Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIK

Praktikum ke: 2
Hari dan Tanggal Percobaan: Kamis, 30 April 2020
Grup: Sore

NAMA : Aditya Yudi Pratama

NPM : 1943057017

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA

2019
Analisis Obat Dalam Matriks Biologi

I.Tujuan
Mahasiswa dapat memahami prinsip dan prosedur analisis obat dalam matriks biologi.

II. Dasar Teori


Obat merupakan zat kimia, baik alami maupun sintetik yang mempunyai pengaruh
atau dapat menimbulkan efek pada organisme hidup, baik efek psikologis, fisiologis
maupun biokimiawi. Kerja suatu obat merupakan hasil dari banyak proses yang didasari oleh
suaturangkaian reaksi. Rangkaian reaksi ini dibagi menjadi tiga fase, yaiktu fase
biofarmasetik,farmakodinamik, dan farmakokinetik. ( Mutschler, 1991)

Parameter farmakokinetika obat dapat diperoleh berdasarkan hasil pengukuran


kadarobat utuh dan / atau metabolitnya di dalam cairan hayati (darah, urin, saliva atau cairan
tubuhlainnya). Oleh karena itu agar nilai-nilai parameter kinetik obat dapat dipercaya,
metodepenetapan kadar harus memenuhi berbagai kriteria yaitu meliputi perolehan
kembali(recovery), presisi dan akurasi. Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisa
adalahjika metode tersebut dapat memberikan nilai perolehan kembali yang tinggi (75-90%
ataulebih), kesalahan acak dan sistematik kurang dari 10% (Pasha dkk, 1986).

Penilaian ketersediaan hayati dapat dilakukan dengan metode menggunakan


datadarah, data urin, dan data farmakologis atau klinis, namun lazimnya dipergunakan data
darahatau data urin untuk menilai ketersediaan hayati sediaan obat yang metode analisis
zatberkhasiatnya telah diketahui cara dan validitasinya. Jika cara dan validitas belum
diketahui,dapat digunakan data farmakologi dengan syarat efek farmakologi yang timbul
dapat diukursecara kuantitatif (Syukri, 2002).

Validasi metode analisis diperlukan karena setiap bahan baku yang akan digunakan
atau obat jadi harus diperiksa sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan yang meliputi
pemeriksaan fisika dan kimia. Untuk melihat apakah prosedur dan alat yang digunakan
tersebut memadai atau mengetahui apakah personil yang mengerjakan sudah cukup terlatih,
maka perlu dilakukan validasi tersebut. Parameter yang diujikan dalam validasi ini adalah :
1. Perolehan Kembali
Perolehan kembali (recovery) adalah suatu tolak ukur efisiensi analisis dan dapat bernilai
positive dan negative. Dirumuskan sebagai berikut :
Perolehan kembali = (kadar terukur)/(kadar diketahui)x 100%
Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisa adalah jika metode tersebut dapat
memberikan nilai perolehan kembali yang tinggi (75 – 90%) atau lebih.
2. Presisi
Presisi adalah kedekatan beberapa nilai pengukuran seri sampel yang homogen pada
kondisi normal (sampel yang sama dan diuji secara berurutan), dan penentuan presisi ini
pada umumnya mencakup pemeriksaan:
a. Repeatibility yang dinyatakan sebagai hasil presisi dibawah perlakuan yang sama
(analisa dan alat yang sama) dalam interval waktu pemeriksaan yang singkat.
b. Intermediate precision yang dilakukan dengan cara mengulang pemeriksaan
tersebut dengan menggunakan alat yang berbeda, hari yang berbeda,analis yang
berbeda dan sebagainya.
Reproducibility yang dinyatakan sebagai presisi yang diperoleh dari hasil pengukuran
pada laboratorium yang berbeda.Kesalahan acak (random analytical error) merupakan
tolak ukur imprecision suatu analisis, dan dapat bersifat positive /negative. Kesalah acak
identik dengan variabilitas pengukuran dan dicerminkan oleh tetapan variasi. Rumus dari
kesalahan acak adalah :
Kesalahan acak = (simpangan baku)/(harga rata-rata) x 100% (USP,1995).
3. Akurasi
Akurasi adalah kesesuaian hasil uji yang didapat dari metode tersebut dengan nilai yang
sebenarnya, dengan kata lain akurasi ukuran ketepatan dari hasil suatu metode analitik.
Akurasi sering dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) dari suatu
pengujian terhadap penambahan sejumlah analit dengan jumlah yang diketahui, syarat
dari perolehan kembali adalah 95 %-105 %. Kesalahan sistematik merupakan tolak ukur
inakurasi penetapan kadar. Kesalahan ini dapat berupa kesalahan konstan atau
proposional. Rumus dari kesalahan sistematik adalah (USP,1995) :
Kesalahan sistematik = 100 – P%
Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisa adalah jika metode tersebut
kesalahan acak kurang dari 10%.
4. Selektivitas
Selektivitas adalah kemampuan metode untuk mengukur dengan tepat dan spesifik suatu
analit tertentu disamping komponen-komponen lain yang terdapat dalam sampel.
Selektivitas dilakukan untuk memastikan bahwa hanya senyawa yang diperiksa yang
dapat diseleksi tanpa adanya gangguan dari senyawa lain (USP,1995).
III. Percobaan
A. Bahan
1. NaOH 0,1 N
2. Alkohol 70%
3. Heparin
4. HCl 0,1 N
5. Kloroform
6. Isopropil alkohol
7. Plasma
8. Teofilin

