atau
merekam atau sebagai berkas-tunggal atau berkas-rangkap.Dalam praktik,
instrumen berkas-tunggal biasanya dilakukan secara manual, dan instrumen
berkas-rangkap umumnya mencirikan perekaman automatik terhadap
spektraabsorpsi, namun dimungkinkan untuk merekam suatu spektrum dengan
instrumen berkas-tunggal. Pengelompokkan cara lain didasarkan pada daerah
spektral, dan kita menyebut spektrofotometer inframerah, ultraviolet dan
sebagainya (Gandjar, 2007: 419).
Unsur -unsur terpenting suatu spektrofotometer adalah sebagai berikut (Day
dan AL.Underwood, 2002: 394):
1. Sumber-sumber lampu: lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada
panjang gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau
lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel pada panjang gelombang antara
350- 900 nm.
2. Monokromotor: digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang
monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma untuk mengarahkan sinar
monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian.
3. Kuvet (sel): digunakan sebagai wadah sampel untuk menaruh cairan ke dalam
berkas cahaya spektrofotometer. Kuvet itu haruslah meneruskan energi radiasi
dalam dearah spektrum yang diinginkan. Pada pengukuran didaerah tampak,
kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran
pada daerah ultraviolet kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak
tembus cahaya pada daerah ini. Kuvet tampak dan ultraviolet yang khas
mempunyai ketebalan 1 cm, namun tersedia kuvet dengan ketebalan yang
sangat beraneka, mulai dari ketebalan kurang dari 1 mm sampai 10 cm bahkan
lebih.
4. Detektor: Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap
cahaya pada berbagai panjang gelombang.
5. Suatu amplifier (penguat) dan rangkaian yang berkaitan yang membuat isyarat
listrik itu dapat dibaca.

Anda mungkin juga menyukai