Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

KETUBAN PECAH DINI

Disusun oleh:
Safikoh (1102017206)

Pembimbing:
dr. Fredrico Patria, Sp.OG (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RS BHAYANGKARA TK. I R. SAID SUKANTO
PERIODE 18 SEPTEMBER – 25 NOVEMBER
2023

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan
rahmat yang dilimpahkan-nya sehingga Referat dengan judul “KETUBAN
PECAH DINI” dapat diselesaikan dengan baik. Adapun, penulis menyusun referat
ini sebagai salah satu media pembelajaran di dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu
Obstetri dan Ginekologi di RS Bhayangkara Tk.I R. Said Sukanto, serta Fakultas
Kedokteran Universitas YARSI. Tidak lupa shalawat serta salam saya sampaikan
kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Penulis juga menyampaikan banyak terima
kasih kepada dr. Fredrico Patria, Sp.OG (K) selaku pembimbing dalam
penyusunan referat ini, serta kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungan kepada penulis dalam penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini tidak lepas dari kekurangan, baik dari
segi pembuatan, penyusunan, maupun lainnya. Oleh karena itu, penulis memohon
maaf apabila terdapat kekurangan pada referat ini dan mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca sebagai bahan pembelajaran untuk penulis
di kemudian hari. Penulis berharap referat ini dapat membawa manfaat bagi
semua pihak. Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala kebaikan yaang
telah membantu. Aamin ya Rabbal’alamin.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Jakarta, September 2023.

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................2

BAB I Pendahuluan...............................................................................................4

BAB II Tinjauan Pustaka......................................................................................5


2.1 Definisi Kehamilan....................................................................................5
2.2 Definisi Pelayanan Antenatal Terapadu....................................................5
2.3 Tujuan Pelayanan Antenatal Terpadu........................................................5
2.4 Pemeriksaan Antenatal Care......................................................................6
2.5 Edukasi Kesehatan Ibu Hamil..................................................................10

BAB IV Kesimpulan............................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

3
BAB I

PENDAHULUAN

Ketuban pecah dini (KPD) atau premature rupture of membrane adalah pecahnya
selaput ketuban sebelum persalinan. Jika terjadi pada kehamilan di bawah 37 minggu,
maka disebut ketuban pecah dini preterm. Ketuban pecah dini pada kehamilan cukup bulan
dapat terjadi akibat melemahnya selaput ketuban secara fisiologis ditambah tekanan dari
kontraksi rahim. Sementara itu, KPD preterm sering dikaitkan dengan infeksi
intraamniotik.1,2
Ketuban pecah dini pada kehamilan cukup bulan terjadi pada 8% kehamilan,
sedangkan KPD preterm terjadi pada 1% dari seluruh kehamilan. 2 Risiko langsung dari
ketuban pecah dini adalah prolaps tali pusat, kompresi tali pusat, dan abrupsio plasenta.
Risiko lanjut dari ketuban pecah dini adalah infeksi neonatal, infeksi maternal, sectio
caesarea, dan perawatan di ruang intensif.1-4
Pasien yang mengalami ketuban pecah dini akan mengeluhkan keluarnya air ketuban
melalui vagina, baik keluar secara perlahan ataupun deras. Untuk membedakan dengan
urin, keluarnya air ketuban tidak dapat ditahan sehingga akan terus mengalir.
Penatalaksanaan ketuban pecah dini perlu mempertimbangkan usia kehamilan dan
faktor lain seperti infeksi, abrupsio plasenta, tanda persalinan, dan kondisi fetus. Umumnya
pasien dengan ketuban pecah dini perlu dirawat inap dan menjalani asesmen periodik untuk
memantau tanda-tanda infeksi, gawat janin, dan persalinan.1,2

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Amnion


Amniotic sac atau selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas
amnion dan korion yang sangat erat ikatannya. Selaput amnion merupakan
jaringan avaskular yang lentur tapi kuat. Bagian dalam selaput ketuban
berhubungan dengan cairan amnion yang merupakan jaringan sel epitel kuboid dan
berasal dari ectoderm embrionik. Epitel ini melekat erat ke sebuah membran basal
yang berhubungan dengan lapisan interstisial mengandung kolagen I, III, dan V.
Bagian luar dari selaput ialah jaringan mesenkim yang berasal dari mesoderm. Sel
mesenkim berfungsi menghasilkan kolagen sehingga selaput menjadi lentur dan kuat.
Di samping itu, jaringan tersebut menghasilkan sitokin IL-6, IL-8, MCP-1 (monosit
chemoattractant protein-1) dimana zat ini memiliki fungsi untuk melawan bakteri.
Lapisan amnion ini berhubungan dengan chorion leave. Lapisan dalam amnion
merupakan mikrovili yang berfungsi mentransfer cairan dan metabolik. Lapisan ini
menghasilkan zat penghambat metalloproteinase-1.1,3