B. Alat
1. Labu ukur 100 ml
2. Pipet volume 0,1, 0,2 dan 2 ml
3. pH meter
4. Alat suntik
5. Termostat
6. Vial, alat pemusing, lemari pendingin
7. Pipet ukur 1 ml dan 5 ml
8. Kuvet, spektrofotometer
9. Kalkulator fx
10. Stopwatch, kertas grafik semilog dan numerik

C. Prosedur kerja
Perolehan kembali kesalahan acak
1. Buat larutan teofilin dalam plasma dengan kadar 2,5 ; 7,5 dan 12,5 mcg/ml
2. Kemudian 2 ml larutan obat dalam plasma ditambahkan ke dalam 0,4 ml HCl 0,1 N dan
20 ml campuran kloroform-isopropil alkohol (20 : 1). Campuran dikocok selama 1 menit,
lapisan air dipisahkan dan fase organik disaring.
3. Filtrat yang diperoleh dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam tabung ekstraksi
yang kering dan bersih.
4. Hasil ekstraksi kemudian disaring kembali dengan penambalan 4 ml larutan NaOH 0,1
N, dikocok selama 1 menit, kemudian dipusingkan selama 10 menit dengan kecepatan
1500 rpm. Lapisan NaOH dipisahkan.
5. Ukur serapan larutan, hitung kadar dan SD.

Penetapan Panjang Gelombang Maksimum


1. Buat larutan teofilin dalam NaOH 0,1 N dengan konsentrasi 3,5 mcg/ml.
2. Serapan larutan diukur pada panjang gelombang 235 sampai 335 NM menggunakan
spektrofotometer.
3. Buat spektrum serapan.
Pembuatan Kurva Baku Teofilin
1. Buat larutan baku induk teofilin dalam NaOH masing-masing dengan konsentrasi 2,5;
3,0; 3,5; 4,0; dan 4,5 mcg/ml.
2. Serapan masing-masing larutan diukur pada panjang gelombang serapan maksimum.
3. Buat kurva baku teofilin.

Prosedur Penetapan Kadar


Penetapan kadar diilakukan berdasarkan metode Schack dan Waxler yang dimodifikasi oleh
Jenne dan kawan-kawan serta Zudema.
1. Buatlah larutan induk teofilin 1 mg/ml dalam NaOH 0,1 N
2. Dengan menggunakan larutan induk di atas, buatlah satu seri larutan dalam plasma
masing-masing dengan kadar 2,5;5;7;7,5;10 dan 10 mcg/ml.
3. Kemudian 2ml larutan obat dalam plasma ditambahkan ke dalam 0,4ml HCL 0,1 N dan
20 ml campuran kloroform-isopropil alkohol (20:1). Campuran dikocok selama 1 menit,
lapisan air dipisahkan ke fase organic disaring.
4. Filtrat yang diperoleh dipipet sebanyak 10ml dan dimasukkan ke dalam tabung ekstraksi
yang kering dan bersih.
5. Hasil ekstraksi kemudian disaring kembali dengan penambahan 4 ml larutan NaOH 0,1
N, dikocok selama 1 menit, kemudian dipusingkan selama 10 menit dengan kecepatan
1500rpm. Lapisan NaOH dipisahkan.
6. Nilai absorpsi larutan diamati dengan menggunakan spektrofotometer uv pada panjang
gelombang maksimum.

