Disusun Oleh :
Ayu Sugiarti
1102016036
Pembimbing :
Alhamdulillah, Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam kepada Nabi
Muhammad SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman karena atas
rahmat dan ridha-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “G1P0A0
GRAVIDA 32 – 33 MINGGU DENGAN PEB”
Penulisan laporan kasus ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas dalam menempuh
kepanitraan klinik di bagian obstetrik dan ginekologi di RSUD Kabupaten Bekasi. Penulis
menyadari bahwa terselesaikannya penulisan laporan kasus ini tidak lepas dari bantuan dan
dorongan banyak pihak. Maka dari itu, perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu, terutama kepada dr.
Nandi Nurhadi, Sp.OG yang telah memberikan arahan serta bimbingan ditengah kesibukan
dan padatnya aktivias beliau.
Penulis menyadari penulisan laporan kasus ini masih jauh dari sempurna mengingat
keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun demi perbaikan penulisan laporan kasus ini. Akhir kata penulis
berharap penulisan laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Ayu Sugiarti
2
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................5
2.1 PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA......................................................................5
2.1.1 DEFINISI.....................................................................................................................5
2.1.2 EPIDEMIOLOGI.........................................................................................................5
2.1.3 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI..........................................................................6
2.1.4 FAKTOR RESIKO....................................................................................................16
2.1.5 KLASIFIKASI...........................................................................................................17
2.1.6 MANIFESTASI KLINIS...........................................................................................19
2.1.7 TATALAKSANA......................................................................................................20
2.1.8 KOMPLIKASI...........................................................................................................27
2.1.9 PENCEGAHAN........................................................................................................28
2.1.10 PROGNOSIS.............................................................................................................30
BAB III LAPORAN KASUS.................................................................................................35
3.1 IDENTITAS PASIEN................................................................................................35
3.2 ANAMNESIS............................................................................................................35
3.3 PEMERIKSAAN FISIK............................................................................................37
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG...............................................................................38
3.5 RESUME...................................................................................................................41
3.6 DIAGNOSIS..............................................................................................................41
3.7 RENCANA PEMERIKSAAN...................................................................................41
3.8 RENCANA PENATALAKSANAAN.......................................................................41
3.9 PROGNOSIS.............................................................................................................42
3.10 FOLLOW UP.............................................................................................................42
BAB IV ANALISIS KASUS.................................................................................................43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................................47
5.1 KESIMPULAN.........................................................................................................47
3
5.2 SARAN......................................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................48
4
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 - 15 % penyuiit kehamilan dan merupakan
salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia
mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan masih cukup tinggi. Hipertensi dalam
kehamilan diklasifikasikan menjadi hipertensi kronik, preeklampsia-eklampsia, hipertensi
kronik dengan superimposed preeklampsia, dan hipertensi gestasional.1
Preeklampsia adalah suatu penyakit multifaktorial dan multisistemik spesifik pada
kehamilan yang dengan adanya hipertensi yang berhubungan dengan proteinuria yang
dimanifestasikan terjadinya hipertensi pada wanita hamil setelah minggu ke-20 kehamilan
yang sebelumnya normotensif.2 Sedangkan eklampsia adalah adanya kejang pada pasien
dengan preeklampsia dimana kejang yang timbul tidak disebabkan oleh penyebab lain.3,4
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah semua kematian dalam ruang lingkup tersebut di
setiap 100.000 kelahiran hidup.6 Di Indonesia jumlah kematian ibu yang dihimpun dari
pencatatan program kesehatan keluarga di Kementerian Kesehatan pada tahun 2020
menunjukkan 4.627 kematian di Indonesia. Berdasarkan penyebab, sebagian besar kematian
ibu pada tahun 2020 disebabkan oleh perdarahan sebanyak 1.330 kasus, hipertensi dalam
kehamilan sebanyak 1.110 kasus, dan gangguan sistem peredaran darah sebanyak 230 kasus.6
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 EPIDEMIOLOGI
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah semua kematian perempuan selama periode
kehamilan, persalinan, dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan
nifas atau pengelolaannya tetapi bukan karena sebab lain seperti kecelakaan atau
insidental. Angka Kematian Ibu (AKI) adalah semua kematian dalam ruang lingkup
tersebut di setiap 100.000 kelahiran hidup.6
Jumlah kematian ibu yang dihimpun dari pencatatan program kesehatan keluarga
di Kementerian Kesehatan pada tahun 2020 menunjukkan 4.627 kematian di
Indonesia. Jumlah ini menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun 2019 sebesar
4.221 kematian. Berdasarkan penyebab, sebagian besar kematian ibu pada tahun 2020
disebabkan oleh perdarahan sebanyak 1.330 kasus, hipertensi dalam kehamilan
6
sebanyak 1.110 kasus, dan gangguan sistem peredaran darah sebanyak 230
kasus.6
8
mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia
pula,
9
sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia. Bukti yang
mendukung berperan faktor genetic pada kejadian preeklampsia dan eclampsia
adalah peningkatan Human Leukocyte Antigen (HLA) pada penderita
preeklampsia. Beberapa penelitian melaporkan hubungan antara
histokompatibilitas antigen HLA- DR4 dan proteinuria hipertensi yang memiliki
risiko lebih tinggi perkembangan preeklampsi- eklampisia dan intra uterine growth
restricted (IUGR).
