Anda di halaman 1dari 15

PROPOSAL

USULAN PENELITIAN

Efektifitas infusa daun katuk (Sauropus androgunus (L) Merr)


dalam menurunkan kadar asam urat pada mencit putih
jantan yang diinduksi kalium oksonat

Arion Parasian Manullang

F1F117023

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS JAMBI

2020
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gout atau yang lebih dikenal oleh masyarakat awam sebagai penyakit asam urat
merupakan suatu penyakit yang dapat menyerang semua lapisan masyarakat. Penyakit
asam urat merupakan suatu kondisi klinis yang ditandai dengan adanya peningkatan
kadar asam urat serum melebihi batas normalnya yaitu 7,0 mg/dL untuk laki-laki dan
sebesar 6,0 mg/dL untuk perempuan. Faktor penyebab dari penyakit yang jarang
diketahui oleh masyarakat dikarenakan kurangnya edukasi dan sosialisasi terhadap
penyakit asam urat ini salah satunya adalah asupan makanan yang biasa dikonsumsi
sehari-hari (Wortmann, 1997).
Asam urat merupakan bentuk komplikasi dari hiperurisemia, dimana hiperurisemia
itu sendiri terjadi karena adanya peningkatan metabolisme asam urat, penurunan
pengeluaran asam urat urin gabungan dari keduanya (Wortmann, 1997). Hal ini dapat
menyebabkan ketidakmampuan darah dalam menampung asam urat sehingga
menyebabkan terjadinya pengendapan kristal urat diberbagai sendi dan ginjal (Misnadiarly,
2007).
Tanaman herbal saat ini menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat dalam
mengobati suatu penyakit, dimana masyarakat lebih memilih menggunakan tanaman
herbal daripada obat sintetik karena aktivitasnya dapat menyembuhkan suatu penyakit
dengan mempertimbangkan hal seperti harga yang murah, sangat mudah untuk didapat
dan minim akan efek samping.
Salah satu tanaman yang sudah dikenal oleh masyarakat luas adalah tanaman Katuk
(Sauropus androgunus (L) Merr) yang sudah sangat banyak digunakan oleh masyarakat
dalam mengobati penyakit. Berdasarkan penelitian Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan
Obat Indonesia menyatakan bahawa tanaman katuk mengandung beberapa senyawa kimia
yang dapat dijadikan sebagai alternatif dalam mengobati suatu penyakit diantaranya
adalah senyawa alkaloid papaverin, protein, lemak, vitamin, mineral, saponin, flavonoid,
dan tanin (Rukmana,2003).
Senyawa kimia berupa flavonoid yang terdapat pada daun katuk berupa metabolit
sekunder yang memiliki berbagai aktifitas farmakologi dan aktifitas biologi. Didalam
tumbuhan tingkat tinggi (Angiospermae) flavonoid tersebar dan banyak terdapat pada
tumbuhan tingkat tinggi jenis ini. Flavonoid memiliki aktifitas seperti fungsi
biotransportasi,pertahanan diri baik dalam keadaan buruk maupun sebagai pigmen warna
(Rukmana, 2003). Selain itu flavonoid adalah sutu senyawa aktif yang dapat digunakan
dalam mengobati penyakit asam urat dimana mekanisme kerjanya adalah dengan
menghambat kerja dari enzim xanthin oksidase yang dapat mengubah purin menjadi asam
urat (Costantito et al, 1992).
Pada penelitian ini dilaksanakan untuk melihat efek dari pemberian infus daun katuk
terhadap penurunan kadar asam urat pada mencit putih jantan yang diinduksi dengan