Selaput amnion menghasilkan zat vasoaktif: endotelin-1 (vasokonstriktor), dan


PHRP (parathyroid hormone related protein), suatu vasorelaksan berperan mengatur
peredaran darah dan tonus pembuluh lokal. Selaput amnion juga meliputi tali
pusat. Sebagian cairan akan berasal pula dari difusi pada tali pusat. Terdapat dua jalur
mekanisme pergerakan cepat baik air dan zat terlarut di dalam selaput ketuban yaitu
jalur intramembran dan transmembran. Jalur intramembran yaitu terjadi antara cairan
amnion dan darah janin dalam plasenta melalui membrane amnion. Sedangkan
pertukaran melalui jalur transmembran yaitu pergerakan air dan zat terlarut antara
cairan amnion dan darah maternal di dalam dinding uterus. Transfer zat terlarut
melewati membran amnion secara pasif merupakan sumber cairan amnion yang paling
mungkin pada awal kehamilan. Amnion dan korion menyediakan permukaan yang
luas untuk terjadinya transfer potensial dari cairan dan zat terlarut dan karenanya
terjadi regulasi penting dari cairan amnion. 1,3

Jumlah cairan masuk dan cairan keluar sekitar 200- 500 mL/ hari pindah dari
rongga amnion melintasi selaput amnion saat usia kehamilan diserap oleh darah fetus
pada bagian permukaan fetus dari plasenta. Daya dorong bagi kedua perpindahan
cairan intramembranosa dan transmembranosa terjadi karena cairan amnion normal
5
mempunyai osmolalitas lebih rendah dari darah janin atau ibu setelah terbentuk kulit
janin. Studi eksperimental menggambarkan bahwa penyerapan intramembranosa
bervariasi pada rentang osmolalitas yang besar dari gradien osmotik amnion dan darah
janin. Tetapi, pada pada gradien osmotik normal, hanya 35% dari perpindahan
intramembranosa tergantung dengan gradien osmosis, sehingga mekanisme non pasif
lain berpengaruh pada penyerapan intramembranosa. Ini sesuai dengan observasi
bahwa albumin yang ditandai secara cepat berpindah dari cairan amnion ke darah janin
pada sapi hamil, dan tidak ada perpindahan baik dari darah janin ke cairan amnion. 1,3

2.2. Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) atau premature rupture of membrane adalah pecahnya
selaput ketuban sebelum persalinan. Jika terjadi pada kehamilan di bawah 37 minggu,
maka disebut ketuban pecah dini preterm. Ketuban pecah dini pada kehamilan cukup
bulan dapat terjadi akibat melemahnya selaput ketuban secara fisiologis ditambah
tekanan dari kontraksi rahim. Sementara itu, KPD preterm sering dikaitkan dengan
infeksi intraamniotik.1,2

2.3. Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa insiden ketuban pecah dini (KPD)
atau premature rupture of membrane memiliki kisaran 5-10%.4
Global
Insiden ketuban pecah dini berkisar 5-10%. KPD preterm terjadi pada 3% dari
seluruh kehamilan. Kurang-lebih 70% kasus ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan
cukup bulan. Meski demikian, di pusat kesehatan rujukan, lebih dari 50% kasus
ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan preterm. Ketuban pecah dini telah
dilaporkan sebagai penyebab dari sepertiga kasus kelahiran preterm.4
Indonesia
Belum ada data pasti angka kejadian ketuban pecah dini secara nasional.
Menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, angka kematian ibu di
Indonesia pada tahun 2015 adalah 305 per 100.000 kelahiran hidup dan angka
kematian neonatus 32 per 1.000 kelahiran hidup. Ketuban pecah dini merupakan salah
satu penyebab mortalitas pada ibu dan janin tersebut.5
Mortalitas
Ketuban pecah dini merupakan penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas
perinatal. KPD merupakan etiologi dari 18-20% mortalitas prenatal dan 21,4%

6
morbiditas prenatal. Etiologi kematian bayi yang berkaitan dengan KPD adalah sepsis,
asfiksia, dan hiperplasia pulmonal. Bayi yang lahir dengan sepsis memiliki tingkat
mortalitas 4 kali lebih besar dibanding yang lahir tanpa sepsis.2,6

