Anda di halaman 1dari 17

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2019


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

DERMATITIS HERPETIFORMIS

Disusun Oleh :
A.Husnul Khatimah, S.Ked.
(10542061515)

Pembimbing :
Dr. dr. Hj. Sitti Musafirah, Sp. KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : A.Husnul Khatimah, S.Ked.


NIM : 10542061515
Judul Laporan kasus : Dermatitis Herpetiformis

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, November 2019


Pembimbing

Dr. dr. Hj. Sitti Musafirah, Sp. KK

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena segala limpahan rahmat dan hidayah-
Nya serta segala kemudahan yang diberikan dalam setiap kesulitan hamba-Nya sehingga
penulis bisa menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul Dermatitis Herpetiformis. Tugas ini
ditulis sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin.

Berbagai hambatan dialami dalam penyusunan tugas Laporan Kasus ini, namun
berkat bantuan saran, kritikan, dan motivasi dari pembimbing serta teman-teman sehingga
tugas ini dapat terselesaikan.

Penulis sampaikan terima kasih banyak kepada, Dr. dr. Hj. Sitti Musafirah, SH,
MH, Sp. KK, selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan tekun dan
sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas
ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa Laporan Kasus ini masih jauh dari yang diharapkan oleh
karena itu dengan kerendahan hati penulis akan senang menerima kritik dan saran demi
perbaikan dan kesempurnaan tugas ini. Semoga Laporan Kasus ini dapat bermanfaat bagi
pembaca umumnya dan penulis secara khusus.

Makassar, November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul .............................................................................................

Halaman Pengesahan ................................................................................... i

Kata Pengantar ............................................................................................. ii

Daftar Isi ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

BAB II LAPORAN KASUS ..................................................................... 2

A. Resume............................................................................................. 2

B. Status Present ................................................................................... 2

C. Status Venerology ............................................................................ 2

D. Diagnosis Banding ........................................................................... 3

E. Diagnosis.......................................................................................... 3

F. Penatalaksanaan ............................................................................... 3

G. Prognosis .......................................................................................... 3

BAB III PEMBAHASAN ........................................................................... 4

BAB IV PENUTUP .................................................................................... 11

Daftar Pustaka .............................................................................................. 12

LAMPIRAN

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis herpetiformis (D.H) atau Duhring Disease atau Morbus Duhring

merupakan penyakit autoimun pada kulit bersifat kronik yang jarang, sangat

pruritus dan berulang, ditandai dengan erupsi yang simetris dan pleomorfik,

eritematous, urtikaria, papular, vesikuler atau lesi bullous. Lesi ini ditemukan pada

daerah siku, lutut, punggung, kulit kepala dan bokong.1,2,3

Prevalensi dermatitis herpertiformis pada populasi Kaukasia antara 10 sampai

39/100.000 orang. Dapat mengenai semua usia, paling banyak pada dekade kedua,

ketiga dan keempat.1 Paling sering terjadi pada usia 30-40 tahun, dapat terjadi

pada anak-anak dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 3:2.1,2

Empat temuan yang digunakan untuk mendukung diagnosis DH adalah

papulovesikel, pruritus atau papula ekskoriasi pada permukaan ekstensor, infiltrasi

netrofil pada papilla dermis disertai terbentuk vesikel pada epidermal-dermal

junction, deposisi granular IgA pada papilla dermis pada kulit normal di sekitar

lesi, pemberian terapi diaminodiphenyl sulfone menimbulkan respon terhadap

kulit tetapi bukan merupakan suatu penyakit kulit. Remisi spontan dapat terjadi

pada 10% pasien, tetapi kebanyakan remisi yang terjadi berhubungan dengan

pengurangan konsumsi gluten. Pengobatan dengan sulfone memberi respon cepat

pada pasien DH anak dan dewasa.2,3

1
BAB II

LAPORAN KASUS

RESUME

Pasien Kontrol. Sorang perempuan 76 tahun, datang ke poli kulit di Balai

Kesehatan Kulit, Kelamin dan Kosmetik dengan keluhan sangat gatal sejak ± 1

minggu yang lalu, pada daerah punggung. Lesi muncul pertama kali di bagian atas

payudara kanan berupa papulovesikel berkelompok dengan dasar eritematosa

kemudian berbentuk vesikobulla, karena gatal pasien menggarukan lesi tersebut

hingga membuat vesikel atau bulla pecah dan terbentuk ekskoriasis. Lesi awal

telah sembuh, tetapi muncul kembali di bagian punggung berupa vesikobulosa

dengan dasar eritematosa disertai ekskoriasis. Riw. Keluarga (-). Riw. Alergi

disangkal.

