- Manajemen diet Pengelolaan pola makan merupakan prioritas pertama dalam pengobatan diare. Kebanyakan dokter menyarankan untuk menghentikan konsumsi makanan padat dan produk susu selama 24 jam. Namun, puasa mempunyai nilai yang dipertanyakan, karena modalitas pengobatan ini belum diteliti secara luas. Pada diare osmotik, manuver ini mengendalikan masalahnya. Jika mekanismenya sekretori, diare tetap ada. Untuk pasien yang mengalami mual dan/atau muntah, diet ringan, mudah dicerna, dan rendah residu harus diberikan selama 24 jam. Jika muntah terjadi dan tidak dapat dikendalikan dengan antiemetik, tidak ada yang diminum. Saat buang air besar berkurang, diet lunak dimulai. ini Pemberian makanan harus dilanjutkan pada anak-anak dengan diare bakterial akut. Anak-anak yang diberi makan mempunyai tingkat morbiditas dan mortalitas yang lebih rendah, baik mereka menerima cairan rehidrasi oral atau tidak. Belum ada penelitian yang dilakukan pada orang lanjut usia atau kelompok berisiko tinggi lainnya untuk menentukan manfaat pemberian makanan secara terus-menerus pada diare akibat bakteri. - Manajemen cairan dan elektrolit Rehidrasi dan pemeliharaan air dan elektrolit adalah tujuan pengobatan utama sampai episode diare berakhir. Jika volume pasien berkurang, rehidrasi harus diarahkan untuk menggantikan air dan elektrolit ke komposisi tubuh normal. Kemudian komposisi air dan elektrolit dipertahankan dengan mengganti kehilangan. Selama diare, usus kecil mempertahankan kemampuannya untuk secara aktif mengangkut monosakarida seperti glukosa. Glukosa secara aktif membawa natrium dengan air dan elektrolit lainnya b. Terapi Farmakologi - Antimotilitas Golongan Opiat dan turunannya Opiat dan turunan opioid mampu menunda transit isi intraluminal atau bekerja dengan meningkatkan kapasitas usus, memperpanjang kontak dan penyerapan. Enkephalin adalah zat opioid endogen, yang mengatur pergerakan cairan melintasi mukosa dengan merangsang proses penyerapan. Kebanyakan dari opiate bekerja dengan melalui mekanisme perifet dan sentral. Kecuali untuk loperamide, dimana hanya bekerja secara perifer. 1. Difenoksilat Bekerja di otot polos saluran usus, menghambat motilitas dari saluran cerna dan dorongan saluran cerna yang berlebihan. Difenoksilat diindikasikan untuk diare akut dan kronis. Dosis oral untuk dewasa: 5 mg empat kali sehari, tidak melebihi 20 mg/hari Difenoksilat tersedia dalam bentuk tablet 2,5 mg dan larutan 2,5 mg/5 mL. pada umumnya disertakan sejumlah atropine dalam produk untuk menghindari penyalahgunaan. Difenoksilat jarang bersifat toksik. Beberapa pasien mungkin mengeluhkan atropinisme seperti penglihatan kabur, mulut kering, dan keraguan untuk buang air kecil. Difenoksilat tidak diperbolehkan digunakan untuk pasien yang berisiko terkena enteritis bakteri dengan E. coli, shigella, atau salmonella 2. Loperamide Loperamide bersifat antisekresi, yaitu mekanisme kerjanya menghambat calmodulin protein pengikat kalsium, mengendalikan sekresi klorida. Loperamide tersedia dalam bentuk kapsul 2 mg atau larutan 1 mg/5 mL, dengan indikasi diare akut dna kronis. Dosis dewasa biasa adalah awalnya 4 mg secara oral, diikuti dengan 2 mg setelah setiap buang air besar, hingga 16 mg/hari. Jika digunakan dengan benar, loperamide ini memiliki efek samping yang jarang terjadi, seperti pusing dan sembelit. 3. Paregoric dan Opium tincture Paregoric dan Tinctur Opium diindikasikan untuk menangani diare akut dan kronis. Jarang diresepkan karena potensi penyalahgunaan. Sediannya dalam bentuk larutan 2 mg/5 mL. dosis dewasa paregoric adalah 5-10 mL, satu sampai empat kali sehari. Untuk dosis dewasa tincture opium adalah 0,6 mL empat kali sehari 4. Difenoksin Difenoksin adalah turunan dari difenoksilat yang secara kimiawi juga berhubungan dengan meperidine, yang biasa juga dikombinasikan dengan atropine. Difenoksin memiliki mekanisme, indikasi, dan efek samping yang sama dengan difenoksilat. Dosis untuk dewasa adalah 2 mg pada awalnya, diikuti dengan pemberian 1 mg setiap setelah selesai buang air besar, dan tidak melebihi 8 mg/hari. - Adsorben Adsorben digunakan untuk menghilangkan gejala. Adsorben tidak spesifik dalam tindakannya, obat golongan ini mampu menyerap nutrisi, racun, obat-obatan, dan cairan pencernaan 1. Kaolin Kaolin adalah agen antidiare adsorben yang mengikat dan menjebak bakteri dan racunnya di dalam usus. kaolin juga mengikat air di dalam usus, yang membantu membuat tinja menjadi lebih padat. Dosis untuk dewasa, 30-120 mL setelah setiap buang air besar. Sediannya sering campuran dengan pectin yaitu kaolin 5,7 g dengan 130,2 mg pectin dalam 50 mL. Efek samping yang ditimbulkan adalah ketidakseimbangan elektrolit dengan meningkatkan kehilangan natrium dan kalium melalui feses. Terutama pada pasien lanjut usia, anak-anak dan psien dengan diare berat. 