Klasifikasi laksatif
1) Metilselulosa
Obat ini diberikan secara oral, tidak diabsorbsi melalui saluran cerna sehingga
diekskresi melalui tinja. Dalam cairan usus, metilselulosa akan mengembang membentuk gel
emolien atau larutan kental, yang dapat melunakkan tinja. Mungkin residu yang tidak dicerna
merangsang peristaltik usus secara refleks. Efek pencahar diperoleh setelah 12-24 jam, dan
efek maksimal setelah beberapa hari pengobatan. Obat ini tidak menimbulkan efek sistemik,
tetapi pada beberapa pasien bisa terjadi obstruksi usus atau esofagus.
Metilselulosa digunakan untuk melembekkan feses pada pasien yang tidak boleh
mengejan, misalnya pasien dengan hemoroid. Sediaan adalam bentuk bubuk atau granula 500
mg, tablet atau kapsul 500 mg. Dosis anak 3-4 kali 500 mg / hari, sedangkan dosis dewasa 2-
4 kali 1,5 g / hari.
2) Natrium karboksimetilselulosa
Obat ini memiliki sifat-sifat yang sama dengan metilselulosa, hanya saja tidak larut
dalam cairan lambung dan bisa digunakan sebagai antasid. Sediaan dalam bentuk tablet 0,5 g
dan 1 g, atau kapsul 650 mg. Dosis dewasa adalah 3-6 g.
3) Psilium (Plantago)
Psilium sekarang telah digantikan dengan preparat yang lebih murni dan ditambahkan
musiloid, yaitu merupakan substansi hidrofilik yang membentuk gelatin bila bercampur
dengan air; dosis yang dianjurkan 1-3 kali 3-3,6 g sehari dalam 250 ml air atau sari buah.
Pada penggunaan kronik, psilium dikatakan dapat menurunkan kadar kolesterol darah karena
mengganggu absorbsi asam empedu.
b. Laksatif Emolien
Laksatif ini sering digunakan sebagai adjuvan dari bulk atau stimulant laxatives. Laksatif ini
dapat ditolerensi tubuh dengan baik. Obat yang termasuk golongan ini memudahkan defekasi
dengan jalan melunakkan feses tanpa merangsang peristaltik usus, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Mekanisme kerja:
- Garam Dioktil/docusate merupakan surfaktan anionik, menurunkan tegangan
permukaan pada feses agar dapat terjadi campuran antara cairan dan substansi lemak,
sehingga feses lebih halus dan lebih mudah untuk didefekasikan.
- Agen ini juga meningkatkan mucosal AMP dan cAMP kemudian menstimulasi
pembukaan channel ion elektrolit H2O, Cl-, Na+, K+ sehingga terjadi peningkatan
sekresi cairan/elektrolit dan permeabilitas mukosa usus. Berikut adalah macam-
macam laksatif emolien:
a) Dioktilnatrium Sulfosuksinat
Cara kerja dioktilnatrium sulfosuksinat adalah dengan menurunkan tegangan
sehingga memepermudah peneterasi air dan lemak ke dalam masa tinja. Tinja menjadi
lunak setelah 24-48 jam.
Sediaan dalam tablet 50-300 mg, suspensi 4 mg / ml. Dosis untuk anak 10-40
mg / hari, sedangkan dosis untuk dewasa adalah 50-500 mg / hari. Penggunaan bisa
mengakibatkan efek samping berupa kolik usus, bahkan muntah dan diare.
Dioktilnatrium sulfosuksinat juga bersifat hepatotoksik.6
b) Parafin Cair (Mineral Oil)
Adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak bumi. Obat ini
akan membuat tinja menjadi lunak disebabkan berkurangnya reabsorbsi air dari tinja.
Parafin cair tidak dicerna di dalam usus dan hanya sedikit yang diabsorbsi. Yang
diabsorbsi ditemukan pada limfonosi mesenterik, hati, dan limpa.
Dosis yang dianjurkan untuk dewasa adalah 15-30 ml / hari. Namun, obat ini
memiliki efek samping berupa pruritus ani, menyulitkan penyembuhan pascabedah
anorektal, dan bisa menyebabkan perdarahan. Jadi untuk penggunaan kronik, obat ini
tidak aman
c) Minyak Zaitun
Minyak zaitun yang dicerna akan menurunkan sekresi dan motilitas lambung
dan juga bisa merupakan sumber energi. Dosis yang dianjurkan sebanyak 30 mg.