STATUS PRESENT

Pemeriksaan Klinis

Keadaan Umum : Sakit (Ringan/Sedang/Berat)

Kesadaran : (Composmentis/Uncomposmentis)

STATUS VENEROLOGY

Lokasi : Di truncus posterior

Efloresensi : Vesikel berkelompok dengan

2
dasar eritematosa, bulla dan

terdapat ekskoriasis

DIAGNOSIS BANDING

 Pemfigus Vulgaris (PV)

 Pemfigiud Bulosa (PB)

 Dermatitis Kontak Alergi (DKA)

DIAGNOSIS

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien di diagnosa dengan

Dermatitis Herpetiformis

PENATALAKSANAAN

Terapi Topikal : R/ Gentamicin Sulfat 0,1 % Betamethasone 10 g

R/ NaCl + Kasa Steril

Terapi Sistemik : R/ Methylprednisolon 4 mg 1x1

PROGNOSIS

Cenderung penderita DH akan mengalami DH kronik dan residif

3
BAB III

PEMBAHASAN

Dermatitis Herpetiformis (DH) adalah penyakit yang menahun dan resesif,

ruam bersifat poliformik terutama berupa vesikel, tersusun berkelompok dan

simetrik serta disertai rasa sangat gatal. 2 Prevalesi dermatitis herpetiformis pada

populasi kaukasia antara 10 sampai 39/100.000 orang. Dapat mengenai semua

usia paling banyak pada dekade kedua, ketiga dan keempat.1,6,7 penyakit ini

berhubungan dengan gangguan gastrointerstinal. Adapun hubungan antara

dermatitis herpetiformis dan kelainan usus pertama kali diamati oleh Marks dkk.

Pada tahun 1966, Fry dan Shuster dkk menyebut kelainan tersebut sebagai Gluten

Sensitive Enteropathy (GSE) yang biasanya bersifat asimtomatik. Pada atahun

1967 Cormane menemukan bahwa kulit dermatitis herpetiformis mengandung

deposit immunoglobulin pada ujung papila dermis dan pada tahun 1969 Van der

Meer melanjutkan menelitian ini dan menemukan immunoglobulin A (IgA). 5

Berdasarkan kasus ini, sorang perempuan 76 tahun, datang ke poli kulit di

Balai Kesehatan Kulit, Kelamin dan Kosmetik.

Menurut teori epidemiologi DH diketahui laki-laki memiliki prevalensi

yang lebih tinggi untuk terkena DH dibandingkan perempuan dengan

perbandingan 1,5:1. Prevalensi DH pada populasi kaukasia antara 10 sampai

39/100.000 orang. Dermatitis Herpetiformis dapat mengenai semua usia, paling

banyak menenai pada dekade kedua, ketiga dan keempat. Berdasarkan teori dan

kasus yang diatas, kasus ini sesuai dengan teori karena pada kasus usia pasien 76

4
thn dan menurut teori DH dapat mengenai semua usia dan paling banyak

mengenai dekade kedua, ketiga dan keempat.

Menurut teori lesi pada penyakit ini terdapat pada bagian siku, lutut,

punggung, kulit kepala dan bokong.4 Dari predileksi pada kasus terdapat di

punggung, dari predileksinya sesuai dengan teori yang ada pada penyakit.

Menurut teori DH susah didiagnosis jika tidak ada lesi primer, DH bisa

didiagnosis berdasarkan dari deposit IgA ikatan granular pada pemeriksaan in vivo

dari kulit normal.4 Lesi awal pada kulit adalah papula eritematosa, plak, urtikaria

atau vesikel yang multipel, yang sering disertai dengan eskoriasi. Keluhannya

sangat gatal, seperti rasa terbakar atau rasa tersengat tetapi bisa juga asimptomatik

walaupun jarang. Ruam berupa eritema, papulo vesikel, vesikel atau bula yang

berkelompok.1,3,4,5 dari kasus pasien diatas didapatkan Lesi awal di bagian atas

payudara kanan berupa papulovesikel berkelompok dengan dasar eritematosa

kemudian berbentuk vesikobulla, karena gatal pasien menggarukan lesi tersebut

hingga membuat vesikel atau bulla pecah dan terbentuk ekskoriasis. Lesi awal

telah sembuh, tetapi muncul kembali di bagian punggung berupa vesikobulosa

dengan dasar eritematosa disertai ekskoriasis. Setelah dibandingkan dengan teori

dan kasus yang didapat sesuai dengan teori.