kalium oksonat dan melihat perbandingan penurunan kadar asam urat pada pemberian
allopurinol sebagai kontrol positif dan penggunaan infus daun katuk pada dosis tertentu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pemberin infusa daun katuk (Sauropus androgunus (L) Merr) dapat
memberikan efek terhadap penurunan kadar asam urat ?
2. Berapakah dosis optimal infusa daun katuk (Sauropus androgunus (L) Merr) yang
dapat menurunkan kadar asam urat ?
3. Apakah terdapat perbedaan efek yang ditimbulkan antara pemberian allopurinol
sebagai kontrol positif dengan infusa daun katuk (Sauropus androgunus (L) Merr)
dalam menurunkan kadar asam urat ?
1.3 Hipotesa
1. Pemberian infusa daun katuk (Sauropus androgunus (L) Merr) dapat menurunkan
kadar asam urat.
2. Tidak terdapat perbedaan antara penggunaan allopurinol sebagai kontrol positif
dengan pemberian infusa daun katuk (Sauropus androgunus (L) Merr) dalam
menurunkan kadar asam urat.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui efek pemberian infusa daun sukun dalam menurunkan kadar asam urat
pada penderita penyakit Gout.
2. Melihat dosis optimal pada pemberian infusa daun katuk dalam menurunkan kadar
asam urat.
3. Melihat perbedaan antara pemberian allopurinol sebagai kontrol positif dengan
pemberian infusa daun katuk dalam menurunkan kadar asam urat.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efektifitas dari daun
katuk dalam menurunkan kadar asam urat sebagai alternatif pengobatan yang dapat
digunakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat luas.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asam Urat
2.1.1 Definisi Asam Urat
Asam urat adalah suatu kondisi klinis yang disebabkan karena adanya asam yang
berbentuk kristal yang merupakan produk akhir dari proses metabolisme atau adanya
proses pemecahan purin, yaitu salah satu komponen dari asam nukleat yang ada pada inti
sel tubuh makhluk hidup. Makanan seperti sayur,buah, kacang-kacangan,daging,jeroan
dan ikan sarden banyak mengandung purin dan dapat menjadi pencetus dari terbentuknya
penyakit asam urat. Sebenarnya, setiap orang memiliki asam urat di dalam tubuh, karena
asam urat memang merupakan produk hasil metabolisme normal, hanya saja jika asam
urat yang dihasilkan tubuh melebihi kadar batas normalnya, maka inilah yang
menyebabkan penyakit asam urat yang sering dikeluhkan oleh masyarakat banyak
(Dalimartha, 2008).
2.1.2 Metabolisme Purin Menjadi Asam Urat
Pembentukan asam urat dimulai dari terbentuknya adenosine dan guanosine yang
merupakan hasil dari proses metabolisme DNA dan RNA dimana adenosine dimetabolisme
menjadi hypoxanthine, dimana nantinya hypoxanthine dimetabolisme menjadi xanthine.
Dan guanosine sendiri dimetabolisme menjadi xantine. Xanthine dan guanosine kemudian
dirubah menjadi asam urat dengan bantuan xanthine oxidase dan akan diekskresikan
melalui glomerulus (Marks et al, 2000)
Gambar 1. Pembentukan asam urat dari Nukleosida Purin (Murray et al, 1997)
2.1.3 Kadar Asam Urat
Kadar asam urat darah dibedakan menurut usia dan jenis kelamin dimana sebelum
mereka mengalami pubertas kadar asam urat untuk laki-laki dan perempuan rata-rata 3,5
mg dL. Sedangkan setelah pubertas kadar asam urat darah pada laki-laki berkisar antara
