Disusun Oleh :
S.Ked
Nim 712022014
Pembimbing
dr.
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2023
KATA PENGANTAR
Juni 2023
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................3
BAB I……………...……………………………………………………………………3
BAB II…………………………………………………………………………………..4
TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………………….4
1. Definisi.....................................................................................................................4
2. Faktor Risiko............................................................................................................5
3. Epidemiologi............................................................................................................5
4. Klasifikasi.................................................................................................................6
5. Patofisiologi.............................................................................................................6
6. Penegakkan Diagnosis.............................................................................................8
7. Tatalaksana............................ ...... .........................................................................13
8. Prognosis................................................................................................................13
9. Komplikasi.............................................................................................................18
KESIMPULAN…………………………………………………………...…………..19
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..………….20
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dermatosis abu ditandai dengan makula berwarna abu-abu yang tidak
menunjukkan gejala, terdistribusi secara simetris, terletak di batang tubuh, leher,
wajah, dan ekstremitas atas. Kondisi ini paling sering terjadi pada pasien dengan
kulit Fitzpatrick fototipe III-V. Etiologinya tidak diketahui, namun konsumsi
obat, infeksi, dan faktor genetik diduga menyebabkan penyakit dermatosis pucat.
Belum ada pengobatan standar emas yang ditetapkan. Pengobatan yang paling
berhasil hingga saat ini adalah klofazimin, meskipun tacrolimus topikal, dapson
oral, fototerapi sinar ultraviolet B pita sempit, dan isotretinoin telah menunjukkan
keberhasilan pengobatan. 1
Dermatosis abu pada dasarnya merupakan masalah kosmetik, namun bisa
menjadi kondisi yang sangat menyusahkan, terutama bagi individu berkulit gelap.
Oleh karena itu, peningkatan kesadaran dokter dan penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk lebih memahami etiologi dan pilihan pengobatan untuk penyakit
ini. Ulasan ini berfungsi sebagai sumber tunggal bagi dokter untuk mendapatkan
informasi terkini mengenai riwayat penyakit, gambaran klinis, histologi,
patogenesis, diagnosis banding, dan pilihan penatalaksanaan untuk dermatosis
ashy. Hal ini juga menyarankan nama alternatif yang lebih tepat mencakup
gambaran klinis dan histopatologis, sekaligus mengakui kurangnya pemahaman
kita tentang etiologinya: hiperpigmentasi makula dengan etiologi yang tidak
dapat ditentukan.1
2. Manfaat
Bagi ilmu pengetahuan Memberikan informasi mengenai diagnosis dan
tatalaksana ERYTHEMA DYSCHROMICUM PERSTANS
Bagi lulusan dokter Sebagai bahan pertimbangan bagi dokter dalam
menentukan diagnosis dan memberikan tatalaksana ERYTHEMA
DYSCHROMICUM PERSTANS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Dermatosis abu adalah jenis hiperpigmentasi makula didapat yang
ditandai dengan makula abu-abu tanpa gejala, terdistribusi secara simetris, dan
patofisiologi tidak diketahui penyebabnya. Dermatosis abu sering disebut
sebagai eritema dyschromicum perstans dan beberapa penulis merasa bahwa
penyakit ini sinonim dengan lichen planus pigmentosus.1
2. EPIDEMIOLOGI
Meskipun paling sering ditemukan pada populasi Amerika Tengah dan
Selatan, penyakit dermatosis abu menunjukkan prevalensi di seluruh dunia .
Dermatosis abu dapat muncul kapan saja sepanjang tahun pada pasien dari
semua kelompok umur atau jenis kelamin. Walaupun penyakit ini terutama
disebabkan oleh masalah kosmetik, prevalensi dan penampakannya yang
menonjol pada individu berkulit gelap bisa sangat meresahkan pasien. Oleh
karena itu, kondisi dermatologis yang langka ini memerlukan peningkatan
kesadaran dokter.2,5,6
4. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
GEJALA KLINIS
Dermatosis abu muncul sebagai hiperpigmentasi makula yang progresif
lambat, berwarna abu-abu, dan lebih dalam dibandingkan kelainan pigmentasi
epidermal (Gambar 1). Hal ini paling sering terjadi pada pasien dengan fototipe
kulit Fitzpatrick tipe III-V . Lesi dapat terdistribusi secara simetris pada batang
tubuh, leher, ekstremitas atas, dan wajah. Lesi dermatosis berwarna abu
biasanya bermula dari makula kecil berukuran 3 mm namun secara perlahan
dapat menyatu membentuk bercak besar dalam beberapa minggu (Gambar 2).4,12
Gambar 1. Bercak coklat oval hiperpigmentasi simetris di leher dan badan bagian
atas wanita Hispanik berusia 51 tahun.
