Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

Kriptokismus

Oleh :

JIHADATUL KHOLILAH

H1AP15040

Pembimbing :

dr. Barry Arief Praba, Sp.U

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RSUD Dr. M. YUNUS BENGKULU

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BENGKULU

2020

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Jihadatul Kholilah


NPM : H1AP15040

Fakultas : Kedokteran

Judul : Undenscended testis (UDT) atau Cryptorchidism

Bagian : Ilmu Bedah

Pembimbing : dr. Barry Arief Praba, Sp.U

Bengkulu, 2020
Pembimbing

dr. Barry Arief Praba, Sp.U


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat ini.

Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen penilaian


Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah RSUD Dr. M. Yunus Fakultas
Kedokteran Universitas Bengkulu.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih


kepada:

1. Dr. Barry Arief Praba, Sp.U sebagai pembimbing


yang telah bersedia meluangkan waktu dan telah memberikan masukan-
masukan, petunjuk serta bantuan dalam penyusunan referat ini.
2. Teman – teman yang telah memberikan bantuan
baik material maupun moral kepada penulis dalam menyusun referat ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam referat ini,
maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis
sangat berharap agar referat ini dapat bermanfaat bagi semua.

Bengkulu, 2020

Jihadatul Kholilah
Daftar Pustaka

Halaman Pengesahan...............................................................................................2

Bab I. Pendahuluan..................................................................................................5

1.1. Latar Belakang..........................................................................................5

1.2. Tujuan Penulisan.......................................................................................6

Bab II. Tinjauan Pustaka..........................................................................................7

2.3. Epidemiologi........................................................................................10

2.4. Embriologi Dan Proses Penurunan Testis...........................................11

2.5. Etiologi................................................................................................13

2.6. Patofisiolgi Dan Patogenesis...............................................................16

2.7. Diagnosis.............................................................................................16

2.8. Penatalaksanaan...................................................................................20

2.9. Komplikasi Udt....................................................................................25

Bab III. Kesimpulan...............................................................................................28

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Undesensus testis (UDT) atau kriptokismus merupakan kelainan yang
paling sering terjadi pada anak laki-laki. Sepertiga kasus bersifat bilateral, dan dua
pertiganya bersifat unilateral. Insidensinya terkait dengan umur kehamilan dan
maturitas bayi. Angka kejadian kriptokismus pada bayi prematur kurang lebih
30%, mengingat tahap akhir dari penurunan testis mencapai skrotum yaitu pada
minggu 25-35 masa kehamilan. Angka kejadian ini lebih tinggi dibandingkan
ytestis akan mengalami desensus secara spontan, sehingga semakin bertambah
usia, insidensi kejadian untuk kriptokismus semakin berkurang. Pada usia 1 tahun,
angka kejadian kriptokismus sekitar 1-2%. UDT dapat kembali turun spontan ke
testis sekitar 70-77% pada usia 3 bulan. Setelah usia 1 tahun testis yang letaknya
abnormal jarang mengalami desensus testis secara spontan.1,2,3

Diduga ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan testis ke dalam


skrotum antara lain 1) adanya tarikan dari gubernaculum testis dan refleks
kremaster, 2) perbedaan pertumbuhan gubernaculum dan pertumbuhan badan, 3)
dorongan dari tekanan intraabdominal, 4) factor hormonal. Oleh karena sesuatu
hal proses desensus testis tidak berjalan dengan baik sehingga testis tidak berada
dalam kantong skrotum (maldensensus). Dalam hal ini mungkin testis tidak
mampu mencapai skrotum tetapi masih berada dalam jalur yang normal, keadaan
ini disebut kriptokismus, atau pada testis yang keluar jalur normal yang disebut
sebagai ektopik. Testis yang belum turun ke kantung skrotum dan masih berada
dijalurnya mungkin terletak di kanalis inguinalis atau di rongga abdomen, yaitu
terletak diantara fossa renalis dan annulus inguinalis internus. Testis ektopik
mungkin berada diperineal, di luar kanalis inguinalis yaitu diantara aponeurosis
oblikuseksternus dan jaringan subkutan, suprapubik, atau di regio femoral.3
Posisi testis memiliki keterlibatan yang signifikan pada kelanjutan hidup
penderita. Kelainan ini dapat mengakibatkan penurunan tingkat kesuburan dan
meningkatkan resiko timbulnya tumor testis pada usia dewasa muda. Oleh karena
itu, Esensi terapi rasional yang dianut hingga saat ini adalah memperkecil
terjadinya risiko komplikasi dengan melakukan reposisi testis kedalam skrotum
baik dengan menggunakan terapi hormonal ataupun dengan cara pembedahan
(orchiopexy).2

1.2. TUJUAN PENULISAN


1.2.1. Tujuan umum
Penulisan referat ini bertujuan untuk melengkapi syarat kepaniteraan
klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