3,4-7,0 mg/dL dan pada perempuan dewasa berkisar antara angka 2,4-5,7 mg/dL. Kadar
asam urat pada perempuan cenderung lebih rendah daripada pada laki-laki dikarenakan
pada perempuan terdapat hormon esterogen yang dapat mengeluarkan asam urat dari
dalam tubuh. Kadar asam urat yang jika melebihi batas ketentuan normalnya inilah yang
mengakibatkan seseorang tersebut mengalami penyakit gout (Herliana,2013)
2.1.4 Makanan Tinggi Purin
Konsumsi makanan yang tinggi akan purin menjadi salah satu faktor utama
pencetus penyakit asam urat diantaranya adalah makanan yang berasal dari daging, ikan,
kacang-kacangan dan juga jeroan. Dimana purin merupakan bahan utama pembentuk
asam urat. Selain makanan, minuman beralkohol juga memiliki kadar purin yang tinggi
(Mellado et al, 2001)
2.1.5 Patofisiologi Asam Urat
Kondisi asam urat yang meningkat dalam tubuh menyebabkan terjadinya
penumpukan asam urat pada jaringan yang kemudian akan membentuk seperti kristal
urat yang ujungnya tajam seperti jarum. Kondisi inilah yang memicu terjadinya suatu
inflamasi atau peradangan dan diteruskan dengan serangan gout yang dapat menimbulkan
kerusakan hebat pada sendi dan jaringan lunak dan dapat menyebabkan nefrolithiasis urat
(batu ginjal) dengan disertai penyakit ginjal kronis jika tidak mendapatkan penanganan
yang cepat dan tepat (Kertia, 2009)
Menurut Kertia (2009), asam urat atau gout memiliki 4 tahapan klinis, diantaranya :
a) Stadium 1
Kadar asam urat meningkat tapi tidak menunjukan gejala atau keluhan.
b) Stadium II
Terjadi pembengkakan dan nyeri pada sendi kaki, sendi jari tangan, pergelangan
tangan dan siku.
c) Stadium III
Serangan pada stadium 3 ini berlangsug dalam jangka waktu kurang dari 1 tahun.
d) Stadium IV
Penumpukan asam urat yang terjadi secara terus menerus yang dapat mengakibatan
nyeri,sakit,kaku serta pembengkakan sendi nodular yang besar.
2.1.6 Diagnosis
Menurut Utami (2005) diagnosis asam urat dapat dilaksanakan dengan 3
pemeriksaan, antara lain :
1. Pemeriksaan laboratorium
Dalam melakukaan pemeriksaan laboratorium, seseorang dikatakan menderita
asam urat jika pemeriksaan laboratorium menunjukan kadar asam urat dalm
darah diatas 7 mg/dL untuk laki-laki sedangkan perempuan menunjukan kadar
asam urat diatas 6 mg/dL.
2. Pemeriksaan cairan sendi
Dilakukan dibawah mikroskop dengan melihat ada atau tidak adanya kristal
urat yang terdapat dalam cairan sendi.
3. Pemeriksaan radiologi
Pada pemeriksaan radiologi ini dilakukan untuk melihat proses pengapuran
didalam tofus yang terjadi pada tulang maupun sendi.
2.2 Daun Katuk (Sauropus androgunus (L) Merr)
Pengobatan tradisional telah lama dikenal dan digunakan oleh masyarakat sebagai
alternatif pelayanan kesehatan dengan alasan bahwa obat tradisional dapat diperoleh
dengan mudah, harga yang murah tetapi dapat memberikan efek yang luar biasa dan
mudah digunakan daripada obat sintetik yang beredar dipasaran saat ini. Salah satu
penggunaan obat tradisional yang sudah lama digunakan oleh masyarakat adalah daun
katuk (Sauropus androgunus (L) Merr) yang dikonsumsi oleh ibu-ibu menyusui untuk
meningkatkan produksi ASI.
2.2.1 Definisi Daun Katuk

