Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN KEHAMILAN 35-36 MINGGU DENGAN


PREMATUR KONTRAKSI DAN VARISES VAGINA

Pembimbing :
dr. Nandi Nurhandi, SpOG

Disusun Oleh :
Fajar Pambudi
1102014090

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN


GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
YARSI RSUD KABUPATEN BEKASI PERIODE
16 MEI 2022 – 25 JUNI 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
limpahan kenikmatan kesehatan baik jasmani maupun rohani sehingga pada
kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas presentasi kasus yang
berjudul “Penatalaksanaan Kehamilan 35-36 Minggu dengan Prematur
Kontraksi dan Varises Vagina”. Penulis menyadari bahwa presentasi kasus ini
masih jauh dari kata sempurna, namun sekiranya apa yang penulis lampirkan pada
presentasi kasus ini adalah sebagaimana adanya.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis sedikit banyak menemukan
kesulitan. Namun berkat dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya
laporan kasus ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. dr. Nandi Nurhandi,Sp.OG, selaku ketua dan dokter pembimbing saya dalam
SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, terima kasih atas bimbingan
dan juga arahannya hingga laporan kasus ini telah dibuat.
2. dr. Djoni Nurung, Sp.OG (K), dr. Ronny, Sp.OG dan dr. Yedi, Sp.OG selaku
Ketua dan konsulen SMF Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD Kabupaten
bekasi, konsulen dan dokter pembimbing kami, terimakasih atas bimbingan
dan juga arahannya.
3. Semua teman coass, staff, perawat dan bidan bagian SMF Ilmu Obstetri dan
Ginekologi RSUD Kabupaten bekasi, terima kasih atas bimbingan dan
arahannya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini, oleh
karena itu, penulis mengharapkan berbagai kritik dan saran dalam laporan kasus ini.
Akhir kata semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pihak-pihak yang membutuhkan umumnya.

i
Akhir kata, penulis berharap semoga presentasi kasus ini dapat menjadi rujukan
sumber pustaka serta bermanfaat bagi kita semua.

Cibitung, 30 Mei 2022

Fajar Pambudi

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………..……. i
DAFTAR ISI………………………………………………………………......... ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………...….. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………....... 2
2.1 Varises vagina...……………………………………………………….……. 2
2.1.1 Definisi....………………………………………………………….…….... 2
2.1.2 Anatomi.………………………………………………………….….……. 2
2.1.3 Etiologi……………..………………………………………..…..…........... 3
2.1.4 Patofisiologi…….………………………………………………………… 4
2.1.5 Manifestasi Klinis....……………………………………………………… 5
2.1.6 Diagnosis...………..……………………………………………………… 5
2.1.7 Tatalaksana.…….………………………………………………………... 7
2.1.8 Prognosis……….………………………………………………………... 9
2.2 Persalinan prematur...………………………………………………….…... 9
2.2.1 Definisi…………………………………………………………………… 9
2.2.2 Epidemiologi……………………………………………………………... 9
2.2.3 Etiologi….……………………………………………………………….. 10
2.2.4 Klasifikasi………………….…………………………………………….. 15
2.2.5 Diagnosis...………………………………………………………….…… 16
2.2.6 Tatalaksana...………………………………………………………….…. 18
2.2.7 Prognosis...………………………………………………………….…… 21
2.3 Ketuban pecah dini...…………………………………….………………… 22
2.3.1 Definisi...………………………………………………………….……… 22
2.3.2 Epidemiologi...…………………………………………………………… 22
2.3.3 Etiologi...………………………………………………………….……… 23
2.3.4 Patofisiologi...………………………………………………………….…. 28

iii
2.3.5 Klasifikasi...………………………………………………………….…..28
2.3.6 Diagnosis...………………………………………………………….……30
2.3.7 Tatalaksana...………………………………………………………….….35
2.3.8 Prognosis...………………………………………………………….……37
BAB III LAPORAN KASUS...………………………………………………...38
3.1 IDENTITAS PASIEN..……………………………………………….….38
3.2 ANAMNESIS...…………………………………………………………..38
3.3 PEMERIKSAAN FISIK...………………………………………………..40
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG...………………………………………42
3.5 RESUME...………………………………………………………….……44
3.6 DIAGNOSIS...……………………………………………………………44
3.7 RENCANA TATALAKSANA...………………………………………....44
3.8 PROGNOSIS...……………………………………………………………44
BAB IV...………………………………………………………….…………….45
DAFTAR PUSTAKA...…………………………………………………………49

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Kehamilan menyebabkan banyak perubahan baik fisiologis maupun patologis


pada tubuh ibu hamil. Baik perubahan di luar tubuh maupun di dalam tubuh. Pada
luar tubuh biasanya adalah sebuah manifestasi yang di hasilkan oleh perubahan yang
dialami di dalam tubuh itu sendiri. Perubahan biasanya dirasakan mulai pada awal
kehamilan atau trimester pertama kehamilan sampai pada akhir kehamilan atau
trimester tiga kehamilan.
Perubahan di dalam tubuh ibu hamil meliputi, perubahan hormonal, fisik,
hematologi, persarafan dan perubahan pada setiap organ ibu hamil. Selain perubahan
fisik, hormone kehamilan juga mempengaruhi sistem hematologi pada ibu hamil,
mulai dari fungsi endotel pembuluh darah, perubahan katup pada pembuluh darah,
konsentrasi hemoglobin dan hematokrit. Serta masih banyak manifestasi lain yang
ditimbulkan.
Perubahan hematologi yang didasari oleh perubahan hormonal, dapat
menyebabkan manifestasi fisik secara langsung salah satu contohnya adalah vaises
vagina pada kehamilan, didasari dari adanya perubahan hormone estrogen dan
progesteron yang menyebabkan hipervaskularisasi yang mengakibatkan pembuluh
darah alat genital melebar. Peningkatan kongesti yang berat ditambah relaksasi
dinding pembuluh darah dan uterus dapat menyebabkan timbulnya edema dan varises
vulva.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Varises Vagina


2.1.1 Definisi
Varises adalah kelainan pada pelebaran pembuluh darah vena yang berfungsi
mengangkut darah sisa metabolisme dari seluruh tubuh ke jantung. Varises vagina,
secara definisi sama dengan varises pada tempat lain, hanya lokasi anatomi yang
berbeda dengan varises pada tempat lain.

2.1.2 Anatomi Vaskularisasi Vagina


Vagina mempunyai banyak vaskularisasi. Bagian proksmal (1/3 bagian atas)
divaskularisasi oleh cabang arteri uterine dan 1/3 bagian tengah divaskularisasi oleh
arteri vaginalis, dan bagian distal (1/3 bagian bawah) divaskularisasi oleh arteri
hemoroidalis media dan arteri pudendus. Arteri vaginalis dapat berasal secara
bervariasi dari arteri uterine, vesikalis inferior dan secara langsung berasal dari arteri
iliaka interna. Pada masing-masing tingkat, suplai vaskularisasi dari tiap sisi
beranastomosis pada dinding vagina posterior dan inferior dengan pembuluh darah
kolateral yang sesuai. Pleksus vena yang luas mengelilingi vagina dan mengikuti
perjalanan arteri.

2
Gambar 1. Anatomi Vagina

2.1.3 Faktor Predisposisi


a. Faktor Kehamilan
Terjadi perubahan bertambahnya berat badan tubuh karena kehamilan,
bertambahnya volume darah saat kehamilan, tekanan tersebut dapat
menyebabkan aliran darah melambar dan kerusakan katup vena.
b. Faktor Hormonal
Selama masa kehamilan banyak perubahan fisik yang dipengaruhi oleh
hormone estrogen dan progesterone, kedua hormon tersebut saling
mempengaruhi keadaan fisik ibu hamil secara keseluruhan. Varises vagina,
dipengaruhi oleh peningkatan dari hormon peogesteron dan estrogen.
Peningkatan hormone progesteron selama masa kehamilan dapat
menyebabkan, dilatasi dinding vena dan berkurangnya elastisitas dinding
vena, sedangkan perubahan hormon estrogen dapat menyebabkan relaksasi
otot polos, perlunakan jaringan kolagen sehingga dapat menyebabkan

3
meningkatnya densibilitas. Selain itu pada pembuluh darah akan terjadi
meningkatnya permeabilitas kapiler dan timbulnya oedem.
c. Latihan Fisik
Latihan fisik, sangat penting diperhatikan, karena mampu menjaga kesehatan
tubuh ibu hamil secara umum. Selain itu,laihan fisik yang teratur dapat
menstimulasi kelancaran sirkulasi darah, melatih kekuatan tonus otot, dan
membantu mencegah terjadinya varises vena.

