NIM : G70117173
Kelas :B
Tugas 1
Obat meglintides (Medscape, 2021).
a. Sifat fisika dan kimia : massa molar 317,429 g.mol1
b. Indikasi : penurun glukosa darah
c. Kontra indikasi : Reaksi hipersensitivitas, terkena diabetes mellitus tipe 1
(yaitu tergantung insulin), berada pada ketoasidosis diabetik.
d. Farmakokinetik : durasi 4 jam, onset 15 menit, ekskresi melalui urine 83%
dan feses 10%, waktu plasma puncak <1 jam, bioavailabilitas 72-75%, protein
pengikat 97-99%.
e. Farmakodinamik : meningkatkan ekskresi insulin melalui pengikatan saluran
K+ pada sel beta islet. Mengurangi hiperglikemia postprandial. Jumlah insulin yang
dilepaskan tergantung pada kadar glukosa yang ada
f. ADR : menyebabkan asam urat meningkat (10%), pusing (4%),
arthropathy (3%), sindrom mirip flu, penambahan berat badan, hipoglikemia (2%),
diare dan mual.
g. Interaksi : meglitinide akan meningkatkan tingkat atau efek
baricitinib dengan mengurangi eliminasi. Efavirenz akan meningkatkan kadar atau efek
dari obat meglitinide dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP2C9/10 hati.
Ivosidenib akan menurunkan tingkat atau efek obat meglitinide dengan mempengaruhi
metabolisme enzim hati CYP2C9/10. Serta obat-obatan lainnya seperti Balofloxacin,
Besifloxacin, Carbamazepine, Ceritinib, Ciprofloxacin, Cobicistat, Crizotinib,
Dabrafenib, Enoxacin, Entacapone, Eslicarbazepine Acetate, Fleroxacin, Flumequine,
Gatifloxacin, Gemifloxacin, Idelalisib, Insulin Degludec, Levofloxacin, Lomefloxacin,
Metreleptin, Mitotane, Moxifloxacin, Nadifloxacin, Nilotinib, Nitisinone, Norfloxacin,
Ofloxacin, Pazufloxacin, Pefloxacin, Piperaquine, Primidone, Prulifloxacin,
Rufloxacin, Siltuximab, Simeprevir, Sparfloxacin, Teriflunomide dan sebagainya.
h. Toksisitas : Kejang, Penyakit kuning (kulit dan mata menguning)
i. Sediaan obat yang beredar : nateglinide, prandin, repaglinide, starlix
DAFTAR PUSTAKA
Medscape. 2021 ( Diakses pada tanggal 12 juni 2021 pukul 08.45)
Nama : Damar Susanto
NIM : G70117173
Kelas :B
Tugas 2
1. Mencari jurnal tentang insulin inhalasi dan bagaimana perkembangannya terupdate
saat ini
2. Mencari pembeda karakteristik insulin ada yang menjadi kerja pendek atau panjang dll,
serta perbedaan insulin pens, pumps dll
Insulin inhalasi telah terbukti layak dan, dalam beberapa aspek, lebih efektif pengganti
insulin subkutan. Perangkat inhaler insulin dulu dan sekarang belum ditemukan secara
klinis atau kesuksesan komersial. Inhaler insulin membuat bubuk kering atau aerosol
insulin kabut lembut, yang tidak memberikan ukuran partikel seragam yang diperlukan atau
volume aerosol untuk deposisi paru dalam (Cunningham & Tanner, 2020).
Ada berbagai macam inhaler insulin yang digerakkan secara mekanis yang telah
dikembangkan, semuanya menggunakan berbagai teknologi tetapi tidak ada perangkat
nebuliser yang dirancang khusus untuk bentuk insulin inhalasi. Perangkat yang mampu
memberikan partikulat insulin ke alveolus telah dikembangkan dan dipelajari dalam
berbagai protokol klinis. Perangkat yang ideal seharusnya tidak hanya mampu secara
konsisten memberikan insulin untuk mencapai kontrol glikemik yang optimal tetapi juga
harus nyaman untuk pasien-baik portabel dan user-friendly. Selama 30 tahun terakhir, ada
banyak upaya oleh beberapa perusahaan untuk mengembangkan sistem insulin inhalasi
untuk penggunaan pasien domestik. Berbagai perangkat inhaler dikembangkan, yang
mengandalkan berbagai mekanika aerosol dan formulasi insulin yang dapat dihirup, seperti
insulin cair versus bubuk terliofilisasi. Kinerja perangkat berbeda secara signifikan dalam
hal ukuran tetesan, mekanisme pelepasan insulin dan pengaturan pemberian insulin.
