PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah masih tingginya
penyakit infeksi dan meningkatnya penyakit degeneratif. Terdapat banyak teori
tentang proses penuaan yang berkontribusi dengan munculnya penyakit
degeneratif. Penyakit degeneratif umumnya terjadi pada usia lanjut seiring
kemunduran fungsi sel tubuhnya. Keluhan kesehatan lansia yang paling tinggi
adalah keluhan yang merupakan efek dari penyakit kronis seperti asam urat, darah
tinggi, rematik, darah rendah dan diabetes (32,99%). (Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI, 2013).
Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme nucleic acid atau
metabolisme purin dalam tubuh. Berdasarkan penyelidikan bahwa 90% dari asam
urat merupakan hasil katabolisme purin yang dibantu oleh enzim guanase dan
ksantin oksidase (Shamley, 2005). Produksi yang berlebihan, berkurangnya
eksresi asam urat, atau kombinasi keduanya dapat menyebabkan kenaikan kadar
asam urat dalam darah yang disebut hiperurisemia (Qazi dan Lohr, 2010).
Prevalensi gout dan hiperurisemia meningkat selama beberapa dekade
karena berbagai faktor. Ketika dikelompokkan berdasarkan usia, ada peningkatan
prevalensi pada kelompok diatas usia 65 tahun pada perempuan maupun laki-laki.
Dalam usia yang lebih muda dari 65 tahun, laki-laki memiliki prevalensi 4 kali
lebih tinggi daripada wanita (rasio 4:1), tetapi dalam kelompok usia yang lebih tua
(> 65 tahun), kesenjangan gender menyempit menjadi 1 wanita berbanding 3 laki-
laki dengan gout dan/atau hiperurisemia (rasio 3:1) (Wallace et al. 2004).
Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai antihiperurisemia adalah
melinjo (Gnetum gnemon). Buah melinjo dikenal sebagai salah satu sumber
pangan yang tinggi purin, namun diduga kulit buah melinjo memiliki senyawa
bioaktif yang dapat menurunkan kadar asam urat dalam tubuh. (Darminto 2010),
Melinjo merupakan tanaman asli Indo-Malaya yang sering ditemukan di
daerah kering dan hutan basah, khususnya di Indonesia. Tanaman melinjo lebih
1
dikenal sebagai penyebab naiknya kadar asam urat darah oleh kebanyakan
masyarakat. Kandungan purin yang cukup tinggi pada biji melinjo dapat
menyebabkan peningkatan produksi asam urat yang memicu terjadinya radang
sendi kronis. Hal ini menyebabkan banyak orang enggan mengkonsumsi
melinjo(Kato et al. 2011).
Penelitian mengenai berbagai manfaat dari bagian-bagian tanaman melinjo
telah banyak dilakukan, seperti daun melinjo, kulit buah melinjo dan biji melinjo.
Menurut Wulandari (2012), ekstrak etanol kulit melinjo memiliki daya inhibisi
aktivitas xantin oksidase pada konsentrasi 100 ppm setara dengan pemberian
allopurinol 19.9 ppm. Kulit melinjo yang memiliki daya inhibisi terhadap aktivitas
xantin oksidase terbesar dalam penelitian Wulandari (2012) adalah ekstrak etanol
kulit melinjo muda mentah dan direbus. Hasil penelitian tersebut dapat digunakan
sebagai acuan dalam melakukan penelitian lanjutan secara in vivo
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian
dengan judul “EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL KULIT TANAMAN
MELINJO (Gnetum gnemon L.) UNTUK MENURUNKAN KADAR ASAM
URAT DALAM DARAH TIKUS PUTIH JANTAN (Spargue dawlay )
DIBANDINGKAN DENGAN PENGUNAAN OBAT ALLUPURINOL
DITINJAU MENURUT PANDANGAN ISLAM”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang dapat
dirumuskan adalah seberapa efektif penggunaan ekstrak etanol kulit tanaman
Melinjo (Gnetum gnemon L.) dalam menurunkan kadar asam urat dalam darah
tikus putih jantan (Spargue dawlay) dibandingkan dengan pengunaan obat
allupurinol ditinjau menurut pandangan islam?