Gambar 2. Daun katuk (www. Deherba.com)


Daun katuk (Sauropus androgunus (L) Merr) sudah dikenal lama oleh nenek moyang
dan digunakan sebagai obat herbal, dimana menurut Herliana (2013), daun katuk terdiri
dari dua macam,yaitu :
1. Katuk merah
Katuk jenis ini dapat dijumpai pada hutan belantara dimana karakteristik
daun ini adalah dengan warna hijau kemerahannya yang sangat menarik.
2. Katuk hijau
Katuk jenis ini adalah jenis katuk yang paling sering digunakan oleh
masyarakat daripada jenis katuk merah, alasannya karena katuk ini mudah
dijumpai disekitar kita daripada katuk merah. Selain itu, katuk ini biasa
digunakan untuk pengobatan seperti untuk meningkatkan produksi ASI ibu yang
sedang menyusui.
2.2.2 Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Rosidae
Ordo : Euphor
Famili : Euphorbeaceae
Genus : Sauropus
Spesies : (Sauropus androgunus (L) Merr)
2.2.3 Morfologi Tanaman
Katuk (Sauropus androgunus (L) Merr) merupakan tumbuhan jenis sayuran yang
banyak terdapat pada kawasan wilayah Asia Tenggara. Ciri-ciri tanaman katuk ada pada
cabangnya yang lunak, daun yang tersusun selang-seling pada satu buah tangkai,
berbentuk lonjong sampai bundar panjang 2,5 cm dan lebar 1,25-3 cm. Tanaman katuk
tumbuh secara menahun dimana berbentuk seperti semak dengan ketinggian mencapai 2-
5 m. Tanaman katuk ini sendiri terdiri dari akar, batang, daun, bunga, buah dan biji.
Sistem perakarannya menyebar kesegala arah dan dapat mencapai kedalaman berkisar
antara 30-50 cm. Batang tanaman tumbuh tegak dan berkayu, dimana tanaman katuk
mempunyai daun majemuk, berukuran kecil, berbentuk bulat dan pada permukaan atas
daun berwarna hijau gelap, sedangkan bagian bawah daun berwarna hijau muda (Santoso,
2009).
Daun katuk adalah salah satu jenis sayuran yang mudah diperoleh dipasar
maupun swalayan. Gizi yang terkandung pada daun katuk itu sendiri terdapat cukup
banyak kandungan kalori, protein, kalsium, zat besi, fosfor dan vitamin yang dibutuhkan
oleh tubuh manusia.

Kandungan gizi Kadar

Energi 59 kkal

Protein 4,8 gr

Lemak 1 gr

Karbohidrat 11 gr

Serat 1,5 gr
Kalsium 0,4 mg

Fosfor 83 mg

Zat besi 2,7 mg

Vitamin A 10370 SI

Vitamin B1 0,1 mg

Vitamin C 239 mg

2.2.4 Kandungan Kimia Daun Katuk


Tanaman katuk (Sauropus androgunus (L) Merr) mengandung beberapa senyawa
kimia yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, diantarnya adalah flavonoid,
alkaloid papaverin, protein, lemak, vitamin, mineral dan saponin (Zuhra dkk, 2008).
Flavonoid merupakan salah satu kandungan kimia yang terdapat pada tanaman
daun katuk yang memiliki berbagai khasiat farmakologi, dimana flavonoid merupakan
salah satu golongan fenol alam yang terbesar disebagian tumbuhan jenis tingkat tinggi
(Angiospermae). Fungsi dari flavonoid itu sendiri adalah sebagai biotransportasi,
pertahanan diri baik dalam keadaan buruk atau hama, maupun sebagai pigmen warna
(Rukmana, 2003).
Senyawa flavonoid yang terdapat pada suatu tanaman berpotensi sebagai obat
penyakit asam urat dengan menghambat kerja dari xanthin oksidase dan menurunkan
konsentrasi asam urat dalam jaringan manusia (Septianingsih dkk, 2012).
2.3 Allopurinol
Obat yang digunakan untuk mengatasi penyakit gout yang dapat menurunkan kadar
asam ura didalam darah.
2.3.1 Nama dan Struktur Kimia
1 H-pyrazolol [3,4-d]pirimidin-4-ol atau 4-hidroksipirazolol [3,4-d]pirimidin
2.3.2 Mekanisme Kerja
Allopurinol adalah salah satu jenis obat sintetik yang digunakan dalam mengatasi
penyakit asam urat dimana allporuinol sendiri merupakan suatu analog asam urat yang
bekerja dengan menghambat pembentukan asam urat dari prekursornya dan menghambat
aktivitas enzim xantin oksidase (Dipiro, 2005).

Gambar 3. Mekanisme Penghambatan Allopurinol Terhadap Enzim Xanthine Oksidase


(Schunack et al, 1990).

