Kriptokismus
Oleh :
JIHADATUL KHOLILAH
H1AP15040
Pembimbing :
2020
HALAMAN PENGESAHAN
Fakultas : Kedokteran
Bengkulu, 2020
Pembimbing
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat ini.
Bengkulu, 2020
Jihadatul Kholilah
Daftar Pustaka
Halaman Pengesahan...............................................................................................2
Bab I. Pendahuluan..................................................................................................5
2.3. Epidemiologi........................................................................................10
2.5. Etiologi................................................................................................13
2.7. Diagnosis.............................................................................................16
2.8. Penatalaksanaan...................................................................................20
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Testis adalah organ genitalia pria yang terletak di skrotum. Ukuran testis
pada orang dewasa adalah 4 x 3 x 2,5 cm, dengan volume 15-25 ml berbentuk
ovoid. Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat
pada testis. Di luar tunika albuginea terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas
lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos. Otot kremaster yang berada di
sekitar testis memungkinkan testis dapat digerakkan mendekati rongga abdomen
untuk mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil. Secara histopatologis,
testis terdiri atas ± 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri atas tubuli seminiferi. Di
dalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogonia dan sel Sertoli, sedang
di antara tubuli seminiferi terdapat sel-sel Leydig. Sel-sel spermatogonium pada
proses spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi
memberi makan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel-sel
interstisial testis berfungsi dalam menghasilkan hormon testosteron.3
Vaskularisasi
Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu (1) arteri spermatika
interna yang merupakan cabang dari aorta, (2) arteri deferensialis cabang dari
arteri vesikalis inferior, dan (3) arteri kremasterika yang merupakan cabang arteri
epigastrika. Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk
pleksus Pampiniformis. Pleksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan
dikenal sebagai varikokel. 3
Bayi dengan berat lahir < 900 gram seluruhnya mengalami UDT,
sedangkan dengan berat lahir < 1800 gram sekitar 68,5 % UDT. Dengan
bertambahnya umur menjadi 1 tahun, insidennya menurun menjadi 0,8 %, angka
ini hampir sama dengan populasi dewasa.2
Fase inguinoscrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28 sampai
dengan minggu ke-35 kehamilan. Testis mengalami penurunan dari region
inguinal ke dalam skrotum dibawah pengaruh hormon androgen. Mekanismenya
belum diketahui secara pasti, namun diduga melalui mediasi pengeluaran
calcitonin generelated peptide (CGRP). Androgen akan merangsang nervus
genitofemoral untuk mengeluarkan CGRP yang menyebabkan kontraksi ritmis
dari gubernaculum. Faktor mekanik yang turut berperan pada fase ini adalah
tekanan abdominal yang meningkat yang menyebabkan keluarnya testis dari
cavum abdomen, di samping itu tekanan abdomen akan menyebabkan
terbentuknya ujung dari processus vaginalis melalui canalis inguinalis menuju
skrotum. Proses penurunan testis ini masih bisa berlangsung sampai bayi usia 9-
12 bulan.2
2.5. Etiologi
- tunica dartos,
- pleksus pampiniformis,
- otot kremaster,
Suhu di dalam rongga abdomen kurang lebih 10C lebih tinggi daripada suhu
di dalam skrotum, sehingga testis abdominal selalu mendapatkan suhu yang lebih
tinggi daripada testis normal, hal ini mengakibatkan kerusakan sel-sel germinal
testis.3 Pada usia 2 tahun, sebanyak 1/5 bagian dari sel-sel germinal testis telah
mengalami kerusakan, sedangkan pada usia 3 tahun hanya 1/3 sel-sel germinal
yang masih normal. Kerusakan ini makin lama makin progresif dan akhirnya testis
menjadi mengecil. Karena sel-sel Leydig sebagai penghasil hormone androgen
tidak ikut rusak, maka potensi seksual tidak mengalami gangguan. Akibat lain
yang ditimbulkan dari letak testis yang tidak berada diskrotum adalah mudah
terpluntir (torsio), mudah terkena trauma, dan lebih mudah mengalami degenerasi
maligna.3
2.7. Diagnosis
Inspeksi pada region skrotum terlihat hypoplasia kulit skrotum karena tidak
pernah ditempati oleh testis. Saat pemeriksaan fisik kondisi pasien harus dalam
keadaan relaksasi dan posisi seperti frog-leg atau crosslegged. Pada pasien yang
terlalu gemuk, dapat dilakukan dalam posisi sitting cross-legged atau baseball
catcher’s. Untuk kepentingan klinis dan penatalaksanaan terapi, klasifikasi cukup
dibedakan menjadi teraba atau tidak. Pemeriksaan testis kontralateral juga perlu
dilakukan. Pemeriksaan fisik dimulai dari antero-superior iliac spine, meraba
daerah inguinal dari lateral ke medial dengan tangan yang tidak dominan. Jika
teraba testis, testis dipegang dengan tangan dominan dan ditarik ke arah skrorum. 7
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pada pasien dengan UDT unilateral atau bilateral dengan satu testis teraba,
tidak diperlukan pemeriksaan lanjutan
2. UDT bilateral dengan tanpa testis yang teraba dengan hipospadia, perlu
dilakukan evaluasi kromoson dan endokrinologi.