C. Pertanyaan Penelitian
1. Apakah ekstrak etanol kult tanaman Melinjo (Gnetum gnemon L.)
berpengaruh dalam menurunkan kadar asam urat dalam darah ?
2
2. Perbandingan efektifitas penggunaan ekstrak etanol kulit tanaman Melinjo
(Gnetum gnemon L.) dalam menurunkan kadar asam urat dalam darah tikus
putih jantan (Spargue dawlay) dibandingkan dengan pengunaan obat
allupurinol ?
3. Bagaimna pandangan islam mengenai pengobatan mengunakan ektarak
etanol kulit tanaman melinjo ?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh ektarak etanol kulit tanaman Melinjo (Gnetum
gnemon L.) dalam menurunkan kadar asam urat dalam darah mencit putih
jantan.
2. Untuk mengetahui Seberapa besar efektivitas peggunaan ektarak etanol kulit
tanaman Melinjo (Gnetum gnemon L.) dalam menurunkan kadar asam urat
dalam darah mencit putih jantan (Spargue dawlay) dibandingkan dengan
pengunaan obat allupurinol menurut pandangan islam.
3. Untuk mengetahui pandangan islam mengenai pengobatan mengunakan
ektarak etanol kulit tanaman melinjo .
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti tentang
efektivitas pengobatan dengan menggunakan ektarak etanol kulit tanaman Melinjo
(Gnetum gnemon L.) dalam menurunkan kadar asam urat dalam darah mencit
putih jantan dibandingkan dengan pengunaan obat allupurinol.
2. Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pustaka dan literatur
bagi Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi.
3
3. Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi penelitian
lain mengenai pengobatan alternatif menggunakan ektarak etanol kulit tanaman
Melinjo (Gnetum gnemon L.) dalam menurunkan kadar asam urat dalam darah
mencit putih jantan .
4. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada mahasiswa
fakultas kedokteran mengenai pengobatan alternatif menggunakan ektarak etanol
kulit tanaman Melinjo (Gnetum gnemon L.) dalam menurunkan kadar asam urat
dalam darah mencit putih jantan .
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
Dalam kondisi normal, mayoritas asam urat diekskresikan melalui
ginjal, kira-kira 10% dari asam urat yang difiltrasi oleh glomerolus
dikeluarkan melalui urin sebagai asam urat. Asam urat juga dapat dikeluarkan
lewat intestinal, hal ini terjadi karena penurunan jumlah bakteri, dalam hal ini
disebut urikolisis namun hanya dikeluarkan dalam jumlah yang sangat sedikit
(Gaw, 2005).
5
Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat serum di atas nilai
normal. Asam urat dibentuk oleh metabolisme purin pada pKa 5,35
dengan reaksi : asam urat l urat –
+ H+. Bentuk ion dari asam urat
banyak terdapat dalam plasma, cairan ekstraseluler dan cairan sinovial.
Kurang lebih 98% urat terdapat dalam bentuk monosodium urat pada pH 7,4.
Monosodium urat mudah disaring secara ultrafilter dan dianalisis dari plasma.
Plasma penuh dengan monosodium urat pada konsentrasi 415 Pmol/L (6,8
mg/dl) pada suhu 37 oC. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, plasma yang
penuh monosodium urat berpotensi membentuk endapan kristal urat. Asam
urat lebih larut dalam urin daripada dalam air karena adanya urea, protein dan
mukopolisakarida (Wortmann, 1998).
Hiperurisemia terjadi jika kadar urat dalam darah lebih dari 0,55
mMol/L (9,0 mg/100 ml). Oleh karena itu, hiperurisemia diatas 0,55 mMol/l
cukup serius untuk diobati. Konsentrasi urat yang tinggi dalam urin mudah
menyebabkan kristal urat yang dapat membentuk batu ginjal urat. Demikian
juga, kadar asam urat darah yang tinggi sering menyebabkan pengendapan
kristal urat di jaringan lunak, terutama sendi. Sindrom klinis ini disebut gout
(Sacher dan McPherson, 2004).