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasitrofoblas ke
dalam lapisan otot A. spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut
sehingga terjadi dilatasi a. spiralis, invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar
a. spiralis, sehingga jaringan matrijks menjadi gembur dan memudahkan lumen a.
spiralis mengalami distensi dan dilatasi, distensi dan vasodilatasi lumen a. spiralis
ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vascular dan
peningkatan aliran darah padadaerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke
janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhan janindengan baik. Proses ini dinamakan “remodelling arteri spiralis”.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot a. spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot a. spiralis
10
menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen a. spiralis tidak memungkinkan
11
mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, a. spiralis relative mengalami
vasokontriksi dan terjadi hipoksia dan iskemi plasenta.
12
Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel.
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut
“disfungsiendotel” (endothelialdysfunction) . Pada waktu terjadi kerusakan sel
endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel maka akan terjadi:
- Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salaah satu fungsi sel endotel
adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnnya produksi prostasiklin
(PGE2): suatu vasodilatator kuat.
- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat – tempat di lapisan
endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi
tromboksan (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal
perbandingan kadar prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin
(lebih tinggi vasodilator). Pada preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi
dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, dengan terjadi
kenaikan tekanan darah.
- Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular
endotheliosis)
- Peningkatan permeabilitas kapilar.
13
berdampak
14
pada terjadinya gangguan homeostasis atau keseimbangan hemodinamik ibu saat
hamil. Selain HLA, jugaterdapat hipotesis mengenai induksi sitokin pro-inflamasi.
Studi menunjukkan bahwa peningkatan sel T CD4 + dan penurunan Treg selama
kehamilan menyebabkan peningkatan sitokin proinflamasi, endotelin (ET-1),
spesies oksigen reaktif (ROS), dan autoantibodi agonis terhadap Angiotensin II
(Ang II), reseptor tipe 1 (AT1- AA). Semua faktor tersebut, secara bersama-sama
memainkan peran penting dalam meningkatkan tekanan darah selama kehamilan.
16
4. Teori inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada
kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-
sisaproses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stres oksidatif.
Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang
timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih
dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal.
Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, di mana pada preeklampsia
terjadi peningkatan stres oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik
trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada
plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stres oksidatif akan sangat
meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan
ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar,
dibanding reaksi inflamasi pada kehamilannormal. Respons inflamasi ini akan
mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar pula,
sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbuikan gejala-gejala
preeklampsia pada ibu.
Redman, menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia akibat
produksi debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut di atas, mengakibatkan
"aktivitas leukosit yang sangat tinggi" pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh
Redman disebut sebagai "kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskular
pada kehamilan" yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh.
Etiopatogenesis HDK hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak
teori yang telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Pathogenesis preeklampsia-eklampsi dipengaruhi oleh genetic, imunologi, dan
interaksi faktor lingkungan.1,11
Patofisiologi preeklampsia dibagi menjadi dua tahap, yaitu perubahan
perfusi plasenta dan sindrom maternal.
17
Gambar 2. Skema patogenesis preeklampsia12
1. Tahap pertama : terjadi selama 20 minggu pertama kehamilan. Pada fase ini terjadi
perkembangan abnormal remodelling dinding arteri spiralis di uterus yang
berkontribusi terhadap iskemia plasenta.
2. Tahap kedua : Plasenta yang iskemik kemudian melepaskan substansi (faktor
antiangiogenik) kedalam sirkulasi maternal yang berkontribusi pada
kerusakanendotel dan menyebabkan terjadinya sindrom maternal. Tahap kedua
disebut juga fase sistemik. Fase ini merupakan fase klinis preeklampsia, dengan
elemenpokok respons inflamasi sistemik maternal dan disfungsi endotel.
18
untuk
19
sindrom preeklampsia.
Gambar 3. Faktor risiko berkontribudi dalam disfungsi plasenta awal (Stage I)13.
disfungsi plasenta menyebabkan pelepasan faktor anti angiogenik yang berlanjut menjadi
kerusakan organ (Stage II). Garis panah tebal menunjukkan progresifitas penyakit. Garis
panah putus-putus menunjukkan efek sistem sarafsimpatik pada organ resprektif. Ang II =
angiotensin II; ER = reticulumendoplasma; HA = sakit kepala; HIF = faktor transkripsi
hipoksia; NO= nitric oxide; PIGF = placental growth facgor; PRES = Posterior reversible
encephalopathy syndrome; RAAS = Renin angiotensin aldosterone system; sEng =
soluble endoglin; SFlt = soluble fms-like tyrosine kinase; SNS = sistemsyaraf simpatetik;
TFG = transforming growth factor; VEGF = vascular endothelial growth factor
b. Prostaglandin
Sejumlah prostanoid diduga menjadi pusat patofisiologi sindrom preeklampsia.
Jika dibandingkan dengan kehamilan normal, produksi prostaglandin endotel
(PGI2) menurun pada preeklampsia. Efek ini tampaknya dimediasi oleh
fosfolipase A2. Pada saat yang sama sekresi tromboksan A2 oleh trombosit
meningkat dan rasio prostasiklin : tromboksan A2 menurun dan hasilnya adalah
cenderung meningkatkan sensitivitas terhadap angiotensin II yang diinfuskan
pada akhirnyamenyebabkan vasokonstriksi.
c. Nitrat oksida
Merupakan vasodilator poten yang disintesis oleh sel endotel. Pada
preeklampsia terjadi penurunan drastis nitrat oksida sehingga menyebabkan
meningkatnya tekanan arteri rerata, menurunkan laju jantung dan membalikkan
ketidaksensitifan terhadap vasopressor yang diinduksikehamilan. dimana nitrat
oksida ini memiliki fungsi untuk menjaga kondisinormal pembuluh darah agar
tetap berdilatasi dan bertekanan darah agar aliran darah uteroplasenta tetap baik.