Penetapan Jangka Waktu Respon Tetap


1. Larutan teofilin dengan kadar 5 mcg/ml dan 10 mcg/ml digunakan untuk percobaan ini.
2. Ukur serapan larutan pada panjang gelombang maksimum tiap 5 menit selama 1 jam
3. Buat kurva serapan versus waktu pada kertas numeric dan tetapkan jangka waktu serapan
tetap.

Perhitungan Perolehan Kembali dan Kesalahan


a. Perolehan Kembali
1. Hitunglah perolehan kembali dan kesalahn sistematik untuk tiap besaran kadar
2. Perolehan kembali = (Kadar terukur)/(Kadar diketahui) x 100%
3. Kesalahan sistematik adalah 100% dikurangi persentase perolehan kembali. Perolehan
kembali merupakan tolak ukur efisiensi analisis, sedangkan kesalahn sistematis
merupakan tolak ukur inakurasi penetapan kadar. Kesalahan ini dapat berupa kesalahan
atau proporsional.
b. Kesalahan Acak
1. Hitung kesalahn acak (random analitycal error) untuk tiap besaran
2. Kesalahan acak =(simpangan baku)/(Hitung rata-rata) x 100%
3. Kesalahan acak merupakan tolak ukur inpresiasi suatu analisis dan dapat bersifat
negative dan positif. Kesalahan acak identic dengan variabilitas pengukuran dan
dicerminkan oleh tetapan variasi.
IV. Hasil dan Pembahasan
A. Hasil
1. Penentuan panjang gelombang maksimum PCT
 Perhitungan larutan konsentrasi Teofiln 1000 ppm
Perhitungan larutan induk 1000 ppm: timbang tab teofilin 100 mg, kemudian
dilarutkan dalam NaOH 0,1N pada 100 ml labu ukur

 Perhitungan larutan induk 100 ppm


V1 . N1 = V2. N2
V1 . 1000 ppm = 100 ml . 100 ppm
V1 = 10000 ml / 100
V1 = 10 ml ad 100 ml
Untuk membuat larutan teofilin100 ppm yaitu pipet 10 ml dari larutan 1000 ppm
kemudian diencerkan dalam labu ukur 100 ml
 Perhitungan larutan teofilin 3,5 ppm


= 3,5 ml ad 100 ml

Panjang gelombang maksimum Teofiln =

2. Penentuan kurva kalibrasi


Untuk membuat 5 seri larutan maka dibuat konsentrasi 2,5; 3; 3,5; 4; 4,5 ppm dengan
perhitungan sebagai berikut:
 2,5 ppm


= 2,5 ml ad 100 ml
 3 ppm


= 3 ml ad 100 ml
 3,5 ppm


= 3,5 ml ad 100 ml
 4 ppm


= 4 ml ad 100 ml
 4,5 ppm


= 4,5 ml ad 100 ml

Besar absorbansi yang didapatkan pada larutan seri adalah sebagai berikut:
Konsentrasi (ppm) Absorbansi Teofiln
2,5 0,210
3,0 0,285
3,5 0,367
4,0 0,484
4,5 0,570

Sehingga didapatkan kurva kalibrasi seperti gambar berikut:

3. Penetapan Kadar Teofilin dalam Plasma


Konsentrasi (ppm) Absorbasnsi
1 2 3
2,5 0,230 0,225 0,236
7,5 0,451 0,454 0,449
12,5 0,729 0,727 0,733

dimana nilai regresi: y = 0,1075 + 0,0919x

a. Untuk kadar 2,5 ppm


1. Perhitunan Kadar terukur
 Replikasi 1 y = 0,1075 + 0,0919x
0,230 = 0,1075 + 0,0919x
-0,0919x = 0,1075 – 0,230
-0,0919x = -0,1225
x = 1,33297 µg/ml