2. Polikarbofil Polikarbofil bekerja dengan memproduksi massal yang mampu mengembalikan tingkat kelembapan normal. Bentuk sediaan yang bereddar di pasaran adalah 500 mg/ tablet. Dosis untuk dewasa adalah 2 tablet empat kali sehari atau setelah setiap buang air besar, tidak boleh lebih dari 12 tablet/hari. Efek samping yang sering terjadi adalah perut penuh, perut kembung, muntah, dan keram perut 3. Atapulgit Atapulgit bekerja dengan menyerap racun atau bakteri penyebab diare lalu membuangnya Bersama dengan feses. Dosis untuk dewasa yaitu 1200-1500 mg setelah setiap buang air besar atau setiap 2 jam hingga 900mg/hari - Antisekresi 1. Bismuth subsalisilat Bismuth subsalisilat diketahui memiliki efek antisekresi, antiiinflamsi, dan antibakteri dengan indikasi gangguan pencernaan, meredakan keram perut, dan mengendalikan diare, termasuk juga diare saat bepergian. Kekuatan dosis bismuth subsallisilat adalah tablet kunyah 265 mg, cairan 265 mg/5 mL, dan cairan 524 mg/15 mL. dosis untuk dewasa adalah 2 tablet atau 30 mL setiap 30 menit hingga 1 jam hingga 8 dosis per hari. Bismuth subsalisilat mengandung berbagai komponen yang mungkin beracun jika diberikan berlebihan untuk mencegah atau mengobati diare. Misalnya, bahan aktifnya adalah salisilat, yang dapat berinteraksi dengan antikoagulan atau dapat menyebabkan salisilism (tinnitus, mual, dan, muntah). 2. Enzim Meknisme kerjanya adalah sebagia enzim digesti karbohidrat. Dengan indikasi diare akibat laktosa intoleran. Bentuk dosis yaitu 1.250unit lactase netral/4 tetes dan 3.300unit lactase FCC per tablet. Dosis umum untuk dewasa adalah 3-4 tetes diminum Bersama susu atau produk susu. 1 atau 2 tablet diminum Bersama susu atau produk susu. 3. Microflora usus (Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus bulgaricus) Mekanisme kerjanya yaitu mengembalikan fungsi normal usus dan menekan pertumbuhan mikroorganisme pathogen. Sebagai penngganti microflora koloni. Dosis yang umum untuk dewasa adalah 2 tablet atau 1 bungkus butiran tuga sampai empat kali sehari, diberikan dengan susu, jus, atau dengan air. - Oktreotida Oktreotida adalah analog oktapeptida sintetik dari somatostatin endogen, terbukti efektif untuk mengobati gejala tumor karsinoid dan tumor yang mensekresi peptide lainnya, sindrom dumping, dan diare akibat kemoterapi. Oktreotida bekerja dengan memblokir pelepasan serotonin dan banyak peptidda aktif lainnya, dan efektif dalam mengendalikan diare dan kemerahan. Dilaporkan memppunyai efek penghambatan langsung pada sekresi usus dan efek stimulant pada penyerapan usus. Dosis oktreotida bervariasi tergantung pada indikasi, tingkat keparahan penyakit dan respon pasien. Untuk mengatasi diare dan kemerahan yang berhubungan dengan tumor karsinoid pada orang dewasa, kisaran dosis awal adalah 100 hingga 600 mcg/hari dalam 2 hingga 4 dosis terbagi secara subkutan selama 2 minnggu. Untuk mengendalikan diare sekretorik VIPoma, kisaran dosisnya adalah 200-300 mcg/hari dalam 2 hingga 4 dosis terbagi selama 2 minggu. Beberapa pasien mungkin memerlukan doisis yang lebih tinggi untuk mengendalikan gejala. Pasien yang merespons dosis awal ini dapat dialihkan ke sandostatin LarDepot, suatu formulasi oktrotida kerja panjang, produk terdiri dari mikrosfer yang mengandung obat. Dosis awal terdiri dari 20 mg yang diberikan secara intramuscular, intragluteal, dengan interval 4 minggu selama 2 bulan. Direekomendasikan agar selama 2 minggu pertama terapi formulasi short-acting juga diberikan secara subbkutan, ppada akhir 21 bulan pasien dengan control gejala yang baik mungkin mengalami pengurangan dosis menjadi 10 mg setiap 4 minggu, sedangkan pasien yang tidak memiliki control gejala yang memadai dapat ditingkatkan dosisnya menjadi 30 mg setiap 4 minggu. Untuk pasien yang mengalami kekambuhan gejala pada dosis 10 mg, penyesuaian dosis menjadi 20 mg harus dilakukan.
Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., & Posey, L. M. (2014). Pharmacotherapy: a pathophysiologic approach, ed. Connecticut: Appleton and Lange, 4, 141-142.