1.2.2. Tujuan khusus


- Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan Undenscended testis (UDT)
atau cryptorchidism
- Mengetahui dan memahami tentang penatalaksaan Undenscended testis
(UDT) atau cryptorchidism
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Testis

Testis adalah organ genitalia pria yang terletak di skrotum. Ukuran testis
pada orang dewasa adalah 4 x 3 x 2,5 cm, dengan volume 15-25 ml berbentuk
ovoid. Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat
pada testis. Di luar tunika albuginea terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas
lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos. Otot kremaster yang berada di
sekitar testis memungkinkan testis dapat digerakkan mendekati rongga abdomen
untuk mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil. Secara histopatologis,
testis terdiri atas ± 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri atas tubuli seminiferi. Di
dalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogonia dan sel Sertoli, sedang
di antara tubuli seminiferi terdapat sel-sel Leydig. Sel-sel spermatogonium pada
proses spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi
memberi makan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel-sel
interstisial testis berfungsi dalam menghasilkan hormon testosteron.3

gambar 1. Transportasi sperma dari testis, epididimis, dan vas deferens


gambar 2. Topografi genitalia pria, pandangan dari posterior.

Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan


dan mengalami pematangan/maturasi di epididimis. Setelah mature (dewasa) sel-
sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens
disalurkan menuju ke ampula vas deferens. Sel-sel itu setelah bercampur dengan
cairan-cairan dari epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat
membentuk cairan semen atau mani. 3

Vaskularisasi

Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu (1) arteri spermatika
interna yang merupakan cabang dari aorta, (2) arteri deferensialis cabang dari
arteri vesikalis inferior, dan (3) arteri kremasterika yang merupakan cabang arteri
epigastrika. Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk
pleksus Pampiniformis. Pleksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan
dikenal sebagai varikokel. 3

2.2. Definisi Undescended Testis


Undescended testis (UDT) atau biasa disebut kriptorkismus adalah suatu
keadaan dimana setelah usia 1 tahun, satu atau kedua testis tidak berada di dalam
kantung skrotum, tetapi masih berada di salah satu tempat sepanjang jalur
desensus normal.1 Undescended testis (UDT) atau Kriptorkismus terjadi akibat
gangguan perkembangan yang ditandai dengan gagalnya penurunan salah satu
atau kedua testis secara komplit ke dalam skrotum. 1

Kriptorkismus berasal dari kata cryptos (Yunani) yang berarti tersembunyi


dan orchis yang dalam bahasa latin disebut testis. Testis yang berlokasi di luar
jalur desensus yang normal disebut sebagai testis ektopik, sedangkan testis yang
terletak tidak di dalam skrotum tetapi dapat didorong masuk ke dalam skrotum
dan menaik lagi bila dilepaskan dinamakan pseudokriptorkismus atau testis
retraktil. Testis yang berada dalam skrotum setidaknya satu kali setelah lahir,
namun kemudian berubah posisi disebut sebagai Ascent Testis atau Acquired
UDT. 4,5

Istilah Undensensus Testis Definisi


Berdasarkan Pemeriksaan Fisik
Undensensus testis Testis terletak intra-abdominal atau
dalam
kanalis inguinalis. Ini terletak pada
jalur penurunan yang normal dan
menunjukkan penyisipan normal
gubernaculum.
Kriptokismus Dari Yunani kuno "kryptos"
(tersembunyi) dan "orchis" (testis).
Testis tidak teraba dan terletak intra-
abdominal (retentio testis abdominalis)
atau tidak hadir (anorchia).
Ektopik Testis terletak di bawah kulit
suprafascia,
perineal, pada paha atau batang penis.
testis
menunjukkan penyisipan abnormal
gubernaculum.
Testis Inguinal Testis teraba di pangkal paha (retentio
testis
inguinalis)
Gliding Testis Testis terletak di pintu masuk skrotum
atau di atas skrotum. Ini dapat ditarik
ke dalam skrotum, tapi langsung
meluncur kembali ke posisi awal
Testis Refraktil Testis dapat dengan mudah ditekan ke
dalam skrotum, itu ditarik pada
induksi refleks cremasteric namun
kembali secara spontan.

gambar 3. Lokasi abnormal testis


2.3. Epidemiologi

Sepertiga dari anak laki-laki prematur mengalami maldensensus testis,


sementara sekitar 2% sampai 5% dari anak laki-laki cukup bulan memiliki
minimal satu testis tidak turun. Sekresi testosteron endogen postnatal jangka
pendek mengurangi insiden ini untuk 1% sampai 2% setelah tiga bulan. 5 Proses
fisiologis penurunan testis hampir tidak dijelaskan. Demikian pula, penyebab pasti
dari maldescent tidak diketahui. Bayi dengan berat lahir di bawah 2,5 kg dan
kelahiran prematur merupakan faktor risiko untuk maldensensus testis.
Insufisiensi plasenta yang mengurangi sekresi human chorionic gonadotropin
(hCG) tampaknya memainkan peran yang sama penting sebagai penurunan
tingkat estrogen maternal.5