 Replikasi 2 y = 0,1075 + 0,0919x


0,225 = 0,1075 + 0,0919x
-0,0919x = 0,1075 – 0,225
-0,0919x = -0,1175
x = 1,27856 µg/ml

 Replikasi 3 y = 0,1075 + 0,0919x


0,236 = 0,1075 + 0,0919x
-0,0919x = 0,1075 – 0,236
-0,0919x = -0,1285
x = 1,39825 µg/ml

⁄ ⁄ ⁄
( )

= 1,33659 ⁄

2. Perhitunan Kesalahan Acak


x (µg/ml) x (µg/ml) d=|x–x| d2
1,3329 0,00369 1,36161 x 10 -5
1,2785 1,33659 0,05809 337,44 x 10-5
1,39825 0,06166 380,195 x 10-5
Ʃd = 0,12344 Ʃd2 = 0,0071899

√( )
√ = 0,05995

( )
( )

= 4,485 %

3. Perhitungan Perolehan kembali (Recovery)


= 53,556 %

= 51,14 %

= 55,93 %

= 53,542%

b. Untuk kadar 7,5 ppm


1. Perhitunan Kadar terukur
 Replikasi 1 y = 0,1075 + 0,0919x
0,451 = 0,1075 + 0,0919x
-0,0919x = 0,1075 – 0,451
-0,0919x = -0,3435
x = 3,73775 µg/ml
 Replikasi 2 y = 0,1075 + 0,0919x
0,454 = 0,1075 + 0,0919x
-0,0919x = 0,1075 – 0,454
-0,0919x = -0,3465
x = 3,7704 µg/ml
 Replikasi 3 y = 0,1075 + 0,0919x
0,449 = 0,1075 + 0,0919x
-0,0919x = 0,1075 – 0,449
-0,0919x = -0,3415
x = 3,71599 µg/ml
⁄ ⁄ ⁄
( )

= 3,74138 ⁄

2. Perhitunan Kesalahan Acak


x (µg/ml) x (µg/ml) d=|x–x| d2
3,73775 0,00363 1,31769 x 10-5
3,7704 3,74138 0,02902 84,216 x 10-5
3,71599 0,02548 64,923 x 10-5
Ʃd = 0,05813 Ʃd = 150,45669 x 10-5
Ʃd 0,0015045
√( )
√ = 0,02743

( )
( )

= 0,733 %

3. Perhitungan Perolehan kembali (Recovery)

= 49,8367 %

= 50,272 %

= 49,546 %

= 49,885%

c. Untuk kadar 12,5 ppm


1. Perhitunan Kadar terukur
 Replikasi 1 y = 0,1075 + 0,0919x
0,729 = 0,1075 + 0,0919x
-0,0919x = 0,1075 – 0,729
-0,0919x = -0,6215
x = 6,76278 µg/ml
 Replikasi 2 y = 0,1075 + 0,0919x
0,727 = 0,1075 + 0,0919x
-0,0919x = 0,1075 – 0,727
-0,0919x = -0,6195
x = 6,741 µg/ml
 Replikasi 3 y = 0,1075 + 0,0919x
0,733 = 0,1075 + 0,0919x
-0,0919x = 0,1075 – 0,733
-0,0919x = -0,6255
x = 6,8063 µg/ml
⁄ ⁄ ⁄
( )

= 6,77 ⁄

2. Perhitunan Kesalahan Acak


x (µg/ml) x (µg/ml) d=|x–x| d2
6,76278 0,00722 5,21284 x 10-5
6,741 6,77 0,029 84,1 x 10-5
6,8063 0,0363 131,769 x 10-5
Ʃd = 0,07252 Ʃd = 221,08184 x 10-5
Ʃd = 0,00221

√( )
√ = 0,03324

( )
( )

= 0,491%

3. Perhitungan Perolehan kembali (Recovery)

= 54,1 %

= 53,928 %

= 54,4504 %

= 54,15946 %
Perhitungan Kesalahan Sistematik

Kesalahan sistematik = 100% - Recovery


Kesalahan Sistematik I = 100% - 53,542% = 46,458%
Kesalahan Sistematik II = 100% - 49,885% = 50,115%
Kesalahan sistematik III = 100% - 54,15946 % = 45,84%