Namun ketika keadaannya menurun keadaan tersebut tidak bisa dipertahankan.
3. Endotelin
Peptida 21-asam amino ini merupakan vasokonstriktor poten dan endothelin-1(ET-
1) merupakan isoform utama yang dihasilkan oleh endotel manusia. Kadar ET-1
dalam plasma meningkat pada perempuan hamil normotensif, tetapi perempuan
dengan preeklampsia memiliki kadar ET-1 yang bahkan lebihtinggi. Peningkatan
ini tampaknya berasal dari kerusakan sel endotel sistemik.Tatalaksana wanita hamil
yang mengalami preeklampsia dengan magnesium sulfat menurunkan kadar ET-1.
22
uteroplasenta. Jaringan trofoblas pada perempuan dengan preeklampsia
menghasilkan sedikitnya dua peptida antiangiogenik secara berlebihan, yang
selanjutnya memasuki sirkulasi maternal yang kadarnya dalam darah ibu akan
menurun drastis pasca-lahir:
a. Soluble Fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt-1) merupakan varian reseptor Flt- 1 untuk
2.1.5 KLASIFIKASI
Eklampsia dibedakan menjadi eklampsia gravidarum (antepartum), eklampsia
partuirentum (intrapartum), dan eklampsia puerperale (postpartum) yang didasarkan
saat timbulnya serangan. Eklampsia banyak terjadi pada kehamilan trimester terakhir
dan semakin meningkat saat mendekati kelahiran.3,5
Eklampsia adalah bagian dari spektrum hipertensi dalam kehamilan, sebagaimana
ditentukan oleh NHBPEP (National High Blood Pressure Education Program),
klasifikasinya adalah sebagai berikut:8,14
Hipertensi gestasional ditandai dengan TD 140/90 mmHg atau lebih untuk
pertama kali selama kehamilan, tidak ada proteinuria, tekanan darah kembali normal
kurang dari 12 minggu post partum.
Hipertensi kronis ditandai oleh (1) TD 140/90 mmHg atau lebih sebelum
kehamilan atau didiagnosis sebelum usia kehamilan 20 minggu, tidak disebabkan oleh
24
penyakit trofoblas gestasional atau (2) hipertensi yang pertamakali didiagnosis
setelah usia gestasi 20 minggu dan menetap setelah 12 minggu post partum.
Preeklampsia ditandai dengan kriteria minimum yaitu : TD 140/90 mmHg atau
lebih setelah kehamilan 20 minggu pada wanita dengan TD normal sebelumnya dan
proteinuria (≥ 0,3 gr protein dalam spesimen urin 24 jam atau ≥ 300mg/24 jam atau
≥ +1 pada pemeriksaan carik celup).
Kemungkinan preeklampsia menjadi meningkat ketika : TD ≥ 160/110 mmHg,
proteinuria 2,0 gr/24 jam atau ≥ +2 pada pemeriksaan carik celup kreatinin serum
>1,2 mg/dL, kecuali memang sebelumnya diketahui meningkat, trombositopenia
(<100.000/μL), hemolisis mikroangiopatik; peningkatan laktat dehydrogenase
(LDH), peningkatan kadar transaminase serum, nyeri kepala yang persisten atau
gangguan serebral atau visual lainnya dan nyeri epigastrik persisten
Eklampsia ditandai dengan kejang yang bukan disebabkan oleh penyebab lain
pada perempuan dengan preeklampsia. Eklampsia dibedakan berdasarkan timbulnya
serangan menjadi eclampsia gravidarum (antepartum), eclampsia partuirentrum
(intrapartum, dan eclampsia peuerperale (postpartum).3
27
preeklamsia. Kadar trombosit yang lebih besar dari 100.000 juga termasuk dalam
diagnosis preeklamsia.
Adanya edema paru pada rontgen dada atau pemeriksaan dalam hubungannya
dengan peningkatan tekanan darah dapat menyebabkan preeklamsia. Gejala saraf pusat
yang terkait dengan diagnosis preeklamsia termasuk sakit kepala dan gangguan
penglihatan.
Pencitraan ultrasonografi dengan ultrasonografi Doppler berguna untuk menilai
efek preeklamsia pada janin, seperti hambatan pertumbuhan intrauterin. Ultrasonografi
juga berguna untuk memantau komplikasi lebih lanjut seperti solusio plasenta. Tes non-
stres janin harus dilakukan untuk menilai janin antepartum.
2.1.7 TATALAKSANA
Penatalaksanaan definitif untuk hipertensi dalam kehamilan adalah persalinan
karena plasenta adalah agen penyebab sehingga persalinan plasenta akan menyebabkan
resolusi proses penyakit. Tujuan penatalaksanaan preeklamsia antara lain: (1)
Menstabilkan hipertensi dan mencegah perkembangannya menjadi preeklamsia berat.
(2) Mencegah komplikasi. (3) Mencegah eklampsia. (4) Persalinan bayi yang sehat
dalam waktu yang optimal. (5) Pemulihan kesehatan ibu nifas.