2.1.4 Patofisiologi
Perubahan hormonal dan perubahan berat beban tubuh masih menjadi
penyebab utama dalam proses terjadinya varises pada vagina saat kehamilan.
Peningkatan hormon progesteron dan estrogen selama masa kehamilan disebutkan
mempengaruhi keadaan katup pada pembuluh darah vena, dilatasi dinding pembuluh
darah dan kurangnya elastisitas pembuluh darah vena. Sehingga aliran darah dari
vena menuju jantung terhambat. Selain itu, perubahan berat beban tubuh ibu selama
masa kehamilan juga berpengaruh. Berat badan yang semakin bertambah juga
meningkatkan tekanan hidrostatik pembuluh darah vena. Pertumbuhan janin yang
menyebabkan pembesaran uterus dan tekanan kepala janin pada rongga pelvis dapat
menekan vena iliaka dan menyebabkan obstruksi aliran balik vena menuju jantung.
Selain itu, tekanan tersebut juga mampu menyebabkan aliran darah melambat dan
kerusakan katup vena.
Didalam kompartemen otot, vena akan mengalirkan darah naik ke atas
melawan arah gravitasi dibantu dengan adanya kontraksi otot yang menghasilkan
suatu mekanisme pompa otot. Pompa ini akan meningkatkan tekanan dalam vena,
yang akan menimbulkan distensi pada vena dan menyebabkan perubahan bentuk
menjadi berkelok-kelok.

4
Kegagalan pada satu katup vena akan memicu terjadinya kegagalan katup-
katup lainnya. Peningkatan tekanan yang berlebihan di dalam sistem vena superfisial
akan menyebabkan dilatasi vena secara lokal.

2.1.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis yang dapat timbul dari varises esofagus diantaranya adalah :
 Muncul pelebaran pembuluh darah yang berkelok-kelok
 Perubahan warna kulit (hiperpigmentasi) disekitar tempat varises

Gambar 2. Manifestasi Klinis Varises Vagina

2.1.6 Diagnosis
a. Inspeksi dilakukan dari distal ke proksimal dan dari depan ke belakang.
Region perineum, pubis dan sekitar iliaca. Terlihat adanya distensi pembuluh
darah vena.
b. Palpasi pada seluruh permukaan kulit untuk mengetahui adanya dilatasi
vena. Selain itu palpasi juga membantu menemukan keadaan vena norman
dan abnormal. Setelah dilakukan perabaan, dapat diidentifikasi adanya

5
kelainan vena. Nyeri yang dirasakan saat palpasi kemungkinan adanya
penebalan, pengerasan dan trombosis vena.
c. Pemeriksaan penunjang, tujuannya untuk mengidentifikasi dan memetakan
seluruh area yang mengalami obstruksi dan refluks dalam sistem vena
superfisial dan vena profunda. Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu
venografi dengan kontras, MRI, MRV (Magic Resonance Venography) dan
USG color-flow duplex.
USG dupleks merupakan pemeriksaan imaging standar yang digunakan untuk
diagnosis sindrom insufisiensi varises dan untuk perencanaan serta pemetaan
preoperasi. Pemeriksaan paling sensitif dan spesifik adalah dengan
menggunakan MRV, ini dapat digunakan untuk pemeriksaan pada kelainan
pada sistem vena profunda dan vena superfisialis tungkay bawah dan pelvis.

Gambar 3. USG Color Flow Duplex

6
Gambar 4. MRV Vulvar Varicouse

2.1.7 Tatalaksana
Penatalaksanaan untuk varises vagina pada kehamilan dibedakan menjadi dua,
diantaranya non operatif dan operatif.
Non operatif yang paling baik dilakukan adalah melakukan latihan fisik
dengan teratur, melakukan program jalan kaki setiap hari. Tidak berarti para ibu
hamil harus menyisihkan waktu ber jam-jam untuk melakukan latihan fisik di tempat
gym, atau bahkan melakukan latihan fisik secara khusus dan mahal.
Center Disease and Prevention (CDC) dan American College of Sports
Medicine (ACSM) merekomendasikan bahwa, latihan fisik yang lebih intens yang
dilakukan selama 20 – 60 menit selama 3 – 5 hari per minggu menghasilkan
kebugaran fisik pada level yang lebih tinggi.( Center Disease and Prevention (CDC)
dan American College of Sports Medicine (ACSM).

7
The American College of Obstetrics and Gynecologic (ACOG) menambahkan
rekomendasi bahwa ibu hamil harus melakukan latihan fisik seperti wanita yang
sedang tidak hamil dengan syarat bahwa tidak ada komplikasi selama kehamilan.
Pompa pada otot vagina, kaki dan sekitarnya selama berjalan kaki memberi
tekanan yang kuat untuk mengosongkan vena.
Latihan fisik juga membantu aliran darah menjadi normal, sehingga sirkulasi menjadi
baik, Selain penatalasanaan non operatif, dapat juga dilakukan dengan operatif,
diantaranya :
1. Radio Frekuensi Ablasi
Teknik ablasi vena menggunakan kateter radiofrekuensi yang diletakkan
dalam vena untuk menghangatkan dinding pembuluh darah dan jaringan
sekitar pembuluh darah. Pemanasan ini menyebaban denaturasi protein,
kontraksi kolagen dan penutupan vena. Jumlsh energy yang diberikan di
monitor melalui sensor termal yang diletakkan di dalam pembuluh darah.
Sensor ini mengatur suhu agar ablasi endotel terjadi.
2. Endovenous Laser Therapy
Salah satu pilihan terapi varises vena yang minimal invasif adalah dengan
endovenous laser therapy. Keuntungan yang didapat menggunakan pilihan
terapi ini adalah dapat dilakukan pada pasien poliklinik anestesi lokal.
Prosedurnya EVLT menggunakan fiber laser yang dimasukkan ke distal VSM
sampai SFJ dibawah kontrol USG. EVLT tidak menyebabkan vena segera
menjadi mengecil bila dibandingkan dengan apabila FR ablation, tetapi vena
akan mengecil secara gradual beberapa minggu sampai tidak tampak setelah 6
bulan dengan pemeriksaan USG.

8
Gambar 5. Anatomi pelaksanaan tatalaksana varises esofagus
2.1.8 Prognosis
Wanita hamil yang mengalami varises vagina, tidak selalu di indikasikan
sectio caesar. Wanita hamil dengan varises vagina, masih dapat melakukan persalinan
secara normal, namun apabila varises menimbulkan manifestasi klinis yang
mengganggu aktivitas selama sebelum proses melahirkan, maka indikasi untuk sectio
caesar dilakukan.

2.2 Persalinan Prematur


2.2.1 Definisi
Persalinan Preterm didefinisikan sebagai persalinan pada usia kehamilan
kurang dari 37 minggu setelah dianggap viable. Himpunan Kedokteran Fetomaternal
POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan preterm adalah
persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu. WHO mengatakan
persalinan preterm adalah bayi yang lahir sebelum 37 minggu kehamilan aatau 259
hari dari hari terakhir menstruasi.

2.2.2 Epidemiologi
Angka kerjadian persalinan preterm pada umumnya adalah sekitar 6 – 10 %
hanya 1,5% persalinan pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu dan 0,5% pada

9
kehamilan kurang dari 28 minggu. Namun, kelompok ini merupakan duapertiga dari
kematian neonatal. Di Amerika, insiden meningkat dari 9,5% pada tahun 1981
menjadi 12,7% pada tahun 2005. Sementara itu di Indonesia, angka persalinan
preterm berkisar pada 15,5% pada tahun 2010. Di RSCM yang merupakan rumah
sakit rujukan pusat insidens kehamilan preterm sebesar 38,5% pada tahun 2013.
Penelitian lain menunjukkan bahwa umur kehamilan dan berat bayi lahir
saling berkaitan dengan risiko kematian perinatal. Pada kehamilan umur 32 minggu
dengna berat bayi > 1500gr keberhasilan hidup sebesar 85%. Sementara bayi yang <
1500gr keberhasilan hidup sebesar 80%. Pada umur < 32 mingu dengan berat lahir <
1.500gr angka keberhasilan hidup hanya sekitar 52%. Hal ini menunjukkan
keberhasilan persalinan preterm tidak hanya dari usia kehamilan melainkan berat bayi
lahir juga.