Bayi dengan berat lahir < 900 gram seluruhnya mengalami UDT,
sedangkan dengan berat lahir < 1800 gram sekitar 68,5 % UDT. Dengan
bertambahnya umur menjadi 1 tahun, insidennya menurun menjadi 0,8 %, angka
ini hampir sama dengan populasi dewasa.2

2.4. Embriologi dan Proses Penurunan Testis

Pada minggu ke-6 umur kehamilan primordial germ cells mengalami


migrasi dari yolk sac ke genital ridge. Dengan adanya gen SRY (sex deter mining
region Y), maka akan berkembang menjadi testis pada minggu ke-7. Testis yang
berisi prekursor sel-sel Sertoli besar (yang kelak menjadi tubulus seminiferous
dan sel-sel Leydig kecil) dengan stimulasi FSH yang dihasilkan pituitary mulai
aktif berfungsi sejak minggu ke-8 kehamilan dengan mengeluarkan MIF
(Müllerian Inhibiting Factor), yang menyebabkan involusi ipsilateral dari duktus
mullerian. MIF juga meningkatkan reseptor androgen pada membran sel Leydig.
Pada minggu ke-10 dan 11 kehamilan, akibat stimulasi chorionic gonadotropin
yang dihasilkan plasenta dan LH dari pituitary sel-sel Leydig akan mensekresi
testosteron yang sangat esensial bagi diferensiasi duktus Wolfian menjadi
epididimis, vas deferens, dan vesika seminalis.2
Penurunan testis dimulai pada sekitar minggu ke-10. Walaupun
mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun para ahli sepakat bahwa
terdapat beberapa faktor yang berperan penting, yakni: faktor endokrin, mekanik
(anatomik), dan neural. Terjadi dalam 2 fase yang dimulai sekitar minggu ke-10
kehamilan segera setelah terjadi diferensiasi seksual. Fase transabdominal dan
fase inguinoscrotal. Keduanya terjadi dibawah kontrol hormonal yang berbeda.2

Fase transabdominal terjadi antara minggu ke-10 dan 15 kehamilan,


dimana testis mengalami penurunan dari urogenital ridge ke regio inguinal. Hal
ini terjadi karena adanya regresi ligamentum suspensorium cranialis dibawah
pengaruh androgen (testosteron), disertai pemendekan gubernaculums (ligament
yang melekatkan bagian inferior testis ke segmen bawah skrotum) di bawah
pengaruh MIF. Dengan perkembangan yang cepat dari region abdomino pelvic
maka testis akan terbawa turun ke daerah inguinal anterior. Pada bulan ke-3
kehamilan terbentuk processus vaginalis yang secara bertahap berkembang ke
arah skrotum. Selanjutnya fase ini akan menjadi tidak aktif sampai bulan ke-7
kehamilan.2

Fase inguinoscrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28 sampai
dengan minggu ke-35 kehamilan. Testis mengalami penurunan dari region
inguinal ke dalam skrotum dibawah pengaruh hormon androgen. Mekanismenya
belum diketahui secara pasti, namun diduga melalui mediasi pengeluaran
calcitonin generelated peptide (CGRP). Androgen akan merangsang nervus
genitofemoral untuk mengeluarkan CGRP yang menyebabkan kontraksi ritmis
dari gubernaculum. Faktor mekanik yang turut berperan pada fase ini adalah
tekanan abdominal yang meningkat yang menyebabkan keluarnya testis dari
cavum abdomen, di samping itu tekanan abdomen akan menyebabkan
terbentuknya ujung dari processus vaginalis melalui canalis inguinalis menuju
skrotum. Proses penurunan testis ini masih bisa berlangsung sampai bayi usia 9-
12 bulan.2
2.5. Etiologi

Maldensensus testis dapat terjadi karena adanya kelainan pada 1)


gubernaculum testis 2) kelainan intrinsic testis, atau 3) defisiensi hormone
gonadotropin yang memacu proses densensus testis.3 Desensus testis dirangsang
dan dicetuskan oleh hormone gonadotropin dari ibu sewaktu bulan terakhir
kehamilan. Kriptokismus harus dibedakan dengan ektopik testis. Pada ektopik
testis tidak disebabkan oleh gangguan hormonal, melainkan oleh insersi abnormal
gubernaculum testis. Retensi testis yang berbentuk kriptokismus sejati lebih sering
mengalami degenerasi kegananasan dan gangguan spermatogenesis.6, 7

Perimbangan dan faal hormonal pada kriptokismus atau testis ektopik


tidak terganggu. Perkembangan pubertas dan kelamin tidak tertinggal dan tidak
menunjukkan kelainan. Spermatogenesis hanya dipengaruhi oleh suhu dingin di
dalam skrotum. Pada testis yang tidak terletak di skrotum, perkembangan tubulus
seminiferus tertinggal. 6,7
Pemeliharaan suhu testis 2–7 ° C di bawah suhu tubuh penting untuk
spermatogenesis. Ada lima fitur anatomi unik dari skrotum yang penting untuk
termoregulasi :

- kulit skrotum tipis, sering tidak berbulu, banyak kelenjar keringat,

- tunica dartos,

- pleksus pampiniformis,

- otot kremaster,

- tidak adanya jaringan adiposa.