Belum diketahui secara jelas patogenesis dari penyakit DH, namun

dikaitkan dengan tingginya kadar dari antigen HLA-B8, -DR3, DQw2, dan

alloantigen lainnya.2,4,6 Terdapatnya deposit granular IgA pada papila dermal kulit

adalah tanda dari DH.2,6 Walaupun deposit granular kulit dipercaya terjadi karena

proses inflamasi di usus, tidak ada sirkulasi antibodi ataupun kompleks imun yang

5
bertanggungjawab terhadap deposit IgA di papila yang teridentifikasi. 2

Ditemukannya IgA dan komplemennya pada hampir semua sisi kulit, bukan

hanya di kulit yang terkena, membuat satu kesimpulan bahwa IgA (sendiri

maupun sebagai bagian dari kompleks imun) tidak hanya berperan sebagai

kompleks imun tapi juga sebagai faktor pencetus lesi, dengan cara mengaktifasi

komplemen melalui jalur lain yang mengakibatkan netrofil mengadakan

kemotaksis dan melepaskan enzim-enzim yang digunakan untuk pembentukan

jaringan luka yang dikenal sebagai DH.1,4,5 Sebagai alternatif, hal itu dapat terjadi

setelah netrofil meninggalkan bagian dari kompleks imun kemudian melepaskan

faktor-faktor seperti sitokin atau protease yang menginduksi keratinosit basal

yang memproduksi kolagen atau stromelysin–1 yang berperan dalam

pembentukan vesikel. Penelitian lain menunjukkan bahwa sel T dapat memegang

peranan pada patogenesis lesi kulit. Namun demikian tidak ada sel T spesifik

yang memberikan respon terhadap gluten yang dideteksi. 6 Meskipun proses pasti

kemotaksis dimana netrofil tertarik ke papila dermal belum dipahami, sepertinya

granular IgA yang menjadi pusat proses kemotaksis ini.4 Faktor lingkungan seperti

diet asupan gluten dan faktor tambahan iodium juga penting dalam pembatasan

terjadinya DH dari satu generasi ke generasi lainnya dan membantu

menghilangkan pola pewarisan ini.6

Dari kasus diatas pasien mengeluh sangat gatal dibagian punggung

Adapun diagnosis banding pada kasus ini adalah :

6
1. Pemfigus Vulgaris (PV)

Ditandai dengan keadaan umunya buruk, tidak gatal, lesi kutan yaitu

vesikel kecil dan atau bulla besar yang berdinding kendur, distribusi

secara simetris sama dengan DH, pada gambaran histologi tampak bulla

subepidermal dengan infiltrasi netrofil, pada imunoflorosensi langsung,

adanya IgG di stratum spinosum.1,2,5,6,7

2. Pemfigoid Bulosa (PB)

Pemfigoid bullosa berbeda dengan DH karena ruam yang utama ialah

bulla, tak begitu gatal, dan pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat

IgG tersusun seperti pita di subepidermal.1,2,5,6

7
3. Dermatitis Kontak Alergi (DKA)

Dermatitis kontak alergi (DKA) merupakan dermatitis yang terjadi akibat

pajanan dengan bahan alergen dari luar tubuh. DKA pada umumnya

gatal. Kelainan kulit bergantung pada tingkat keparahan dan lokasi

dermatitisnya. Pada stadium akut didapatkan bercak eritematosa, edema,

papul vesikel, bula, erosi, eksudasi.1,8,9

8
PENATALAKSANAAN

Terapi yang utama pada pasien DH adalah dengan diet bebas gluten. Ini

melibatkan penghapusan gandum dan makanan yang terbuat dari biji-bijian pasien

DH. Mungkin diperlukan dua tahun atau lebih untuk deposit IgA bawah kulit

untuk benar-benar jelas.2,5

Diet gluten-free (GF) adalah komitmen seumur hidup dan tidak boleh

dimulai sebelum ada diagnosis pasti DH. Memulai diet tanpa pemeriksaan

lengkap tidak disarankan dan kemudian membuat diagnosis sulit. Tes untuk

mengkonfirmasi DH bisa negatif jika seseorang melakukan diet GF untuk jangka

waktu tertentu. Untuk diagnosis yang valid, gluten perlu dikonsumsi kembali oleh

pasien selama beberapa minggu sebelum pemeriksaan lengkap. DH adalah suatu

penyakit keturunan autoimun sehingga konfirmasi DH akan membantu generasi

mendatang sadar akan risiko dalam keluarga.5

Obat pilihan untuk DH ialah preparat sulfon, yakni DDS

(diaminodifenilsulfon). Pilihan kedua yakni sulfapiridin.2,4,5

a. Dapsone (diaminodifenilsulfon)