2.2.3 Etiologi dan Patofisiologi


Penyebab persalinan preterm untuk semua kasus adalah berbeda – beda.
Persalinan preterm, merupakan kelainan proses yang multifaktorial. Kombinasi
keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik memiliki pengaruh terhadap
terjadinya persalinan preterm. Kadang hanya resiko tunggal dijumpai seperti distensi
berlebih uterus, ketuban pecah dini atau trauma. Faktor lain berupa :
 Idiopatik
 Aktivasi akses kelenjat hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu
maupun janin, akibar dari stres pada ibu atau janin
 Infeksi asenden dari traktus genitourinaria atau infeksi sistemik
 Perdarahan desidua
 Kelainan pada uterus atau serviks
Kondisi janin :
 Perdarahan trimester awal
 KPD

10
 Perdarahan antepartum
 Polihidramnion
 Gemelli
Kondisi Ibu :
 Diabetes melitus/hipertensi
 Infeksi saluran kemih/genital/intrauterin
 Infeksi dengan demam
 Stress psikologik/trauma/abortus berulang
Persalinan preterm dapat disebabkan dari faktor maternal, janin, paternal, lingkungan
dan genetik, seperti dapat dilihan pada Tabel 1.

Tabel 1. Faktor – Faktor Persalianan Preterm

11
Mekanisme persalinan preterm tidak berbeda dengan persalinan aterm, yaitu
kontraktilitas uterus, pematangan serviks, dan ruptur membran. Perbedaan
fundamental ialah bahwa proses aktivasi pada persalinan aterm merupakan bagian
dari aktivasi fisiologis, sedangkan pada persalinan preterm bersifat patologis. Sebagai
contoh aktivasi membran akan menyebabkan KPD preterm, aktivasi serviks
menyebabkan insufisiensi serviks, dan aktivasi miometrium menyebabkan kontraksi
uterus preterm.
a. Ketuban Pecah Dini Pertama
Didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum persalinan dan sebelum usia
kehamilan 37 minggu, ketuban pecah dini prematur dapat disebabkan oleh
beragam mekanisme patologis termasuk infeksi intraamnion. Faktor lain yang
terlibat adalah indeks massa tubuh yang rendah krang dari 19,8, kurang gizi, dan
merokok. Wanita dengan riwayat ketuban pecah dini preterm sebelumnya
memiliki resiko yang tinggi terjadinya rekurensi pada kehamilan berikutnya.
Namun kebanyakan kasus ketuban pecah preterm terjadi tanpa faktor resiko
b. Persalinan Kurang Bulan Spontan
Persalinan kurang bulan spontan dikaitkan dengan beberapa hal, yaitu
withdrawal progesteron, inisiasi oksitosin, dan aktivitas desidua. Teori
withdrawal progesteron menjelaskan bahwa semakin mendekati proses
persalinan sumbu adrenal janin menjadi lebih sensitif terhadap
adrenokortikotropik sehingga meningkatkan sekeresi kortisol. Kortisol janin
merangsang aktivitas 17-α hidroksidase plasenta sehingga mengurangi sekresi
progesteron dan meningkatkan produksi estrogen. Kondisi ini menyebabkan
peningkatan pembentukan prostaglandin yang memicu persalinan preterm.
Sebuah jalur penting menyebabkan inisiasi persalinan melibatkan aktivasi
inflamasi desidua. Pada kasus persalinan preterm, aktivasi desidua tampaknya
muncul pada kauss perdarahan intrauterin atau infeksi intrauteri.

12
c. Infeksi Intrauterin
Infeksi intra uterin merupakan salah satu penyebab terjadinya persalinan
preterm. Infeksi bakterial dalam uterus dapat terjadi antara jaringan maternal dan
fetal membran (dalam koriodesidual space), dalam fetal membran (amnion dan
korion), dalam placenta, dalam cairan amnion, dalam tali pusat. Infeksi pada
fetal membran disebut korioamnionitis, infeksi pada tali pusat disebut funisitis,
infeksi pada cairan amnion disebut amnionitis. Infeksi jarang terjadi pada
kehamilan prematur akhir (34-36 minggu), dan lebih sering terjadi pada usia
kehamilan kurang dari 30 minggu.
Ada beberapa jalur yang dapat menyebabkan masuknya bakteri ke dalam uterus.
Bakteri dapat berasal dari migrasi dari kavum abdomen melalui tubafallopi,
infeksi dari jarum amnionsintesis yang terkontaminasi, secara hematogen
melalui plasenta, atau melalui serviks dari vagina. Pada persalinan preterm
dengan membran yang utuh bakteri yang paling banyak ditemukan adalah
Ureaplasma urealitycum, Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis,
peptostretococcus, dan spesies bakterioides. Organisme yang sering
berhubungan dengan infeksi saluran genital pada wanita tidak hamil Neisseria
gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis, jarang ditemukan dalam uterus
sebelum pecah ketuban, sedangkan bakteri yang sangat sering berhubungan
dengan korioamnionitis dan infeksi janin setelah pecah ketubah, group B
streptococci dan Escherichia coli, hanya ditemukan kadang-kadang. Jarang,
organisme saluran non genital, seperti organisme di mulut genus
capnocitophaga, ditemukan di dalam uterus yang berhubungan dengan
persalinan prematur dan korioamnionitis. Organisme ini mencapai uterus dapat
melalui plasenta dari sirkulasi atau mungkin dengan kontak oral genital.
Meskipun demikian, kebanyakan bakteria yang ditemukan dalam uterus dalam
hubungannya dengan persalinan prematur berasal dari vagina. Bakteri dari
vagina menyebar secara ascendens pertama kali ke dalam ruang koriodesidua.

13
Pada beberapa wanita, organisme ini melewati membran korioamniotik yang
intak ke dalam cairan amnion, dan beberapa fetus akhirnya menjadi terinfeksi.
Bukti infeksi melalui rute ini berasal dari penelitian 609 wanita yang fetusnya
dilahirkan dengan seksio sesar sebelum pecah ketubah. Setengah dari 121 wanita
dengan kultur membran positif juga memiliki organisme dalam cairan amnion.
Sebagian kecil fetus memiliki kultur darah atau cairan serebrospinal yang positif
saat persalinan. Wanita dengan kultur membran positif memiliki respon
peradangan yang aktif, seperti diinfikasikan oleh temuan leukosit histologis pada
membran dan adanya konsentrasi interleukin 6 yang tinggi dalam cairan amnion.
Temuan ini mungkin menjelaskan kenapa wanita dengan kultur cairan amnion
negatif tetapi dengan konsentrasi sitokin yang tinggi dalam cairan amnion
resisten terhadap tokolitik. Tampaknya wanita ini sering memiliki infeksi dalam
koramnion, suatu tempat yang tidak boleh dilkultur sebelum persalinan.

Gambar 6. Tempat potensial terjadinya infeksi bakteri intrauterin

14
Gambar 7. Alur kolonisasi bakteri penyebab persalinan prematur
2.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi WHO menurut usia kehamilan dibagi menjadi tiga :
 Sangat – sangat preterm: usia kehamilan kurang dari 28 minggu (5%)
 Sangat preterm: usia kehamilan antara 28 – 31 minggu
 Preterm sedang: usia kehamilan 32 – 37 minggu
Menurut kejadiannya dibagi menjadi dua :
 Idiopatik/spontan : sekitar 50% penyebab persalinan preterm tidak
diketahui, oleh karena itu digolongkan pada kelompok idiopatik, sebagian
besar didahului oleh ketuban pecah dini (KPD) karena faktor infeksi.
 Iatrogenik/elektif : Persalinan preterm buatan/iatrogenik disebut sebagai
elektif preterm menurut berat badan bayi :
a. Berat badan lahir rendah : Berat badan bayi 1500 – 2500 gram
b. Berat badan lahir sangat rendah : Berat badan bayi 1000 – 1500 gram
c. Berat badan lahir ekstrim rendah : <1000 gram