Penurunan suhu rektoskrotal gra-dient hanya 1-2 ° C cukup untuk secara


eksperimental menekan spermatogenesis. Varikokel dan UDT dapat
menyebabkan gangguan kesuburan pada pria yang berhubungan dengan
spermatogenesis abnormal. UDT berkembang dalam peningkatan suhu
sekitar perut atau saluran inguinalis. Cedera termal ini dimediasi oleh
spesies oksigen reaktif dan protein heat-shock tertentu, yang merusak sel
germinal serta sel Sertoli. Orchiopexy bahkan jika dilakukan sedini mungkin
sebelum usia 1 tahun tidak dapat mencegah perubahan morfologi postnatal
pada testis.

Gangguan spermatogenesis dan infertilitas

Spermatogenesis adalah proses di mana sel sperma diproduksi. Itu terjadi


di tubulus seminiferous. Gonosit janin / neonatal berubah bentuk menjadi
spermatogonia gelap dewasa (Ad) antara usia 3 dan 9 bulan, dirangsang oleh
lonjakan gonadotropin dan testosteron (mini-puber-ty). Selanjutnya, setelah
masa tidak aktif, sper-matosit primer terbentuk sekitar 5-6 tahun kehidupan,
dan spermatid muncul sekitar 10-11 tahun, dengan onset spermatogenesis
penuh. Tidak semua gonosit neonatal berubah menjadi Ad spermatogonia.
Gonosit yang tersisa mengalami involusi dengan apop-tosis, membersihkan
testis dari sel germinal janin yang tidak berdiferensiasi dan berpotensi
majemuk, sehingga pada usia 2 tahun tidak ada yang tersisa di testis.

Testis yang tidak turun merusak baik transformasi gonosit menjadi Ad


spermatogonia dan kematian sel germinal terprogram. Penghambatan
transformasi ini menyebabkan kurangnya kumpulan sel induk untuk
spermatogenesis pasca pubertas dan infertilitas, sementara sel germinal yang
tidak berdiferensiasi dapat menjadi ganas setelah pubertas. Transformasi
gonosit yang rusak menjadi Ad spermatogonia berkorelasi dengan jumlah
sperma yang abnormal setelah pubertas.

Sejumlah studi hasil jangka panjang telah menunjukkan bahwa


kriptorkismus di masa lalu terkait dengan risiko 30-60% dari infertilitas atau
kurangnya sel germinal pada pria dewasa. Jumlah sel germinal menurun
pada sekitar seperempat bayi kriptorkismus yang baru lahir. Ditemukan
adanya tanda-tanda awal degenerasi pada testis pada mikroskop elektron
pada usia sekitar 12 bulan. Kekurangan sel germinal telah dilaporkan sejak
usia 12 tahun, dan terutama sejak usia 18 bulan, dan oleh karena itu
pembedahan telah direkomendasikan sebelum usia 12 atau 18 bulan.

2.6. Patofisiolgi dan Patogenesis

Suhu di dalam rongga abdomen kurang lebih 10C lebih tinggi daripada suhu
di dalam skrotum, sehingga testis abdominal selalu mendapatkan suhu yang lebih
tinggi daripada testis normal, hal ini mengakibatkan kerusakan sel-sel germinal
testis.3 Pada usia 2 tahun, sebanyak 1/5 bagian dari sel-sel germinal testis telah
mengalami kerusakan, sedangkan pada usia 3 tahun hanya 1/3 sel-sel germinal
yang masih normal. Kerusakan ini makin lama makin progresif dan akhirnya testis
menjadi mengecil. Karena sel-sel Leydig sebagai penghasil hormone androgen
tidak ikut rusak, maka potensi seksual tidak mengalami gangguan. Akibat lain
yang ditimbulkan dari letak testis yang tidak berada diskrotum adalah mudah
terpluntir (torsio), mudah terkena trauma, dan lebih mudah mengalami degenerasi
maligna.3

2.7. Diagnosis

Pasien biasanya dibawa berobat ke dokter karena orang tuanya tidak


menjumpai testis di kantong skrotum, sedangkan pasien dewasa mengeluh karena
infertilitas yaitu belum mempunyai anak setelah kawin beberapa tahun. Kadang-
kadang merasa ada benjolan di perut bagian bawah yang disebabkan testis
maldensensus mengalami trauma, mengalami torsio atau berubah menjadi tumor
testis.3 Pada anamnesis tentukan apakah testis pernah teraba di skrotum, riwayat
operasi daerah inguinal, Riwayat prenatal: terapi hormonal pada ibu untuk
reproduksi, kehamilan kembar, prematuritas, Riwayat keluarga: UDT, hipospadia,
infertilitas, intersex, pubertas prekoks.7

Inspeksi pada region skrotum terlihat hypoplasia kulit skrotum karena tidak
pernah ditempati oleh testis. Saat pemeriksaan fisik kondisi pasien harus dalam
keadaan relaksasi dan posisi seperti frog-leg atau crosslegged. Pada pasien yang
terlalu gemuk, dapat dilakukan dalam posisi sitting cross-legged atau baseball
catcher’s. Untuk kepentingan klinis dan penatalaksanaan terapi, klasifikasi cukup
dibedakan menjadi teraba atau tidak. Pemeriksaan testis kontralateral juga perlu
dilakukan. Pemeriksaan fisik dimulai dari antero-superior iliac spine, meraba
daerah inguinal dari lateral ke medial dengan tangan yang tidak dominan. Jika
teraba testis, testis dipegang dengan tangan dominan dan ditarik ke arah skrorum. 7

Tangan pemeriksa harus dalam keadaan hangat untuk menghindari


tertariknya testis ke atas. Pemeriksaan testis pada bayi dan anak-anak
membutuhkan pengalaman dan harus selalu dilakukan menggunakan teknik dua
tangan. Palpasi harus dilakukan dalam keadaan bebas cemas dan lingkungan yang
hangat, karena dingin atau kecemasan dapat menyebabkan refleks cremasteric
untuk menarik kembali testis. Satu tangan menyapu dari spina iliaka superior
sepanjang kanalis inguinalis menuju os pubis, sedangkan sisi lain mencoba untuk
meraba testis. Dengan maneuver ini, sering juga memungkinkan untuk
mendorong testis menuju skrotum, menyebabkan testis menjadi berada pada
annulus inguinalis eksternus. Ketika testis berhasil dikeluarkan ke arah
kompartemen skrotum di bagian atas, namun kembali spontan masuk ke kanalis
inguinalis ini disebut gliding testis.3,5

Pemeriksaan skrotum untuk: hypoplastic, bifid, rugae, transposition,


pigmentation. Pemeriksaan fisik juga untuk menyingkirkan ektopik testis. Angka
keberhasilan pemeriksaan fisik oleh pediatric urologist mencapai 84%. Cendron
dan Duckett melaporkan perbedaan letak testis saat pemeriksaan fisik dengan
temuan intraoperative. 7

Pemeriksaan Laboratorium

1. Pada pasien dengan UDT unilateral atau bilateral dengan satu testis teraba,
tidak diperlukan pemeriksaan lanjutan

2. UDT bilateral dengan tanpa testis yang teraba dengan hipospadia, perlu
dilakukan evaluasi kromoson dan endokrinologi.

- Pada pasien usia 3 bulan atau kurang: pemeriksaan LF, FSH dan
testosteron untuk menentukan ada testis atau tidak

- Pasien usia > 3 bulan: dapat dilakukan tes stimulasi hCG è kegagalan
kenaikan testosteron dengan peningkatan LH/FSH dapat didiagnosis
dengan diagnose of anorchia.

Pada umumnya pemeriksaan laboratorium diagnostik tidak menjadi


kebutuhan. Untuk bayi laki-laki yang lahir dengan testis bilateral tidak teraba,
Kariotype wanita dengan sindrom androgenital harus disingkirkan. Pemeriksaan
endokrinologis anak dapat dialukan dengan deteksi testosterone dengan
melakukan uji stimulasi konvensional dengan pemberian hormone hCG. Hal ini
dapat dilakukan sebelum melakukan pembedahan eksplorasi. 3,5
Pemeriksaan Imajing

Pemeriksaan USG, CT dan MRI dapat mendeteksi testis di daerah


inguinal, akan tetapi testis di daerah ini juga cukup mudah untuk dipalpasi. USG
hanya dapat membantu menentukan lokasi testis terutama di daerah inguinal, di
mana hal ini akan mudah sekali dilakukan perabaan dengan tangan. Pada
penelitian terhadap 66 kasus rujukan dengan UDT tidak teraba testis, USG hanya
dapat mendeteksi 37,5% (12 dari 32) testis inguinal; dan tidak dapat mendeteksi
testis intra-abdomen. Hal ini tentunya sangat tergantung dari pengalaman dan
kwalitas alat yang digunakan.10

CT scan dan MRI mempunyai ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan


USG terutama diperuntukkan testis intra-abdomen (tak teraba testis). MRI
mempunyai sensitifitas yang lebih baik untuk digunakan pada anak-anak yang
lebih besar (belasan tahun). MRI juga dapat mendeteksi kecurigaan keganasan
testis. MRI dikatakan memiliki akurasi mencapai 90%. Pemeriksaan radiologi
tidak mengubah keputusan tindakan pada setiap kasus. Sebagai teknik pencitraan,
sonografi dengan highresolution transduser (>7,5 MHz) memberikan tingkat
klasifikasi yang benar (akurasi) 84% untuk testis non-palpable (dengan
sensitivitas 76% dan spesifisitas 100%). Identifikasi awal dari testis inguinal
memungkinkan penilaian dalam hal ukuran dan struktur parenkim. Dalam
pencarian untuk intraabdominal testis, MRI dapat diharapkan untuk memberikan
hasil (akurasi) 85% dengan sensitivitas 86% dan spesifisitas 79%. Metode
sekarang yang disukai untuk lokalisasi testis non-teraba adalah laparoskopi.
Pemeriksaan flebografi selektif juga dapat dilakukan untuk mencari keberadaan
pleksus pampiniformis. Jika tidak ditemukan pleksus ini, maka kemungkinan
testis memang tidak pernah ada. 3,5,10

Baik USG, CT scan maupun MRI tidak dapat dipakai untuk mendeteksi
vanishing testis ataupun anorchia. Dengan ditemukannya metode-metode yang
non-invasif maka penggunaan angiografi (venografi) untuk mendeteksi testis yang
tidak teraba menjadi semakin berkurang. Metode ini paling baik digunakan untuk
menentukan vanishing testis ataupun anorchia. Dengan metode ini akan dapat
dievaluasi pleksus pampiniformis, parenkim testis, dan blind-ending dari vena
testis (pada anorchia). Kelemahannya selain infasif, juga terbatas pada umur anak-
anak yang lebih besar mengingat kecilnya ukuran vena-vena gonad.10

Diagnosis Banding

Diagnosis banding meliputi testis letak ektopik dan seringkali dijumpai


testis yang biasanya berada di kantung skrotum tiba-tiba berada di daerah inguinal
dan pada keadaan lain kembali ke tempat semula. Keadaan ini terjadi karena
reflek otot kremaster yang terlalu kuat akibat cuaca dingin, atau setelah
melakukan aktifitas fisik. Hal ini disebut sebagai testis retraktil atau kriptorkismus
fisiologis dan kelainan ini tidak perlu diobati. Selain itu UDT perlu dibedakan
dengan anorkismus, yaitu testis memang tidak ada. Hal ini bias terjadi secara
congenital memang tidak terbentuk testis, atau testis yang mengalami atrofi akibat
torsio in utero atau torsio pada saat neonatus. 3

2.8. Penatalaksanaan

Pengobatan kriptorkismus adalah hormonal, bedah, atau kombinasi


keduanya. Keberhasilan pengobatan tergantung pada posisi testis pada diagnosis.
Penggunaan human chorionic gonadotropin (hCG) merangsang sel-sel Leydig
testis untuk memproduksi testosteron. Gonadotropin releasing hormone (GnRH)
merangsang pituitary untuk mensekresi hormon luteinizing (LH) yang pada
gilirannya merangsang sel-sel Leydig testis untuk memproduksi testosteron dan
dengan demikian memulai turunnya. 3

Orkidopeksi adalah operasi standar untuk undensensus testis. Ini terutama


harus dilakukan untuk testis ektopi, hernia inguinal simultan, setelah sebelumnya
operasi inguinal, untuk kambuh, pada bayi yang lebih tua, atau setelah terapi
hormon tidak berhasil. Untuk testis non-palpable, operasi terbuka / laparoskopi
secara bersamaan diagnostik dan terapeutik. 3
Temuan baru menunjukkan bahwa lebih baik untuk menunggu spontan
turunnya testis selama 6 bulan setelah kelahiran. Bila tidak juga mengalami
penurunan, terapi hormon dilakukan terutama dengan maksud untuk memberikan
kesuburan. Pengobatan berupa tindakan operasi harus dilakukan saat anak berusia
satu tahun. Karena sekitar 24% anak laki-laki yang mendapat terapi hormone akan
mengalami ascending testis. Jika kriptokismus ditemukan saat anak berusia lebih
dari satu tahun, tindakan bedah adalah pendekatan yang utama. Dengan asumsi
bahwa jika dibiarkan testis tidak dapat turun sendiri setelah usia 1 tahun,
sedangkan setelah usia 2 tahun terjadi kerusakan testis yang cukup bermakna,
maka saat yang tepat untuk melakukan terapi adalah pada usia 1 tahun.3,5

Terapi Hormonal

Dua tujuan terapi hormonal adalah 1) menginduksi turunnya testis dan 2)


menstimulasi pematangan sel germinal dan proliferasi untuk meningkatkan
kesuburan. Tingkat keberhasilan hormone hCG dibeberapa literatur bervariasi
antara 22% - 99% pada studi control, ddengan sebagian besar studi mencapai
keberhasilan 20% atau kurang pada studi dengan retraktil testis dieksklusi karena
tidak menerima pengobatan. Perbedaan ini terletak pada jumlah dosis, interval
pemberian dosis, dan usia anak yang diobati yang berbeda. 5

Efek samping dari terapi hCG mungkin termasuk pembesaran penis (3%),
pertumbuhan rambut kelamin, pembesaran testis, dan perilaku agresif anak selama
perawatan (1%).5

Tingkat keberhasilan GnRH Terapi juga sangat bervariasi dalam studi


terkontrol (0% sampai 78%). Dalam meta - analisis dari 33 studi acak di 3282
anak laki-laki dengan 4524 testis tidak turun, tingkat keberhasilan adalah 19%
dengan hCG, 21% dengan GnRH , dan 4% dengan placebo. 5

Terapi hormon GnRH pascaoperasi dengan dosis rendah analog muncul


untuk memberikan manfaat bagi kesuburan kemudian. Literatur saat ini tidak
membenarkan rutin penggunaan terapi hormon pasca operasi. pendekatan ini
harus individual dan didiskusikan dengan orang tua. 5
Terapi Pembedahan

Apabila hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk kasus UDT
adalah orchiopexy. Keputusan untuk melakukan orchiopexy harus
mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain teknis, risiko anastesi,
psikologisanak, dan risiko bila operasi tersebut ditunda. Tujuan operasi pada
kriptorkismus adalah: (1) mempertahankan fertilitas, (2) mencegah timbulnya
degenerasi maligna, (3) mencegah kemungkinan terjadinya torsio testis, (4)
melakukan koreksi hernia, dan (5) secara psikologis mencegah terjadinya rasa
rendah diri karena tidak mempunyai testis. Operasi yang dikerjakan adalah
orkidopeksi yaitu meletakkan testis ke dalam skrotum dengan melakukan fiksasi
pada kantung sub dartos.3

Prinsip dasar orchiopexy adalah : 2

1. Mobilisasi yang cukup dari testis dan pembuluh darah


2. Ligasi kantong hernia
3. Fiksasi yang kuat testis pada skrotum

Testis sebaiknya direlokasi pada subkutan atau subdartos pouch skrotum. 2

Tindakan operasi sebaiknya dilakukan sebelum pasien usia 2 tahun,


bahkan beberapa penelitian menyarankan pada usia 6 – 12 bulan. Penelitian
melaporkan spermatogonia akan menurun setelah usia 2 tahun. 2

Indikasi absolut dilakukan operasi pembedahan primer adalah2

1. kegagalan terapi hormonal


2. testis ektopik
3. terdapat kelainan lain seperti hernia dengan atau tanpa prosesus vaginalis
yang terbuka
Komplikasi Orchidopexy

Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat tindakan pembedahan Orchiopexy


antara lain:

1. Posisi testis yang tidak baik karena diseksi retroperitoneal yang tidak
komplit (10% kasus)
2. Atrofi testis karena devaskularisasi saat membuka funikulus (5%kasus)
3. Trauma pada vas deferens ( 1±2% kasus)

2.9. Komplikasi UDT

UDT meningkatkan risiko infertilitas dan berhubungan dengan risiko tumor sel
germinal yang meningkat 3-10 kali. Atrofi testis terjadi pada usia 5-7 tahun, akan
tetapi perubahan morfologi dimulai pada usia 1-2 tahun. Risiko kerusakan
histologi testis juga berhubungan dengan letak abnormal testis. Pada awal
pubertas, lebih dari 90% testis kehilangan sel germinalnya pada kasus
intraabdomen, sedangkan pada kasus testis inguinal dan preskrotal, penurunan sel
geminal mencapai 41% dan 20%.2,8

Telah lama diketahui bahwa komplikasi utama yang dapat terjadi pada
UDT adalah keganasan testis dan infertilitas akibat degenerasi testis. Di samping
itu disebut juga terjadinya torsi testis, dan hernia inguinalis. 8

Risiko Keganasan

Terdapat hubungan yang erat antara UDT dan keganasan testis. Insiden
keganasan testis sebesar 1-6 pada setiap 500 laki-laki UDT di Amerika. Risiko
terjadinya keganasan testis yang tidak turun pada anak dengan UDT dilaporkan
berkisar 10-20 kali dibandingkan pada anak dengan testis normal. Makin tinggi
lokasi UDT makin tinggi risiko keganasannya, testis abdominal mempunyai
risikomenjadi ganas 4x lebih besar dibanding testis inguinal. 8

Orchiopexi sendiri tidak akan mengurangi risiko terjadinya


keganasan,tetapi akan lebih mudah melakukan deteksi dini keganasan pada
penderita yang telah dilakukan orchiopexy . 8

Infertilitas

Penderita UDT bilateral mengalami penurunan fertilitas yang lebih berat


dibandingkan penderita UDT unilateral, dan apalagi dibandingkan dengan
populasi normal. Penderita UDT bilateral mempunyai risiko infertilitas 6x lebih
besar dibandingkan populasi normal (38% infertile pada UDT bilateral
dibandingkan 6% infertil pada populasi normal), sedangkan pada UDT unilateral
berisiko hanya 2x lebih besar.

Komplikasi infertilitas ini berkaitan dengan terjadinya degenerasi pada


UDT. Biopsi pada anak-anak dan binatang coba UDT menunjukkan adanya
penurunan volume testis, jumlah germ cells dan spermatogonia
dibandingkandengan testis yang normal. Biopsi testis pada anak dengan UDT
unilateral yang dilakukan sebelum umur 1 tahun menunjukkan gambaran yang
tidak berbeda bermakna dengan testis yang normal.

Perubahan gambaran histologis yang bermakna mulai tampak setelahumur


1 tahun, semakin memburuk dengan bertambahnya umur. Tidak seperti risiko
keganasan, penurunan testis lebih dini akan mencegah proses degenerasi lebih
lanjut.
BAB III

KESIMPULAN

Kriptorkhismus adalah kegagalan testis untuk turun keposisinya di dalam


skrotum. Organ testis tetap ada, namun terletak diluar skrotum (termasuk testis
ektopik). Kriptorkismus merupakan kelainan kongenital satu atau kedua testis
tidak berada pada posisi yang seharusnya di skrotum pada saat lahir dan tidak
dapat dipindahkan secara manual ke posisi seharusnya. Pada anak lelaki baru lahir
merupakan salah satu gangguan kelenjar endokrin dan gangguan genital yang
sering ditemukan.

Tujuh puluh persen kriptorkimus dapat teraba dengan pemeriksaan fisik dan
tidak memerlukan pemeriksaan radiologi. Saat untuk koreksi orkhidopeksi adalah
usia 6 bulan (sesuai koreksi usia kehamilan), selain karena setelah usia 6 bulan
kemungkinan testis tidak akan turun spontan juga kemungkinan testis akan rusak
jika berada diluar skrotum. Alasan utama terapi kriptorkismus adalah karena
meningkatnya risiko gangguan potensi fertilitas, keganasan pada testis, torsi
dan /atau berhubungan dengan hernia inguinal. Dengan kemajuan teknik dan
keahlian dokter bedah yang telah berkembang, tata laksana orkhidopeksi lebih
menjadi pilihan dibandingkan dengan terapi hormonal.

Hormon yang diberikan adalah hCG, gonadotropinreleasing hormone (GnRH)


atau LH-releasing hormone (LHRH). Terapi hormonal meningkatkan produksi
testosteron dengan menstimulasi berbagai tingkat jalur hipotalamus-pituitary-
gonadal. Terapi ini berdasarkan observasi bahwa proses turunnya testis
berhubungan dengan androgen.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gapany C, Frey P, Cachat F, Gudinchet F, Jichlinski P, Meyrat BJ, et al.


Management of cryptorchidism in children: Guidelines. Swiss Med Wkly.
2008;138(33–34):492–8.

2. Leliefeld Hhj, Lutzeyer W. Diagnosis Dan Tatalaksana Undescended


Testis. Ned Tijdschr Geneeskd. ;124(48):2043–8.

3. Boldini M, Cerantola Y, Valerio M, Jichlinski P. Urologie. Vol. 11, Revue


Medicale Suisse. 2015. 143–147 p.

4. Barthold JS, Gonzalez R. The epidemiology of congenital cryptorchidism,


testicular ascent and orchiopexy. J Urol. 2003;170(6 I):2396–401.

5. Mathers MJ, Sperling H, Rübben H, Roth S. Hodenhochstand: Diagnostik,


therapie und langfristige konsequenzen. Dtsch Arztebl. 2009;106(33):527–
32.

6. Dewi I, Soemiarno S, Poerbasari A, Meinarno E. Buku Ajar Iii Buku Ajar


Iii. 2015. 53–56 p.

7. Kolon TF, Herndon CDA, Baker L a, Baskin LS, Baxter CG, Cheng EY, et
al. AUA Guideline UDT. AUA Clin Guidel. 2014;(April):1–38.

8. Firdaoessaleh. Diagnosis dan Penatalaksanaan Undescended Testis.


Diagnosis dan Penatalaksanaan Undescended Testis. 2011;13.

9. Niedzielski JK, Oszukowska E, Słowikowska-Hilczer J. Undescended testis


- Current trends and guidelines: A review of the literature. Arch Med Sci.
2016;12(3):667–77.

10. Kolon TF, Patel RP, Huff DS. Cryptorchidism: diagnosis, treatment, and
long-term prognosis. Urol Clin North Am 2004; 31 (3): 469-80.

Anda mungkin juga menyukai