Manajemen Ekspektatif
Manajemen Aktif
Indikasi pengelolaan aktif adalah salah satu sebagai berikut:
Kehamilan >34 minggu
28
Adanya gejala impending eclampsia
Gagal perawatan konservatif
Diduga solusio plasenta
Adanya fetal distress/gawat janin
IUGR (Intra Uterine Growth Restriction)
Terjadi oligohidramnion
Tanda-tanda HELLP Syndrome khususnya penurunan trombosit yang cepat
2. Maintenance Dose
Diberikan IV 6 gram MgSO4 dalam larutan Ringer Laktat (RL) per 6 jam atau 1-2
gram/jam, atau diberikan 4-5 gram IM. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4
gram IM tiap 4-6 jam. Dosis pemeliharaan dilanjutkan selama 24 jam postpartum
atau setelah kejang terakhir, kecuali terdapat alasan tertentu untuk melanjutkan
pemberian magnesium sulfat.
Antihipertensi
Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi berat, atau
tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg. Target penurunan
tekanan darah adalah tekanan darah sistolik <160 mmHg dan diastolik <110 mmHg.
Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin oral short acting, hidralazine
dan labetalol parenteral. Alternatif pemberian antihipertensi yang lain adalah
31
nitrogliserin, metildopa, labetalol.
32
Pilihan obat antihipertensi meliputi:3
1. Diuretik
Diuretik meningkatkan ekskresi urin tubuh dengan membantu ginjal
mengeluarkan garam dan air yang berlebihan dari jaringan tubuh dan darah. Diuretik
tidak diberikan secara rutin kecuali bila ada edema paru-paru, gagal jantung
kongestif atau edema anasarka. Pemberian diuretik dapat merugikan yaitu
memperberat hipovolemia, memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan
hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat janin.
Diuretik loop : furosemide
Diuretik tiazid : hidroklorotiazid, klorotiazid
Diuretik hemat kalium : spironolakton
a. Nifedipin
Merupakan salah satu CCB yang digunakan untuk mencegah persalinan preterm
(tokolisis) dan sebagai antihipertensi. Nifedipin dapat menurunkan perfusi dari
uteroplasenta. Selain itu, berperan sebagai vasodilator arteriolar ginjal yang
selektif dan bersifat natriuretic, serta meningkatkan produksi urin. Regimen yang
direkomendasikan adalah 10 mg kapsul oral, diulangi setiap 15-30 menit, dengan
dosis maksimum 30 mg (maksimal 120 mg/24 jam) sampai terjadi penurunan
MABP <20%. Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual karena dapat
menyebabkan hipoperfusi pada ibu dan janin.
b. Nikardipin
Merupakan CCB parenteral, yang mulai bekerja setelah 10 menit pemberian dan
menurunkan tekanan darah dengan efektif dalam 20 menit (lama kerja 4-6 jam).
Merupakan lini kedua yang dapat diberikan jika pada setelah nifedipin dan
metildopa tidak ada perubahan atau diberikan bila tekanan darah ≥180/110
mmHg atau pada hipertensi emergensi. Efek samping yang paling sering
dilaporkan adalah sakit kepala. Dosis awal nikardipin yang dianjurkan melalui
infus yaitu 5 mg/jam dan dapat dititrasi 2,5 mg/jam tiap 5 menit hingga
maksimum 10 mg/jam atau hingga penurunan tekanan arterial rata-rata sebesar
25% tercapai. Kemudian dosis dapat dikurangi dan disesuaikan dengan respon.
33
3. Agonis Reseptor Alfa
Obat terpilih adalah metildopa karena safety margin yang luas (paling aman).
Obat ini bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) dan merupakan obat antihipertensi
yang paling sering digunakan untuk wanita hamil dengan hipertensi kronis.
Walaupun metildopa bekerja terutama pada SSP, namun juga memiliki sedikit efek
perifer yang akan menurunkan tonus simpatis dan tekanan darah arteri. Frekuensi
nadi, cardiac output dan aliran darah ginjal relatif tidak terpengaruh. Efek samping
pada ibu antara lain; letargi, mulut kering, sedatif, drug induced hepatitis.
Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg, per oral, 2-3 kali sehari,
dengan dosis maksimum 3000 mg/hari. Efek obat maksimal dicapai 4-6 jam setelah
obat masuk dan menetap selama 10-12 jam sebelum diekskresikan lewat ginjal.
Alternatif lain penggunaan metildopa adalah intravena 250-500 mg tiap 6 jam
sampai maksimum 100 mg tiap 6 jam untuk krisis hipertensi. Metildopa dapat
melalui plasenta pada jumlah tertentu disekresikan di ASI.
Penatalaksanaan eklampsia pada prinsipnya adalah untuk mencegah dan juga
menghentikan kejang secepatnya, mempertahankan fungsi organ vital, koreksi
terhadap terjadinya hipoksia dan asidosis,mengendalikan tekanan darah dalam batas
aman pengakhiran, dan mencegah serta mengatasi penyulit untuk mencapai
stabilisasikeadaan ibu seoptimal mungkin.
Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi
fungsi vital yaitu dengan manajemen Airway, Breathing dan Circulation (ABC),
mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia, mencegah
trauma pada pasien pada waktu kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya
pada wakiu krisis hipertensi, melahirkan janin pada waktu yang tepat dan dengan
cara yang tepar. Perawatan medikamentosa dan perawaran suportif eklampsia,
merupakan perawatan yang sangar penting. Tujuan utama pengobatan
medikamentosa eklampsia ialah mencegah dan menghentikan kejang, mencegah dan
mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi, mencapai stabilisasi ibu seoptimal
mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan dengan cara yang repat.1
Kejang eklampsia adalah keadaan darurat medis dan memerlukan perawatan
segera untuk mencegah kematian pada ibu dan janin. Pasien yang kejang secara aktif
harus mengamankan jalan napasnya untuk mencegah aspirasi. Pasien harus
ditempatkan di sisi kirinya, dan suction harus diterapkan untuk membantu sekresi
oral.Alat bantu jalan napas lainnya juga harus tersedia jika pasien memburuk dan
34
memerlukan intubasi.
35
Magnesium sulfat harus diberikan untuk mengontrol kejang danmerupakan
pengobatan lini pertama untuk kejang eklampsia. Dosis pemuatan 4-6 gram harus
diberikan secara intravena selama 15-20 menit. Dosis pemeliharaan 2 g per jam
selanjutnya harus diberikan. Pengobatan magnesium harus dilanjutkan setidaknya 24
jam setelah kejang terakhir pasien. Perhatian khusus harus diberikan saat
memberikan obat ini karena dapat menyebabkan toksisitas dan menyebabkan
kelumpuhan pernapasan, depresi sistem saraf pusat, dan henti jantung. Sangat
penting untuk memantau refleks, fungsi kreatinin, dan keluaran urin dengan
pemberian magnesium. Obat antiepilepsi lainnya termasuk diazepam atau fenitoin,
benzodiazepin dan barbiturat digunakan untuk kejang refrakter yang tidak responsif
terhadap magnesium.Levetiracetam atau asam valproat adalah alternatif untuk pasien
dengan miastenia gravis dengan eklampsia karena magnesium dan fenitoin
menyebabkan peningkatan kelemahan otot, yang dapat menyebabkan krisis
miastenia.3,4 Pemberian magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti pemberian
magnesium sulfat pada preeklampsia berat. Pengobatan suponif rerurama ditujukan
untuk grngguan fungsi organ organ penting, misalnya tindakan-tindakan untuk
memperbaiki asidosis, mempertahankan ventilasi paru-paru, mengatur tekanan darah,
mincegah dekompensasi kordis.1
4. Sikap Dasar
Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa memandang umur
kehamilan dan keadaan janin. Pertimbangannya adalah keselamatan ibu. Kehamilan
diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi hemodinamika dan metabolism ibu, cara
terminasi dengan prinsip trauma ibu seminimal mungkin.
Prioritas pertama adalah jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi. Perawatan
multidisiplin sangat penting karena beberapa orang diperlukan untuk stabilisasi
segera. Intervensi termasuk penilaian jalan napas dan menempatkan pasien dalam
posisi dekubitus lateral (untuk menghindari aspirasi). Pertahankan oksigenasi dengan
oksigen tambahan melalui masker 8 hingga 10 L/menit. Pantau tanda-tanda vital dan
nilai oksimetri nadi. Perawatan suportif termasuk memasukkan bilah lidah di antara
gigi (menghindari menginduksi refleks muntah) dan mencegah cedera ibu.10
Manajemen Pascapersalinan
Profilaksis eklampsia8
Magnesium harus dilanjutkan selama setidaknya 12 jam dan sering selama sekitar
24 jam atau setidaknya peningkatan output urin ibu (misalnya,> 100 mL/jam). Pada
beberapa kasus preeklamsia berat, eklampsia, HELLP atau oliguria berkelanjutan, atau
komplikasi lain, magnesium mungkin perlu dilanjutkan selama >24 jam. Preeklamsia
dapat memperburuk postpartum. Edema selalu memburuk, dan wanita harus menyadari
hal ini. Eklampsia masih dapat terjadi terutama pada 48 jam pertamapascapersalinan
bahkan sampai 14 hari pascapersalinan.
2.1.8 KOMPLIKASI
Komplikasi preeklamsia dapat berpengaruh baik terhadap ibu maupun janin.
Risiko komplikasi berhubungan dengan beratnya preeklamsia, durasi penyakit, dan
derajat proteinuria.3
Ibu
1. Selama Kehamilan
Eklampsia (2%) lebih banyak terjadi pada kasus akut dibandingkan pada kasus subakut,
accidental hemorrhage, solusio plasenta, oliguria dan anuria, penglihatan kabur dan
bahkan kebutaan, persalinan prematur, sindrom HELLP, perdarahan
37
serebral, acute respiratory distress syndrome (ARDS).
2. Selama Persalinan
Eklamsia dan perdarahan postpartum yang mungkin terkait dengan kegagalan
koagulasi.