= 47,471 %

4. Penetapan Jangka Waktu Respon Tetap

Operating Time 5ppm


Time Absorbansi
0 0,812
300 0,823
600 0,833
900 0,829
1200 0,821
1500 0,809
1800 0,798

Operating Time 10ppm


Time Absorbansi
0 0,912
300 1,030
600 1,042
900 1,038
1200 1,029
1500 1,010
1800 0,985

B. Pembahasan
Ketersediaan hayati digunakan untuk memberikan gambaran mengenai keadaan dan
kecepatan obat diabsorbsi dari bentuk sediaan dan digambarkan dengan kurva kadar – waktu
setelah obat diminum dan berada pada jaringan biologik atau larutan seperti darah dan urin.
Obat yang digunakan adalah sulfadiazin yang dianalisis dalam darah tikus. Sulfadiazin
merupakan suatu derivat dari sulfonamid yang memiliki daya absorpsi dan ekskresi yang
cepat. Absorpsi di usus terjadi cepat dan kadar maksimal dalam darah dicapai dalam waktu 3-
6 jam sesudah pemberian dosis tunggal. Kira-kira 15-40% dari obat yang diberikan di
ekskresikan dalam bentuk senyawa asetil. Hampir 70% obat ini mengalami reabsopsi di
tubuli. Karena beberapa macam sulfa sukar larut dalam urin yang asam, maka sering timbul
kristaluria dan komplikasi ginjal lainnya. Untuk mencegah ini pasien dianjurkan minum
banyak air agar produksi urin tidak kurang dari 1200 mL/hari atau diberikan sediaan alkalis
seperti natrium bikarbonat untuk menaikkan PH urin (Setiabudy, 2007).

Pada praktikum kali ini akan dilihat kadar suatu obat (teofilin) secara in vivo
mengunakan plasma darah. Percobaan yang dilakukan yaitu menganalisis obat dalam matriks
Biologis. Tujuan untuk memami langkah- langkah analisis obat dalam cairan hayati serta
mengetahui prosedur obat dalam cairan hayati. Agar nilai- nilai parameter obat dapat
dipercaya metode penetapan kadar harus memenuhi berbagai kriteria yaitu meliputi perolehan
kembali, persisi, dan akurasi. Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisa adalah jika
metode tersebut dapat memperoleh nilai perolehan kemali yang tinggi (75%-90% atau lebih ),
dan kesalahan acak kurang dari 10%.

Pada percobaan kali ini menggunakan larutan baku theophylin sebesar 100 ppm
kemudian diencerkan menjadi baku seri dengan konsentrasi 2,5; 3; 3,5; 4; 4,5 ppm, kemudian
diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 270 nm
dan didapatkan hasil persamaan regresi yaitu : Y = 0,1075 + 0,0919x, lalu melakukan
pengukuran absorbansi theophylin dalam plasma dengan konsentrasi 2,5 μg/ml, 7,5 μg/ml,
12,5 μg/ml dengan menggunkan spektrfotometer. Masing – masing konsentrasi dalam
plasma dilakukan repilkasi sebanyak 3 kali. Lalu didapatkan hasil untuk konsentrasi 2,5
μg/ml didapatkan absorbasi 0,230; 0,225; 0,236 untuk konsentrasi 7,5 μg/ml sebesar 0,451;
0,454; 0,449 dan untuk konsentrasi 12,5 μg/ml sebesar 0,729; 0,727; 0,733. hasil tersebut
dimasukan ke persaamaan rumus y=A + Bx, dimana nilai A telah didapatkan dari persamaan
regresi linear yaitu sebesar 0,1075dan nilai B sebesar 0,0919.

Dari data tersebut didapatkan rata-rata kadar obat dalam plasma untuk konsentrasi 2,5
μg/ml sebesar 1,33659 μg/ml , untuk 7,5 μg/ml sebesar 3,74138 μg/ml , dan untuk 12,5 μg/ml
sebesar 6,77 μg/ml dan untuk % perolehan kembali yang didapat untuk 2,5 μg/ml sebesar
53,542 %, untuk 7,5 μg/ml sebesar 49,885% dan untuk 12,5 μg/ml sebesar 54,15946 % dan
didapatkan persentase keselahan acak masing – masing konsentrasi sebesar 4,485; 0,733 dan
0,491 %.