2.3.3 Efek Samping


Efek samping yang dapat ditimbulkan pada penggunaan allopurinol antara lain
reaksi kulit yang kemerahan, reaksi alergi, demam, leukopeni, pruritus, eosinofilia,
artralgia, gangguan saluran pencernaan. Selain itu juga, penggunaan allopurinol pada
masa awal terapi dapat menyebabkan peningkatan serangan gout (Dipiro, 2005).
2.4 Kalium Oksonat
Kalium oksonat atau dengan nama lain potassium oksonat yang berasal dari asam
oksonat mempunyai berat molekul 195,18. Kalium oksonat bersifat oksidator kuat,
teratogen, karsinogen, mutagen, dan mudah mengiritasi mata dan kulit. Kalium oksonat
dapat dijadikan sebagai inhibitor oksidase urat dengan efek yang diberikan yaitu
hiperurisemia. Adapun mekanisme dari kalium oksonat ini adalah meningkatkan kadar
asam urat menjadi allantoin yang harusnya diekskresikan melalui urin, dengan adanya
kalium oksonat ini dapat menghambat enzim urikase dan mengakibatkan tertumpuknya
dan tidak tereliminasinya asam urat dalam bentuk urin (Sukandar dkk, 2012).
2.5 Mencit Putih Jantan Galur Swiss Webster
Pada penelitian ini digunakan hewan percobaan yaitu mencit putih jantan dengan
galur Swiss Webster. Alasan penggunaan mencit galur ini karena memiliki keuntungan
diantara lain yaitu : lebih ekonomis, ukuran kecil, dan dasar fisiologisnya mendekati
manusia yaitu sama-sama mamalia. Mencit yang digunakan adalah mencit jantan dengan
berat berkisar antara 20 – 30 gram dan umur antara 2- 3 bulan. Alasan penggunaan
mencit jantan dikarenakan mencit jantan tidak akan mengalami siklus uterus dengan
harapan agar hasil yang didapatkan lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Costantito, L., A.Albasni and S.Benvenuti. 1992. Activity of polyphenol crude extracts as
scavengers of superoxide radicals and inhibitors of xanthine oxidase. Planta Medica.
58:342-344.
Ciulei, J. 1984. Metodologi for Analysis of vegetable and Drugs. Faculty of Pharmacy.
Dalimartha, S. 2008. Resep Tumbuhan Obat Untuk Asam Urat, Penebar Swadya, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta.
Depkes RI. 1989. Materia Medika Indonesia. Jilid V. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Dipiro, J.T. 2005. Pharmacotherapy Handbook, Sixth Edition, The Mc. Graw Hill Company,
USA. 1891-1939.
Farnsworth,N.R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants. J.Pharm. Sci.
Herliana, E. 2013. Penyakit Asam Urat Kandas Berkat Herbal, Fmedilab, Jakarta.
Kertia, N. 2009. Asam Urat, Kartika Media, Yogyakarta.
Marks, D., A.D, Marks and C.M, Smith. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar : Sebuah
Pendekatan Klinis, edisi 1, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Mellado, V., J. Morales., E. Meono and C. Pacheco-Tena. 2001. Relation Between Adverse
Events Associated with Allopurinol and Renal Function in Patients with Gout. Am
Rheum Dis, 60: 981-983.
Misnadiarly. 2007. Rematik : asam urat- Hiperurisemia, Arthritis Gout, Edisi 1, Pustaka
Obor Populer, Jakarta.
Murray, R.K., D.K, Granner., P.A. Mayes and V.W. Rodwell. 1997. Biokimia Harper, EGC
Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Robinson,T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Obat Tinggi. Diterjemahkan oleh Kokasih
Padmawinata. ITB. Bandung.
Rukmana. 2003. Katuk Potensi dan Manfaatnya, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Santoso, U. 2009. Manfaat Daun Katuk Bagi Kesehatan Manusia dan Produktivitas Ternak.
(http:www.uripsantoso.wordpress.com, diakses 12 Oktober 2010).
Saputri,A,A., J. Amin dan Azizahwati. 2011. Pengaruh Pemberian Kombinasi Ekstrak Air
Akar Kucing (Acalpha indica Linn.) Dengan Ekstrak Etanol 70 % Rimpang Jahe
Merah (Zingiber officinale Rosc.) Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Tikus
Putih. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol 8 (3).
Schunack, W., K. Mayer and M. Haake. 1990. Senyawa Obat, diterjemahkan oleh bagian
farmakologi FK UNAIR, Edisi II, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Septianingsih, U., H. Susanti dan W. Widyaningsih. 2012. Penghambatan Aktivitas
Xanthine Oxidase oleh Ekstrak Etanol Akar Sambiloto (Andrographis
panicullata,Ness) Secara IN VITRO. Jurnal Ilmiah Kefarmasian, Vol 2: 153-163.
Suhendi., Mudiani dan Septriana. 2011. Belajar bersama alam. Penerbit SoU Publizer.
Bogor.
Sukandar, E., I.K. Adnyana dan S. Readi. 2012. Uji Efek Antihiperurikemia Ekstrak Etanol
Daun Sirsak (Annona muricata L.) pada Tikus Betina Galur Wistar. Acta
Pharmaceutical Indonesia, 3 :71.
Utami, P. 2005. Tanaman Obat untuk Mengatasi Reumatik dan Asam Urat, Agro Media
Pustaka, Jakarta.
Wortmann,R.L. 1995. Gout dan Gangguan Metabolisme Purin Lain dalam Harrison, Prinsip-
prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 13, ECG, Jakarta.
Zuhra, C. F., J.B. Tarigan dan H. Sihotang. 2008. Aktivitas Antioksidan Senyawa Flavonoid
dari Daun Katuk (Sauropus androgonus (L) Merr.). Jurnal Biologi Sumatera : 7-10.
Metodologi penelitian