3. Puerperium
Eklamsia biasanya terjadi dalam waktu 48 jam, syok-kolaps vasomotor nifas
dikaitkan dengan punurunan konsentrasi natrium dan klorida karena penurunan tiba-
tiba tingkat kortikosteroid, sepsis karena peningkatan insiden induksi, gangguan
operasi dan vitalitas rendah.17
Janin
Risiko janin berhubungan dengan beratnya preeklampsia, durasi penyakit dan derajat
proteinuria. Bahaya yang mungkin terjadi diantaranya adalah: intrauterine fetal death
(IUFD) akibat spasme sirkulasi uteroplasenta yang menyebabkan perdarahan tak
disengaja, intrauterine growth restriction (IUGR) karena insufisiensi plasenta kronis,
asfiksia serta prematuritas baik karena onset prematur spontan persalinan atau karena
induksi prematur. Saat kejang terjadi peningkatan frekuensi kontraksi uterus sehingga
tonus ototuterus meningkat. Peningkatan tersebut menyebabkan vasospasme arterioli
pada myometrium makin terjepit. Aliran darah menuju retroplasenter makin berkurang
sehingga dampaknya pada denyut jantung janin seperti terjadi takikardi, kompensasi
takikardi dan selanjutnya diikuti bradikardi.17
2.1.9 PENCEGAHAN
Yang dimaksud pencegahan ialah upaya untuk mencegah terjadinya preeklampsia
pada perempuan hamil yang mempunyai risiko terjadinya preeklampsia. Preeklampsia
adalah suatu sindroma dari proses implantasi sehingga tidak secara keseluruhan dapat
dicegah. Pencegahan dapat dilakukan dengan nonmedikal dan medikal antara lain
sebagai berikut :1
Pencegahan dengan nonmedikal
Pencegahan nonmedikal ialah pencegahan dengan tidak memberikan obat. Cara
yang paling sederhana ialah melakukan tirah baring. Di Indonesia tirah baring masih
diperlukan pada mereka yang mempunyai risiko tinggi terjadinya preeklampsia
meskipun tirah baring tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia dan
mencegah persalinan preterm. Restriksi garam tidak terbukti dapat mencegah
terjadinya preeklampsia. Hendaknya diet ditambah suplemen yang mengandung (a)
minyak ikan
38
yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya omega-3 PUFA, (b)
antioksidan: vitamin C, vitamin E, B-karoten, CoQro, N-Asetilsistein, asam lipoik,
dan (c) elemen logam berat: zlnc, magnesium, kalsium.
39
Aspirin
Aspirin bekerja menghambat sintesis tromboksan sambil mempertahankansintesis
prostasiklin dinding pembuluh darah, yang secara teoritis dapat meningkatkan
aliran darah uteroplasenta dan pertumbuhan janin. Dibandingkan dengan plasebo
atau tanpa pengobatan, agen antiplatelet, seperti aspirin dosis rendah (75-150
mg/hari), diberikan kepada wanita dengan faktor risiko preeklamsia ( terutama
onset dini atau preeklamsia berat pada kehamilan sebelumnya) dikaitkan dengan
penurunan 17% risiko preeklamsia. indikasi untuk aspirin dosis rendah termasuk
wanita dengan riwayatpreeklamsia, kehamilan multifetal, CHTN, diabetes
mellitus tipe I atau II, penyakit ginjal, dan penyakit autoimun (sindrom
antifosfolipid, lupus eritematosus sistemik).
Pencegahan dengan USG Doppler uterus abnormal.
Impedansi aliran di arteri uterina biasanya menurun seiring dengan kemajuan
kehamilan. Peningkatan impedansi untuk usia kehamilan mencerminkan
resistensi hilir yang tinggi karena defek diferensiasi trofoblas, yang menyebabkan
preeklamsia dan insufisiensi plasenta. Doppler arteri uterina abnormal pada
trimester kedua telahdikaitkan dengan peningkatan risiko preeklamsia.
Kalsium.
Dibandingkan dengan plasebo atau tanpa pengobatan, suplementasi kalsium
dikaitkan dengan penurunan 35% dalam kejadian tekanan darah tinggi dan
pengurangan 55% dalam risiko preeklamsia seperti yang ditunjukkan dalam
meta- analisis dari 13 studi, 15.730 wanita.
2.1.10 PROGNOSIS
Gangguan hipertensi, termasuk preeklamsia dan eklampsia, mempengaruhi 10%
kehamilan di Amerika Serikat dan di seluruh dunia. Meskipun kemajuan dalam manajemen
medis, tetap menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan perinatal di seluruh
dunia. Sementara tingkat eklampsia secara khusus telah menurun, itu masih merupakan
komplikasi yang sangat serius pada kehamilan. 7 Bila penderita tidak terlambat dalam
pemberian pengobatan, maka geiala perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilannya
diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini
merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal ini merupakan gejala pertama
penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian.1
40
Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari ibu yang
sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eclampsia juga tergolong
buruk. Seringkali janin mati intrauterin atau mati pada fase neonatal karena memang kondisi
bayi sudah sangat inferior.1
41
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan suami pasien pada tanggal 27
Agustus 2022 di ruang VK pukul 11.30WIB
1. Keluhan Utama
Pandangan kabur atau berkunang-kunang sejak 1 bulan SMRS.
2. Keluhan Tambahan
Pusing dan perut terasa kencang dirasakan hilang timbul
42
Riwayat infeksi menular seksual disangkal
Riwayat alergi disangkal
6. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok, konsumsi alkohol dan jamu – jamuan disangkal. Pasien makan 3
kali sehari dengan nasi dan lauk seperti tahu, tempe, ayam dll.
STATUS REPRODUKSI
7. Riwayat Menstruasi
Menarche : 11 tahun
Siklus haid : 2-3 bulan sekali
Durasi : 14 hari
Jumlah darah : 7-8 pembalut/hari
Keluhan saat haid : Tidak ada
8. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah pertama kali usia 22 tahun, menikah hanya 1 kali dengan
usia pernikahan saat ini 5 tahun.
9. Riwayat Kontrasepsi
Pasien tidak menggunakan alat kontrasepsi.