Dosis DDS 200-300 mg/hari. Jika ada perbaikan akan tampak


dalam 3-4 hari. Bila belum ada perbaikan, dosis dapat dinaikkan.
Efek sampingnya ialah agranulositosis, anemia hemolitik, dan
methemoglobinemia. Kecuali itu juga neuritis perifer dan bersifat
hepatotoksik. Dengan dosis 100 mg sehari umumnya tidak ada efek
samping. Yang harus diperiksa adalah kadar Hb, jumlah leukosit, dan
hitung jenis, sebelum pengobatan dan 2 minggu sekali. Jika klinis

9
menunjukkan tanda- tanda anemia atau sianosis segera dilakukan
pemeriksaan laboratorium. Jika terdapat defisiensi G6PD, maka merupakan
kontraindikasi karena dapat terjadi anemia hemolitik. Bila telah sembuh
dosis diturunkan perlahan-lahan setiap minggu hingga 50 mg sehari,
kemudian 2 hari sekali, lalu menjadi seminggu 1x.2,4,5

b. Sulfapiridin

Sulfapiridin sukar didapat karena jarang diproduksi sebab efek

toksiknya lebih banyak dibandingkan dengan preparat sulfa yang lain. Obat

tersebut kemungkinan akan menyebabkan terjadinya nefrolithiasis karena

sukar larut dalam air. Efek samping hematologic seperti pada dapson, hanya

lebih ringan. Khasiatnya kurang dibandingkan dapson. Dosisnya antara 1-4

gram sehari.2,4,5

Ketika pemberian dapson dan sulfapiridine tidak dapat digunakan

karena adanya reaksi lanjut, pemberian antihistamin dengan dengan dosis tinggi

dapat membantu. Penggunakan kortikosteroid harus tersedia dalam keadaan

darurat ketika tidak ada obat lain yang tersedia saat itu. Triamcinolone acetonide

60 mg antara 20 atau 30 mg intramuscular tidak diberikan lebih dari 1 bulan,

biasanya lebih efektif dan muungkin di gunakan jika DDS dan sulfapiridine gagal

atau tidak toleransi.2,4,5

10
BAB IV

KESIMPULAN

Dermatitis Herpetiformis adalah suatu penyakit vesikobulosa yang

jarang dijumpai. Penyakit ini ditandai dengan erupsi papulovesikel yang tersusun

berkelompok, sangat gatal dengan distribusi simetris pada permukaan ekstensor

seperti siku, lutut dan bokong. DH terjadi karena adanya deposit granular IgA pada

papilla dermal kulit.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP. Fitzpatrick’s Color Atlas And

Synopsis Of Clinical Dermatology. 7th Ed. Newyork. : Mcgraw Hill

Medical. 2013.

2. Wiryadi BE. Dermatosis Vesikobulosa Kronik dalam Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin. Menaldi SLSW, Kusmarinah B, Wresti I (Editors). Edisi

Ketujuh. Cetakan Kedua. Jakarta. Fakulta Kedokteran Universitas

Indonesia. 2016. Hal : 234-43

3. Widyastusi, Sri IGAM, AAIA. Nandya Sari, Wendy Rinawati, Made

Wardhana, Made Swastika Adiguna. 2014. Terapi Dapson Pada Dermatitis

Herpetiformis. MDVI. Vol.41. No.4. Hal 165-9

http://www.perdoski.or.id/doc/mdvi/fulltext/36/241/10_Tinjauan_Pustaka

_1.pdf diakses tanggal 1 November 2019

4. Muhammad Farfidia Hatala & Lina Mursalinda Saad.2010. Dermatitits

herpetiformis.Makalah

5. Sectio Intan Puspita Santosa,S.Ked dkk.2017. Dermatitis Herpetiformis.

Makalah

6. Weller R, Hunter J, et all. 2015. Clinical Dermatology 5th edition.

Chichester:John Wiley & Sons Ltd.

7. Burgin S. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,

Wolf K, editors. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 8 ed.

New York: Mc Graw Hill 2012.

12
8. Batasina, Timothy. Dkk. 2017. Profil Dermatitis Kontak Alergik di Poli

Klinik RSUD Prof.Dr.R.D.Kandou Manado Priode Januari-Desember

2013. Jurnal e-Clinic (eCl). Vol.5. No.1.

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/viewFile/14735/1430

3 diakses pada tanggal 8 November 2019

9. Sularsito SA & Retno W.Soebaryo. Dermatitis Kontak dalam Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin. Menaldi SLSW, Kusmarinah B, Wresti I

(Editors). Edisi Ketujuh. Cetakan Kedua. Jakarta. Fakulta Kedokteran

Universitas Indonesia. 2016. Hal : 157-66

13

Anda mungkin juga menyukai