Anda di halaman 1dari 5

Penanganan Konstipasi

Penanganan konstipasi umumnya mencakup upaya nonfarmakologi dan upaya farmakologi .


Tujuan terapi adalah meringankan gejala, memulihkan fungsi usus secara normal,
meningkatkan transit kolon (jika tidak normal), dan mempermudah buang air besar
a. Terapi Nonfarmakologis
Meskipun pengobatan tergantung pada penyebab, keparahan, dan durasi konstipasi,
perubahan pola makan dan gaya hidup biasanya dapat membantu meringankan gejala
dan membantu mencegah kekambuhan.

1. Gaya hidup
Penanganan konstipasi harus diawali dengan gaya hidup yang sehat karena
berpotensi menurunkan risiko berbagai penyakit. Perubahan gaya hidup yang dapat
dilakukan untuk membantu mengobati dan mencegah konstipasi antara lain minum
cukup air putih dan cairan lain, seperti jus buah dan sayur agar tidak dehidrasi. Selain
itu, pasien dianjurkan untuk melakukan olahraga setiap hari dan menyisihkan waktu
yang cukup untuk buang air besar. Hasrat untuk buang air besar. Hasrat untuk buang
air besar juga hendaknya jangan diabaikan.
2. Makanan
Seorang dokter atau ahli gizi dapat membantu merencanakan pola makan yang
tepat bagi pasien . Makanan dengan serat yang cukup (20 hingga 35 gram per hari)
dapat membantu tubuh membentuk feses yang lunak dan menggumpal. Yang
termasuk makanan kaya serat antara lain kacang-kacangan, padi-padian utuh, buah
segar, dan sayur-sayuran. Orang yang rentan terhadap konstipasi perlu membatasi
makanan tanpa serat atau rendah serat, seperti es krim, keju, daging dan makanan
olahan.
Makanan olahan dan sulingan hendaknya dihindari karena serat makanan
biasanya hilang selama proses pengolahan. Minuman yang mengandung kafein dan
alcohol dapat meningkatkan eliminasi cairan melalui ginjal sehingga harus dihindari,
meskipun kopi dapat menstimulasi mortilitas kolon.
3. Terapi non-obat lainnya
Meskipun perubahan pola makan dan gaya hidup diyakini memiliki pengaruh
positif terhadap eliminasi feses, hal tersebut tidak banyak data yang mendukung.
Pemberian cairan tidak dapat mempersingkat waktu transit kolon atau
memengaruhi gumpalan feses. Makanan kaya serat pun dapat menyebabkan
kembung atau flatulensi dan olahraga belum terbukti dapat meringankan konstipasi
kronik. Dengan demikian, upaya penanganan konstipasi non-obat lain yang dapat
dilakukan adalah operasi, biofeedback, dan akupunktur. Operasi pengangkatan
kolon merupakan salah satu pilihan bagi penderita konstipasi berat karena inersia
kolon, meskipun manfaat dan kemungkinan terjadi komplikasi (seperti nyeri perut
dan diare) harus dipertimbangkan secara saksama. Biofeedback yang dilakukan
untuk mempertahankan otot-otot yang mengendalikan pelepasan BAB mungkin
berguba bagi penderita konstipasi kronik karena disfungsi anorektum.

b. Terapi Farmakologis (Farmakoterapi)


Sebagian besar penderita konstipasi ringan tidak membutuhkan obat pencahar.
namun, untuk orang-orang yang telah mengubahh pola makan dan gaya hidup dan
masih mengalami konstipasi, pemberian laksatif atau enema dapat membantu melatih
kembai usus yang telah lama istirahat. Untuk anak-anak, pengobatan jangka pendek
dengan obat pencahar (bersama dengan latihan untuk membiasakan buang air besar
secara teratur) dapat membantu mencegah konstipasi

Obat-obatan untuk konstipasi

Jenis Obat Dosis Lazim untuk Dewasa Lama Kerja Obat


Laksatif pembentuk gumpalan
 Psilium Sampai 1 sendok teh ( 3x sehari ) 12 – 72 jam
 Metilselulosa Sampai 1 sendok teh ( 3x sehari ) 12—72 jam
 Kalsium polikarbofil 2 – 4 tablet / hari 24 – 48 jam