10. Riwayat Obstetri
Paritas : G1P0A0, gravida 32 - 33 minggu
Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) : 21 Januari 2022
Hari Perkiraan Lahir (HPL) : 28 Oktober 2022
Usia kehamilan berdasarkan HPHT : 32 minggu 2 hari
43
1. 2022 Kehamilan saat ini
44
11. Riwayat Asuhan Antenatal (ANC)
Trimester I : 1x kontrol
Trimester II : 1x kontrol
Trimester III : 2x kontrol
45
Abdomen : Status obstetrikus
Ekstremitas
Ekstremitas atas : Akral hangat +/+, edema -/-, CRT < 2 detik
Ekstremitas bawah : Akral hangat +/+, edema +/+, CRT < 2 detik,
refleks patella (+)
c. Status Obstetri
1. Pemeriksaan Luar
a. Inspeksi
Wajah : Chloasma gravidarum (+)
Payudara : Membesar (+/+), areola melebar dan hiperpigmentasi (+/+),
papilla mammae menonjol (+/+)
Abdomen : Tampak cembung gravida, linea nigra (+)
b. Palpasi
TFU : 28 cm
TBJ klinis : (28 – 12) x 155 = 2480 gram
Leopold I : Teraba bagian lunak, bulat, tidak melenting, kesan
bokong
Leopold II : Teraba bagian keras memanjang, kesan punggung
disebelah kanan dan bagian kecil-kecil menonjol,
kesan ekstremitas disebelah kiri
Leopold III : Teraba bagian kerasa, melenting, kesan kepala
Leopold IV : Bagian terbawah janin belum memasuki PAP
c. Auskultasi
DJJ : 153 x/menit
2. Pemeriksaan Dalam (VT)
Tidak dilakukan
46
Eritrosit 5.01 10^6 /µL 4,20 – 5,40
MCV 76 (H) fL 80 – 96
MCH 26 (H) Pg/mL 28 – 33
MCHC 34 g/dL 33 – 36
Trombosit 350 10^3 /µL 150 – 450
Hitung Jenis
Basofil 0 % 0,0 – 1,0
Eosinofil 1 % 1,0 – 6,0
Neutrofil 70 % 50 – 70
Limfosit 24 % 20 - 40
NLR 2.92 <= 5.80
Monosit 5 % 2–9
LED 57 (H) mm/jam < 15
Kimia Klinik
SGOT (AST) 36 (H) U/L < 32
SGPT (ALT) 32 (H) U/L < 31
Ureum 5 (L) mg/dL 15 – 40
Kreatinin 0.4 (L) mg/dL 0.51 – 0.95
eGFR 143.2 mL/min/1.73m^2 > 60
Glukosa Sewaktu 178 (H) mg/dL 80 - 170
Asam urat 6.4 Mg/dL 2.6 – 5.8
HEMATOLOGI
Golongan darah B
Rhesus (+) Positif
HEMOSTASIS
PT
PT (Pasien) 9.1 (L) Detik 10.3 – 12.9
PT (Kontrol) 11.1 Detik 9.2 – 12.5
APTT
47
APTT (Pasien) 27.3 Detik 25.8 – 33.7
APTT (Kontrol) 35.0 Detik 28.4 – 38.4
ANTI HIV Penyaring
HIV reagen 1 Non reaktif
Petanda Hepatitis
Globulin Non reaktif
URINALISA
Urin Lengkap
Makroskopis
Warna Kuning Kuning
Kekeruhan Jernih Jernih
Kimia Urin
pH 6.0 4.6 – 8.0
Berat Jenis 1.015 1.001 – 1.035
Glukosa (urin) (-) Negatif (-) Negatif
Protein Urin Positif 3 mg/dL Negatif
Urobilinogen 0.2 EU/dL < 1.0
Darah Samar (urin) (-) Negatif (-) Negatif
Bilirubin (-) Negatif (-) Negatif
Nitrit (-) Negatif (-) Negatif
Keton (-) Negatif (-) Negatif
Leukosit Esterase (-) Negatif (-) Negatif
Sedimen
Eritrosit 0-3 /LPB <5
Leukosit 2-3 /LPB <5
Sel Epitel Positif 1 /LPB 1+
Kristal Negatif
Silinder Negatif
Bakteria (-) Negatif Negatif
IMUNOLOGI
PCR SARS-CoV-2 (-) Negatif Negatif
48
3.5 RESUME
Pasien Ny.A usia 27 tahun, G1P0A0 dengan usia kehamilan 32 minggu datang ke IGD
Kebidanan RSUD Kabupaten Bekasi pada tanggal 27 Agustus 2022 pukul 11.30 WIB
dengan keluhan pandangan kunang – kunang atau kabur dirasakan sejak satu bulan
SMRS. Keluhan lain juga dirasakan seperti pusing dan perut terasa kencang juga
dirasakan hilang timbul. Pasien mengeluhkan mempunyai riwayat hipertensi sejak usia
kehamilan 7 bulan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tampak sakit sedang DENGAN
TD 210/128 mmHg. Pada pemeriksaan obstetrics didapartkan Chloasma gravidarum,
payudara membesar, areola melebar dan hiperpigmentasi, papilla mammae menonjol,
Tampak cembung gravida, linea nigra, DJJ 153x/menit. Pada pemeriksaan leopold
didapatkan TFU 28 cm, bagian atas bokong, punggung kanan, bagian bawah kepala dan
konvergen. Pada pemeriksaan Laboratorium didapatkan peningkatan LED, SGOT,
SGPT, glukosa sewaktu dan asam urat, serta terdapat penurunan nilai MCH, MCV, PT,
kreatinin, eGFR. Pada pemeriksaan urinalisa didapatkan proteinuria +3.