Efektivitas perangkat ini berbeda dengan berbagai bioavailabilitas insulin inhalasi untuk
masing-masing perangkat. Penelitian telah menunjukkan bahwa bioavailabilitas insulin
bubuk kering adalah 10%, sedangkan aerosol basah lebih signifikan pada 46% dengan
banyak insulin yang hilang dalam perangkat pengiriman atau di orofaring atau saluran
udara bagian atas (Cunningham & Tanner, 2020).
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, S. M., & Tanner, D. A. (2020). A review: The prospect of inhaled insulin
therapy via vibrating mesh technology to treat diabetes. International Journal of
Environmental Research and Public Health, 17(16), 1–14.
https://doi.org/10.3390/ijerph17165795
Fox, C., & Kilvert, A. (2011). Bersahabat dengan diabetes tipe 2. Penebar Plus.
IDAI. (2015). Konsesus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus tipe 1. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. http://www.idai.or.id/wp-content/uploads/2016/06/Konsensus Endokrin
DM tipe 1 (2015).pdf
TUGAS III
“ANTIEMETIK”
DISUSUN OLEH:
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian..............................................................................................................
B. Mekanisme mual, muntah dan antiemetik ............................................................
C. Obat antiemetik dan sifat obat golongan antagonis serotonin .............................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mual dan muntah pada pasien kanker dapat merupakan gejala dari penyakit
kanker atau efek samping dari pengobatan kanker. Mual muntah dapat mempengaruhi
status nutrisi, asupan makanan dan pada akhirnya dapat mempengaruhi kualitas hidup
pasien (Ladesvita et al., 2021). Mual muntah akibat kemoterapi (MMK) merupakan
efek samping yang paling ditakuti oleh pasien kanker baik yang mendapat kemoterapi
ataupun radioterapi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh antiemetik yang tidak
efektif dalam mencegah mual muntah. Efikasi antiemetik dalam mencegah mual
muntah berkisar sekitar 70%-80% pada pasien yang mendapat kemoterapi dengan
emetogenik berat (Wit dkk, 2015).
Salah satu hal yang berpengaruh terhadap respon obat adalah variasi individu
dalam biotransformasi obat. Polimorfisme gen yang berperan serta dalam
biotransformasi obat merupakan prediktor dalam efektivitas terapi antiemetik selain
faktor risiko jenis kelamin, usia dan emetogenik dari obat sitotoksik.
BAB II
PEMBAHASAN
CTZ
AR 5-HT3 ,
Antagonis
histamin, antagonis antagonist NK1
dopamin,
antagonis
kanabioid,
Pusat Muntah
Benzodiazepin
Kortisol
Emesis
M : Muskarinik, CTZ : chemoreceptor trigger zone, VAP :vagal afferent pathway. AR 5-HT3 :
Antagonis reseptor 5 HT3
Jalur muntah :
Frazon Ferron
Narfoz Pharos
Kliran Bernofarm
Trovensis Sanbe
Gramet Pharos
Kytril Roche
(Anonim, 2012)
3. Palonesetron
Antagonis Waktu
Obat Kimia Alam Dosis
Reseptor Paruh
Carbazole Antagonis
Ondansentron 3,9 jam 0,15 mg/kg
derivatif reseptor 5-HT3
dan antagonis
lemah 5-HT4
Antagonis
Granisetron Indazole reseptor 5- 9-11,6 jam 10 mg/ kg
HT3
Antagonis
Dolasetron Indole reseptor 5- 7-9 jam 0,6-3 mg/ kg
HT3
Antagonis
0,25 mg x 1
Palonosetron Isoquinolone reseptor 5- 40 jam
dosis
HT3
(Goodman and Gilman, 2011)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Antagonis reseptor 5-HT3 bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor 5-
HT3 mencegah aktivasi dan depolarisasi sel terhambat, sehingga rangsang muntah
tidak akan dilanjutkan ke pusat muntah. Contoh obat golongan antagonis reseptor 5-
HT3 antara lain ondansetron, granisetron, dolasetron, dan palonostreon.