Obat-obatan osmolar
 Polietilen Glikol (PEG) 8,3 – 34 g dalam larutan 240 ml 2 – 4 jhari
 Laktulosa 15 – 30 ml setiap hari atau 2 x sehari 24 – 48 jam
 Sorbitol 120 ml dalam 25% larutan setiap hari 24 – 48 jam
 Gliserin 3 g supposutoria setiap hari 15 – 60 menit
 Magnesium sitrat 200 ml setiap hari 30 menit – 3 jam
Laksatif stimulant
 Bisakodil 10 – 20 mg peroral setiap malam 6 – 10 jam
10 mg supposutoria setiap hari 15 – 60 menit
 Senna 2 – 4 tablet setiap malam 6 – 12 jam
Obat lain
 Tegaserod 6 mg peroral 2 x sehari 24 jam
 Lubiproston 24 g peroral 2 x sehari 24 jam

1. Obat pembentuk gumpalan (Bulking agent)


Menurut persetujuan FDA, obat golongan ini umumnya diindikasikan untuk
penderita konstipasi episodik dengan kandungan air dalam feses yang sedikir.
Obat-obatan ini merupakan polisakarida organik yang beraksi dengan men-
dorong retensi udara di dalam feses. Beberapa obat (contoh metilselulosa dan
psilium) juga mengalami fermentasi bakteri sehingga efeknya semakin tinggi dan
rentan menyebabkan efek samping berupa kembung /flatulensi. Efek samping
lainnya adalah obstruksi bolus pada esofagus atau kolon (walaupun jarang
dilaporkan). Oleh karena literatur yang kurang dan efektivitas obat yang tidak
begitu memuaskan, dua kajian sistematis mengenai obat golongan ini memberikan
kesimpulan yang bertentangan.

Obat-obatan yang dianjurkan untuk Konstipasi pada Anak


1. Bayi
Gliserin supositoria
Enema : 6 mL/kgBB, maksimal 135 mL
2. Anak – anak (diatas 1 tahun)
Pengeluaran tinja secara cepat
Enema : 6 mL/kgBB, maksimal 135 mL setiap 12-24 jam →1 – 3 kali
Parafin cair
Fosfat
Pengobatan kombinasi : enema, supositoria, dan pencahar
Hari 1 : enema setiap 12 – 24 jam
Hari 2 : Bisakodil supositoria (10mg) setiap 12-24 jam
Hari 3 : Bisakodil tablet setiap 12 – 24 jam
PEG secara pororal / NGT : 25 Ml/kgBB/jam (maksimal 1000 ml/jam) → selama 4 jam/hari

Pengeluaran tinja secara lambat


Parafin cair secara peroral : 15 – 30 mL/tahun usia/hari untuk ¾ hari
Senna peroral : 15 mL setiap 12 jam untuk 3 dosis
Magnesium sitrat (maksimal 300 mL)

a. Metilselulosa
Sebuah penelitian membandingkan sejumlah dosis metilselulosa dengan
psilium menemukan bahwa meskipun kedua obat ini menghasilkan efek baik
dalam hal frekuensi dan kekentalan feses, perbedaan diantara keduanya tidak
ditemukan. Efek obat ini lebih terlihat pada kelompok kontrol sehat daripada
kelompok dengan konstipasi kronik.
b. Kalsium Polikarbofil
Sebuah penelitian yang membandingkan karbofil dengan psilium
menunjukkan bahwa meskipun pasien lebih menyukai garam kalsium daripada
psilium, efek terhadap frekuensi feses/kemudahan buang air besar tidak
ditemukan.

Obat golongan ini memiliki partikel-partikel yang berkali-kali akan mengambil air/
cairan dibandingkan dengan volume partikel itu sendiri, sehingga membentuk
massa feses, dan meningkatkan kerja usus besar.