3.1 Tempat dan waktu


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2020, bertempat di Laboratorium
Agroindustri dan Tanaman Obat, dan Laboratorium Penelitian Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Jambi, Jambi.

3.2 Bahan dan Peralatan

Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah daun katuk (Sauropus androgonus (L)
Merr yang masih segar yang diambil di daerah Belui, Kerinci, Provinsi Jambi dan
dideterminasi di Herbarium Universitas Andalas. Bagian yang diambil adalah daun Katuk.

Peralatan Penelitian

Alat penelitian yang digunakan adalah sonde oral, spuit 5 ml, jarum suntik, pipet
mikro, microtube, sentrifugator, spektro UV-VIS, kuvet semimikro, timbangan analitk,
timbnagan hewan, mikro hematokrit, rotary evaporator, waterbath, lemari pengering, alat
penggiling, thermometer, panic infusa, cawan penguap, alat-alat gelas.

Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah 25 ekor mencit putih jantan
dengan berat badan 20-30 gram, berumur 2-3 bulan dan dalam keadaan sehat dan
tingkah laku normal. Sebelum dilakukan pengujian, hewan diaklimatisasi terlebih dahulu
selama 1 minggu.

Semua hewan uji dipelihara dalam kondisi yang sama. Kandnag dikondisikan dalam
suhu kamar serta adanya siklus cahaya terang gelap setiap 12 jam. Hewan uji diberi pakan
dan minum sesuai dengan standard yang telah berlaku.

3.3 Metode Penelitian

Pengumpulan dan Preparasi Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan berupa daun segar simplisia yang telah dikeringkan dan
dihaluskan terlebih dahulu, kemudian sampel disimpan dalam tempat yang tertutup rapat
dan terhindar dari cahaya matahari langsung.