Ada beberapa hal yang dapat meningkatkan kadar asam urat dalam
darah dan merupakan faktor resiko terjadinya hiperurisemia. Faktor- faktor
tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga mekanisme, yaitu:
1) Peningkatan produksi asam urat
Hal ini bisa terjadi karena faktor idiopatik primer, makanan yang
kaya purin (banyak mengandung protein) (jeroan,daging,ikan,dan biji
bijian) , obesitas, alkohol, polisitemia vera, paget’s disease, proses
hemolitik, psoriasis, dll.
2) Penurunan ekskresi asam urat
Penurunan ekskresi asam urat merupakan sebagian besar penyebab
hiperurisemia (hampir 90% kasus). Penyebabnya antara lain : idiopatik
primer, insufusiensi ginjal, ginjal polikistik, diabetes insipidus,
hipertensi, asidosis, toksik pada kehamilan, penggunaan obat- obatan
6
seperti salisilat < 2 gram/hari, diuretik, alkohol, levodopa, ethambutol,
pirazinamid, dll.
3) Kombinasi antara kedua mekanisme tersebut
Dapat terjadi pada defisiensi glukosa 6-fosfat, defisiensi fruktosa 1-
fosfat aldosi, konsumsi alkohol dan shock (Wortmann, 1998).
Adapun proses penyaringan urat di tubulus proksimal ginjal dilakukan
dengan tiga proses terpisah yang meliputi :
1) Reabsorbsi sebagian besar hasil saringan urat di awal tubulus
proksimal sekitar 98% - 100%.
2) Sekresi tubular melalui jalur anion organik pada tengah tubulus
proksimal dengan jumlah normal sekitar 50% beban saringan.
3) Reabsorbsi post sekresi pada sebagian besar asamurat pada akhir
tubulus proksimal sehingga jumlah yang diekskresikan keluar bersama
urin sebanyak 8 – 12%.
2.1.3 Klasifikasi
Hiperurisemia Peningkatan asam urat dalam darah disebut dengan
hiperurisemia dapat dibedakan berdasarkan klasifikasinya sebagai berikut :
a. Berdasarkan penyebabnya Berdasarkan penyebabnya hiperurisemia dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu primer dan sekunder.
1. Hiperurisemia primer
Hiperurisemia primer atau dapat pula disebut sebagai hiperurisemia dalam
arti sempit berkaitan dengan gangguan metabolisme purin turunan yang
berlangsung kronik dengan disertai peningkatan pool asam urat dalam
organisme serta pengendapan dan penyimpanan asam urat atau urat dalam
jaringan mesenkhim, jaringan yang kaya akan kolagen dan jaringan yang kaya
akan mikopolisakarida dan arthritis berulang yang akhirnya menjadi kronik
yang menyebabkan deformasi. Dalam hal ini mungkin :
1.1. Pembentukan asam urat dalam metabolisme antara dipertinggi. Pada
peningkatan pembentukan asam urat maka resintesis nukleotida purin dari
basa purin diperkecil – hipoksantin dan guanin dengan demikian lebih
7
banyak diuraikan menjadi asam urat – atau mekanisme umpan balik
negatif pada sintesis purin ditadakan sehingga purin lebih banyak
dibentuk.
1.2. Eliminasi asam urat melalui ginjal diganggu Gangguan eliminasi asam urat
melalui ginjal disebabkan oleh menurunnya sekresi asam urat ke dalam
tubuli ginjal.
2. Hiperurisemia sekunder
Hiperurisemia terjadi akibat pembentukan urat yang berlebihan setelah
perputaran massif asam nukleat atau akibat gangguan 19 ginjal yang dapat
menurunkan ekskresi asam urat (Saches dan McPherson, 2000).