3. Laksatif Osmosis
Mengandung magnesium, polietilenglikol (PEG), dan gula yang tak terserap
seperti laktosa dan sorbitol. Sorbitol dan laktosa didegradasi oleh bakteri kolon.
Sedangkan PEG efektif dikonsumsi setiap hari selama 6 bulan dan kemungkinan
menimbulakan kembung/flatulensi lebih kecil daripada gula yang terserap.
Sama halnya dengan suplemen serat, laksatif osmosis bisa kontraproduktif
pada sejumlah subkelompok penderita konstipasi tertentu seperti transit kolon
lambat tingkat sedang sampai berat, gangguan buang air besar, megakolon,
konstipasi karena IBS, dan pasien dengan perut kembung dan penuh. Contoh pada
pasien yang terkena megakolon tanpa aktivitas. Pemeberian laksatif osmosis tidak
direkomendasikan, tetapi pemeberian makanan dengan serat terbatas harus
diberikan untuk meminimalkan penumpukan material feses dan gas.
Contoh Obat paten yang digunakan :
− Pralax syrup (kandungan: laktulosa). Sediaan: sirup 3, 35 gram / 5 ml x 100
ml.
− Constipen (kandungan: laktulosa). Sediaan: sirup 66,7% / 5 ml x 120 ml).
− Fleet enema (kandungan: Monobasic Na fosfat 19 gram, dibasic Na fosfat 7
gram). Sediaan: botol 133 ml.
− Lantulos (kandungan: laktulosa). Sediaan: sirup 3, 43 gram / 5 ml x 60 ml.
− Opilax (kandungan: laktulosa). Sediaan: sirup 3, 335 gram / 5 ml x 60 ml, 1
20 ml.

4. Laktasif Stimulan
Penggunaan Laksatif stimulan secara kronik yang tidak tepat sebaiknya
dihindari karena dapat membahayakan kolon, menyebabkan tergantungan, serta
disalahgunakan. Jika digunakan dengan baik, laksatif stimulan lebih berkhasiat dan
lebih hemat unyuk penderita konstipasi musiman. Laktasif stimulan yang tersedia
saat ini adalah senna (golongan antrakuinon) dan bisakodil, obat ini bisa
meningkatkan akumulasi cairan dan elektrolit pada ileum distal dan kolon setelah
obat dimetabolisme menjadi bentuk aktif oleh mikroorganisme usus.
Obat ini bekerja pada ujung saraf dinding usus, memicu terjadinya kontraksi otot-
otot usus, sehingga menimbulkan kontraksi usus. Tidak boleh diberikan selama
lebih dari 1 minggu karena dapat menimbulkan kram perut dan diare.

5. Obat Pelunak Feses


Untuk konstipasi yang muncul sekali-sekali dan sebagai obat pelengkap
stimulan. Obat ini merupakan surfaktan anionik untuk pengembang dan
pembasah.
 Dokusat
Efektivias untuk penderita konstipasi kronik telah diteliti melalui penelitian
dengan kontrol Plasebo dan dengan penelitian acak dengan kontrol
psilium. Perbandingan natrium dokusat dengan psilium menunjukkan
bhawa obat pembentuk gumpalan lebih memberikan efek besar terhadap
frekuensi buang air. Obat ini bekerja dengan menstimulasi sekresi
intestinal dan dengan meningkatkan penetrasi cairan ke dalam feses.

6. Agonis 5 HT4
Reseptor 5-HT4 dianggap memiliki peran penting dalam regulasi fungsi
gastrointestinal. Aktivitas reseptor neuron 5-HT4 menghasilkan aktivitas prokinetik
disepanjang saluran gastrointestinal dan memicu pelepasan neutransmiter dari
saraf-saraf eneterik sehingga menyebabkan peningkatan kontraksi dan stimulasi
refleks peristalsis.
a. Tegaserod
suatu senyawa aminoguanidin indole adalah suatu agonis 5-HT4 parsial.
Tegaserod sebagai obat untuk meningkatkan motilitas. Ditemukan dapat
mempercepat transit kolon pada subjek sehat dan pasien dengan IBS-C.
Tegaserod dapat memperlemah respons viseromotor yang dipicu oleh
penggelembungan (distensi) kolorektum.
b. Prukaloprid
suatu senyawa dihidrobenzofurankarboksamida adalah suatu agonis reseptor
5_HT4 berafinitas tinggi yang memiliki khasiat enterokinetik. Prukaloprid
berbeda dari agonis reseptor 5-HT3 lainnya, seperti cisaprid, tegaserod,
mosaprid, dan renzaprid, yang berinteraksi dengan satu atau lebih reseptor lain
(5-HT3,5HT1B, dank anal hERG)

7. Suplemen
Jus Prune, Linseed, Suplemen Serat/Fiber, Teh Herbal, Bran

Anda mungkin juga menyukai