Pembuatan Infusa Daun Katuk

Daun katuk yang digunakan adalah daun katuk hijau yang masih muda dan segar
yang diperoleh dari desa Belui, Kerinci, Jambi dengan menggunakan panci infusa dimana
daun katuk ditimbang sebanyak 700 gr, dirajang halus. Kemudian hasil rajangan daun
katuk dimasukkan kedalam panci infusa ditambah air dan direbus pada suhu 90°C
dengan perbandingan 1:1 (700 gram daun katuk dan 700 ml air), diaduk, dan dibiarkan
selama 15 menit terhitung sejak suhu mulai mencapai 90°C. hasil rebusan disaring dengan
kain flannel untuk memperoleh hasil infusanya. Pekerjaan ini diulangi sesuai dengan
kebutuhan ml infusa (Suprayogi,2000)

Skrining fitokimia

Pemeriksaan alkaloid. larutan uji sebanyak 2 ml diuapkan diatas cawan porselin


hingga diperoleh residu. Residu kemudian dilarutkan dengan 5 mL HCL 2 N. larutan yang
didapat dibagi kedalam 3 tabung reaksi. Tabung pertama ditambahkan dengan asam encer
yang berfungsi sebagai blanko. Tabung kedua ditambahkan 3 tetes pereaksi Dragendorff
dan tabung ketiga ditambahkan 3 tetes pereaksi Mayer. Terbentuknya endapan jingga pada
tabung kedua dan endapan kuning pada tabung ketiga menunjukkan adanya alkaloid
(Farnsworth, 1966).

Pemeriksaan steroid dan triterpenoid. Larutan uji sebanyak 2 ml diuapkan dalam


cawan penguap. Residu dilarutkan dalam 0,5 mL kloroform, ditambahkan 0,5 mL asam
asetat anhidrat dan 2 mL asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Terbentuknya cincin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menunjukkan adanya triterpenoid,
sedangkan bila muncul cincin kebiruan menunjukkan adanya steroid (Ciulei,1984).

Pemeriksaan saponin. larutan uji 10 mL dalam tabung reaksi dikocok vertical


selama 10 detik kemudian dibiarkan selama 10 detik. Pembentukan busa setinggi 1-10 cm
yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit menunjukkan adanya saponin. Pada
penambahan 1 tetes HCL 2 N, busa tidak hilang (Depkes RI,1995)

Pemeriksaan tannin dan polifenol. Larutan uji sebanyak 2 mL dibagi dalam 2


bagian. Tabung A digunakan sebagai blanko dan tabung B direaksikan denga larutan besi
(III)klorida 10 %, warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan adanya tannin dan
polifenol (Robinson,1991).

Pemeriksaan flavonoid. Larutan uji sebanyak 1 mL dibasahkan dengan aseton P,


ditambahkan sedikit serbuk halus asam borat P dan serbuk halus asam oksalat P,
dipanaskan diatas tangas air dan dihindari pemanasan berlebihan. Sisa yang diperoleh
dicampur dengan 10 mL eter P kemudian diamati dengan sinar UV 366 nm. Larutan
berfluoresensi kuning intensif menunjukkan adanya flavonoid (Depkes RI,1989

Uji Aktivitas Anti asam urat

Pengelompokan hewan uji. Hewan uji yang digunakan sebanyak 25 ekor mencit
putih jantan yang dibagi menjadi 5 kelompok dimana 1 kelompok terdiri dari 5 ekor mencit
dengan cara pengujian sebagai berikut :

a. K- : Diinduksi dengan Kalium Oksonat dengan dosis 250 mg/kg BB tanpa


pemberian infusa daun Katuk.
b. K+ : Diinduksi dengan Kalium Oksonat dengan dosis 250 mg/kgBB dan pemberian
allopurinol dengan dosis 0,52 mg/20 grBB.
c. P1 : Diinduksi dengan Kalium Oksonat dengan dosis 250 mg/kgBB dan pemberian
Infusa Daun katuk dengan konsentrasi 20 %.
d. P2 : Diinduksi dengan Kalium Oksonat dengan dosis 250 mg/kgBB dan pemberian
Infusa Daun Katuk dengan konsentrasi 40 %.
e. P3 : Diinduksi dengan Kalium Oksonat dengan dosis 250 mg/kg BB dan pemberian
infusa Daun Katuk dengan konsentrasi 80 %.
Dasar Penentuan Dosis. Dosis Infusa Daun Katuk yang akan digunakan mengacu
pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2016) dimana Infusa Daun Katuk
dengan Kadar 20 %, 40 % dan 80 % pada mencit tidak teratogenik. Dosis Kalium Oksonat
yang digunakan mengacu pada Suhendi,dkk (2011) yaitu 250 mg/kgBB sedangkan dosis
Allopurinol yang digunakan yaitu 200mg/kgBB pada manusia kemudian dikonversikan
pada mencit sehingga dosis yang digunakan yaitu 0,52 mg/kgBB.