2) Difenilmetan
Derivat difenilmetan yang sering digunakan adalah bisakodil. Beberapa derivat
difenilmetan:
a) Fenolftalein
Diberikan per oral dan mengalami absorbsi kira-kira 15% di usus halus. Efek
fenolftalein dapat bertahan lama karena mengalami sirkulasi enterohepatik. Sebagian besar
fenolftalein diekskresi melalui tinja, sebagian lagi diekskresikan di ginjal dalam bentuk
metabolitnya. Jika diberikan dalam dosis besar, akan ditemukan dalam bentuk utuh dalam
urin, dan pada suasana alkali akan menyebabkan urin dan tinja berwarna merah. Ekskresi
melalui ASI sangat kecil sehingga tidak akan mempengaruhi bayi yang sedang disusui.
Sediaan dalam bentuk tablet 125 mg, dosis 60-100 mg. Fenolftalein relatif tidak toksik
untuk pengobatan jangka pendek, tetapi dosis yang berlebihan akan meningkatkan kehilangan
elektrolit. Bisa menyebabkan reaksi alergi. Efek pencahar akan terlihat setelah 6-8 jam.
Namun penggunaan fenilptalein sudah dilarang karena bersifat karsinogen.
b) Bisakodil
Pada penelitian pada tikus, bisakodil mampu dihidrolisis menjadi difenol di usus bagian
atas. Difenol yang diabsorbsi mengalami konjugasi di hati dan dinding usus. Metabolit akan
diekskresi melalui empedu, dan selanjutnya mengalami rehidrolisis menjadi difenol yang
akan merangsang motilitas usus besar.
Sediaan berupa tablet bersalut enteral 5 mg dan 10 mg. Sediaan supositoria 10 mg.
Dosis dewasa 10-15 mg, dosis anak 5-10 mg. Efek samping berupa kolik usus dan perasaan
terbakar pada penggunaan rektal. Efek pencahar akan terlihat setelah 6-12 jam, sedangkan
pada pemberian rektal efek pencahar terlihat setelah setengah sampai satu jam. Pada
pemberian oral, bisakodil diabsorbsi kira-kira 5% dan diekskresi bersama urin dalam bentuk
glukuronid, tetapi ekskresi utama adalah di dalam tinja.
c) Oksifenisatin asetat
Bagaimana respon tubuh terhadap oksifenisatin asetat mirip dengan bisakodil. Efek
pencaharnya tidak melebihi bisakodil. Obat ini jarang digunakan karena dapat menimbulkan
hepatitis dan ikterus.
Sediaan berupa tablet 5 mg atau sirup 5 mg / 5 ml, supositoria 10 mg. Dosis dewasa
oral 4-5 mg, per rektal 10 mg. Sedangkan untuk anak per oral 1-2 mg. Efek samping bisa
berupa hepatitis, ikterus, dan reaksi alergi. Efek pencahar setelah 6-12 jam kemudian.
d. Laksatif Osmotik
Laksatif yang termasuk golongan ini adalah saline laksative / garam-garam anorganik
(yang tersusun oleh magnesium) dan alkohol organik atau gula seperti laktulosa
dan polyethylene glycol (PEG). . Laksatif jenis ini bekerja dengan cara mempertahankan air
tetap berada dalam saluran cerna sehingga terjadi peregangan pada dinding usus, yang
kemudian merangsang pergerakan usus (peristaltik). Laksatif jenis ini adalah preparat yang
sangat lambat diserap bahkan tidak diserap, sehingga terjadi sekresi air ke dalam intestinum
untuk mempertahankan isotonisitas yang sama dengan plasma. Beberapa jenis Laksatif
Osmotik:
Daftar pustaka:
Daldiyono. 1990. Diare, Gastroenterologi-Hepatologi.Jakarta :Infomedika. Hal : 14-4.
Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007. Farmakologi danTerapi ed 5. Jakarta :
Penerbit UI Press.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta :Departemen Kesehatan
RI.Harkness, Richard. 1984. Interkasi Obat . Bandung : Penerbit ITB.
Tjay, Tan Hoan; Kirana Rahardja.2007.Obat-Obat Penting.Edisi keenam.Jakarta:PT.Alex
Media Komputindo