Hiperurisemia sekunder terjadi sebagai komplikasi penyakit-penyakit yang
disertai peningkatan pembentukan dan penguraian nukleoprotein. Yang
termasuk di sini antara lain leukemia myelomik dan polisitemia.
2.1.4 Purin
8
Purin adalah molekul yang terdapat di dalam sel yang berbentuk
nukleotida. Nukleotida mempunyai peranan dalam berbagai proses biokimia
di dalam tubuh. Peranan nukleotida tersebut sangat penting dalam menjadi
penyandi asam nukleat yang bersifat esensial dalam pemeliharaan dan
pemindahan informasi genetik (Lehninger, 1991). Nukleotida yang paling
dikenal karena peranannya adalah nukleotida purin dan pirimidin. Kedua
nukleotida ini berfungsi sebagai pembentuk asam ribonukleat (RNA) dan
asam deoksiribonukleat (DNA).
9
Dengan demikian, ksantin oksidase merupakan tempat yang essensial untuk
intervensi farmakologis pada penderita hiperurisemia dan penyakit gout.
Adapun mekanisme reaksi dari pembentukan asam urat dapat dilihat pada
gambar 1.
Aktivitas ksantin oksidase merupakan tempat penting bagi intervensi
farmakologi pada penderita dengan hiperurisemia dan penyakit pirai (gout).
Pada primata rendah dan mamalia lainnya, enzim urat-oksidase (urikase)
bertanggung jawab untuk hidrolisis asam urat menjadi allantoin (Schunack
dan Mayer, 1990).
10
2.1.6 Pengobatan
Pengobatan gout dilakukan dengan meningkatkan ekskresi asam urat
melalui kemih atau dengan menurunkan prekursor konversi xantin dan hipoxantin
menjadi asam urat (Katzung dan Trevor, 1994). Tujuan dari pengobatan gout
adalah untuk mengakhiri serangan akut, menghindari serangan berulang, dan
menghindari komplikasi dari tumpukan kristal urat di jaringan. Terapi non
farmakologi dapat disarankan bagi penderita dengan mengurangi masukan
makanan tinggi purin, menghindari alkohol, dan mengurangi berat badan jika
terdapat obesitas (Weels et al., 2003). Terapi farmakologi untuk pengobatan
penyakit gout ada dua macam yaitu:
a) Terapi dengan obat yang menghentikan proses inflamasi akut, misalnya
kolkisin, fenilbutason, oksifenbutason, dan indometasin (Wilmana, 1995).
Kolkisin memiliki khasiat antiradang dan analgetik yang spesifik untuk
encok dengan efek cepat dalam 0,5-2 jam pada serangan akut (Tjay dan
Rahardja, 2002).
b) Terapi dengan obat yang mempengaruhi kadar asam urat meliputi
golongan obat urikosurik dan urikostatik (Wilmana, 1995). Obat-obat
urikosurik seperti probenesid dan sulfonpirazon juga menurunkan kadar urat
dalam serum dengan cara meningkatkan ekskresi asam urat melalui urin.
Mekanisme kerja urikosurik adalah melalui hambatan reabsorpsi kembali
urat dalam tubuli ginjal, sehingga ekskresinya dipertinggi (Tjay dan
Rahardja, 2002). Obat urikostatik yang umum digunakan untuk menurunkan
kadar asam urat darah yaitu allopurinol. Mekanisme dari obat ini adalah
melalui penghambatan enzim xantin oksidase, sehingga kadar asam urat
dalam serum menurun tanpa menyebabkan beban ekskresi pada ginjal
(Sacher dan McPherson, 2004).
11
2.2.1 Kandungan Kimia Tanaman Melinjo (Gnetum gnemon L.) Uji
Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Melinjo
Banyak sekali penelitian terkini terkait dengan inhibitor xantin oksidase.
