Praktikum ke: 2
Hari dan Tanggal Percobaan: Kamis, 30 April 2020
Grup: Sore
NPM : 1943057017
FAKULTAS FARMASI
2019
Analisis Obat Dalam Matriks Biologi
I.Tujuan
Mahasiswa dapat memahami prinsip dan prosedur analisis obat dalam matriks biologi.
Validasi metode analisis diperlukan karena setiap bahan baku yang akan digunakan
atau obat jadi harus diperiksa sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan yang meliputi
pemeriksaan fisika dan kimia. Untuk melihat apakah prosedur dan alat yang digunakan
tersebut memadai atau mengetahui apakah personil yang mengerjakan sudah cukup terlatih,
maka perlu dilakukan validasi tersebut. Parameter yang diujikan dalam validasi ini adalah :
1. Perolehan Kembali
Perolehan kembali (recovery) adalah suatu tolak ukur efisiensi analisis dan dapat bernilai
positive dan negative. Dirumuskan sebagai berikut :
Perolehan kembali = (kadar terukur)/(kadar diketahui)x 100%
Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisa adalah jika metode tersebut dapat
memberikan nilai perolehan kembali yang tinggi (75 – 90%) atau lebih.
2. Presisi
Presisi adalah kedekatan beberapa nilai pengukuran seri sampel yang homogen pada
kondisi normal (sampel yang sama dan diuji secara berurutan), dan penentuan presisi ini
pada umumnya mencakup pemeriksaan:
a. Repeatibility yang dinyatakan sebagai hasil presisi dibawah perlakuan yang sama
(analisa dan alat yang sama) dalam interval waktu pemeriksaan yang singkat.
b. Intermediate precision yang dilakukan dengan cara mengulang pemeriksaan
tersebut dengan menggunakan alat yang berbeda, hari yang berbeda,analis yang
berbeda dan sebagainya.
Reproducibility yang dinyatakan sebagai presisi yang diperoleh dari hasil pengukuran
pada laboratorium yang berbeda.Kesalahan acak (random analytical error) merupakan
tolak ukur imprecision suatu analisis, dan dapat bersifat positive /negative. Kesalah acak
identik dengan variabilitas pengukuran dan dicerminkan oleh tetapan variasi. Rumus dari
kesalahan acak adalah :
Kesalahan acak = (simpangan baku)/(harga rata-rata) x 100% (USP,1995).
3. Akurasi
Akurasi adalah kesesuaian hasil uji yang didapat dari metode tersebut dengan nilai yang
sebenarnya, dengan kata lain akurasi ukuran ketepatan dari hasil suatu metode analitik.
Akurasi sering dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) dari suatu
pengujian terhadap penambahan sejumlah analit dengan jumlah yang diketahui, syarat
dari perolehan kembali adalah 95 %-105 %. Kesalahan sistematik merupakan tolak ukur
inakurasi penetapan kadar. Kesalahan ini dapat berupa kesalahan konstan atau
proposional. Rumus dari kesalahan sistematik adalah (USP,1995) :
Kesalahan sistematik = 100 – P%
Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisa adalah jika metode tersebut
kesalahan acak kurang dari 10%.
4. Selektivitas
Selektivitas adalah kemampuan metode untuk mengukur dengan tepat dan spesifik suatu
analit tertentu disamping komponen-komponen lain yang terdapat dalam sampel.
Selektivitas dilakukan untuk memastikan bahwa hanya senyawa yang diperiksa yang
dapat diseleksi tanpa adanya gangguan dari senyawa lain (USP,1995).
III. Percobaan
A. Bahan
1. NaOH 0,1 N
2. Alkohol 70%
3. Heparin
4. HCl 0,1 N
5. Kloroform
6. Isopropil alkohol
7. Plasma
8. Teofilin
B. Alat
1. Labu ukur 100 ml
2. Pipet volume 0,1, 0,2 dan 2 ml
3. pH meter
4. Alat suntik
5. Termostat
6. Vial, alat pemusing, lemari pendingin
7. Pipet ukur 1 ml dan 5 ml
8. Kuvet, spektrofotometer
9. Kalkulator fx
10. Stopwatch, kertas grafik semilog dan numerik
C. Prosedur kerja
Perolehan kembali kesalahan acak
1. Buat larutan teofilin dalam plasma dengan kadar 2,5 ; 7,5 dan 12,5 mcg/ml
2. Kemudian 2 ml larutan obat dalam plasma ditambahkan ke dalam 0,4 ml HCl 0,1 N dan
20 ml campuran kloroform-isopropil alkohol (20 : 1). Campuran dikocok selama 1 menit,
lapisan air dipisahkan dan fase organik disaring.
3. Filtrat yang diperoleh dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam tabung ekstraksi
yang kering dan bersih.
4. Hasil ekstraksi kemudian disaring kembali dengan penambalan 4 ml larutan NaOH 0,1
N, dikocok selama 1 menit, kemudian dipusingkan selama 10 menit dengan kecepatan
1500 rpm. Lapisan NaOH dipisahkan.
5. Ukur serapan larutan, hitung kadar dan SD.
⁄
= 2,5 ml ad 100 ml
3 ppm
⁄
= 3 ml ad 100 ml
3,5 ppm
⁄
= 3,5 ml ad 100 ml
4 ppm
⁄
= 4 ml ad 100 ml
4,5 ppm
⁄
= 4,5 ml ad 100 ml
Besar absorbansi yang didapatkan pada larutan seri adalah sebagai berikut:
Konsentrasi (ppm) Absorbansi Teofiln
2,5 0,210
3,0 0,285
3,5 0,367
4,0 0,484
4,5 0,570
⁄ ⁄ ⁄
( )
= 1,33659 ⁄
√( )
√ = 0,05995
( )
( )
= 4,485 %
= 51,14 %
= 55,93 %
= 53,542%
= 3,74138 ⁄
( )
( )
= 0,733 %
= 49,8367 %
= 50,272 %
= 49,546 %
= 49,885%
= 6,77 ⁄
√( )
√ = 0,03324
( )
( )
= 0,491%
= 54,1 %
= 53,928 %
= 54,4504 %
= 54,15946 %
Perhitungan Kesalahan Sistematik
= 47,471 %
B. Pembahasan
Ketersediaan hayati digunakan untuk memberikan gambaran mengenai keadaan dan
kecepatan obat diabsorbsi dari bentuk sediaan dan digambarkan dengan kurva kadar – waktu
setelah obat diminum dan berada pada jaringan biologik atau larutan seperti darah dan urin.
Obat yang digunakan adalah sulfadiazin yang dianalisis dalam darah tikus. Sulfadiazin
merupakan suatu derivat dari sulfonamid yang memiliki daya absorpsi dan ekskresi yang
cepat. Absorpsi di usus terjadi cepat dan kadar maksimal dalam darah dicapai dalam waktu 3-
6 jam sesudah pemberian dosis tunggal. Kira-kira 15-40% dari obat yang diberikan di
ekskresikan dalam bentuk senyawa asetil. Hampir 70% obat ini mengalami reabsopsi di
tubuli. Karena beberapa macam sulfa sukar larut dalam urin yang asam, maka sering timbul
kristaluria dan komplikasi ginjal lainnya. Untuk mencegah ini pasien dianjurkan minum
banyak air agar produksi urin tidak kurang dari 1200 mL/hari atau diberikan sediaan alkalis
seperti natrium bikarbonat untuk menaikkan PH urin (Setiabudy, 2007).
Pada praktikum kali ini akan dilihat kadar suatu obat (teofilin) secara in vivo
mengunakan plasma darah. Percobaan yang dilakukan yaitu menganalisis obat dalam matriks
Biologis. Tujuan untuk memami langkah- langkah analisis obat dalam cairan hayati serta
mengetahui prosedur obat dalam cairan hayati. Agar nilai- nilai parameter obat dapat
dipercaya metode penetapan kadar harus memenuhi berbagai kriteria yaitu meliputi perolehan
kembali, persisi, dan akurasi. Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisa adalah jika
metode tersebut dapat memperoleh nilai perolehan kemali yang tinggi (75%-90% atau lebih ),
dan kesalahan acak kurang dari 10%.
Pada percobaan kali ini menggunakan larutan baku theophylin sebesar 100 ppm
kemudian diencerkan menjadi baku seri dengan konsentrasi 2,5; 3; 3,5; 4; 4,5 ppm, kemudian
diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 270 nm
dan didapatkan hasil persamaan regresi yaitu : Y = 0,1075 + 0,0919x, lalu melakukan
pengukuran absorbansi theophylin dalam plasma dengan konsentrasi 2,5 μg/ml, 7,5 μg/ml,
12,5 μg/ml dengan menggunkan spektrfotometer. Masing – masing konsentrasi dalam
plasma dilakukan repilkasi sebanyak 3 kali. Lalu didapatkan hasil untuk konsentrasi 2,5
μg/ml didapatkan absorbasi 0,230; 0,225; 0,236 untuk konsentrasi 7,5 μg/ml sebesar 0,451;
0,454; 0,449 dan untuk konsentrasi 12,5 μg/ml sebesar 0,729; 0,727; 0,733. hasil tersebut
dimasukan ke persaamaan rumus y=A + Bx, dimana nilai A telah didapatkan dari persamaan
regresi linear yaitu sebesar 0,1075dan nilai B sebesar 0,0919.
Dari data tersebut didapatkan rata-rata kadar obat dalam plasma untuk konsentrasi 2,5
μg/ml sebesar 1,33659 μg/ml , untuk 7,5 μg/ml sebesar 3,74138 μg/ml , dan untuk 12,5 μg/ml
sebesar 6,77 μg/ml dan untuk % perolehan kembali yang didapat untuk 2,5 μg/ml sebesar
53,542 %, untuk 7,5 μg/ml sebesar 49,885% dan untuk 12,5 μg/ml sebesar 54,15946 % dan
didapatkan persentase keselahan acak masing – masing konsentrasi sebesar 4,485; 0,733 dan
0,491 %.
Dari hasil yang diperoleh, pada kadar 2,5 μg/ml, 7,5 μg/ml dan 12,5 μg/ml dapat dilihat
bahwa nilai recovery yang didapat dari ketiganya berada dibawah 75%. Nilai recovery
kurang dari 75% menunjukkan bahwa nilai akurasi dan efisiensinya rendah. Hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Senyawa endogen atau metabolit yang ikut terukur. Kemungkinan disebabkan terdapat
molekul-molekul pengganggu atau protein dalam darah yang dapat meningkatkan
nilaiabsorbansi pada saat pengambilan supernatant.
2. Ketidaktelitian praktikan dalam penambahan analit atau larutan pereaksi.
3. Kesalahan praktikan dalam penetapan blanko saat pembacaan absorbansi.
B. Kesalahan acak
Kesalahan acak merupakan tolok ukur inprecision suatu analisis, dan dapat bersifat positif
atau negatif. Kesalahan acak identik dengan variabilitas pengukuran dan dicerminkan oleh
tetapan variasi. Kesalahan acak menunjukkan presisi atau ketepatan suatu analisis. Kesalahan
pada percobaan seharusnya kurang dari 10% agar dapat dikatakan presisi atau akurat
(Shargel, 2005).
Nilai kesalahan acak yang didapat:
1. Kadar 2,5 μg/ml = 4,485%
2. Kadar 7,5 μg/ml = 0,733%
3. Kadar 12,5 μg/ml = 0,491%
Hasil percobaan di atas, didapatkan nilai kesalahan acak dibawah 10% pada semua kadar. Hal
ini menunjukkan bahwa percobaan pada semua kadar yang dilakukan sangat presisi dan
memenuhi syarat.
C. Kesalahan sistematik
Kesalahan sistematik merupakan parameter akurasi dari suatu penetapan kadar. Harga
ini menunjukkan kemampuan metode analisis untuk memberikan hasil pengukuran yang
sesuai dengan nilai aslinya. Nilai kesalahan sistematik yang dipersyaratkan adalah kurang
dari 10% (Shargel, 2005).
Nilai kesalahan sistematik yang didapat :
1. Kadar 2,5 μg/ml = 46,458%
2. Kadar 7,5 μg/ml = 50,115%
3. Kadar 12,5 μg/ml = 45,84%
Hasil percobaan di atas, didapatkan nilai kesalahan sistematik yang melebihi 10% pada
semua kadar. Hal ini menunjukkan bahwa percobaan pada semua kadar yang dilakukan tidak
akurat dan tidak memenuhi syarat. Kesalahan ini umumnya disebabkan masalah pengukuran
berulang dan alat yang digunakan kurang sensitif. Selain itu pada pengukuran saat praktikum
terjadi kesalahan saat penetapan blanko spektrofotometri sehingga mempengaruhi nilai
pembacaan absorbansi.
Anief, M., 1995, Prinsip Umum dan DasarFarmakologi, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat, Edisi V, 88, Penerbit ITB, Bandung.
Pasha, L.A., Wright, D.S., danReinlods, D.L., 1986, Bioanalytic Consideration for
Pharmacokinetik and Biopharmaceutic Studies, J. Clin, Pharmacol.