2.4. Etiologi
Etiologi ketuban pecah dini (KPD) atau premature rupture of membrane masih belum
diketahui secara pasti, tetapi diduga melibatkan proses melemahnya selaput ketuban
secara fisiologis ditambah tekanan dari kontraksi rahim, KPD preterm sering dikaitkan
dengan infeksi intraamniotik, terutama pada usia kehamilan lebih muda.1
Faktor Risiko
Faktor risiko ketuban pecah dini dapat dibagi menjadi faktor risiko ibu dan bayi.1-4
Faktor Risiko Maternal
Faktor risiko maternal mencakup:
 Infeksi dan inflamasi: peningkatan leukosit pada cairan vagina, leukosit pada urin,
riwayat infeksi saluran kemih, dan bakterial vaginosis
 Kondisi obstetrik: riwayat ketuban pecah dini sebelumnya, persalinan preterm,
perdarahan pervaginam antepartum
 Kondisi medis: konsumsi steroid kronik, gangguan kolagen
vaskular, penyalahgunaan kokain, anemia, indeks massa tubuh rendah
 Faktor uteroplasenta: anomali uterus, insufisiensi serviks, riwayat konisasi serviks
sebelumnya, pemendekan serviks di trimester kedua, overdistensi uterus
akibat polihidramnion, korioamnionitis
 Lainnya: trauma abdominal direk, merokok, status sosioekonomi rendah, status
pernikahan 1-4
Faktor Risiko Janin
Faktor risiko janin yang meningkatkan kemungkinan ketuban pecah dini adalah
kehamilan multipel.1-4

2.5. Patofisiologi
Patofisiologi ketuban pecah dini (KPD) atau premature rupture of membrane masih
belum diketahui pasti dan diduga merupakan gabungan berbagai faktor yang
mempercepat pelemahan selaput ketuban, misalnya adanya infeksi urogenital.2-4
Perubahan Struktur Kantong Ketuban
Normalnya, kantung ketuban terdiri dari 2 bagian yaitu amnion atau bagian yang
berkontak dengan cairan ketuban dan korion yang menempel pada desidua ibu. Pada

7
awal usia gestasi, kedua bagian ini terpisah, namun akan terhubung satu sama lain
dengan jaringan penyambung yang kaya akan kolagen pada usia kehamilan 14 minggu.
Seiring dengan peningkatan usia gestasi, terjadi peningkatan prostaglandin dan
metalloproteinase (MMP) yang memicu pematangan serviks dan memecah kolagen.
Selain itu, adanya pelepasan sitokin dan protease, perubahan matriks interseluler, serta
apoptosis seluler juga menyebabkan penipisan lapisan desidua dan gangguan pada
sambungan antara amnion dan korion. Akibatnya, terjadi kelemahan struktur kantong
ketuban terutama yang berlokasi di os internal serviks, lokasi tipikal terjadinya KPD.2-4
Beberapa faktor yang dapat mempercepat pelemahan selaput ketuban adalah
peningkatan sitokin lokal, ketidakseimbangan interaksi matriks metalloproteinase dan
inhibitornya, peningkatan aktivitas kolagenase dan protease, dan faktor lain yang
meningkatkan tekanan intrauterin.1-4

Ketuban Pecah Dini Preterm


Pada kasus ketuban pecah dini preterm atau preterm premature rupture of
membrane (PPROM), sering kali proses patogenesis diawali adanya infeksi urogenital.
Infeksi di lokasi tersebut menyebabkan kolonisasi bakteri yang dapat melemahkan
kantong ketuban. Kolonisasi bakteri akan meningkatkan produksi enzim protease dan
kolagenase yang secara langsung memecah komponen kantong ketuban.
Selain itu, bakteri juga menyebabkan ketidakseimbangan antara MMP, enzim
yang mendegradasi protein matriks ekstraseluler, dengan tissue inhibitor of
metalloproteinase (TIMP) yang merupakan inhibitor dari enzim MMP.1-4