Dilaporkan bahwa polifenol salah satu inhibitor xantin oksidase (Constantino
dalam Azmi, 2012: 160). Beberapa senyawa dari golongan flavonoid juga
memiliki aktivitas inhibisi yang cukup tinggi. Tingkat inhibisinya tergantung
oleh posisi gugus hidroksil dalam kerangka dasarnya. Baikalein, kaemferol,
morin, kuersetin, fisetin, mirisetin, krisin, apigenin, galangin dan yang paling
besar daya inibisinya adalah luteolin (Cos dkk., 1998: 74). Proses perebusan
juga mempengaruhi jumlah senyawa yang terdapat dalam ekstrak etanol.
Peningkatan kadar senyawa tersebut kemungkinan disebabkan oleh perebusan
mengakibatkan rusaknya jaringan dan dinding sel pecah sehingga banyak
senyawa yang keluar dan mudah terekstrak . Sedangkan adanya penurunan
kadar kemungkinan senyawa dalam ekstrak bersifat tidak tahan panas.
Tabel Hasil Uji Fitokimia Berbagai Ekstrak Etanol
Golongan Hasil Uji
Senyawa Tua Mentah Tua Rebus Muda Mentah Muda Rebus
Flavonoid +++ ++ +++ ++
Saponin + +++ + ++
+
Tanin - - - -
Polifenol + +++ + ++
+ + +
Alkaloid
-Mayer + ++ + ++
+
-Wagner + +++ + ++
+ +
Uji penegasan
-Mayer + ++ + +
-Dragendorff +++ +++ +++ ++
+
*) Semakin banyak tanda (+) semakin banyak senyawa terdapat dalam sampel
secara kualitatif
12
Antioksidan merupakan zat yang mampu meperlambat atau mencegah
proses oksidasi. Zat ini secara nyata mampu memperlambat atau menghambat
oksidasi zat yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah. Pada
biji melinjo mengandung antioksidan tinggi yang setara dengan vitamin C.
Aktivitas antioksidan ini diperoleh dari konsentrasi tinggi, yaitu 9-10 % dalam
setiap biji melinjo. Protein utamanya didominasi jenis berukuran 30 kilo Dalton
yang efektif untuk menghabiskan radikal bebas, penyebab berbagai macam
penyakit (Siregar et al., 2009).
b. Flavonoid
Flavonoid tersebar luas di alam, terutama dalam tumbuhan tingkat tinggi
dan jaringan muda. Sekitar 5–10% metabolit sekunder tumbuhan adalah
flavonoid. Flavonoid merupakan grup senyawa alami dengan ragam struktur
fenolat yang dapat ditemukan pada buah, sayuran, gandum, batang, akar, cabang,
bunga, teh, dan anggur (Middleton 1998). Flavonoid mempunyai kerangka dasar
yang terdiri atas 15 atom karbon dengan 2 cincin benzena terikat pada suatu rantai
propana membentuk susunan C6-C3-C6 (Gambar 4). Susunan tersebut dapat
menghasilkan 3 struktur, yaitu 1,3-diaril propana (flavonoid), 1,2-diarilpropana
(isoflavonoid), dan 1,1-diarilpropana (neoflavonoid) (Markham 1988).
Flavonoid dikenal sebagai antioksidan dan memberikan daya tarik sejumlah
peneliti untuk meneliti flavonoid sebagai obat yang berpotensi mengobati
penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas. Flavonoid juga penghambat efektif
dari beberapa enzim termasuk XO, siklooksigenase, dan lipooksigenase
(Ruangrungsi et al. 1981; Hoorn et al. 2002; Hayashi et al. 1988).
Flavonoid berpotensi dapat digunakan sebagai obat untuk penyakit gout dan
ischemia dengan cara menurunkan konsentrasi asam urat dan penangkapan
aktivitas superoksida dalam jaringan manusia (Cotelle et al. 1992). Flavon
memiliki aktivitas inhibisi lebih kuat dibandingkan flavonol. Senyawa krisin,
apigenin, luteolin, galangin, kaempferol, dan quarsetin memiliki aktivitas
penghambat XO dan senyawa yang memiliki aktivitas inhibisi paling kuat adalah
senyawa luteolin (Cos et al. 1998)
c. Saponin
13
Saponin adalah glikosida yang dihidrolisis menghasilkan aglikon yang
disebut sapogenin yang telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan.