3.6 DIAGNOSIS
Ibu : G1P0A0 gravida 32 - 33 minggu dengan PEB
Janin : Janin tunggal, Hidup, Intra Uterin, Presentasi kepala, DJJ
147x/menit
49
KIE: Edukasi pasien dan keluarga terkait diagnosis serta rencana tindakan yang akan
dilakukan
3.9 PROGNOSIS
3.10 FOLLOW UP
S : Nyeri post SC
O:
KU : tampak sakit sedang
TD : 100/70 mmHg
HR : 90 x/menit
RR : 20 x/menit
SpO2 : 98%
P:
Inj. Ceftriaxone 1 gr
Inj. Syntocikon 10 iu
Dopamet 3 x 500 mg
Amlodipin 2 X 500 mg
50
BAB IV
ANALISIS KASUS
51
Trombositopenia:<100.000cell/mm'
Sindrom Hemolysis Elevated Liver Enzym Low Platelet Count (HELLP)
Teori
52
53
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Preeklampsia adalah suatu penyakit pada kehamilan dengan adanya hipertensi yang
berhubungan dengan proteinuria yang terjadinya hipertensi setelah minggu ke-20
kehamilan yang sebelumnya normotensif. Sedangkan eklampsia adalah adanya kejang
pada pasien dengan preeklampsia dimana kejang yang timbul tidak disebabkan oleh
penyebab lain. Tujuan utama pengobatan medikamentosa eklampsia ialah mencegah dan
menghentikan kejang, mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi,
mencapai stabilisasi ibu seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada saat
dan dengan cara yang repat.
5.2 SARAN
Preeklampsia ataupun eklampsia merupakan salah satu penyebab kematian ibu
dimana eclampsia adalah suatu keadaan darurat. Oleh karena itu diperlukannya skrining
risiko terjadinya preeklampsia untuk setiap wanita hamil sejak awal kehamilannya untuk
meminimalisir terjadinya preeklampsia ataupun eklampsia.
54
DAFTAR PUSTAKA
1. Saifuddin A, Rcahimhadhi, T. et al. Ilmu Kebidanan Sarwono Edisi Keempat. 2010.
Jakarta
2. Peracoli J Carlos, Borges V, et al. Pre-eclampsia/Eclampsia. Rev Bras Ginecol Obstet.
2019. Vol. 41:318 – 332.
https://www.scielo.br/j/rbgo/a/ddQkrYC6mvhYQv4bxZXRDcT/?format=pdf&lang=en
diakses pada 18 Januari 2022
3. Cunningham F, Leveno K, Bloom S et al. Williams Obstetrics, 25E. New York, N.Y.:
McGraw Hill Medical; 2018.
4. POGI. PNPK Diagnosis dan Tatalaksana Preeklampsia. 2016. 1–48 p.
5. Cunningham F, Leveno K, Bloom S et al. Williams Obstetrics, 25Ed, Hypertension
Disorder in Pregnancy. New York, N.Y.: McGraw Hill Medical; 2018.
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2020.
2020. Jakarta : Kemenkes RI. Hal. 99 - 100.
7. Berghella, V. (Ed.). (2017). Maternal-fetal evidence based guidelines. CRC Press.
8. Clark T. Johnson, Jennifer L. Hallock, et al. The Johns Hopkins Manual of Gynecology
and Obstetrics 5 Edition. 2015. The John Hopkins Medical Institution, Baltimore,
th
Maryland.
9. American College of Obstetrics and Gynecology [ACOG]. Practice Bulletin No. 202
Summary: Gestational Hypertension and Preeclampsia. ObstetGynecol. 2019;133:211–
214.
10. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. 2013. h.114
11. Phipps E, Prasanna D, Brima W, Jim B. Preeclampsia: Updates in Pathogenesis,
Definitions, and Guidelines. Clin J Am Soc Nephrol. 2016 Jun 6;11(6):1102-13. doi:
10.2215/CJN.12081115. Epub 2016 Apr 19. PMID: 27094609; PMCID: PMC4891761.
12. Ives CW, Sinkey R, Rajapreyar I, Tita ATN, Oparil S. Preeclampsia-Pathophysiology and
Clinical Presentations: JACC State-of-the-Art Review. J Am Coll Cardiol. 2020 Oct
6;76(14):1690-1702. doi: 10.1016/j.jacc.2020.08.014. PMID: 33004135.
13. Lim Kee-Hak. Preeclampsia. 2018. https://emedicine.medscape.com/article/1476919-
overview#a2 diakses pada 18 Januari 2022.
14. Phipps EA, Thadhani R, Benzing T, Karumanchi SA. Pre-eclampsia: pathogenesis, novel
diagnostics and therapies. Pubmed Central. 2019; 15(5): 275–289. doi:10.1038/s41581-
019-0119-6
15. Sreelakshmi K, Ashwini h P. Atypical Preeclampsia: A Review. J Gynecol Women’s
Health. 2018: 2(5):555849. DOI: 10.19080/JGWH.2018.12.555849.
16. Dutta D. DC Dutta’s textbook of obstetrics. 8th ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers (P) LTD; 2016.
17. Arulkumaran S, Ledger W, Denny L, Doumouchtsis S, editors. Oxford Textbook of
Obstetrics and Gynaecology. Oxford University Press; 2019 Dec 23
55