15
2.2.5 Diagnosis
Menegakkan diagnosa persalinan prematur mengancam terlalu cepat atau
lambat mempunyai risiko meningkatkan mobiditas dan mortalitas neonatus. Tanda
utama dari persalinan prematur adalah adanya kontraksi, kontraksi ini harus
dibedakah antara kontraksi sebenarnya atau palsu, kontraksi yang sebenarnya selalu
disertai dengan adanya pembukaan dan penipisan serviks, dan terjadi pada usia
kehamilan < 37 minggu.
Beberapa kriteria yang dapat dipakai sebagai diagnosa persalinan prematur
mengancam adalah :
a. Kontrakasi yang berulang sedikitnya 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam
10 menit
b. Andanya nyeri pada punggung sebelah bawah
c. Perdarahan bercak
d. Perasaan menekan pada daerah serviks
e. Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan 2cm
f. Penipisan 50 – 80 %
g. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina ischiadika
h. Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan
(kontraksi) atau sebaliknya
i. Terjadi pada usia kehamilan 22 - < 37 minggu.
j. Merasakan gejala seperti kaku di perut, menyerupai rasa kaku seperti
menstruasi, rasa tekanan intrapelvik, nyeri punggung bawah (low back
pain).
k. Mengeluarkan lendir bercampu darah pervaginam.
l. Pemeriksaan dalam menunjukkan serviks telah mendatar 50-80%, atau
telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm.
Kriteria lain yang diusulkan oleh ACOG adalah sebagai berikut :

16
a. Kontraksi yang terjadi 4 kali dalam 2o menit atau 8 kali dalam 60 menit
dan perubahan progresif pada serviks
b. Dilatasi serviks >1cm
c. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih

Cara utama untuk mengurangi terjadinya risiko persalinan prematur


mengancam dapat dilakukan secara awal, sebelum tanda-tanda persalinan muncul.
Dimulai dari dengan pengenalan pasien yang berisiko untuk diberi penjelasan dan
dilakukan penilaian klinik terhadap persalinan prematur mengancam serta mengenal
kontraksi sedini mungkin sehingga tindakan pencegahan dapat segera dilakukan.
Beberapa indikator yang dijadikan sebagai acuan terjadinya persalinan prematur
mengancam sebagai berikut:
a. Perubahan Serviks
 Dilatasi Serviks : Dilatasi serviks asimtomatik setelah pertengahan masa
kehamilan diduga sebagai fator resiko persalinan preterm
 Panjang Serviks : Serviks memegang peranan ganda pada kehamilan.
Serviks mempertahankan isi uterus terhadap pengaruh gravitasi dan tekanan
intrauterin sampai persalinan, dan serviks akan berdilatasi untuk
memungkinkan isi uterus untuk melewatinya selama proses persalinan.
Kompetensi serviks tergantung pada kestuan antara anatomi dan komposisi
biokimia dari serviks. Salah satu indikator dini dari inkompetensia serviks
adalah terjadinya pemendekan dari serviks. Berdasarkan hasil penelitian
dengan ultrasounografi sebagai prediktor persalinan preterm menentukan
bahwa panjang serviks kurang dari 25 mm pada usia kehamilan 24-28
minggu dapat meningkatkan resiko persalinan preterm.
 Inkompetensia Serviks : Inkompetensia serviks adalah diagnosis klinis
yang ditandai dengan dilatasi serviks berulang, tanpa rasa sakit, dan kejadian
kelahiran spontan pada midtrimester tanpa adanya pecah ketuban spontan,
peradarahan, ataupun infeksi. Dilatasi serviks ini dapat diiikuti prolaps dan

17
menggembungnya membran janin ke dalam vagina, dan akhirnya ekspulsi
janin imatur. Penyebab inkompetensia serviks ini belum jelas, namun terkait
dengan riwayat trauma pada serviks seperti dilatasi , kuretase, kauterisasi.
b. Indikator Laboratorium
Indikator laboratorium yang bermakna yaitu jumlah leokosit dalam air ketuban
(20/ml atau lebih), pemeriksaan CRP (> 0,7 mg/dl), pemeriksaan leukosit dalam
serum ibu ( > 13.000 / ml).
1) Fibroneksti Janin : peningkatan kadar fibronekti janin 50mg/dl atau lebih
pada usia kehamilan > 24 minggu
2) Peningkatan cortiothropine releasing hormone (CRH) pada trimester 2
kehamilan
3) Sitokin Inflamasi : IL-1β, IL-6, L8 dan TNF-α sebagai indikator yang
mungkin berperan dalam sintesa prostaglandin.
4) Isoferin Plasenta : pada keadaan tidak hamil isoferitin sebesar 10 U/ml dan
akan meningkat selama kehamilan, mencapai puncak pada trimester akhir
yaitu 54,8 ± 53 U/ml. Jika terjadi penurunan akan berisiko terjadinya
persalinan prematur mengancam bahkan persalinan prematur. Feritin yang
rendah merupakan indikator kekurangan zat bes

2.2.6 Tatalaksana
Prinsip penatalaksanaan kehamilan prematur mengancam adalah menunda
persalinan dan mempersiapkan organ janin, terutama paru-paru janin, sehingga janin
dapat lahir pada usia kehamilan dengan mendekati cukup bulan sehingga morbiditas
dan mortalitas janin dapat menurun. Penatalaksanaan kehamilan prematur
mengancam pada beberapa faktor dimana persalinan tidak dapat dihambat bila
kondisi selaput ketuban pecah, pembukaan servik yang lebih dari 4 cm, usia
kehamilan dengan tafsiran berat janin > 2.000 gr atau kehamilan > 34 minggu, terjadi
penyulit / komplikasi persalinan prematur, terutama kurangnya fasilitas neonatal

18
intensive care oleh karena itu perlu dilakukan mencegahan persalinan prematur
dengan pemberian tokolitik, pematangan surfaktan pada paru janin yaitu
kortikosteroid serta mencegah terjadinya infeksi.
Ada 2 prinsip penatalaksanaan persalinan prematur yaitu penundaan
persalinan dengan menghentikan kontarksi uterus atau persalinan berjalan terus dan
siap penanganan selanjutnya.

a. Tirah Baring
Kepentingan istirahat rebah disesuaikan kebutuhan ibu, namun secara statistik
tidak terbukti dapat mengurangi kejadian persalinan prematur.
b. Hidrasi dan Sedasi
Hidrasi oral maupun intravena sering dilakukan untuk mencegah persalinan
preterm, karena sering terjadi hipovalemik pada ibu dengan kontraksi prematur,
walaupun mekanisme biologisnya belum jelas. Preparat morfin dapat digunakan
untuk mendapatkan efek sedasi (tenang /mengurangi ketegangan)
c. Pemberian Tokolitik
Adapun tokolitik yang digunakan pada kasus dengan persalinan prematur adalah:
Indeks tokolitik >8 menunjukkan kontraindikasi pemberian tokolitik

0 1 2 3 4
Kontraksi Tidak ada Irregular Regular - -
Ketuban pecah Tidak ada - Tinggi/tidak jelas - Rendah/pecah
Perdarahan Tidak ada Spotting Perdarahan - -
Pembukaan Tidak ada 1 cm 2 cm 3 cm 4 cm

i. Nifedipin 10 mg diulang tiap 30 menit, maksimum 40 mg/6 jam. Umumnya


hanya diperlukan 20 mg dan dosis perawatan 3 x 10 mg.
ii. Golongan beta-mimetik

19
iii. Salbutamol Perinfus : 20-50 µg/menit Per oral : 4 mg, 2-4 kali/hari
(maintenance) atau
iv. Terbutalin Per infuse : 10-15 µg/menit, Subkutan: 250 µg setiap 6 jam. Per
oral : 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance)
v. Efek samping : Hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi
miokardial, edema paru
d. Pematangan Antibiotik
Terapi glukokortikoid, misalnya dengan betamethasone 12 mg im. 2 x selang 24
jam. Atau dexamethasone 5 mg tiap 12 jam (im) sampai 4 dosis. Thyrotropin
releasing hormone 400 ug iv, akan meningkatkan kadar tri-iodothyronine yang
dapat meningkatkan produksi surfaktan. Suplemen inositol juga merupakan
pilihan karena inositol merupakan komponen membran fosfolipid yang berperan
dalam pembentukan surfaktan.
e. Pemberian Antibiotik
Antibiotik hanya diberikan bila mana kehamilan mengandung risiko terjadinya
infeksi. Obat yang diberikan eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan
lain adalah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau dapat menggunakan
antibiotika lain seperti klindamisin.
Rekomendasi ACOG :
1. Koritkosteroid dosis tunggal untuk wanita 24-34 minggu dengan risiko
persalinan dalam 7 hari
2. MgSO4 dapat menurunkan risiko serebral palsi pada bayi ketika dilahirkan
sebelum usia 32 minggu
3. Tokolitik lini pertama dengna terapi agonis beta adrenergic, calcium
channel blocker, NSAID untuk pemanjangan kehamilan hingga 48 jam
(pemberian steroid antenatal)
4. Terapi maintenance dengan tokolitik untuk mencegah persalinan preterm
dan meningkatkan luaran neonates tidak direkomendasikan