Lesi biasanya tidak mengenai telapak tangan, telapak kaki, kuku, dan
selaput lendir. Namun, ada laporan mengenai lesi yang terjadi pada mukosa
mulut. Biasanya tidak menunjukkan gejala. Lesi atipikal dapat disertai dengan
batas eritematosa perifer, pruritus, atau skuama . Lesi dapat menjadi konfluen
dan mengenai hampir seluruh kulit, tanpa adanya preferensi pada area yang
terpapar sinar matahari.4,14,15
Dermoskopi dapat membantu membedakan dermatosis abu dari penyakit
kulit serupa lainnya dengan menampilkan titik-titik kecil berwarna abu-abu
kebiruan dengan latar belakang kebiruan, yang berhubungan dengan melanofag
atau endapan melanin di lapisan dermis yang lebih dalam.16
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gambaran histologi yang khas, meskipun tidak patognomonik, bergantung pada fase
lesi. Lesi aktif atau dini dapat menunjukkan degenerasi vakuolar basal, edema dermis
papiler, atau infiltrasi limfositik perivaskular. Lesi yang tidak aktif atau lanjut
menunjukkan inkontinensia pigmen pada dermis dan melanofag (Gambar 3). Ketika lesi
berkembang, infiltrasi inflamasi berkurang. Fibrosis perivaskular atau subepidermal,
perubahan pigmentasi, atau infiltrasi lichenoid juga dapat terlihat. Perubahan lichenoid
dapat terbatas pada pinggiran lesi dan dapat terlewatkan jika tidak dimasukkan dalam
biopsi.2,4,17,18
Gambar 3. Gambar histologis berkekuatan rendah (atas, H&E, 20×) dan tinggi
(bawah, H&E, 100×) menunjukkan atrofi epidermal, perubahan vakuolar fokal sel basal,
infiltrasi sel limfoid perivaskular, dan sejumlah melanofag.
5. DIAGNOSIS BANDING
Terdapat kontroversi apakah dermatosis abu dan lichen planus
pigmentosus merupakan diagnosis klinis yang berbeda. Ada beberapa
perbedaan klinis antara dermatosis abu dan lichen planus pigmentosus seperti
adanya pruritus dan sensasi terbakar. Lichen planus pigmentosus memiliki
distribusi yang lebih terlokalisasi pada keterlibatan wajah, dibandingkan dengan
keterlibatan batang tubuh pada dermatosis ashy. Keterlibatan palmoplantar
dapat ditemukan pada kedua kondisi tersebut . Selain itu, lichen planus
pigmentosus menunjukkan perjalanan penyakit yang bertambah dan berkurang
dibandingkan dengan perjalanan klinis stabil yang terlihat pada dermatosis
abu.20
Pemeriksaan dermoskopik pada lichen planus pigmentosus dapat
menunjukkan latar belakang coklat yang menyebar dengan jaringan semu dan
gumpalan serta bercak abu-abu. Mikroskop confocal reflektansi in vivo secara
konsisten menunjukkan kekaburan pada dermis papiler dengan limfosit padat
dan sangat bias pada dermis superfisial. Secara histologis, dermatosis abu tidak
memiliki profil histopatologis yang jelas. Selain itu, kecenderungannya untuk
menunjukkan reaksi lichenoid bisa sangat mirip dengan gangguan inflamasi
lainnya. Karena dermatosis ashy dan lichen planus pigmentosus keduanya
menunjukkan gambaran histologis yang serupa, membedakan keduanya
merupakan suatu tantangan. 20
Makula dapat muncul di sepanjang garis Blaschko dan menyerupai
pitiriasis rosea. Makula dermatosis berwarna abu biasanya bertahan
dibandingkan dengan resolusi spontan yang terlihat pada pitiriasis rosea.
Namun, pada individu dengan riwayat pitiriasis rosea, masuk akal untuk
menyimpulkan bahwa makula abu-abu dapat diklasifikasikan sebagai
hiperpigmentasi pasca inflamasi yang berhubungan dengan pitiriasis rosea.
Pigmentasi makula eruptif idiopatik mungkin menyerupai dermatosis
pucat karena gambaran klinis berupa makula coklat nonkonfluen tanpa gejala
yang terletak di batang tubuh, leher, dan ekstremitas proksimal. Temuan
histopatologis dapat mencakup hiperpigmentasi lapisan basal epidermis,
melanofag dermal yang menonjol, atau infiltrasi inflamasi lichenoid dengan
jumlah sel mast normal. Resolusi spontan diperkirakan terjadi dalam beberapa
bulan atau tahun, serupa dengan dermatosis abu pada anak-anak, namun
berbeda dengan dermatosis abu pada orang dewasa. Namun, makula berpigmen
pada hiperpigmentasi makula eruptif idiopatik berukuran lebih kecil (berkisar
antara 5 hingga 25 mm) dibandingkan dengan makula yang lebih besar (3 mm
atau lebih besar) dan bercak yang terlihat pada dermatosis abu
Hiperpigmentasi pasca inflamasi berbeda dalam riwayat, gambaran klinis,
gambaran dermoskopi, dan temuan histologi. Erupsi obat yang terfiksasi
mungkin tampak mirip dengan dermatosis abu, namun berbeda karena erupsi
obat tetap berbentuk lebih melingkar dan berwarna coklat dibandingkan dengan
warna abu-abu pada dermatosis abu. 20