Hasil yang diperoleh kemudian digunakan untuk menghitung kadar terukur


obat dalam sampel, lalu dihitung beberapa parameter fisika:
1. Efisiensi
Recovery merupakan tolak ukur efisiensi analisis. Analisis memenuhi syarat jika
recovery berkisar antara 75-90%. Jika diluar rentang kadar tersebut maka percobaan
dianggap kurang efisien.
2. Presisi
Presisi dianggap baik jika kesalahan acak tidak lebih dari 10%. Ketepatan
menunjukan hasil pengukuran yang berulang pada sediaan hayati yang sama.
3. Akurasi
Akurasi dianggap baik jika kesalahan sistematik tidak lebih dari 10%. Harga
kesalahan sistematik menunjukan kemampuan metode ini memberikan hasil
pengukuran sedekat mungkin dengan nilai sebenarnya.
Berdasarkan pengukuran agar nilai-nilai parameter kinetik obat dapat dipercaya, metode
penetapan kadar harus memenuhi berbagai kriteria, yaitu: selektif atau spesifik, sensitive atau
peka, teliti dan cepat. Dari data yang didapat kemudian dihitung menghitung nilai kesalahan
sistemik, kesalahan acak, dan perolehan kembali. Nilai perolehan kembali (recovery)
merupakan parameter atau tolak ukur efisiensi analisis yang menggambarkan akurasi
(ketelitian) metode yang digunakan. Ketelitian ditunjukan oleh kemampuan metode
memberikan hasil pengukuran sedekat mungkin dengan nilai sesungguhnya (true value). Ini
dapatdiketahui dari harga perolehan kembali (recovery) yang dinyatakan sebagai % error
(harga sesungguhnya dikurangi harga uji dibagi harga sesungguhnya, dikali 100%).
Perolehan kembali merupakan tolok ukur efisiensi analisis (Hakim, 2014; Pashla, dkk, 1986).

A. Nilai perolehan kembali/ recovery


Nilai perolehan kembali menunjukkan efisiensi dari analisis yang dilakukan. Semakin tinggi
nilai recovery maka semakin tinggi efisiensi analisis. Recovery yang baik berada dalam
rentang kadar 75 – 90% (Shargel, 2005).
Nilai perolehan kembali yang di dapat:
1. Kadar 2,5 μg/ml : replikasi 1 memperoleh nilai recovery 53,556%, replikasi 2
memperoleh nilai recovery 51,14%, replikasi 3 memperoleh nilai recovery 55,93% dan
nilai rata – rata recovery adalah 53,542%.
2. Kadar 7,5 μg/ml : replikasi 1 memperoleh nilai recovery 49,8367%, replikasi 2
memperoleh nilai recovery 50,272%, replikasi 3 memperoleh nilai recovery 49,546%
dan nilai rata – rata recovery adalah 49,885%.
3. Kadar 12,5 μg/ml : replikasi 1 memperoleh nilai recovery 54,1%, replikasi 2 memperoleh
nilai recovery 53,928%, replikasi 3 memperoleh nilai recovery 54,4504% dan nilai rata –
rata recovery adalah 54,15946%.

Dari hasil yang diperoleh, pada kadar 2,5 μg/ml, 7,5 μg/ml dan 12,5 μg/ml dapat dilihat
bahwa nilai recovery yang didapat dari ketiganya berada dibawah 75%. Nilai recovery
kurang dari 75% menunjukkan bahwa nilai akurasi dan efisiensinya rendah. Hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Senyawa endogen atau metabolit yang ikut terukur. Kemungkinan disebabkan terdapat
molekul-molekul pengganggu atau protein dalam darah yang dapat meningkatkan
nilaiabsorbansi pada saat pengambilan supernatant.
2. Ketidaktelitian praktikan dalam penambahan analit atau larutan pereaksi.
3. Kesalahan praktikan dalam penetapan blanko saat pembacaan absorbansi.