Pembuatan Larutan Na CMC 0,5 %. Sebanyak 0,5 gr Na CMC ditaburkan dalam


lumpang dan berisi 10 ml aquadest yang telah dipanaskan, kemudian digerus sampai
homogen. Larutan yng telah homogeny kemudian ditambahkan dengan aquadest sedikit
demi sedikit hingga volume mencapai 100 ml.

Pembuatan induksi Kalium Oksonat. Digunakan dosis 250 mg/kg BB kalium oksonat
ditimbang sebanyak 0,25 gram dan disuspensikan kedalam larutan Na CMC 0,5 % sampai
volume 10 ml (Suhendi,dkk. 2011).

Pembuatan suspensi allopurinol. Ditimbang serbuk tablet setara dalam 50 mg


allopurinol. Lalu dosis disuspensikan dalam 50 ml larutan Na CMC 0,5 % kemudian gerus
sampai homogen (Suhendi,dkk.2011).

Uji Aktivitas Anti Asam Urat. Uji ini dilakukan dengan menggunakan 25 ekor mencit
putih jantan yang dibagi secara acak kedalam 5 kelompok dan masing-masing kelompok
terdiri dari 5 ekor mencit putih jantan, dimana perlakuan uji aktivitas anti asam urat ini
mengacu pada saputri, dkk (2011) dengan memberikan induksi kalium oksonat sebanyak
250 mg/kgBB secara intraperitoneal selama 7 hari. Pada hari terakhir pemberian induksi
kalium oksonat, kelompok perlakuan 1,2 dan 3 diberikan infusa daun katuk setelah 1 jam
pemberian induksi kalium oksonat secara oral. Sedangkan untuk kelompok positif
diberikan suspensi allopurinol secara oral dan kelompok negative tidak diberikan apapun.
Dua jam setelah pemberian induksi kalium oksonat, dilakukan pengambilan darah melalui

Pengambilan darah dan perhitungan kadar asam urat. Pengambilan darah mencit
dilakukan dengan cara melukai ekor mencit kemudian kadar asam urat diukur dengan
metode kolorimetrik enzimatik. Dimana asam urat akan diubah secara enzimatik menjadi
alantoin dan hydrogen peroksida. Hydrogen peroksida ini akan bereaksi dengan asam 3,5
dikloro-2-hidroksibenzensulfonat dan 4-aminofenazon menjadi kuinonimin merah. Pereaksi
yang digunakan adalah pereaksi komersial Randox untuk asam urat.

Efektifitas penurunan kadar asam urat. Persentase penurunan kadar asam urat
dihitung dengan menggunakan rata-rata kadar asam urat kelompok negatif dengan control
positif sebagai patokannya. Selisih rata-rata kadar asam urat kelompok negative dengan
rata-rata kadar asam urat perlakuan dibandingakan dengan selisih rata-rata kadar asam
urat kelompok negative dengan kadar asam urat kelompok control positif. Perhitungan
efektivitas penurunan kadar asam urat diperlihatkan dari rumus berikut :

(kadar kelompok negatif −kadar kelompok perlakuan)


%P = × 100%
( kadar kelompok negatif −kadar kelompok positif )

Analisis data. Dengan melihat uji normalitas dan uji homogenitas yang digunakan
sebagai syarat uji ANOVA. Jika data terdistribusi normal dan homogen, maka dapat
digunakan metode analisis varian satu arah (ANOVA).

Anda mungkin juga menyukai