Menurut aglikonnya, saponin dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu steroid dan
triterpen saponin. Kedua macam senyawa tersebut mempunyai hubungan dengan
glikosida pada atom C3 (Claus dan Tyler, 1961). Saponin mempunyai rasa pahit
yang menusuk. Biasanya menyebabkan bersin dan iritasi terhadap selaput lendir,
bersifat beracun terhadap binatang berdarah dingin seperti ikan, bersifat hemolitik
dan membentuk larutan koloidal dalam air, membentuk busa yang mantap pada
penggojokan, sering digunakan sebagai detergen. Selain itu, saponin dapat
meningkatkan absorpsi diuretik serta merangsang kerja ginjal (Claus dan Tyler,
1961). Pencarian saponin dalam tumbuhan telah dirangsang oleh kebutuhan akan
sumber sapogenin yang mudah diperoleh. Saponin dan glikosida sapogenin adalah
salah satu tipe glikosida yang tersebar luas dalam tumbuhan (Harborne, 1987).
Dikenal dua macam saponin, yaitu glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida
dengan struktur 7 steroid. Kedua saponin ini larut dalam air dan etanol tetapi tidak
larut dalam eter (Robinson, 1995). Untuk mengetahui adanya saponin dapat
dilakukan dengan uji sederhana, yaitu dengan cara menggojok ekstrak air
tumbuhan dalam tabung reaksi selama 30 detik dan diperhatikan apakah terbentuk
busa yang tahan lama pada permukaan cairan, paling tidak busa tetap selama 30
menit (Harbone, 1987).
14
2.3 Kerangka teori
Nukleosida Purin
Adenosin
Guanosin
Adenosin Deaminase
Hipoxantin
Guanase
Kulit Melinjo
Xantin Oksidase
Xantin Ekstrak
Ginjal
Xantin Oksidase
Allupurinol
Rebusan
(------) (------)
Asam Urat
2.5 Hipotesis
1. H0: Pemberian ekstra kulit melinjo (Gnetum gnemon) tidak memiliki
aktivitas penurunan kadar Asam Urat
15
2. H1: Pemberian ekstrak kulit melinjo (Gnetum gnemon) memiliki
aktivitas penurunan kadar Asam Urat
16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.3 Populasi
17
Populasi yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan
Spargue dawlay sebanyak 25 ekor yang diperoleh dari Institut Pertanian Bogor.
3.4 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini mencit jantan. Sesuai dengan
rumus Frederer. Menurut Frederer (1967), rumus penentuan sampel untuk uji
eksperimental adalah:.
t (n-1)≥15 t
merupakan jumlah kelompok percobaan dan n merupakan jumlah pengulangan
atau jumlah sampel tiap kelompok. Penelitian ini akan menggunakan 5 kelompok
sehingga perhitungan sampel menjadi
5(n-1)≥15
Sampel yang akan digunakan pada tiap kelompok adalah 5 ekor mencit jantan
(n≥5).
Sehingga jumlah sampel yang diperlukan untuk setiap kelompok adalah 5 ekor
mencit jantan dan jumlah kelompok yang digunakan adalah 4 kelompok, sehingga
pada penelitian ini menggunakan 20 ekor mencit dari populasi yang ada.
Kriteria inklusi mencit normal:
1) Mencit jantan
2) Berumur 6-14 minggu
3) Berat badan rata-rata
4) Diperoleh dari tempat pembiakan yang sama
5) Dipelihara pada tempat dan waktu yang sama
Kriteria eksklusi
1) Terjadi penuruanan berat badan selama proses pemeliharaan lebih dari
10%.