- Pada pasien usia 3 bulan atau kurang: pemeriksaan LF, FSH dan
testosteron untuk menentukan ada testis atau tidak
- Pasien usia > 3 bulan: dapat dilakukan tes stimulasi hCG è kegagalan
kenaikan testosteron dengan peningkatan LH/FSH dapat didiagnosis
dengan diagnose of anorchia.
Baik USG, CT scan maupun MRI tidak dapat dipakai untuk mendeteksi
vanishing testis ataupun anorchia. Dengan ditemukannya metode-metode yang
non-invasif maka penggunaan angiografi (venografi) untuk mendeteksi testis yang
tidak teraba menjadi semakin berkurang. Metode ini paling baik digunakan untuk
menentukan vanishing testis ataupun anorchia. Dengan metode ini akan dapat
dievaluasi pleksus pampiniformis, parenkim testis, dan blind-ending dari vena
testis (pada anorchia). Kelemahannya selain infasif, juga terbatas pada umur anak-
anak yang lebih besar mengingat kecilnya ukuran vena-vena gonad.10
Diagnosis Banding
2.8. Penatalaksanaan
Terapi Hormonal
Efek samping dari terapi hCG mungkin termasuk pembesaran penis (3%),
pertumbuhan rambut kelamin, pembesaran testis, dan perilaku agresif anak selama
perawatan (1%).5
Apabila hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk kasus UDT
adalah orchiopexy. Keputusan untuk melakukan orchiopexy harus
mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain teknis, risiko anastesi,
psikologisanak, dan risiko bila operasi tersebut ditunda. Tujuan operasi pada
kriptorkismus adalah: (1) mempertahankan fertilitas, (2) mencegah timbulnya
degenerasi maligna, (3) mencegah kemungkinan terjadinya torsio testis, (4)
melakukan koreksi hernia, dan (5) secara psikologis mencegah terjadinya rasa
rendah diri karena tidak mempunyai testis. Operasi yang dikerjakan adalah
orkidopeksi yaitu meletakkan testis ke dalam skrotum dengan melakukan fiksasi
pada kantung sub dartos.3
1. Posisi testis yang tidak baik karena diseksi retroperitoneal yang tidak
komplit (10% kasus)
2. Atrofi testis karena devaskularisasi saat membuka funikulus (5%kasus)
3. Trauma pada vas deferens ( 1±2% kasus)
UDT meningkatkan risiko infertilitas dan berhubungan dengan risiko tumor sel
germinal yang meningkat 3-10 kali. Atrofi testis terjadi pada usia 5-7 tahun, akan
tetapi perubahan morfologi dimulai pada usia 1-2 tahun. Risiko kerusakan
histologi testis juga berhubungan dengan letak abnormal testis. Pada awal
pubertas, lebih dari 90% testis kehilangan sel germinalnya pada kasus
intraabdomen, sedangkan pada kasus testis inguinal dan preskrotal, penurunan sel
geminal mencapai 41% dan 20%.2,8
Telah lama diketahui bahwa komplikasi utama yang dapat terjadi pada
UDT adalah keganasan testis dan infertilitas akibat degenerasi testis. Di samping
itu disebut juga terjadinya torsi testis, dan hernia inguinalis. 8
Risiko Keganasan
Terdapat hubungan yang erat antara UDT dan keganasan testis. Insiden
keganasan testis sebesar 1-6 pada setiap 500 laki-laki UDT di Amerika. Risiko
terjadinya keganasan testis yang tidak turun pada anak dengan UDT dilaporkan
berkisar 10-20 kali dibandingkan pada anak dengan testis normal. Makin tinggi
lokasi UDT makin tinggi risiko keganasannya, testis abdominal mempunyai
risikomenjadi ganas 4x lebih besar dibanding testis inguinal. 8
Infertilitas
KESIMPULAN
Tujuh puluh persen kriptorkimus dapat teraba dengan pemeriksaan fisik dan
tidak memerlukan pemeriksaan radiologi. Saat untuk koreksi orkhidopeksi adalah
usia 6 bulan (sesuai koreksi usia kehamilan), selain karena setelah usia 6 bulan
kemungkinan testis tidak akan turun spontan juga kemungkinan testis akan rusak
jika berada diluar skrotum. Alasan utama terapi kriptorkismus adalah karena
meningkatnya risiko gangguan potensi fertilitas, keganasan pada testis, torsi
dan /atau berhubungan dengan hernia inguinal. Dengan kemajuan teknik dan
keahlian dokter bedah yang telah berkembang, tata laksana orkhidopeksi lebih
menjadi pilihan dibandingkan dengan terapi hormonal.
7. Kolon TF, Herndon CDA, Baker L a, Baskin LS, Baxter CG, Cheng EY, et
al. AUA Guideline UDT. AUA Clin Guidel. 2014;(April):1–38.
10. Kolon TF, Patel RP, Huff DS. Cryptorchidism: diagnosis, treatment, and
long-term prognosis. Urol Clin North Am 2004; 31 (3): 469-80.