2.6. Penegakkan Diagnosis


Diagnosis ketuban pecah dini (KPD) atau premature rupture of membrane perlu
dicurigai pada pasien hamil yang datang dengan keluhan keluar air dari vagina. Air
bisa keluar sedikit demi sedikit maupun dengan deras. Air ketuban yang keluar tidak
dapat ditahan dan akan keluar terus menerus.1,2
Anamnesis
Dalam anamnesis, pasien ketuban pecah dini akan mengeluhkan keluarnya
cairan dari vagina yang terus menerus mengalir tanpa adanya kontraksi abdomen.
Pasien juga dapat mengeluhkan sensasi basah dari vagina dan terasa sulit untuk
berhenti berkemih.
Perlu ditanyakan keberadaan darah yang ikut keluar dari vagina, riwayat
berhubungan seks, serta demam. Penting juga untuk ditanyakan mengenai riwayat
8
kehamilan, termasuk di dalamnya hari pertama haid terakhir pasien, riwayat antenatal
care, dan hasil USG sebelumnya sehingga usia gestasi dapat diestimasi.
Pada kasus ketuban pecah dini, juga perlu dievaluasi pergerakan janin serta ada-
tidaknya tanda persalinan yang menyertai. Evaluasi juga karakteristik cairan, termasuk
banyaknya, warnanya, dan baunya.1,2

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan inspekulo adalah pemeriksaan fisik utama yang dilakukan untuk
mengevaluasi ketuban pecah dini (KPD). Pemeriksaan bimanual tidak dianjurkan
kecuali jika sudah direncanakan induksi persalinan, karena dapat meningkatkan
mortalitas dan morbiditas akibat risiko infeksi.
Pada pemeriksaan inspekulo dilakukan penilaian dilatasi dan pendataran serviks,
serta adanya cairan yang terkumpul di vagina atau keluar dari serviks pada saat pasien
batuk, uterus ditekan, atau saat gerakan fetus. Evaluasi pula tanda servisitis, prolaps
tali pusat, perdarahan pervaginam, atau prolaps fetus.1,2

Pemeriksaan Penunjang
Jika diagnosis ketuban pecah dini belum dapat ditegakkan karena anamnesis dan
pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan mikroskopik, pemeriksaan pH, dan ultrasonografi (USG).
 Pemeriksaan Kebocoran Cairan Amnion
Pada KPD, pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memastikan bahwa cairan
yang keluar adalah cairan amnion.
 Pemeriksaan Mikroskopik:
Pada pemeriksaan mikroskopik, cairan ketuban akan menunjukkan ferning, yakni
pola menyerupai fern yang tampak ketika cairan ketuban sudah mengering di atas
preparat kaca.1,2
 Pemeriksaan pH atau Uji Nitrazin:
Sekret vagina normal memiliki pH 4,5-6,0, sedangkan cairan ketuban memiliki pH
7,1-7,3, sehingga pemeriksaan pH dapat membantu menegakkan diagnosis
ketuban pecah dini. Meski demikian, ada beberapa kondisi yang dapat
mengakibatkan hasil positif palsu, seperti darah, semen, antiseptik yang bersifat
basa, atau bakterial vaginosis. Ketuban pecah dini yang sudah berlangsung lama
dapat memberikan hasil negatif palsu.1,2
 Pemeriksaan Fetal Fibronectin:
9
Fetal fibronectin merupakan glikoprotein matriks ekstraselular yang diproduksi
amniosit dan sitotrofoblas. Konsentrasi tertinggi fetal fibronectin didapatkan pada
cairan ketuban trimester kedua (100 mcg/mL), sedangkan pada trimester ketiga
didapatkan 30 mcg/mL fetal fibronectin dalam cairan ketuban.Pada kondisi
normal, fetal fibronectin terdapat di area antara korion dan desidua, dan sejumlah
kecil (<50 ng/mL) pada sekret serviks dan vagina setelah kehamilan 22 minggu.
Ditemukannya >50 ng/mL fetal fibronectin pada sekret serviks dan vagina
menunjukkan hasil positif dan dihubungkan dengan peningkatan risiko partus
prematurus.9
Pemeriksaan fetal fibronectin bersifat sensitif namun nonspesifik untuk ketuban
pecah dini. Hasil tes negatif menunjukkan selaput ketuban yang intak, namun hasil
positif tidak bersifat diagnostik untuk ketuban pecah dini.1,2
 Alfa Fetoprotein (AFP) :
Pada cairan ketuban, zat AFP terkandung dalam jumlah yang cukup besar dan zat
ini tidak ditemukan di cairan vagina sehingga dapat digunakan sebagai pembeda
kedua cairan tersebut. Kandungan AFP >30 mcg/L menandakan cairan ketuban.1,2
 Ultrasonografi (USG)
Pada kasus ketuban pecah dini, USG dilakukan untuk mengevaluasi indeks cairan
ketuban. Selain itu, jika diagnosis masih belum jelas setelah dilakukan
pemeriksaan penunjang lain, dapat dilakukan tes dengan memasukkan zat
warna indigo carmine ke dalam uterus dengan panduan USG, kemudian
dievaluasi apakah zat warna tersebut keluar melalui vagina.1,2