2) Tampak sakit selama proses pemeliharaan (gerak terbatas, bulu terlihat
kusam, terdapat luka gigitan, kotoran cair).
3) Mencit mati.
3.5 Alat
18
Penggiling daun, Rotary evaporator, spektrofotometer (spektronik 1210),
sentrifus, alat-alat gelas laboratorium, pipet mikro, spuit 1 cc dan 3cc, tabung
reaksi, microtube, kandang tikus, sonde oral tikus, label, kandang tikus, masker,
sarung tangan.
3.6 Bahan
Kulit tanaman melinjo, pelarut methanol, aquadest, buffer fosfat pH 7,5,
tabung EDTA, pakan tikus, albumin, kaium oksanat , xantin, pereaksi biure
19
3.8.2. Pembagian Kelompok Hewan Coba
Mencit dibagi atas 4 kelompok besar yang terdiri dari 5 mencit jantan tiap
kelompoknya. Hal ini berdasarkan perhitungan seksama dengan menggunakan
rumus Frederer, sehingga hal ini mampu untuk memenuhi prinsip Replacement
dan Reduction dalam etika penelitian yang diajukan. Pada penelitian ini terdiri
atas kelompok kontrol dan kelompok. Dimana kelompok kontrol dibagi menjadi 2
yaitu kontrol negatif (K1), kelompok mencit jantan dengan tidak diberikan
perlakukan apapun selanjutnya kelompok kontrol positif (K2), dimana mencit
jantan diinduksi dengan kalium oksonat 250mg/kgBB mencit. Untuk kelompok
perlakuan juga terdapat 3 kelompok perlakuan, yaitu kelompok perlakuan 1 (P1)
yaitu mencit yang diinduksi kalium oksonat dan diberikan alupurinol sedangkan
kelompok perlakuan 2 (P2) yaitu mencit yang diinduksi kalium oksonat dan hanya
diberi ekstrak kulit melinjo dengan dosis 200 mg/dl dan perlakuan 3 (P3) yaitu
mencit yang diinduksi kalium oksanat daan hanya diberikan ekstrak kulir melinjo
dengan dosis 400 mg/dl
20
hiperurisemia dan dua jam setelahnya di berikan ekstrak etanol kulit melinjo
200mg/kgBB untuk kelompok P2 dan 400 mg/dl untuk kelompok P3 untuk
kelompok P1 diberikan allupurinol 10 mg/kgBB. Hal ini dilakuakan selama enam
hari untuk pemberian ekstrak etanol kult melinjo dan allupurinol. Selanjutnya,
pada hari keenam dilakukan pemeriksaan dengan mengukur kadar asam urat darah
dari sampel darah yang didapatkan dari ekor hewan coba dan kemudian diperiksa
menggunakan fotometer microlab. (Nguyen et al., 2017)
3.8.5 Pengukuran Kadar Asam Urat Dalam Darah
Adapun tahapan-tahapan pengukuran kadar asam urat dalam darah adalah
sebagai berikut :
1. Pengambilan darah
2. Darah yang didapat ditampung pada tabung centrifuge
3. Darah di-centrifuge pada alat centrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama
5menit. Tujuan sentrifugasi adalah untuk memisahkan sel-sel darah tikus dan
untuk mendapatkan serum tikus.
4. Pembacaan kadar asam urat kelinci pada fotometer microlab 300
5. Siapkan peralatan yang diperlukan
6. Tempatkan tabung reaksi pada rak tabung (3 tabung)
7. Pipet reagen asam urat sebanyak 1000m dan masukkan pada tiap-tiap tabung
Tabung 1 : Untuk blanko
Tabung 2 : Untuk standar
Tabung 3 : Untuk sampel (Bahan percobaan)
8. Tambahkan 25m reagen standar pada tabung 2 (dua)
9. Tambahkan 25m sampel (serum dari darah kelinci) pada tabung 3 (tiga)
10. Homogenesiasikan setiap tabung
11. Inkubasi selama 15 menit
12. Baca pada alat fotometer microlab 300. Alat fotometer microlab 300 ini
menggunakan metode Enzymatic-colorimetric.