Mual sering kali di artikan sebagai keinginan untuk muntah atau gejala yang
dirasakan ditenggorokan dan di daerah sekitar lambung yang menandakan kepada
seseorang bahwa ia akan segera muntah. Muntah diartikan sebagai pengeluaran isi
lambung melalui mulut, yang seringkali membutuhkan dorongan yang sangat kuat.
Antiemetik adalah obat-obatan yang digunakan dalam penatalaksanaan mual
dan muntah. Obat-obatan tersebut bekerja dengan cara mengurangi hiperaktifitas
refleks muntah menggunakan satu dari dua cara, yaitu secara lokal, untuk mengurangi
respons lokal terhadap stimulus yang dikirim ke medula guna memicu terjadinya
muntah, atau secara sentral, untuk menghambat CTZ secara langsung atau menekan
pusat muntah
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012, MIMS Indonesia Edisi 12, PT. Medicata Indonesia, Jakarta.
Goodman and Gilman, 2011, Dasar Farmakologi Terapi Edisi 10, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Katzung, B. G. 2001. Basic and Clinical Pharmacology 8th edition. The McGraw Hill
Companies : San Fransisco.
Ladesvita, F., Sucipto, U., Lisnawati, K., & Pratiwi, C. J. (2021). Asuhan Keperawatan Onkologi
Berdasarkan Teori Virginia Henderson. Nas Media Pustaka.
Singhal AK, Kannan S, and Gota VS. 2012. 5HT 3 Antagonists for Prophylaxis of Postoperative
Nausea and Vomiting in Breast Surgery: a Meta- analysis. J Postgrad Med, 58:23-31.
Wit R, Aapro M, Blower PR. 2015. Is there a pharmacological basis for differences in 5-HT3-
receptor antagonist efficacy in refractory patients. Cancer Chemother Pharmacol ;6: 233
Nama : Damar Susanto
NIM : G70117173
Kelas :B
Tugas 4
Menguraikan dan mendeskripsikan
1. APD (sesuai level contoh masker, baju, dll)
Jenis-jenis Alat Pelindung Diri (APD) dalam (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor.08/Men/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri)
(MENAKER, 2010):
a) Alat pelindung kepala adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi kepala
dari benturan, terantuk, kejatuhan atau terpukul benda tajam atau benda keras yang
melayang atau meluncur di udara, terpapar oleh radiasi panas, api, percikan bahan-
bahan kimia, jasad renik (mikroorganisme) dan suhu yang ekstrim.
b) Alat pelindung mata dan muka adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi
mata dan muka dari paparan bahan kimia berbahaya, paparan partikel-partikel yang
melayang di udara dan di badan air, percikan benda-benda kecil, panas, atau uap panas,
radiasi gelombang elektromagnetik yang mengion maupun yang tidak mengion,
pancaran cahaya, benturan atau pukulan benda keras atau benda tajam.
c) Alat Pelindung Telinga adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi alat
pendengaran terhadap kebisingan atau tekanan.
d) Alat Pelindung Pernafasan beserta perlengkapannya adalah alat pelindung yang
berfungsi untuk melindungi organ pernapasan dengan cara menyalurkan udara bersih
dan sehat dan/atau menyaring cemaran bahan kimia, mikroorganisme, partikel yang
berupa debu, kabut (aerosol), uap, asap, gas/ fume, dan sebagainya.
e) Alat Pelindung Tangan Pelindung tangan (sarung tangan) adalah alat pelindung yang
berfungsi untuk melindungi tangan dan jari-jari tangan dari pajanan api, suhu panas,
suhu dingin, radiasi elektromagnetik, radiasi mengion, arus listrik, bahan kimia,
benturan, pukulan dan tergores, terinfeksi zat patogen (virus, bakteri) dan jasad renik.
f) Alat pelindung kaki berfungsi untuk melindungi kaki dari tertimpa atau berbenturan
dengan benda-benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap
panas, terpajan suhu yang ekstrim, terkena bahan kimia berbahaya dan jasad renik,
tergelincir.
g) Pakaian pelindung berfungsi untuk melindungi badan sebagian atau seluruh bagian
badan dari bahaya temperatur panas atau dingin yang ekstrim, pajanan api dan benda-
benda panas, percikan bahan-bahan kimia, cairan dan logam panas, uap panas, benturan
dengan mesin, peralatan dan bahan, tergores, radiasi, binatang, mikroorganisme patogen
dari manusia, binatang, tumbuhan dan lingkungan seperti virus, bakteri dan jamur
2. Rapid antibody dan rapid antigen (perbedaan, regan, mekanisme) (Yanti et al., 2020).
a) Salah satu uji antibodi yang dapat dilakukan yaitu RTD antibodi dari virus COVID-19.
Pemeriksaan ini sudah sangat umum digunakan dan diperjualbelikan. RTD antibodi ini
dilakukan dengan mendeteksi keberadaan antibodi di dalam darah individu. Deteksi
antibodi ini juga dapat terjadi reaksi silang dengan patogen lainnya seperti jenis
coronavirus yang menyerang manusia lainnya sehingga memberikan hasil positif palsu.
Tes ini berperan penting dalam membantu upaya penemuan vaksin namun tidak untuk
diagnosis klinis dikarenakan tidak dapat diketahui apakah sedang berlangsung infeksi
akut pada pasien tersebut dan berdampak pada pengambilan keputusan klinis. WHO
tidak merekomendasikan penggunaan tes diagnostik cepat berbasis deteksi antibodi
untuk perawatan pasien, namun tes ini dapat membantu dalam surveilans penyakit dan
penelitian epidemiologis.
b) Salah satu uji antigen yang sering digunakan saat ini yaitu RDT antigen. Salah satu alat
yang digunakan yaitu COVID-19 Ag Respi-Strip (Coris BioConcept, Gembloux,
Belgium). Pemeriksaan ini dilakukan dengan mendeteksi presensi dari protein virus
(antigen) COVID-19 pada sampel yang berasal dari saluran pernapasan seseorang. Jika
konsentrasi antigen sasaran pada sampel cukup, antigen tersebut akan mengikat antibodi
yang terdapat pada strip uji dan akan menghasilkan tanda visual, hasil biasanya
didapatkan dalam waktu 30 menit. Antigen yang terdeteksi hanya bisa diekspresikan
saat virus aktif bereplikasi. Oleh karena itu, tes ini paling baik digunakan untuk
mengidentifikasi infeksi pada fase akut atau tahap awal infeksi.
3. Vaksin (terserah mau sinovac dll update WHO, kaitannya dengan pembatalan haji)
Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah memberikan sertifikasi kepada vaksin buatan china
yakni sinovac. Namun Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi menyatakan hingga saat ini
belum ada pengumuman resmi terkait diperbolehkannya penggunaan vaksin sinovac untuk
ibadah haji. Arab Saudi belum mengizinkan masuk jamaah haji yang telah disuntik vaksin
sinovac lantaran merek buatan China itu belum mendapatkan sertifikasi dari Badan
Kesehatan Dunia. Salah satu vaksin yang telah mendapatkan sertifikasi WHO yakni
AstraZeneca, karenanya Saudi memperbolehkan merek tersebut. Tetapi, Warga indonesia
yang sudah menerima vaksinasi lebih banyak menggunakan merek Sinovac ketimbang
AstraZeneca.
Sumber:
https://www.idxchannel.com/syariah/arab-saudi-belum-izinkan-vaksin-sinovac-bisa-untuk-
haji
DAFTAR PUSTAKA
MENAKER. (2010). Permenakertrans Nomor PER.08/MEN/VII/2010 Tentang Alat Pelindung
Diri. 08.
Yanti, B., Ismida, F. D., & Sarah, K. E. S. (2020). Perbedaan uji diagnostik antigen, antibodi,
RT-PCR dan tes cepat molekuler pada Coronavirus Disease 2019. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala, 20(3), 172–177. https://doi.org/10.24815/jks.v20i3.18719