20
5. Pada wanita dengan rupture membrane atau kehamilan multiple yang
berisiko akan lahir dalam 7 hari, pemberian kortikosteroid dosis tunggal
direkomendasikan pada kehamilan 24-34 minggu
6. Kortikosteroid dosis tunggal dapat dipertimbangkan sejak usia kehamilan 23
minggu pada wanita hamil dengan risiko persalinan preterm yang akan lahir
dalam 7 hari tanpa mempertimbangkan status membrane
7. Pemberian ulang kortikosteroid tunggal pada wanita dengan kehamilan
kurang dari 34 minggu yang berisiko lahir dalam 7 hari ke depan dan telah
mendapat korikosteroid lebih dari 14 hari sebelumnya.
8. Tirah baring dan hidrasi tidak efektif mencegah persalinan preterm dan
tidak secara rutin direkomendasikan

2.2.7 Pencegahan
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan prematur
mengancam adalah :
1. Hindari kehamilan pada ibu usia terlalu muda <17 tahun
2. Hindari jarak kehamilan terlalu dekat
3. Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan antenatal
yang baik
4. Anjurkan tidak merokok maupun mengkonsumsi obat terlarang
5. Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat
6. Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan prematur mengancam
7. Kenali dan obati infeksi genetal atau saluran kencing deteksi dan pengamanan
faktor risiko terhadap persalinan prematur mengancam

21
2.3 Ketuban Pecah Dini
2.3.1 Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
sering disebut dengan premature repture of the membrane (PROM) didefinisikan
sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya melahirkan. Pecahnya ketuban
sebelum persalinan atau pembukaan pada primipara kurang dari 3 cm dan pada
multipara kurang dari 5 cm.

2.3.2 Epidemiologi
Menurut WHO, kejadian ketuban pecah dini (KPD) atau insiden PROM
(prelobour rupture of membrane) berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran.
KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan dan 70% kasus KPD terjadi pada
kehamilan aterm. Pada 30% kasus KPD merupakan penyebab kelahiran premature
(WHO, 2014).3 Insidensi PROM di Indonesia sendiri berkisar antara 4,5% sampai
7,6% dari seluruh kehamilan. Pada tahun 2013-2015 terdapat 1812 persalinan di
RSUP Dr. Hasan Sadikin, 248 dari persalinan tersebut mengalami ketuban pecah
dini pada kehamilan ≥37 minggu, yaitu berjumlah 13,9% dari seluruh persalinan.

2.3.3 Etiologi
Premature Rupture of Membrane (PPROM) disebabkan oleh karena berkurangnya
kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor
tersebut. Faktor penyebab PPROM belum diketahui jelas. Namun, terdapat berbagai
faktor predisposisi yang dapat menyebabkan PPROM seperti :
1) Infeksi saat kehamilan, dapat berasal langsung dari dalam cairan amnion yang
ada di membran maupun secara ascenden dari vagina atau serviks.
2) Riwayat PROM atau PPROM pada kehamilan sebelumnya.
3) Serviks inkopeten menyebabkan dinding ketuban yang paling bawah
mendapatkan tekanan yang semakin tinggi.

22
4) Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)
misalnya tumor, hidromnion, gemelli.
5) Macrosomia adalah berat badan neonatus > 4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi
dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan
selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang, tipis, dan
kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah
pecah.
6) Kehamilan dengan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun
7) Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam,
maupun amniosintesis menyebabkan terdinya PPROM karena biasanya
disertai infeksi.
8) Usia ibu <20 tahun dan >35 tahun lebih beresiko, dikarenakan fungsi uterus,
ibu muda beresiko dikarenakan fungsi uterus yang belum matang, sedangkan
pada ibu tua, fungsi uterus sudah tidak seefektif ibu usia produktif.22
9) Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat mengahalangi tekanan
terhadap membrane bagian bawah.
10) Malnutrisi termasuk zat besi dan asam asorbik
11) Perbedaan pada vagina di trimester 2 atau 3

2.3.4 Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu
terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan
karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan
degenerasi ekstraseluelr matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme

23
kolagen menyebabkan aktivasi kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban
pecah.
Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan
jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan
aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks
metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah
komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput
ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen
fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga
memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat
metaloproteinase/tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat
aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2.
TIMP- 3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1.
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi.
Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan
kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban.
Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis
pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease
yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan
pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien
lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam
askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat
tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini.
Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.

24
Penurunan hemoglobin atau anemia menyebabkan penurunan jumlah oksigen
yang diangkut ke jaringan, berpotensi meningkatkan risiko ketuban pecah dini akibat
hipoksia pada jaringan. Anemia dapat menyebabkan hipoksia pada jaringan, dan
anemia defisiensi besi dapat meningkatkan konsentrasi serum norepinefrin,
menyebabkan stres pada ibu dan janin. Adanya kecemasan pada kehamilan akan
merangsang sintesis hormone Corticotrophin Releasing Hormone (CRH). Kehadiran
konsentrasi CRH yang tinggi dapat menyebabkan PROM dan kelahiran prematur.
Hubungan anemia dan infeksi dapat disebabkan oleh peningkatan kemampuan
aktivitas fagosit dan meningkatnya bakterisidal, sehingga terjadi penurunan sel imun
sehingga terjadi proliferasi sel T dan B yang dapat menyebabkan infeksi.
a. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme.
Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus dan
Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon
terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP,
dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis
faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan
MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang
produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan
ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi
kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2
yang melepaskan prekursor prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon
imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel
korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga
terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam
arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara
produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun

25
prostaglandin terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan
mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput
ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33. Indikasi terjadi
infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu temperatur rektal ibu
dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38°C, peningkatan denyut
jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.
b. Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler pada
jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasi MMP-1
dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci
percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan
produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi
produksi kolagen. Ada juga protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur
pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta.
Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh
progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam
membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput
ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis
pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.
c. Kematian Sel Terprogram
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel
terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput
ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan
granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian
sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks
ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan
penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum
diketahui dengan jelas.

26
Diagram 1. Patofisiologi PROM

d. Peregangan Selaput Ketuban


Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban
seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang
aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan
korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase.
Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan

27
degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput
ketuban.

2.3.5 Klasifikasi

Menurut POGI (2016), Ketuba Pecah dini diklasifikasikan menjadi


kelompok, yaitu, KPD preterm (PPROM) dan KPD aterm (PROM):
1. PPROM adalah pecahnya ketuban yang terbukti dengan vaginal pooling, tes
nitrazin dan tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia <37 minggu sebelum onset
persalinan. KPD sangat preterm adalah pecahnya ketuban saat umur
kehamilan Ibu antara 24 sampai kurang dari 34 minggu, sedangkan KPD
preterm saat umur kehamilan Ibu antara 34 sampai kurang dari 37 minggu.
2. PROM adalah Ketuban pecah dini aterm adalah pecahnya ketuban sebelum
waktunya yang terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern (+),
IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan ≥ 37 minggu.

2.3.6 Diagnosis
Penilaian awal dari ibu hamil yang datang dengan keluhan KPD harus
meliputi 3 hal, yaitu konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia gestasi dan presentasi
janin, dan penilaian kesejahteraan maternal dan fetal.
a. Anamnesis : KPD didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan
visualisasi adanya cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis perlu
diketahui waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar, usia gestasi dan taksiran
persalinan, riwayat KPD sebelumnya, dan faktor risikonya.
b. Pemeriksaan Fisik (Inspekulo) : Pemeriksaan inspeksi yaitu pengamatan biasa
akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah, dan jumlah
airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.

28
Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena pemeriksaan
dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan yang
keluar dari vagina perlu diperiksa: warna, bau, dan PH nya, yang dinilai adalah
Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari serviks.
Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau dari amnion yang
khas juga harus diperhatikan. Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior
mendukung diangnosis KPD. Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien
untuk batuk untuk memudahkan melihat pooling
Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak diperlukan lagi
pemeriksaan lainnya untuk mengkonfirmasi diagnosis. Jika diagnosis tidak dapat
dikonfirmasi, lakukan tes pH dari forniks posterior vagina (pH cairan amnion
biasanya ~ 7.1-7.3 sedangkan sekret vagina ~ 4.5 - 6) dan cari arborization of
fluid dari forniks posterior vagina. Jika tidak terlihat adanya aliran cairan amnion,
pasien tersebut dapat dipulangkan dari rumah sakit, kecuali jika terdapat
kecurigaan yang kuat ketuban pecah dini. Semua presentasi bukan kepala yang
datang dengan PROM harus dilakukan pemeriksaan digital vagina untuk
menyingkirkan kemungkinaan adanya prolaps tali pusat.

c. Ultrasonografi (USG) :
Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk menilai
indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion atau indeks cairan
amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin dan tidak adanya
pertumbuhan janin terhambat (PJT) maka kecurigaan akan ketuban pecah sangatlah
besar, walaupun normalnya volume cairan ketuban tidak menyingkirkan diagnosis.
Selain itu USG dapat digunakan untuk menilai taksiran berat janin, usia gestasi dan
presentasi janin, dan kelainan kongenital janin.

29
d. Pemeriksaan Laboratorium
Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar dapat dilakukan
pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior. Cairan
diswab dan dikeringkan diatas gelas objek dan dilihat dengan mikroskop.
Gambaran “ferning” menandakan cairan amnion.

Gambar 8. Gambaran Ferning pada Nitrazin Tes.

Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah :
1) Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior
2) Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru
3) Ferning : cairan dari fornix posterior di tempatkam pada objek glass dan
didiamkan, cairan amnion akan memberikan gambaran seperti daun pakis

2.3.7 Tatalaksana
Terdapat dua manajemen dalam penatalaksanaan PPROM, yaitu
manajemen aktif dan ekspektatif. Manajemen ekspektatif adalah penanganan
dengan pendekatan tanpa intervensi, sementara manajemen aktif melibatkan
klinisi untuk lebih aktif mengintervensi persalinan. Berikut ini adalah

30
tatalaksana yang dilakukan pada ketuban pecah berdasarkan masing-masing
kelompok usia kehamilan.
Berikut ini adalah tatalaksana yang dilakukan pada ketuban pecah dini
berdasarkan masing-masing kelompok usia gestasi.
a. PPROM Usia Kehamilan <24 Minggu
Pada usia kehamilan dari 24 minggu dengan PPROM didapatkan bahwa
morbiditas minor neonatus seperti hiperbilirubinemia dan takipnea transien
lebih besar apabila ibu melahirkan pada usia tersebut dibandingkan pada
kelompok usia 36 minggu. Morbiditas mayor seperti sindrom distress
pernapasan dan perdarahan interventrikular tidak secara signifikan berbeda
(level of evidence III).
b. PROM Usia Kehamilan 34-38 Minggu
Pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, mempertahankan kehamilan akan
meningkatkan risiko korioamnionitis dan sepsis. Tidak ada perbedaan
signifikan terhadap kejadian respiratory distress syndrome. Pada saat ini,
penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan lebih buruk
dibandingkan melakukan persalinan.
c. Prolonged PROM
Antibiotik profilaksis disarankan pada kejadian PPROM. Pada sebuah
penelitian yang kesimpulan nya berupa, administrasi antibiotik mengurangi
morbiditas maternal dan neonatal dengan menunda kelahiran yang akan
memberi cukup waktu untuk profilaksis dengan kortikosteroid perinatal.
Pemberian co-amoxiclav pada prenatal dapat menyebabkan neonatal
necrotizing enterocolitis sehingga antibiotik ini tidak di sarankan. Pemberian
antibiotik dapat dipertimbangkan digunakan bila Prolonged PROM (>24
jam).

31
Jika pasien datang dengan Prolonged PROM, pasien sebaiknya tetap dalam
perawatan sampai berada dalam fase aktif. Penggunaan antibiotik IV dengan
Tabel 2.

MEDIKAMENTOSA D R FREKUENSI
benzilpenisilin 1.2 gram IV Setiap 4 jam

klindamisin 600 mg IV Setiap 8 jam


(jika sensitif penisilin)
Tabel 2. Antibiotik yang digunakan pada Prolonged PROM

1. Konservatif

a) Rawat di rumah sakit.

b) Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin 4 X 250 mg


selama 10 hari bila tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x
500 mg selama 7 hari). Atau dapat diberikan berupa kombinasi antara
ampisilin dengan eritromisin setiap 6 jam sealama 48 jam, yang
diikutin dengan pemberian amoksisilin oral dengan eritromisin
setiap 6 jam selama 5 hari.

c) Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban


masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.

d) Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes
busa negatif: beri kortikosteroid betametason/deksametason, observasi
tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan
37 minggu.

e) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (MgSO4 atau salbutamol), deksametason dan induksi

32
sesudah 24 jam. MgSO4 selain sebagai tokolitik juga dapat menjadi
neuroprotektor

f) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
induksi.

g) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).

h) ada usia kehamilan 32-37 minggu, berikan steroid untuk memacu


kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin
dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis
tunggal

Diagram 2. Algoritma Penatalaksanaan PROM

33
2. Aktif

i. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan


seksio sesarea. Meskipun demikian, jika pasien memilih manajemen
ekspektatif harus dihargai. Induksi persalinan dengan prostaglandin
pervaginam berhubungan dengan peningkatan risiko korioamnionitis dan
infeksi neonatal bila dibandingkan dengan induksi oksitosin. Dapat pula
diberikan misoprostol 50μg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.9

ii. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan
persalinan diakhiri jika:

iii. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian induksi.
Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.

iv. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam

Magnesium MAGNESIUM SULFAT IV:


Untuk efek neuroproteksi pada PPROM Bolus 6 gram selama 40 menit dilanjutkan infus
< 31 minggu bila persalinan 2 gram/ jam untuk dosis pemeliharaan sampai
diperkirakan dalam waktu 24 persalinan atau sampai 12 jam terapi
jam
Kortikosteroid BETAMETHASONE:
untuk menurunkan risiko sindrom 12 mg IM setiap 24 jam dikali 2 dosis
distress pernapasan Jika Betamethasone tidak tersedia, gunakan
deksamethason 6 mg IM setiap 12 jam

34
Antibiotik AMPICILLIN
Untuk memperlama masa laten 2 gram IV setiap 6 jam dan
ERYTHROMYCIN
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam, dikali 4
dosis diikuti dengan
AMOXICILLIN
250 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari dan
ERYTHROMYCIN
333 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari, jika
alergi ringan dengan penisilin, dapat digunakan:
CEFAZOLIN
1 gram IV setiap 8 jam selama 48 jam dan
ERYTHROMYCIN
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam diikuti
dengan :
CEPHALEXIN

Tabel 8. Medikamentosa yang digunakan pada PROM

2.3.8 Komplikasi
a. Bagi Ibu
 Infeksi : Korioamnionitis, syok septik sampai kematian ibu
 Endometritis
 Perdarahan pasca persalinan, penurunan aktivitas miometrium (atonia)
 Morbiditas dan mortalitas maternal
b. Bagi Janin
 Prematuritas : Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur
diantaranya adalah sindrom gawat napas, hipotermia, masalah

35
asupan makan neonatus, prematuritas retinopati, perdarahan
intraventrikular, necrotizing enterocolitis, gangguan otak,
hiperbilirubinemia dan anemia. Setelah ketuban pecah biasanya
segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur
kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah
ketuban pecah. Pada kehamilan anatara 28-34 minggu persalinan
dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang 26 minggu persalinan terjadi
dalam 1 minggu.
 Sepsis : Dengan pecahnya selaput ketuban setelah 18 jam dikarenakan
belum dimulainya suatu persalinan, mikroorganisme dalam flora vagina
atau bakteri pathogen lainnya, secara ascenden dapat mencapai cairan
amnion dan janin dimana kuman tersebut dapat menyebakan infeksi pada
neonatus dan mengakibatkan sepsis pada neonatus.
 Prolaps Funiculli : Prolaps funiculli dapat menyebabkan gawat janin dan
kematian janin akibat hipoksia.
 Hipoksia dan Asfiksia Sekunder : Mengakibatkan kompresi tali pusat,
prolaps uteri, dry labour/partus lama, nilai APGAR rendah, ensefalopati,
serebral palsy, perdarahan intrakranial, gagal ginjal, respiratory distress.
 Sindrom Deformitas Janin : Terjadi akibat oligohidramnion. Diantaranya
terjadi hipoplasia paru, deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin
terhambat (PJT)
 Morbiditas dan Mortalitas Perinatal
 Oligohidramnion
 Partus Kering

36
2.3.9 Prognosis
Prognosis pada PROM sangat bervariasi, tergantung pada :
 Usia kehamilan
 Adanya infeksi atau sepsis
 Faktor risiko/penyebab
 Ketepatan diagnosis awal dan penatalaksanaan
Prognosis dari PROM tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat
kehamilan, lebih sedikir bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi
yang lahir antara 34 dan 37 minggu mempunyai komplikasi yang tidak serius dari
kelahiran prematur.

37
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN


Istri Suami
Nama : Ny. S Nama : Tn. T
Umur : 22 th Umur : 30 th
Pendidikan : SMP Pendidikan : Tidak sekolah
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam Agama : Islam
Golongan darah : AB (+) Golongan darah : -

Alamat : Kp. Balong ampel, Bekasi


No.RM : 228***
Tanggal Masuk : 16 Mei 2022

3.2 ANAMNESIS
Dilakukan Autoanamnesis pada pasien tanggal 16 Mei 2022 jam 10.15 WIB

a. Keluhan Utama
Mulas sejak kemarin pagi
b. Keluhan Tambahan
Keluar lender disertai darah
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien G2P1A0 datang ke ruang IGD Kebidanan RSUD Kab. Bekasi pada
tanggal 15 mei 2022 dengan hamil usia 35 - 36 minggu, mengeluhkan mules-
mules dan keluar lender disertai darah sejak pukul 07.00. Pasien merasakan
mules yang sering , awalnya pasien mengeluh mulesnya hilang timbul tetapi

38
semakin lama mules yang dirasakan semakin sering dan terasa sedikit nyeri.
Rasa mules dirasakan bersamaan keluar lendir. Lendir bewarna jernih dan di
sertai darah sedikit, Pasien menyangkal adanya bau. Pasien tidak memiliki
keluhan serupa saat kehamilan sebelumnya
Keluhan seperti pusing dan demam disangkal oleh pasien. BAK dan BAB
juga tidak ada keluhan. Gerakan janin masih dirasakan aktif. Pasien mengaku
rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan. Pasien menyangkal melakukan
hubungan badan sebelumnya dengan suaminya atau riwayat trauma seperti
terjatuh.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien mengatakan tidak pernah mengalami keluhan seperti ini pada anak
pertamanya.
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat diabetes disangkal
 Riwayat asma disangkal
 Riwayat alergi disangkal

e. Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat diabetes disangkal
 Riwayat asma disangkal
 Riwayat alergi disangkal

f. Riwayat Menstruasi
Menarche : 14 tahun
Siklus : 28 hari, Teratur, tiap 1 bulan sekali
Lama : 5-7 hari

39
Keluhan saat Haid : Tidak ada
Jumlah : 1-2 pembalut/hari (30 cc/24 jam)

g. Riwayat Penggunaan KB
Menggunakan KB suntik 3 bulan, selama satu tahun

h. Riwayat Obstetri
Paritas : G2P1A0
HPHT : Lupa
HPL :-
Usia kehamilan : 35 - 37 minggu

Tgl/Th Tempat Umur Jenis Anak Keadaan


No Penolong Penyulit Nifas
JK BB PB
Partus Partus Kehamilan Persalinan Anak
1. 2018 Bidan 9 bulan Normal Bidan - Pr 2,5 lupa T.A.K Hidup
Delima kg

i. Catatan Penting Selama Asuhan Antenatal


Pasien rutin kontil ke bidan, yaitu :
Trimester 1 : 1 kali
Trimester 2 : 1 kali

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


1. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Suhu : 36,7 oC

40
Pernafasan : 20 x/menit
TB : 155 cm
BB : 64 kg
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)
Paru : Suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru, suara
tambahan (-), Rhonki -/-. Wheezing -/-
Jantung : BJ I/BJ II reguler murni, suara BJ tambahan (-)
Abdomen : Pembesaran perut (+) simetris, bising usus (+), striae
gravidarum (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
2. Status Obstetri
a. Pemeriksaan Luar
TFU : 27 cm
TBJ klinis : (27 – 12) x 155 = 2.325 gram
Leopold I : Teraba bagian lunak, tidak melenting, asimetris, kesan
bokong
Leopold II : Teraba bagian keras memanjang di sebelah kanan,
kesan punggung di kanan dan bagian kecil-kecil
menonjol di sebelah kiri, kesan ekstremitas di kiri
Leopold III : Teraba bagian keras, bulat, simetris, melenting, kesan
kepala
Leopold IV : Bagian terbawah janin memasuki PAP
His : 2X/10’/10”
DJJ : 158 x/menit

b. Pemeriksaan Dalam
V/V : Tampak adanya varises pada vagina

41
Portio : teraba tebal lunak
: 1-2 cm
Ketuban : (+)

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

15-05-2022
Hemoglobin 12,6 gr/dL
Hematokrit L 36%
Eritrosit 4,99 x 106 / mcL
Trombosit 330 x 103 /mcL
Leukosit H 12,7 x 103 /mcL
MCV L 73 fL
MCH L 25 pg/mL
MCHC 35 gr/dL
Basofil 0%
Eosinofil 1%
Neutrofil H 81%
Limfosit L 12%
NLR H 6,75
Monosit 6%
LED H 15 mm/jam
15-05-2022
Kimia Klinik
Glukosa puasa 83 mg/dL
SGOT 15 U/L
SGPT 13 U/L

42
Albumin L 3.4 g/dL
Urinalisa
Protein Urin Positif 3
Golongan Darah
AB / Positif
Hemostasis
PT L 9.2 detik
PT 10.4 detik
Serologi
HIV reagen 1 Non reaktif
HBsAg Non reaktif

APTT
APTT (pasien) 32.5 detik
APTT (kontrol) 34.6 detik
Ureum kreatinin
Ureum L 11 mg/dL
Kreatinin L 0.5 mg/mL
eGFR 137.8 ml/min/1.73 m*2
Paket elektrolit
Natrium 141 mmol/L
kaliuml 4.0 mmol/L
Klorida (Cl) 105 mmol/L

43
3.5 RESUME
Pasien G2P1A0 datang ke ruang IGD Kebidanan RSUD Kab. Bekasi pada
tanggal 15 mei 2022 dengan hamil usia 35 - 36 minggu, mengeluhkan mules-mules
dan keluar lender disertai darah sejak pukul 07.00. Pasien merasakan mules yang
sering , awalnya pasien mengeluh mulesnya hilang timbul tetapi semakin lama mules
yang dirasakan semakin sering dan terasa sedikit nyeri. Rasa mules dirasakan
bersamaan keluar lendir. Lendir bewarna jernih dan di sertai darah sedikit. Pada
pemeriksaan fisik di dapatkan adanya varises vagina.

3.6 DIAGNOSIS KERJA


Ibu : G2P1A0 Gravida 35-36 Minggu Premature kontraksi Dengan Varises Vagina
Janin : Janin tunggal hidup intra uterin, presentasi kepala, DJJ: 158 x/menit.

3.7 RENCANA TATALAKSANA

- Observasi TTV ibu


- Observasi DJJ janin

- Edukasi terkait penyakit ibu

- Infus RL 500 cc + Terbutaline Sulfat (Bricasma) 1 mg (2 ampul) 10tpm


- Dexamethason 2 x 6mg
- Ceftriaxone 3x1gr IV
- Terminasi kehamilan dengan Seksio Sesarea

3.8 PROGNOSIS
 Quo ad Vitam : Dubia Ad Bonam
 Quo ad Functionam : Dubia Ad Bonam
 Quo ad Sanactionam : Dubia Ad Bonam

44
BAB IV
ANALISIS KASUS

A. Bagaimana Penegakkan Diagnosis Pada Kasus Ini?


 G2P1A0 Gravida 35-36 Minggu
Anamnesis: Pasien mengaku saat ini kehamilan anak kedua, pasien sudah
pernah melahirkan satu kali sebelumnya, pasien tidak memiliki riwayat
abortus sebelumnya sehingga didiagnosis dengan G2P1A0. Pasien datang
ke RS tanggal 15 mei 2022 dan pada pemeriksaan di dapatkan hasil tinggi
fundus 27 cm sehingga usia kehamilan 35-36 minggu.
 Premature kontraksi
Pasien ini didapatkan tanda inpartu seperti mulas-mulas awalnya tidak
teratur, hilang timbul, dengan frekuensi dan durasi yang pendek namun
menjadi semakin teratur, interval memendek dan intensitasnya bertambah
kuat. Keluhan keluar cairan lender bercampur darah dari vagina. Dari
pemeriksaan fisik luar didapatkan HIS 2x /10menit, lamanya 10 detik.
 PPROM : didapatkan dari manifestasi klinis yang di alami oleh pasien
contohnya seperti mules dan kontraksi yang pasien rasakan dan pada
pemeriksaan fisik terdapat keluar lender atau cairan bercampur darah
pervaginam yang di rasakan kurang dari 37 minggu
Teori Kasus

Anamnesa: Pasien dengan KPD Pasien mengeluh keluar air-air


merasa basah pada vagina atau secara tiba-tiba dari jalan lahir
keluarnya cairan dalam jumlah sejak 4 jam SMRS. Air-air
cukup banyak secara tibatiba dari berwarna jernih, encer, bercampur
vagina.19 darah dan tidak berbau.

Pemeriksaan Inspekulo Pada pasien ini hanya dilakukan

45
merupakan langkah pertama pemeriksaan dalam pada saat
untuk mendiagnosis KPD. pertama kali datang untuk
Pooling pada cairan amnion dari menentukan ada tidaknya
forniks posterior mendukung pembukaan serviks dikarenakan
diangnosis KPD. 19 pasien mengeluh mules terus
menerus sehingga ingin
mengetahui ada atau tidaknya
tanda-tanda inpartu.

Pemeriksaan dalam vagina


Pemeriksaan dalam (VT): Portio
dibatasi seminimal mungkin dan
tebal lunak, pembukaan serviks 1-2
hanya dilakukan kalau KPD
cm, teraba rembesan ketuban
yang sudah dalam kondisi
inpartu atau yang dilakukan
induksi persalinan dan pada
pasien dengan KPD akan
ditemukan
selaput ketubannya negatif. 19

Nitrazine Test : Pada pasien ini pemeriksaan


nitrazine test tidak di lakukan.
Pemeriksaan cairan yang
merembes tersebut dapat
dilakukan dengan kertas Lakmus / nitrazine, kertas ini mengukur pH (asam-b
cairan tersebut cairan vagina
maka kertas lakmus berwana
merah karena pH
asam.8
.

46
 Varises Vagina : di dapatkan dari pemeriksaan fisik terdapat masa
berkelok pada vulva/vagina pasien.
Teori Kasus

 Muncul pelebaran pembuluh Pada pemeriksaan fisik di temukan


darah yang berkelok kelok. pada vagina adanya pelebaran
 Perubahan warna kulit pembuluh darah.
(hiperpigmentasi) di sekitar
tempat varises.

B. Apakah tatalaksana pada pasien ini sudah tepat?


 Pada pasien ini dilakukan observasi tanda – tanda vital yang bertujuan
untuk melihat apakah ada perburukan atau penurunan tekanan darah
setelah diberikan pengobatan.
 Observasi DJJ pada janin dilakukan untuk mengetahui tanda adanya
gawat janin dan mencegah terjadinya IUFD.
 Edukasi pasien dan keluarga mengenai kondisi ibu dan janin, penyakit
ibu serta komplikasi yang akan terjadi beserta penangannya
 Tokolitik: Terbutaline Sulfat per infus 1 mg dalam 500 ml larutan NaCl
0,9% / RL bertujuan untuk menurunkan kontraktilitas uterus sehingga
mencegah persalinan premature dan memberikan kesempatan pemberian
kortikosteroid. 36 Pada pasien ini diberikan Terbutaline Sulfat per infus 1
mg dalam 500 ml larutan RL 20tpm
 Kortikosteroid: Dexamethason 2 x 6 mg selama 4 kali atau Betametason
1 x 12 mg IM sebanyak 2 kali atau pemberian surfaktan. Kortikosteroid
untuk pematangan paru-paru janin sehingga menurunkan kejadian RDS
(respiratory distress syndrome) diberikan usia 28 – 34 minggu dan 24 jam

47
sebelum persalinan. 36 Pada pasien ini diberikan Dexamethason 10 mg (2
ampul) / 6 jam.
 Antibiotik sebagai agen profilaksis infeksi sampai bayi lahir, pilihan obat
antibiotik yang diberikan adalah antibiotik dengan spectrum luas. Pada
kasus ini diberikan Ceftriaxone 3x1gr IV. Ketuban pecah dini adalah
pecahnya kantung ketuban sebelum awal persalinan dimulai. Lubang
pada selaput ketuban menyediakan jalan bagi bakteri untuk memasuki
rahim. Hal ini dapat menyebabkan korioamnionitis yang dapat
mengancam nyawa ibu dan janin. Risiko infeksi meningkat semakin lama
membran tetap terbuka dan bayi tidak dilahirkan. Pemberian ceftriaxone
dilakukan untuk mencegah infeksi.

 Terminasi kehamilan dengan Seksio Sesarea : Dilakukan operasi SC


setelah pematangan paru, karena pasien sudah memiliki keluhan mules-
mules sebelumnya dan keluar lenidr darah yang mana sudah merupakan
tanda kelahiran.

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Van Cleef JF. Treatment of vulvar and perineal varicose veins. 2009.
Available from : http://phlebolymphology.org

2. McHugh PP, Jeon H, Gedaly R, Johnston TD, Depriest PD, Ranjan D.


Vaginal varices with massive hemorrhage in a patient with nonalcoholic
steatohepatitis and portal hypertension: Successful treatment with liver
transplantation. Liver Transpl 2008;14:1538-40.
3. Bell D, Kane PB, Liang S, Conway C, Tornos C. Vulvar varices: an
uncommon entity in surgical pathology. Int J Gynecol Pathol 2007;26:99-101.
4. Cunningham, Leveno, Bloom et al. Preterm Birth Chapter 42. William
Obstetric 25th Edition. 2018.
5. Cunningham G. F., Kenneth J., Leveno Steven L,. Hauth C John,. III Gilstrap
Larry,. Wenstrom D Katharine. William Obstetrics 25th edition. USA:
McGraw-Hill. 2018, hal 2-854.
6. Johanes C,et all. Panduan Pengelolaan Persalinan Preterm Nasional Bandung.
POGI, 2011.
7. Saifuddin A, Rcahimhadhi, T. et al. 2016. Persalinan Preterm. Ilmu
Kebidanan Sarwono Edisi Keempat. Jakarta
8. Simhan, N. 2016. Practice Bulletin Summary Management of Preterm Labor.
The American College of Obstercians and Gynecologist. Vol 128 no 4.
9. Surya, R. Pudyastuti, S. 2019. Persalinan Preterm. CDK Edisi Suplemen-1/
Vol 46
10. Kementrian Kesehatan. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017.
Jakarta: BKKBN 2018. hal 151-152.
11. Manuaba.I.B.G. Kapita Selekta Penatalaksanaan Obstetri Ginekologi dan KB,
EGC, Edisi 4. Jakarta, 2016, hal: 221 – 225.
12. Endale, T. et al., 2016. Maternal and fetal outcomes in term

49
premature rupture of membrane. World Journal of Emergency
Medicine, 7(2), pp.147–152.
13. Mishra, S. & Joshi, M., 2017. Premature Rupture of Membrane-
Risk Factors : A Clinical Study. International Journal of
Contemporary Medical Research, 4(1), pp.146– 148
14. Rohmawati, Nur dan Arulita I. F. 2018. Ketuban Pecah Dini di
Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran. Semarang : Higea Journal
of Public Development.
15. Abrar M, Handono B, Rukmana T. 2017. Karakteristik Luaran
Kehamilan dengan Ketuban Pecah Dini di RSUP Dr. Hasan
Sadikin Periode Tahun 2013-2015. JSK VOL 2 NO 4
16. Maryuni, Kurniasih. D. Risk Factors of Premature Rupture of
Membrane. 2017. National Public Health Journal; 11 (3): 133-
137
17. Dayal S, Hong PL. Premature Rupture Of Membranes. [Updated
2020 Nov 20]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532888/ diakses pada 9
Januari 2021.
18. Parry S, Strauss JF. 3rd Preterm premature rupture of the fetal
membranes.NEngl J Med.1998;338:663–670.
https://www.nejm.org/doi/10.1056/NEJM199803053381006
diakses pada 9 Januari 2021.
19. POGI (Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia). 2016.
“Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ketuban Pecah Dini”.
hal 1-23.

50

Anda mungkin juga menyukai