Baca tabung 1 (satu) pada alat fotometer microlab 300.
Baca tabung 2 (dua) pada alat fotometer microlab 300.
Baca tabung 3 (tiga) pada alat fotometer microlab 300 dan catat hasilnya.
21
3.9 Analisis Data
Analisis Data Data kadar asam urat darah diuji normalitas menggunakan
metode analitik Saphiro-Wilk dan didapatkan distribusi data normal. Data
dianalisis secara statistik menggunakan metode Paired Sample T-Test untuk
membandingkan kadar asam urat masing-masing kelompok setiap kali
pengukuran. Data dianalisis pula dengan metode One way ANOVA untuk
membandingkan perbedaan hasil pengukuran semua kelompok pada setiap kali
pengukuran.
3.10 Alur Penelitian
3.10.1 Diagram Alur Penelitian
K1 K2 P1 P2
Mencit jantan Mencit jantan yang Mencit jantan yang Mencit jantan
yang tidak diberikan induksi diberikan induksi yang diberikan
diberikan kalium oksanat kalium oksanat induksi kalium
perlakuan oksanat
apapapun (250 Mg/KgBB) (250 Mg/KgBB)
(250
Mg/KgBB)
Darah mencit dikeluarkan melalu ekornya dan setelah mengumpal darah mencit di
sentrifus untuk mendapatkan serum
22
Pengukuran kadar asam urat dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas
Kedokteran Universitas Yarsi
Analisis Data
Tahun 2018-2019
Penyusunan
proposal
Pengumpulan
data
Pengambilan
sampel
23
Pengolahan
data dan
analisis data
Penyusunan
laporan skripsi
Ujian skripsi
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2007, Data Pasien Asam Urat di RSCM (on line),
(http//www.depkes.go.id). Diakses 12 Februari 2007
Kato, E., Tokunaga, Y., Sakan, F. (2009). Stilbenoids isolated from the seeds of
Melinjo (Gnetum gnemon L.) and their biological activity. J Agric Food
Chem. 2009 Mar 25;57(6):2544-9
Qazi, Y., dan Lohr, J. W. (2010). Hyperuricemia. Medscape Drugs & Diseases.
Diakses tanggal 19 Maret 2015, dari
http://emedicine.medscape.com/article/241767-overview
Rodwell, V. W. (2003). Metabolisme Nukleotida Purin dan Pirimidin - Biokimia
Herper 25th ed. Hartono, A., (Trans). Jakarta: ECG. (Original work
published 2002). 366-380
24
Schumacher, H. R., Baker, J. F. (2010). Update on Gout and Hyperuricemia.
Medscape. Diakses 20 Maret 2013 dari
http://www.medscape.com/viewarticle/716203_2
Schumacher et al. 2007, Outcome Evaluations in Gout, Journal Rheumatol, Vol.34, No. 6,
pp. 1381-1385 Schumacher HR, Chen LX 2008, Gout and Others
CrystalAssociated Arthropathies in Harrison’s Principle of Internal Medicine 17th
Edition, The McGraw Hill, USA pp.
Siregar, T. M., Cornelia, M., Ermiziar, T., Raskita, S. (2009). The Study of
Antioxidant Activity, Carotenoid and Vitamin C Content of Melinjo Peels
(Gnetum gnemon L). Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia
(PATPI). ISBN 978-979-99570-5-4
Tjay, T.H., dan Raharja., 2002, Obat – Obat Penting. Khasiat, Penggunaan dan
Efek–efek Sampingnya, edisi V, Cetakan ke-2, Penerbit PT. Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta
25
Terapi Edisi 5, Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, Jakarta pp.
230-244
LAMPIRAN
Lampiran 1
ANGGARAN PENELITIAN
26
LamPiran 2
BIODATA PENELITI
Alamat rumah :
Riwayat Pendidikan:
27