PENDAHULUAN
Diawali dari pencegahan, diagnosa, pengobatan dan pemulihan, obat menjadi salah
satu komponen pokok yang harus selalu tersedia dan tidak tergantikan pada
pelayanan kesehatan. Namun di sisi lain, obat dapat merugikan kesehatan bila tidak
beredar di Indonesia terdiri dari produk obat paten atau produk dengan nama dagang
(bermerek) dan generik berlogo. Obat generik merupakan salah satu alternatif
pilihan bagi masyarakat karena harganya lebih murah dibandingkan harga obat
dengan nama dagang. Hal ini disebabkan karena adanya penekanan pada biaya
produksi dan promosi. Persaingan harga diikuti pengendalian mutu yang ketat akan
mengarah pada tersedianya obat generik bermutu tinggi dengan harga yang
Sebelum dipasarkan pun obat generik akan melalui berbagai uji. Uji
membuktikan bahwa mutu suatu obat generik sama dengan obat bermerek dan obat
paten.
dan proses produksi obat dapat mempengaruhi ketersediaan obat dalam tubuh
sehingga juga berpengaruh terhadap efektifitas obat tersebut (Shargel, 2005). Hal
ini disebabkan karena meskipun obat generik dibuat mirip dengan obat inovatornya,
Istilah ketersediaan hayati zat aktif suatu obat timbul sejak adanya
aktif yang sama dan dalam bentuk sediaan yang sama, serta diberikan dengan dosis
yang sama. Untuk menjamin kesamaan efektivitas obat-obat tersebut, maka perlu
dilakukan pengujian terhadap ketersediaan hayati obat dalam tubuh atau disebut uji
(keyakinan dan kepercayaan) dari produk obat copy, karena itu perlu dilakukan
alternatif farmaseutik dan pada pemberian dengan dosis yang sama akan
keamanan akan sama. Protokol Uji harus mendapat lulus kaji etik atau
eticalclearance) dan setiap subjek harus diberi informed consent sebelum studi
dipercaya dan akurat, serta hak, integritas dan kerahasiaan dari subyek uji klinik
obat generik dalam pelayanan kesehatan dan memiliki nilai keamanaan dan efikasi
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan dua obat generik
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Monografi
Didanosin
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam dalam dimetil sulfoksida, praktis tidak
pKa : 9,13
Stabilitas : Didanosine stabil pada pH netral atau sedikit basa, tetapi tidak
virus dihentikan.
Dosis : Dewasa berat badan kurang dari 60 kg, 125 mg tiap 12 jam, berat
ibu menyusui.
Interaksi obat : Interaksi yang signifikan juga telah dicatat dengan allopurinol,
2.3 Farmakokinetika
Waktu paruh : Dewasa 0,97-1,6 jam. Rata-rata waktu paruh plasma 1,2 jam pada
neonatus dan anak-anak usia 2 minggu hingga 4 bulan dan 0,8 jam.
lingkungan intraseluler.
DESAIN PENGUJIAN
Penelitian ini dilakukan dengan desain crossover dua arah, acak, dengan
generik dan inovator, dimana masing-masing sediaan diberikan secara single dose
karena pada masing-masing sediaan memiliki kekuatan sediaan 200 mg. Satu
(IQUEGO, Goiânia, GO, Brazil) sedangkan dalam penelitian No. 2 produsen adalah
Instituto Vital Brasil (IVB, Niteroi, RJ, Brasil) dan Fundação Ezequiel Dias
Kriteria eksklusi penelitian ini adalah pasien yang tidak terinfeksi HIV.
4.3 Prakondisi
Prakondisi dalam penggunaan Didanosine ini yaitu untuk pasien yang telah
CARA PENGUJIAN
berasal dari dua studi bioekivalensi yang terdapat pada 24 volunter sehat dan sudah
terinfeksi HIV. Data subjek uji yang mengikuti pengujian harus memenuhi
elektrokardiogram, dan hasil tes standar laboratorium (jumlah sel darah, profil
Pasien tidak boleh menerima obat lain selain obat yang diujikan. Dosis yang
diberikan sebanyak 200 mg, selama tiga periode sebanyak enam kali secara random
atau acak.Volunter menerima obat secara oral pada interval perminggu, dua tablet
dosis 100 mg dari tiga formula didanosine yang berbeda, dimana satu dari tiga
diberikan dengan 200 ml air pada 7 pagi setelah puasa selama semalam, dan diambil
sebelum dan sesudah pemberian dosis pada 0.25, 0.5, 0.75, 1, 1.5, 2, 2.5, 3, 4, 5, 6,
dan 8 jam. Serum dipisahkan dalam 30 menit dan disimpan pada suhu -20oC
BAB VII
(Q), volume kompartemen perifer (V3), dan durasi waktu dosis (D, digunakan untuk
1. Vd = Dosis/Cp
2. Cl = Vd x Kel
3. T1/2 = Ln/K
terapeutik yang dapat mencapai sirkulasi sistemik. Penilaiannya pada suatu obat
parameter AUC, tmax, dan Cmax. AUC mencerminkan jumlah obat aktif yang
antara kadar obat dalam darah (C) dan waktu dari mulai percobaan (t0) hingga akhir
pengambilan sampel pada dam tertentu (tx). AUC dapat dihitung dengan
Cx dan Cx-1 adalah kadar obat dalam daerah pada waktu x dan x-1.
AUC bergantung pada jumlah total obat yang tersedia (FD0) dibagi tetapan
laju eliminasi (K) dan volume distribusi (Vd). F adalah fraksi dosis terabsorbsi.
Setelah pemberian secara IV F=1, karena seluruh dosis terdapat dalam sirkulasi
sistemik dengan segera. Pada pemberian obat secara oral, F dapat berbeda- beda
mulai dari harga F=0 (tidak ada yang diabsorbsi) sampai F=1 (absorbsi obat
sempurna).
𝐹 𝐷0 𝐹 𝐷0
[𝐴𝑈𝐶]0 = =
𝐶𝑙 𝑘 𝑉𝑑
relatif dari dua produk obat yang diberikan pada dosis dan rute pemberian yang
[𝐴𝑈𝐶]𝐴
𝐵𝐴 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 =
[𝐴𝑈𝐶]𝐵
adalah AUC0-t, AUC0-∞, tmax, dan Cmax. Data akan diolah menggunakan statistik.
1. Data AUC dan Cmax dibuat dalam bentuk logaritmik (ln) sebelum
kebermaknaan 5%.
3. Kriteria bioekuivalen :
d. Batas untuk nilai Cl untuk Cmaks dapat lebih lebar misalnya 73-133%
Badan POM RI. 2004. Pedoman Uji Bioekivalensi. Jakarta Halaman 1-5.
Esensial Nasional.
University Press.
Velasque, L.S., R.C.E. Estrela., G. Suarez-Kurtz., dan C.J. Struchiner. 2007. A new