2.7. Diagnosis Banding


Pada kebanyakan kasus, diagnosis ketuban pecah dini dapat dengan mudah
dikenali dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menunjukkan keluar cairan dari
jalan lahir. Kondisi lain dengan keluhan keluar cairan pada ibu hamil yang dapat
menjadi diagnosis banding ketuban pecah dini adalah inkontinensia urin dan servisitis.
Inkontinensia Urin
Inkontinensia urin lebih rentan dialami ibu hamil karena perubahan fisiologis
selama kehamilan, seperti peningkatan tekanan intraabdomen dan peningkatan kadar
progesteron. Lebih dari separuh populasi wanita mengalami inkontinensia urin selama
kehamilan, dan insidensinya memuncak di trimester ketiga. Pada ketuban pecah dini,
keluarnya cairan berlangsung terus menerus dan tidak ada bau pesing. Pemeriksaan
inspekulo dan USG dapat membedakan keduanya.7
10
Servisitis
Kehamilan dapat meningkatkan risiko infeksi saluran reproduksi, salah
satunya servisitis. Servisitis dapat menimbulkan gejala vaginal discharge dan darah
dari jalan lahir. Umumnya discharge akibat servisitis dapat dibedakan secara kasat
mata dengan cairan ketuban. Pemeriksaan swab vagina dapat membantu membedakan
apakah cairan yang keluar adalah duh tubuh akibat infeksi atau bukan.8

2.8. Tatalaksana
Untuk pasien aterm yang mengalami ketuban pecah dini (KPD) atau premature
rupture of membrane, penatalaksanaan yang direkomendasikan adalah induksi
persalinan segera karena dapat mengurangi risiko korioamnionitis. Di lain pihak, pada
pasien yang belum aterm, penatalaksanaan bergantung pada klinis masing-masing
pasien. Penatalaksanaan umum berdasarkan usia kehamilan tercantum di Tabel 1. 1,2
Tabel 1. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini Sesuai Usia Kehamilan

11
Manajemen Persalinan
Selain dari usia kehamilan, keputusan untuk melahirkan bayi juga ditentukan
oleh status janin, banyaknya perdarahan pervaginam, dan kondisi umum ibu. Status
janin yang meragukan dan korioamnionitis merupakan indikasi persalinan.
Perlu dipertimbangkan abrupsio plasenta pada pasien ketuban pecah dini yang
disertai perdarahan pervaginam, dan persalinan mungkin menjadi salah satu pilihan
pada kondisi tersebut. Pada pasien hamil cukup bulan yang belum mengalami
persalinan spontan saat datang, perlu dilakukan induksi.
Umumnya, pasien dengan KPD preterm perlu dirawat inap di rumah sakit
dengan pemantauan berkala untuk menilai tanda-tanda infeksi, abruptio plasenta,
kompresi tali pusat, kondisi janin, dan tanda persalinan.
Terdapat kontroversi seputar penggunaan tokolitik pada pasien KPD preterm.
Tokolitik profilaksis dihubungkan dengan periode laten yang lebih panjang dan
berkurangnya risiko kelahiran dalam 48 jam. Namun, tokolitik juga dihubungkan
dengan peningkatan risiko korioamnionitis pada usia kehamilan di bawah 34
minggu.1,2,10

Pemberian Kortikosteroid
Kortikosteroid antenatal pada KPD preterm bermanfaat mengurangi mortalitas
neonatal, distres pernapasan, necrotizing enterocolitis, dan perdarahan intraventrikular.
Kortikosteroid direkomendasikan pada semua kehamilan usia 24 hingga 34 minggu
jika ada risiko terjadinya persalinan pada 7 hari berikutnya.1,2,10

Magnesium Sulfat
Magnesium sulfat digunakan untuk mengantisipasi kelahiran sebelum usia
kehamilan 32 minggu untuk mengurangi risiko cerebral palsy. Pada KPD preterm usia
24 hingga 29 minggu 6 hari yang sudah memasuki persalinan atau persalinan
direncanakan dalam 24 jam, magnesium sulfat dapat diberikan.1,2,10

Antibiotik
Antibiotik pada kasus ketuban pecah dini terbukti memperpanjang masa
kehamilan, mengurangi infeksi maternal dan neonatal, serta mengurangi morbiditas
janin. Pada KPD preterm (<34 minggu), direkomendasikan terapi antibiotik selama 7
hari. Regimen yang direkomendasikan adalah 2 gram ampicillin intravena (IV) per 6
jam dan 250 mg erythromycin IV per 6 jam selama 48 jam. Kemudian, diikuti 250
12
mg amoxicillin oral per 8 jam dan 333 erythromycin oral per 8 jam selama 5 hari
berikutnya. Amoxicillin-klavulanat tidak direkomendasikan karena meningkatkan
risiko necrotizing enterocolitis.1,2,10,11

Usia Kehamilan Aterm


Pada prinsipnya, untuk pasien dengan usia kehamilan ≥ 37 minggu,
penatalaksanaan ketuban pecah dini (KPD) difokuskan pada induksi persalinan
dengan oxytocin. Manajemen aktif berkaitan dengan penurunan risiko infeksi
maternal, penurunan kebutuhan rawat intensif neonatus, dan antibiotik postnatal. Pada
pasien tertentu, induksi persalinan dengan manajemen aktif secara langsung bisa saja
tidak memungkinkan. Expectant management dapat dipertimbangkan jika:
 KPD aterm dengan presentasi sefalik menetap
 Group B Streptococcus negatif
 Tidak ada tanda infeksi
 Cardiotocography normal
 Tidak ada riwayat pemeriksaan bimanual dan sutura servikal
 Pemantauan suhu maternal, hilangnya cairan ketuban, dan status janin setiap 4 jam
memungkinka
Antibiotik profilaksis diberikan pada pasien dengan infeksi Group B
Streptococcus.1,2,10,11,13
Usia Kehamilan Preterm
Ketuban pecah dini yang terjadi pada usia gestasi < 37 minggu disebut sebagai
ketuban pecah dini preterm atau preterm premature rupture of membrane (PPROM).
Tata laksana bergantung pada usia kehamilan.1,2,10,11,16
 Kehamilan 34-36 Minggu
Bukti ilmiah yang ada menunjukkan bahwa induksi persalinan dan expectant
management dapat dipertimbangkan pada pasien dengan KPD preterm usia
kehamilan 34-36 minggu. Berikan kortikosteroid jika syarat yang disebutkan
dalam Tabel 1 terpenuhi. Lakukan skrining infeksi Group B Streptococcus dan
berikan profilaksis sesuai indikasi.1,2,10,11,16
 Kehamilan 24-33 Minggu
Pada pasien dengan usia kehamilan 24-33 minggu, tata laksana yang
direkomendasikan adalah expectant management dengan pemantauan infeksi,
perdarahan, kompresi tali pusat, kesejahteraan janin, dan tanda persalinan.
Jika expectant management tidak memungkinkan karena kontraindikasi ibu dan
13
janin, maka bayi sebaiknya dilahirkan. Kortikosteroid antenatal dosis tunggal
sebaiknya diberikan. Jika usia kehamilan kurang dari 32 minggu, maka berikan
magnesium sulfat. Lakukan pemeriksaan swab vagina untuk skrining
infeksi Group B Streptococcus, dan berikan profilaksis sesuai indikasi. Jika pasien
memiliki infeksi herpes simpleks aktif, direkomendasikan untuk expectant
management dan dilakukan terapi virus herpes simpleks. Jika ibu mengidap HIV,
maka terapi HIV mengikuti rekomendasi tata laksana HIV selama
kehamilan.1,2,10,11,16
 Usia Gestasi <24 Minggu
Pada kelompok usia gestasi ini, risiko morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin
lebih tinggi dibandingkan usia gestasi yang lebih tua. Angka kesintasan bayi akan
lebih tinggi jika lahir pada usia kehamilan di atas 22 minggu dibandingkan di
bawah 22 minggu. Lakukan konseling mengenai risiko dan manfaat dari expectant
management. Jika pasien memilih menjalani expectant management, rawat jalan
dapat dilakukan setelah pemantauan rawat inap. Pasien yang rawat jalan harus
diberikan informasi agar segera kembali ke perawatan jika mengalami perdarahan,
gejala infeksi, ataupun tanda persalinan. Profilaksis infeksi Group B
Streptococcus tidak direkomendasikan, tetapi dapat dipertimbangkan saat usia
kehamilan 23 minggu. Kortikosteroid dosis tunggal dan magnesium sulfat untuk
neuroproteksi juga dapat diberikan pada usia kehamilan 23 minggu.1,2,10,11,16

2.9. Komplikasi
Risiko komplikasi mortalitas dan morbiditas ibu dan janin umumnya semakin
meningkat seiring peningkatan usia kehamilan. Meski demikian, kesintasan juga
dipengaruhi oleh berat badan janin saat persalinan, usia gestasi, serta riwayat
obstetrik dan ginekologi ibu.1,2,16
 Komplikasi Maternal
Komplikasi maternal mencakup risiko infeksi, termasuk sepsis, korioamnionitis,
dan endometritis. Ibu dengan ketuban pecah dini juga bisa mengalami abrupsio
plasenta dan retensio plasenta.1,2
 Komplikasi Janin
40-50% pasien ketuban pecah dini dengan usia gestasi di bawah 24 minggu akan
mengalami persalinan dalam 1 minggu. Sementara itu, 70-80% mengalami
persalinan dalam 2-5 minggu. Ini berarti bayi akan lahir prematur. Selain itu,

14
hipoplasia pulmonar dilaporkan pada 10-20% kasus ketuban pecah dini dengan
usia gestasi < 24 minggu.
Oligohidramnion akibat ketuban pecah dini dapat menyebabkan deformasi Potter
berupa kuping letak rendah, resesi dagu, dan epicanthal fold yang menonjol
bilateral. Risiko komplikasi lain jika janin dilahirkan pada usia gestasi sangat
muda adalah kontraktur ekstremitas, malformasi skeletal, disabilitas intelektual,
gangguan pendengaran, dan cerebral palsy.
Bayi yang lahir prematur akibat ketuban pecah dini juga lebih berisiko
mengalami distres napas, perdarahan intraventrikular, dan necrotizing
enterocolitis.1,2

2.10. Prognosis
Prognosis ketuban pecah dini dipengaruhi oleh usia kehamilan dan kondisi klinis
ibu dan janin. Ketuban pecah dini dikaitkan dengan 30-40% persalinan prematur dan
merupakan penyebab utama persalinan preterm. Ketika terjadi jauh dari cukup bulan,
risiko morbiditas dan mortalitas yang signifikan perlu diwaspadai bagi janin maupun
ibu. Semakin lama durasi ketuban pecah dini, risiko infeksi juga akan meningkat.
Infeksi dapat menjadi infeksi berat, seperti sepsis, yang mengancam nyawa ibu dan
janin.
Seperti telah disebutkan, 40-50% kasus ketuban pecah dini dengan usia gestasi <
24 minggu dilaporkan mengalami persalinan dalam 1 minggu. Persalinan pada usia
gestasi ini memiliki kesintasan yang lebih rendah dibandingkan pada usia kehamilan
lebih tua saat janin sudah viable.1,2,12

15
PEBNTUP

Edukasi dan promosi kesehatan pada ketuban pecah dini (KPD) atau premature rupture
of membrane difokuskan terhadap penghindaran faktor risiko. Pasien yang sedang
mengalami kehamilan diedukasi untuk berhenti merokok dan mencegah terjadinya
infeksi saluran kemih yang meningkatkan risiko ketuban pecah dini.1,14,15

Edukasi Pasien
Jelaskan pada pasien bahwa ketuban pecah dini mengacu pada pecahnya kantong
ketuban yang terjadi sebelum permulaan persalinan dan sebelum usia kehamilan 37
minggu. Pasien dengan ketuban pecah dini perlu diedukasi mengenai kemungkinan
penyebab, rencana penatalaksanaan, serta manfaat dan risiko yang mungkin terjadi.
Diskusikan dengan pasien untung-rugi dari induksi persalinan ataupun expectant
management. Pada usia gestasi lebih muda, jelaskan apa komplikasi jangka pendek dan
jangka panjang bagi janin yang lahir jauh dari cukup bulan, misalnya disabilitas
intelektual, gangguan pendengaran, dan cerebral palsy.
Jika pasien dirawat jalan, jelaskan apa saja yang perlu pasien lakukan secara
mandiri di rumah. Ini mungkin mencakup pemantauan tanda infeksi, perdarahan, dan
gawat janin.1,14,15

Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit


Ketuban pecah dini tidak bisa dicegah. Meski ada studi yang mengatakan
bahwa vitamin C dapat mencegah ketuban pecah dini, studi lebih baru menyatakan
bahwa vitamin C tidak bermanfaat.
Merokok merupakan salah satu faktor risiko ketuban pecah dini. Dokter dapat
mengedukasi ibu hamil untuk berhenti merokok sebagai upaya pencegahan.
Lakukan antenatal care yang baik untuk mengawasi kesejahteraan kehamilan
dan mengendalikan faktor risiko penyulit kehamilan. Deteksi dini dengan antenatal
care yang baik akan membantu mengurangi risiko pada ibu dan janin.
Edukasi ibu mengenai tanda dan gejala ketuban pecah dini agar ibu segera
mencari perawatan jika mencurigai dirinya mengalami ketuban pecah dini. Informasikan
juga cara membedakan air ketuban dengan air kemih.1,14,15
.
16
DAFTAR PUSTAKA

1. Siegler Y, Weiner Z, Solt I. ACOG Practice Bulletin No. 217: Prelabor Rupture of
Membranes. Obstet Gynecol. 2020;136(5):1061. doi:10.1097/AOG.0000000000004142
https://sci-hub.hkvisa.net/10.1097/AOG.0000000000003700
2. Dayal S, Hong PL. Premature Rupture Of Membranes. [Updated 2022 Jul 18]. In:
StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532888/
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, et al.
William Obstetrics. 24th ed. New York Chicago San Fransisco Lisbon London Madrid
Mexico City Milan New Delhi San Juan Seoul Singapore Sydney Toronto: Mc Graw
Hill; 2018. p. 396-404.
4. Jena BH, Biks GA, Gete YK, Gelaye KA. Incidence of preterm premature rupture of
membranes and its association with inter-pregnancy interval: a prospective cohort study.
Sci Rep. 2022;12(1):5714. Published 2022 Apr 5. doi:10.1038/s41598-022-09743-3
5. Assefa NE, Berhe H, Girma F, et al. Risk factors of premature rupture of membranes in
public hospitals at Mekele city, Tigray, a case control study [published correction
appears in BMC Pregnancy Childbirth. 2018 Oct 16;18(1):403] [published correction
appears in BMC Pregnancy Childbirth. 2020 Jan 13;20(1):28]. BMC Pregnancy
Childbirth. 2018;18(1):386. Published 2018 Sep 29. doi:10.1186/s12884-018-2016-6
6. Syarwani TI, Tendean HMM, Wantania JJE. Gambaran Kejadian Ketuban Pecah Dini
(KPD) di RSUP Prof. R. D. Kandou Manado Tahun 2018. MSJ. 2020;1(2):24-2
7. Endale T, Fentahun N, Gemada D, Hussen MA. Maternal and fetal outcomes in term
premature rupture of membrane. World J Emerg Med. 2016;7(2):147-152.
doi:10.5847/wjem.j.1920-8642.2016.02.011
8. Wang X, Jin Y, Xu P, Feng S. Urinary incontinence in pregnant women and its impact
on health-related quality of life. Health Qual Life Outcomes. 2022;20(1):13. Published
2022 Jan 21. doi:10.1186/s12955-022-01920-2
9. Iqbal U, Wills C. Cervicitis. [Updated 2022 Sep 5]. In: StatPearls. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK562193/
10. Berghella V, Saccone G. Fetal fibronectin testing for reducing the risk of preterm birth.
Cochrane Database Syst Rev. 2019;7(7):CD006843. Published 2019 Jul 29.
doi:10.1002/14651858.CD006843.pub3
11. Thomson AJ; Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Care of Women
Presenting with Suspected Preterm Prelabour Rupture of Membranes from 24+0 Weeks

17
of Gestation: Green-top Guideline No. 73. BJOG. 2019;126(9):e152-e166.
doi:10.1111/1471-0528.15803
12. National Institute for Health and Care Excellence (NICE). Preterm labour and birth.
2022.
13. Sorano S, Fukuoka M, Kawakami K, Momohara Y. Prognosis of preterm premature
rupture of membranes between 20 and 24 weeks of gestation: A retrospective cohort
study. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol X. 2019;5:100102. Published 2019 Nov 15.
doi:10.1016/j.eurox.2019.100102
14. El-Achi V, Aggarwal S, Hyett J. Interventions for the prevention of preterm premature
rupture of membranes: A systematic review and meta-analysis. Fetal Diagnosis and
Therapy. 2022;49(5-6):273-278. doi:10.1159/000525655
15. Ghomian N, Hafizi L, Takhti Z. The role of vitamin C in prevention of preterm
premature rupture of membranes. Iran Red Crescent Med J. 2013;15(2):113-116.
doi:10.5812/ircmj.5138
16. Ronzoni S, Boucoiran I, Yudin MH, Coolen J, Pylypjuk C, Melamed N, Holden AC,
Smith G, Barrett J. Guideline No. 430: Diagnosis and management of preterm prelabour
rupture of membranes. J Obstet Gynaecol Can. 2022 Nov;44(11):1193-1208.e1. doi:
10.1016/j.jogc.2022.08.014. Epub 2022 Oct 2. PMID: 36410937.

18

Anda mungkin juga menyukai