B. Kesalahan acak
Kesalahan acak merupakan tolok ukur inprecision suatu analisis, dan dapat bersifat positif
atau negatif. Kesalahan acak identik dengan variabilitas pengukuran dan dicerminkan oleh
tetapan variasi. Kesalahan acak menunjukkan presisi atau ketepatan suatu analisis. Kesalahan
pada percobaan seharusnya kurang dari 10% agar dapat dikatakan presisi atau akurat
(Shargel, 2005).
Nilai kesalahan acak yang didapat:
1. Kadar 2,5 μg/ml = 4,485%
2. Kadar 7,5 μg/ml = 0,733%
3. Kadar 12,5 μg/ml = 0,491%
Hasil percobaan di atas, didapatkan nilai kesalahan acak dibawah 10% pada semua kadar. Hal
ini menunjukkan bahwa percobaan pada semua kadar yang dilakukan sangat presisi dan
memenuhi syarat.

C. Kesalahan sistematik
Kesalahan sistematik merupakan parameter akurasi dari suatu penetapan kadar. Harga
ini menunjukkan kemampuan metode analisis untuk memberikan hasil pengukuran yang
sesuai dengan nilai aslinya. Nilai kesalahan sistematik yang dipersyaratkan adalah kurang
dari 10% (Shargel, 2005).
Nilai kesalahan sistematik yang didapat :
1. Kadar 2,5 μg/ml = 46,458%
2. Kadar 7,5 μg/ml = 50,115%
3. Kadar 12,5 μg/ml = 45,84%

Hasil percobaan di atas, didapatkan nilai kesalahan sistematik yang melebihi 10% pada
semua kadar. Hal ini menunjukkan bahwa percobaan pada semua kadar yang dilakukan tidak
akurat dan tidak memenuhi syarat. Kesalahan ini umumnya disebabkan masalah pengukuran
berulang dan alat yang digunakan kurang sensitif. Selain itu pada pengukuran saat praktikum
terjadi kesalahan saat penetapan blanko spektrofotometri sehingga mempengaruhi nilai
pembacaan absorbansi.

Dari keseluruhan parameter yang diujikan dapat disimpulkan bahwa metode


percobaan yang digunakan memiliki tingkat ketepatan yang tinggi tetapi juga dianggap
kurang efisien dan kurang akurat.. banyak kemungkinan faktor penyebabnya baik dari
praktikan, cara pengerjaan, alat maupun metode yang digunakan.
VI. Kesimpulan
1) Analisis obat dalam cairan hayati dapat diukur dengan parameter farmakokinetika.
2) Obat yang dianalisis pada percobaan ini adalah teofilin dan cairan hayati yang
digunakan adalah plasma.
3) Parameter yang digunakan dalam percobaan ini adalah recovery, kesalahan acak dan
kesalahan sistematik.
4) Pada percobaan ini didapat nilai recovery untuk kadar 2,5 sebesar 53,542%, kadar 7,5
sebesar 49,885%, dan kadar 12,5 sebesar 54,15496% sehingga didapat nilai kesalahan
sistematik sebesar 47,471% serta nilai kesalahan acak sebesar 1,903 %.
5) Dengan memperhatikan harga parameter yang didapat, hasil analisis dan metode
kurang baik karena sensitivitas dan akurasi yang rendah.
6) Hasil yang kurang memuaskan bisa disebabkan oleh kurangnya pengalaman dari
praktikan dan pengerjaan yang kurang tepat.
Daftar Pustaka

Anief, M., 1995, Prinsip Umum dan DasarFarmakologi, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.

Hakim, L., 2014, Farmakokinetika, Bursa Ilmu, Yogyakarta.

Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat, Edisi V, 88, Penerbit ITB, Bandung.
Pasha, L.A., Wright, D.S., danReinlods, D.L., 1986, Bioanalytic Consideration for
Pharmacokinetik and Biopharmaceutic Studies, J. Clin, Pharmacol.

Setiabudy, Rianto, 2007, Farmakologi dan Terapi Edisi 5, Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia, Jakarta.

Shargel, L. dan Yu., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan,


Surabaya: Airlangga University Press.

Syukri Y., 2002,Biofarmasetika, UII Press, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai