Anda di halaman 1dari 21

Nama : Damar Susanto

NIM : G70117173
Kelas :B

Tugas 1
Obat meglintides (Medscape, 2021).
a. Sifat fisika dan kimia : massa molar 317,429 g.mol1
b. Indikasi : penurun glukosa darah
c. Kontra indikasi : Reaksi hipersensitivitas, terkena diabetes mellitus tipe 1
(yaitu tergantung insulin), berada pada ketoasidosis diabetik.
d. Farmakokinetik : durasi 4 jam, onset 15 menit, ekskresi melalui urine 83%
dan feses 10%, waktu plasma puncak <1 jam, bioavailabilitas 72-75%, protein
pengikat 97-99%.
e. Farmakodinamik : meningkatkan ekskresi insulin melalui pengikatan saluran
K+ pada sel beta islet. Mengurangi hiperglikemia postprandial. Jumlah insulin yang
dilepaskan tergantung pada kadar glukosa yang ada
f. ADR : menyebabkan asam urat meningkat (10%), pusing (4%),
arthropathy (3%), sindrom mirip flu, penambahan berat badan, hipoglikemia (2%),
diare dan mual.
g. Interaksi : meglitinide akan meningkatkan tingkat atau efek
baricitinib dengan mengurangi eliminasi. Efavirenz akan meningkatkan kadar atau efek
dari obat meglitinide dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP2C9/10 hati.
Ivosidenib akan menurunkan tingkat atau efek obat meglitinide dengan mempengaruhi
metabolisme enzim hati CYP2C9/10. Serta obat-obatan lainnya seperti Balofloxacin,
Besifloxacin, Carbamazepine, Ceritinib, Ciprofloxacin, Cobicistat, Crizotinib,
Dabrafenib, Enoxacin, Entacapone, Eslicarbazepine Acetate, Fleroxacin, Flumequine,
Gatifloxacin, Gemifloxacin, Idelalisib, Insulin Degludec, Levofloxacin, Lomefloxacin,
Metreleptin, Mitotane, Moxifloxacin, Nadifloxacin, Nilotinib, Nitisinone, Norfloxacin,
Ofloxacin, Pazufloxacin, Pefloxacin, Piperaquine, Primidone, Prulifloxacin,
Rufloxacin, Siltuximab, Simeprevir, Sparfloxacin, Teriflunomide dan sebagainya.
h. Toksisitas : Kejang, Penyakit kuning (kulit dan mata menguning)
i. Sediaan obat yang beredar : nateglinide, prandin, repaglinide, starlix

Glucagon-Like Peptide-1 agonist (Medscape, 2021).


a. Sifat fisika dan kimia : massa molar 2971.34 g·mol−1
b. Indikasi : terapi pengobatan diabetes tipe 2
c. Kontra indikasi : reaksi hipersensitivitas, riwayat pribadi atau keluarga dari
karsinoma tiroid meduler dan neoplasia endokrin multipel tipe 2 (MEN-2).
d. Farmakokinetik : waktu plasma puncak 3-5 hari, konsentrasi plasma
puncak 1,74 mcg/ml, AUC 465 mcgh/ml, konsentrasi kondisi mapan 4-5 minggu, Vd
11 L, kemungkinan mengikuti jalur metabolisme yang mirip dengan albumin serum
manusia asli yang dikatabolisme terutama di endotel vaskular, waktu paruh 5 hari.
e. Farmakodinamik : mimesis inkretin; analog dari human glukagonlike
peptide 1 (GLP-1); bertindak sebagai agonis reseptor GLP-1 untuk meningkatkan
sekresi insulin yang bergantung pada glukosa.
f. ADR : menyebabkan infeksi saluran pernapasan atas (13%),
diare (10,5%), mual (9,6%), reaksi tempat injeksi (2,1%).
g. Interaksi : Obat penghambat beta (seperti metoprolol, propranolol,
obat tetes mata glaukoma seperti timolol) dapat mencegah detak jantung berdebar
cepat yang biasanya Anda rasakan ketika gula darah Anda turun terlalu rendah
(hipoglikemia). Gejala lain dari gula darah rendah, seperti pusing, lapar, atau
berkeringat, tidak terpengaruh oleh obat-obatan ini.
h. Toksisitas : Gejalanya dapat berupa mual parah dan muntah-muntah.
i. Sediaan obat yang beredar : albiglutide, dulaglutide, exenatide, liraglutide, dan
semaglutide

SGLT 2 Inhibitor (Medscape, 2021).


a. Sifat fisika dan kimia :-
b. Indikasi : terapi pengobatan pasien diabetes
c. Kontra indikasi : reaksi hipersensitivitas yang serius misalnya anafilaksis
dan angioedema dan pasien dialisis
d. Farmakokinetik : bioavailabilitas 65%, waktu plasma puncak 1-2 jam,
distribusi protein pengikat 99%, Vd 119 L, metabolisme yang diperantarai CYP3A4
(oksidatif) minimal 7%, eliminasi total clearance tubuh 192 ml/min, diekskresi melalui
feses 41,5% dan urine 33%.
e. Farmakodinamik : penghambatan SGLT2 menurunkan ambang glukosa
ginjal (yaitu, konsentrasi glukosa plasma yang melebihi kapasitas reabsorpsinglukosa
maksimum ginjal), menurunkan ambang glukosa ginjal menghasilkan peningkatan
ekskresi glukosa urine.
f. ADR : dapat menyebabkan infeksi mikotik genital wanita (10,4-
11,4%), infeksi saluran kemih (4,4-5,9%), peningkatan buang air kecil (4,6-5,1%),
infeksi mikotik genital pria (3,8-4,2%), konstipasi (1,8-2,4%), mual (2,1-2,3%).
g. Interaksi : obat golongan SGLT2 Inhibitor dapat meningkatkan kadar betrixaban oleh
transporter penghabisan P-glikoprotein (MDR1), Rifamycin (misalnya rifampin dan
rifabutin), Obat-obatan tertentu untuk pengobatan kejang (misalnya phenobarbital dan
phenytoin), Ritonavir dan penggunaan Canagliflozin bersamaan dengan diuretik dapat
meningkatkan terjadinya dehidrasi dan tekanan darah rendah. Risiko hipoglikemia juga
meningkat jika dikombinasikan dengan penggunaan insulin dan obat golongan
sulfonilurea.
h. Toksisitas : Beberapa tanda overdosis yang dapat dirasakan adalah
terkait gejala hipoglikemia seperti badan gemetar, denyut jantung cepat, berkeringat,
dan kehilangan kesadaran.
i. Sediaan obat yang beredar : canagliflozin, dapagliflozin, empagliflozin, ertugliflozin,
farxiga, glyxambi, invokamet, invokana, jardiance, Qtern.

DAFTAR PUSTAKA
Medscape. 2021 ( Diakses pada tanggal 12 juni 2021 pukul 08.45)
Nama : Damar Susanto
NIM : G70117173
Kelas :B

Tugas 2
1. Mencari jurnal tentang insulin inhalasi dan bagaimana perkembangannya terupdate
saat ini
2. Mencari pembeda karakteristik insulin ada yang menjadi kerja pendek atau panjang dll,
serta perbedaan insulin pens, pumps dll

Insulin inhalasi telah terbukti layak dan, dalam beberapa aspek, lebih efektif pengganti
insulin subkutan. Perangkat inhaler insulin dulu dan sekarang belum ditemukan secara
klinis atau kesuksesan komersial. Inhaler insulin membuat bubuk kering atau aerosol
insulin kabut lembut, yang tidak memberikan ukuran partikel seragam yang diperlukan atau
volume aerosol untuk deposisi paru dalam (Cunningham & Tanner, 2020).

Ada berbagai macam inhaler insulin yang digerakkan secara mekanis yang telah
dikembangkan, semuanya menggunakan berbagai teknologi tetapi tidak ada perangkat
nebuliser yang dirancang khusus untuk bentuk insulin inhalasi. Perangkat yang mampu
memberikan partikulat insulin ke alveolus telah dikembangkan dan dipelajari dalam
berbagai protokol klinis. Perangkat yang ideal seharusnya tidak hanya mampu secara
konsisten memberikan insulin untuk mencapai kontrol glikemik yang optimal tetapi juga
harus nyaman untuk pasien-baik portabel dan user-friendly. Selama 30 tahun terakhir, ada
banyak upaya oleh beberapa perusahaan untuk mengembangkan sistem insulin inhalasi
untuk penggunaan pasien domestik. Berbagai perangkat inhaler dikembangkan, yang
mengandalkan berbagai mekanika aerosol dan formulasi insulin yang dapat dihirup, seperti
insulin cair versus bubuk terliofilisasi. Kinerja perangkat berbeda secara signifikan dalam
hal ukuran tetesan, mekanisme pelepasan insulin dan pengaturan pemberian insulin.
Efektivitas perangkat ini berbeda dengan berbagai bioavailabilitas insulin inhalasi untuk
masing-masing perangkat. Penelitian telah menunjukkan bahwa bioavailabilitas insulin
bubuk kering adalah 10%, sedangkan aerosol basah lebih signifikan pada 46% dengan
banyak insulin yang hilang dalam perangkat pengiriman atau di orofaring atau saluran
udara bagian atas (Cunningham & Tanner, 2020).

Menurut (Rismayanthi, 2010), Perbedaan tiap jenis insulin antara lain:


1. Rapid-acting yaitu jenis insulin yang digunakan bersamaaan dengan makanan. Jenis ini
digunakan bersamaan dengan jenis insulin longer-acting.
2. Short-acting yaitu insulin yang digunakan untuk mencukupi insulin setelah makan 30-
60 menit
3. Intermediate-acting yaitu insulin yang digunakan untuk mencukupi insulin selama
setengah hari atau sepanjang malam. Jenis ini biasa dikombinasi dengan jenis rapid-
acting atau short-acting.
4. Long-acting yaitu insulin yang digunakan untuk mencukupi insulin seharian. Jenis ini
biasa dikombinasi dengan jenis rapid-acting atau short-acting.
5. Pre-mixed yaitu insulin yang biasanya digunakan dua kali sehari sebelum makan. Pre-
mixed insulin adalah kombinasi dengan proporsi yang spesifik insulin intermediate-
acting dan insulin short-acting di satu botol atau insulin pen.

Menurut (IDAI, 2015), Perbedaan jenis-jenis insulin yaitu:


1. Insulin kerja cepat (rapid-acting), insulin ini mempunyai kecenderungan membentuk
agrerat dalam bentuk dimer dan heksamer yang akan memperlambat absorpsi dan lama
awitan kerjanya. Insulin Lispro, Aspart dan Glulisine tidak membentuk agrerat dimer
maupun heksamer, sehingga dapat dipergunakan sebagai insulin kerja cepat. Insulin
monomer ini berupa larutan yang jernih, mempunyai awitan kerja yang cepat (5-15
menit), puncak kerja 30-90 menit dan lama kerja berkisar 3-5 jam.
2. Insulin kerja pendek (short-acting/reguler), insulin jenis ini tersedia dalam bentuk
larutan jernih, dikenal sebagai insulin reguler. Biasanya digunakan untuk mengatasi
keadaan akut seperti ketoasidosis, penderita baru dan tindakan bedah. Kadang-kadang
juga digunakan sebagai pengobatan bolus (20-30 menit sebelum makan) atau
kombinasi dengan insulin kerja menengah pada regimen 1-2 kali sehari atau dengan
insulin basal.
3. Insulin kerja menengah (intermediate-acting), insulin jenis ini tersedia dalam bentuk
suspensi sehingga terlihat keruh. Mengingat lama kerjanya maka lebih sesuai bila
digunakan dalam regimen dua kali sehari dan sebelum tidur pada regimen basal-bolus.
Sebelum digunakan, insulin harus dibuat merata konsentrasinya, jangan dengan
mengocok (dapat menyebabkan degradasi protein), tetapi dengan cara menggulung-
gulung di antara kedua telapak tangan.
4. Insulin kerja panjang (long-acting), insulin kerja panjang tradisional (UltralenteTM)
mempunyai masa kerja lebih dari 24 jam, sehingga dapat digunakan dalam regimen
basal-bolus. Profil kerjanya pada diabetisi anak sangat bervariasi, dengan efek
akumulasi dosis; oleh karena itu penggunaan analog insulin basal mempunyai
keunggulan dibandingkan ultralente.
5. Insulin kerja campuran, saat ini di Indonesia terdapat beberapa sediaan insulin
campuran yang mempunyai pola kerja bifasik; terdiri dari kombinasi insulin kerja
cepat dan menengah, atau kerja pendek dan menengah yang sudah dikemas oleh
pabrik. Sediaan yang ada adalah kombinasi 30/70 artinya terdiri dari 30% insulin kerja
cepat atau pendek, dan 70% insulin kerja menengah.

Menurut (Fox & Kilvert, 2011), Perbedaan bentuk insulin:


1. Pena insulin, terdiri atas beberapa bentuk dan ukuran. Pena insulin berisi insulin,
berbentuk pena dengan jarum di bagian ujung dan dapat diganti. Setelah diisi insulin
dan tombolnya ditekan, pena insulin langsung dapat menyuntikan insulin yang segera
masuk ke aliran darah. Ada juga beberapa bentuk pena insulin yang sudah terisi dengan
insulin seperti pada prefilled pen, preloaded pen dan disposable pen. Semua isi insulin
atau catridge terdiri atas 30 unit insulin yang akan habis dalam beberapa hari dan perlu
diganti.
2. Suntikan, suntikan terdiri atas berbagai ukuran. Suntikan jet merupakan alat suntik
yang jarum suntiknya dapat diganti. Suntikan tersebut bekerja dengan cara
menyusupkan insulin melewati kulit dengan kecepatan tinggi. Jarum ini tidak
menimbulkan rasa sakit dan nyeri dikulit.

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, S. M., & Tanner, D. A. (2020). A review: The prospect of inhaled insulin
therapy via vibrating mesh technology to treat diabetes. International Journal of
Environmental Research and Public Health, 17(16), 1–14.
https://doi.org/10.3390/ijerph17165795

Fox, C., & Kilvert, A. (2011). Bersahabat dengan diabetes tipe 2. Penebar Plus.

IDAI. (2015). Konsesus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus tipe 1. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. http://www.idai.or.id/wp-content/uploads/2016/06/Konsensus Endokrin
DM tipe 1 (2015).pdf

Rismayanthi, C. (2010). TERAPI INSULIN SEBAGAI ALTERNATIF PENGOBATAN BAGI


PENDERITA DIABETES (Vol. 06, pp. 29–36). Universitas Negeri Yogyakarta.
MAKALAH SPESIALITE OBAT DAN ALKES

TUGAS III

“ANTIEMETIK”

DISUSUN OLEH:

NAMA : DAMAR SUSANTO


NIM : G70117173
KELAS :B

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .....................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian..............................................................................................................
B. Mekanisme mual, muntah dan antiemetik ............................................................
C. Obat antiemetik dan sifat obat golongan antagonis serotonin .............................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mual dan muntah pada pasien kanker dapat merupakan gejala dari penyakit
kanker atau efek samping dari pengobatan kanker. Mual muntah dapat mempengaruhi
status nutrisi, asupan makanan dan pada akhirnya dapat mempengaruhi kualitas hidup
pasien (Ladesvita et al., 2021). Mual muntah akibat kemoterapi (MMK) merupakan
efek samping yang paling ditakuti oleh pasien kanker baik yang mendapat kemoterapi
ataupun radioterapi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh antiemetik yang tidak
efektif dalam mencegah mual muntah. Efikasi antiemetik dalam mencegah mual
muntah berkisar sekitar 70%-80% pada pasien yang mendapat kemoterapi dengan
emetogenik berat (Wit dkk, 2015).
Salah satu hal yang berpengaruh terhadap respon obat adalah variasi individu
dalam biotransformasi obat. Polimorfisme gen yang berperan serta dalam
biotransformasi obat merupakan prediktor dalam efektivitas terapi antiemetik selain
faktor risiko jenis kelamin, usia dan emetogenik dari obat sitotoksik.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mual, Muntah dan Antiemetik


Mual sering kali di artikan sebagai keinginan untuk muntah atau gejala yang
dirasakan ditenggorokan dan di daerah sekitar lambung yang menandakan kepada
seseorang bahwa ia akan segera muntah. Muntah diartikan sebagai pengeluaran isi
lambung melalui mulut, yang seringkali membutuhkan dorongan yang sangat kuat
(Ladesvita et al., 2021).
Antiemetik adalah obat-obatan yang digunakan dalam penatalaksanaan mual
dan muntah. Obat-obatan tersebut bekerja dengan cara mengurangi hiperaktifitas
refleks muntah menggunakan satu dari dua cara, yaitu secara lokal, untuk mengurangi
respons lokal terhadap stimulus yang dikirim ke medula guna memicu terjadinya
muntah, atau secara sentral, untuk menghambat CTZ secara langsung atau menekan
pusat muntah. Anti emetik yang bekerja secara lokal dapat berupa anastid, anastesi
lokal, adsorben, obat pelindung yang melapisi mukosa GI, atau obat yang mencegah
distensi dan menstimulasi pereganan saluran GI. Agen ini sering kali digunakan untuk
mengatasi mual yang ringan (Ardhiansyah, 2021).

B. Mekanisme Mual, Muntah dan Antiemetik


Dalam penanganan kemoterapi menggunakan obat-obat yang bersifat
sitotoksik. Obat sitotoksik dapat menimbulkan mual muntah melalui beberapa
mekanisme, yaitu:1) pusat muntah, 2) chemoreceptor trigger zone (CTZ), 3) syaraf
aferen vagus yang berasal dari gastrointestinal menuju area postrema. CTZ. CTZ
sangat sensitif terhadap stimulus kimia dan merupakan target utama dari antiemetik.
Obat sitotoksik akan mengaktifkan syaraf aferen vagus dan menghasilkan input
sensori yang akan mengaktifkan otot perut, diafragma, lambung dan
esophagus untuk menimbulkan muntah. Mekanisme dari obat sitotoksik dalam
menimbulkan muntah (Mariani, 2018).
Gastrointestinal

Obat sitotoksik Pelepasan serotonin darisel enterokromafin 5-HT3, SP

CTZ

5-HT3, D2, SP, M VAP

AR 5-HT3 ,
Antagonis
histamin, antagonis antagonist NK1
dopamin,
antagonis
kanabioid,
Pusat Muntah

Benzodiazepin

Kortisol

Emesis

5-HT3: 5 Hidrokstriptamin, D2 : dopamin, SP : Substansi P, H : Histamin,

M : Muskarinik, CTZ : chemoreceptor trigger zone, VAP :vagal afferent pathway. AR 5-HT3 :
Antagonis reseptor 5 HT3

Jalur muntah :

Mekanisme aksi obat :

Neurotransmiter yang berperan dalam mual muntah adalah dopamine,


serotonin dan senyawa P. Reseptor dopamine, serotonin dan senyawa P terletak di
dorsal vagus, area postrema dan gastrointestinal. Antiemetik yang digunakan dalam
terapi MMK adalah antagonis reseptor 5 HT3 (AR5HT3), antagonis dopamine dan
antagonis neurokinin. AR5HT3 terikat secara selektif dan kompetitif memblok
AR5HT3, sehingga dapat mencegah input sensori ke pusat muntah dan CTZ.
Aktivitas antiemetik dari AR5HT3 dapat tercapai dengan menghambat reseptor
5HT3A dan 5HT3B baik yang terletak di sentral maupun perifer. Obat yang termasuk
golongan AR5HT3 adalah ondansetron, dolasetron, granisetron, dan palanosetron
(Ardhiansyah, 2021).
Reseptor 5-HT merupakan reseptor yang sangat kompleks, karena memiliki
sedikitnya 14 subtipe reseptor. Uniknya, dari empat belas subtipe tersebut, hanya satu
yang terkait dengan kanal ion (reseptor ionotropik) yaitu reseptor 5-HT3,
sedangkan sisanya adalah metabotropik. Reseptor 5- HT3 mulanya dijumpai pada saraf
otonom, saraf sensorik, dan saraf enterik yang ada di saluran pencernaan. Selanjutnya
reseptor ini juga dijumpai di SSP seperti spinal cord, korteks, hippokampus, dan di
ujung saraf dan berperan mengatur pelepasan neurotransmitter, termasuk serotonin.
Reseptor 5-HT3 terikat dengan kanal ion yang tidak selektif. Aktivasinya oleh
serotonin menyebabkan kanal kation membuka dan memicu arus depolarisasi yang
cepat dan singkat sebagai akibat dari pergerakan ion K+ dan Na+ kanal.
Pengikatan agonis pada serotonin menyebabkan perubahan konformasi dan
aktivasi reseptor 5-HT3. Hal ini menyebabkan gerakan ion bermuatan positif dari celah
sinaptik ke dalam sitoplasma. Pengikatan antagonis di situs pengikatan serotonin
mencegah aktivasi dan depolarisasi sel terhambat. Sehingga rangsang muntah tidak
akan dilanjutkan ke pusat muntah (Gambar 2).

Gambar 2. Mekanisme kerja dari antagonis reseptor 5-HT3 (Katzung, 2001).


Granisetron
Ondansetron
Dolasetron
Palonosetron

Gambar 3. Obat golongan antagonis reseptor 5-HT3 akan menempati reseptor


5-HT3 sehingga dapat mencegah muntah.

Antagonis reseptor 5-HT3 sering digunakan bersama dengan steroid


glukokortikoid seperti dexamethasone pada induksi mual dan muntah akibat
kemoterapi. Penggunaan bersama antagonis reseptor NK1, secara signifikan
meningkatkan efektivitas antagonis 5-HT3 secara akut atau kronik pada induksi mual
dan muntah akibat kemoterapi. Dalam sebuah studi meta analisis, antagonis reseptor
5-HT3 dinyatakan efektif dalam mencegah mual dan muntah pasca operasi payudara
(Singhal, et al, 2012).

C. Obat Antiemetik dan Sifat Obat Golongan Antagonis Serotonin


a. Obat Antiemetik
1. Ondansetron

Nama Branded Generik Produsen

Frazon Ferron

Narfoz Pharos
Kliran Bernofarm

Ondarin Yarindo Farmatama

Ondavell Novell Pharma

Trovensis Sanbe

Vomceran Kalbe Pharma

Vometraz Dexa Medica

Vometron Mahakam Medika Farma


(Anonim, 2012)
2. Granisetron

Nama Branded Generik Produsen

Gramet Pharos

Granon Dexa Medica

Kytril Roche
(Anonim, 2012)
3. Palonesetron

Nama Branded Generik Produsen

Paloxi Kalbe Farma


(Anonim, 2012)

b. Sifat Obat Golongan Antagonis Serotonin

Antagonis Waktu
Obat Kimia Alam Dosis
Reseptor Paruh

Carbazole Antagonis
Ondansentron 3,9 jam 0,15 mg/kg
derivatif reseptor 5-HT3
dan antagonis
lemah 5-HT4
Antagonis
Granisetron Indazole reseptor 5- 9-11,6 jam 10 mg/ kg
HT3
Antagonis
Dolasetron Indole reseptor 5- 7-9 jam 0,6-3 mg/ kg
HT3
Antagonis
0,25 mg x 1
Palonosetron Isoquinolone reseptor 5- 40 jam
dosis
HT3
(Goodman and Gilman, 2011)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Antagonis reseptor 5-HT3 bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor 5-
HT3 mencegah aktivasi dan depolarisasi sel terhambat, sehingga rangsang muntah
tidak akan dilanjutkan ke pusat muntah. Contoh obat golongan antagonis reseptor 5-
HT3 antara lain ondansetron, granisetron, dolasetron, dan palonostreon.
Mual sering kali di artikan sebagai keinginan untuk muntah atau gejala yang
dirasakan ditenggorokan dan di daerah sekitar lambung yang menandakan kepada
seseorang bahwa ia akan segera muntah. Muntah diartikan sebagai pengeluaran isi
lambung melalui mulut, yang seringkali membutuhkan dorongan yang sangat kuat.
Antiemetik adalah obat-obatan yang digunakan dalam penatalaksanaan mual
dan muntah. Obat-obatan tersebut bekerja dengan cara mengurangi hiperaktifitas
refleks muntah menggunakan satu dari dua cara, yaitu secara lokal, untuk mengurangi
respons lokal terhadap stimulus yang dikirim ke medula guna memicu terjadinya
muntah, atau secara sentral, untuk menghambat CTZ secara langsung atau menekan
pusat muntah
DAFTAR PUSTAKA

Ardhiansyah, A. O. (2021). Surgery Mapping 1 Ed. 2: Dasar-dasar Onkologi dan Hallmark of


Cancer. Airlangga University Press.

Anonim, 2012, MIMS Indonesia Edisi 12, PT. Medicata Indonesia, Jakarta.

Goodman and Gilman, 2011, Dasar Farmakologi Terapi Edisi 10, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.

Katzung, B. G. 2001. Basic and Clinical Pharmacology 8th edition. The McGraw Hill
Companies : San Fransisco.

Ladesvita, F., Sucipto, U., Lisnawati, K., & Pratiwi, C. J. (2021). Asuhan Keperawatan Onkologi
Berdasarkan Teori Virginia Henderson. Nas Media Pustaka.

Mariani, K. S. (2018). PROFIL PENGGUNAAN OBAT SITOSTATIKA PADA PASIEN KANKER


RAWAT INAP YANG MENJALANI KEMOTERAPI DI RSUD PROF. Dr. W. Z. JOHANNES
KUPANG TAHUN 2018. Politeknik Kesehatan Kupang.

Singhal AK, Kannan S, and Gota VS. 2012. 5HT 3 Antagonists for Prophylaxis of Postoperative
Nausea and Vomiting in Breast Surgery: a Meta- analysis. J Postgrad Med, 58:23-31.

Wit R, Aapro M, Blower PR. 2015. Is there a pharmacological basis for differences in 5-HT3-
receptor antagonist efficacy in refractory patients. Cancer Chemother Pharmacol ;6: 233
Nama : Damar Susanto
NIM : G70117173
Kelas :B

Tugas 4
Menguraikan dan mendeskripsikan
1. APD (sesuai level contoh masker, baju, dll)
Jenis-jenis Alat Pelindung Diri (APD) dalam (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor.08/Men/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri)
(MENAKER, 2010):
a) Alat pelindung kepala adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi kepala
dari benturan, terantuk, kejatuhan atau terpukul benda tajam atau benda keras yang
melayang atau meluncur di udara, terpapar oleh radiasi panas, api, percikan bahan-
bahan kimia, jasad renik (mikroorganisme) dan suhu yang ekstrim.
b) Alat pelindung mata dan muka adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi
mata dan muka dari paparan bahan kimia berbahaya, paparan partikel-partikel yang
melayang di udara dan di badan air, percikan benda-benda kecil, panas, atau uap panas,
radiasi gelombang elektromagnetik yang mengion maupun yang tidak mengion,
pancaran cahaya, benturan atau pukulan benda keras atau benda tajam.
c) Alat Pelindung Telinga adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi alat
pendengaran terhadap kebisingan atau tekanan.
d) Alat Pelindung Pernafasan beserta perlengkapannya adalah alat pelindung yang
berfungsi untuk melindungi organ pernapasan dengan cara menyalurkan udara bersih
dan sehat dan/atau menyaring cemaran bahan kimia, mikroorganisme, partikel yang
berupa debu, kabut (aerosol), uap, asap, gas/ fume, dan sebagainya.
e) Alat Pelindung Tangan Pelindung tangan (sarung tangan) adalah alat pelindung yang
berfungsi untuk melindungi tangan dan jari-jari tangan dari pajanan api, suhu panas,
suhu dingin, radiasi elektromagnetik, radiasi mengion, arus listrik, bahan kimia,
benturan, pukulan dan tergores, terinfeksi zat patogen (virus, bakteri) dan jasad renik.
f) Alat pelindung kaki berfungsi untuk melindungi kaki dari tertimpa atau berbenturan
dengan benda-benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap
panas, terpajan suhu yang ekstrim, terkena bahan kimia berbahaya dan jasad renik,
tergelincir.
g) Pakaian pelindung berfungsi untuk melindungi badan sebagian atau seluruh bagian
badan dari bahaya temperatur panas atau dingin yang ekstrim, pajanan api dan benda-
benda panas, percikan bahan-bahan kimia, cairan dan logam panas, uap panas, benturan
dengan mesin, peralatan dan bahan, tergores, radiasi, binatang, mikroorganisme patogen
dari manusia, binatang, tumbuhan dan lingkungan seperti virus, bakteri dan jamur

2. Rapid antibody dan rapid antigen (perbedaan, regan, mekanisme) (Yanti et al., 2020).
a) Salah satu uji antibodi yang dapat dilakukan yaitu RTD antibodi dari virus COVID-19.
Pemeriksaan ini sudah sangat umum digunakan dan diperjualbelikan. RTD antibodi ini
dilakukan dengan mendeteksi keberadaan antibodi di dalam darah individu. Deteksi
antibodi ini juga dapat terjadi reaksi silang dengan patogen lainnya seperti jenis
coronavirus yang menyerang manusia lainnya sehingga memberikan hasil positif palsu.
Tes ini berperan penting dalam membantu upaya penemuan vaksin namun tidak untuk
diagnosis klinis dikarenakan tidak dapat diketahui apakah sedang berlangsung infeksi
akut pada pasien tersebut dan berdampak pada pengambilan keputusan klinis. WHO
tidak merekomendasikan penggunaan tes diagnostik cepat berbasis deteksi antibodi
untuk perawatan pasien, namun tes ini dapat membantu dalam surveilans penyakit dan
penelitian epidemiologis.
b) Salah satu uji antigen yang sering digunakan saat ini yaitu RDT antigen. Salah satu alat
yang digunakan yaitu COVID-19 Ag Respi-Strip (Coris BioConcept, Gembloux,
Belgium). Pemeriksaan ini dilakukan dengan mendeteksi presensi dari protein virus
(antigen) COVID-19 pada sampel yang berasal dari saluran pernapasan seseorang. Jika
konsentrasi antigen sasaran pada sampel cukup, antigen tersebut akan mengikat antibodi
yang terdapat pada strip uji dan akan menghasilkan tanda visual, hasil biasanya
didapatkan dalam waktu 30 menit. Antigen yang terdeteksi hanya bisa diekspresikan
saat virus aktif bereplikasi. Oleh karena itu, tes ini paling baik digunakan untuk
mengidentifikasi infeksi pada fase akut atau tahap awal infeksi.
3. Vaksin (terserah mau sinovac dll update WHO, kaitannya dengan pembatalan haji)
Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah memberikan sertifikasi kepada vaksin buatan china
yakni sinovac. Namun Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi menyatakan hingga saat ini
belum ada pengumuman resmi terkait diperbolehkannya penggunaan vaksin sinovac untuk
ibadah haji. Arab Saudi belum mengizinkan masuk jamaah haji yang telah disuntik vaksin
sinovac lantaran merek buatan China itu belum mendapatkan sertifikasi dari Badan
Kesehatan Dunia. Salah satu vaksin yang telah mendapatkan sertifikasi WHO yakni
AstraZeneca, karenanya Saudi memperbolehkan merek tersebut. Tetapi, Warga indonesia
yang sudah menerima vaksinasi lebih banyak menggunakan merek Sinovac ketimbang
AstraZeneca.
Sumber:
https://www.idxchannel.com/syariah/arab-saudi-belum-izinkan-vaksin-sinovac-bisa-untuk-
haji

DAFTAR PUSTAKA
MENAKER. (2010). Permenakertrans Nomor PER.08/MEN/VII/2010 Tentang Alat Pelindung
Diri. 08.
Yanti, B., Ismida, F. D., & Sarah, K. E. S. (2020). Perbedaan uji diagnostik antigen, antibodi,
RT-PCR dan tes cepat molekuler pada Coronavirus Disease 2019. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala, 20(3), 172–177. https://doi.org/10.24815/jks.v20i3.18719

Anda mungkin juga menyukai