Anda di halaman 1dari 19

Jurnal de Jure

Volume 11 Nomor I April 2019


Artikel

POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN PERATURAN PEMERINTAH


PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG
PEMILIHAN
H. Abdurrahman 1 GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

LEGAL POLITICS OF THE FORMATION OF PERATURAN PEMERINTAH


PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG
PEMILIHAN GOVERNOR, REGENT, AND MAYOR
Mangara Maidlando Gultom
Universitas Balikpapan
Jl. Pupuk Raya, Kel. Damai Bahagia, Kec. Balikpapan Selatan, Balikpapan, Kalimantan Timur
Email: ara.gultom@gmail.com

ABSTRAK
Politik hukum pembentukan Perpu Pilkada adalah untuk mengembalikan mekanisme pemilihan
PEOPLE SMUGGLING:
kepala daerah secara langsung oleh rakyat, yang sebelumnya telah berubah menjadi dipilih oleh
DPRD berdasarkan UU Pilkada. Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah bagaimanakah
politik hukum pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, dan apa yang menjadi unsur
“kegentingan yang memaksa” dalam membentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Perpu Pilkada).
Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian yuridis normatif, sedangkan data
yang diperoleh dalam membantu penulisan ini menggunakan data sekunder. Teknik untuk
mengkaji dan mengumpulkan data sekunder tersebut adalah dengan cara menggunakan studi
dokumenter. Analisis data dalam penulisan ini menggunakan analisis kualitatif. Bahasan dalam
penulisan ini tidak terdapat unsur “kegentingan yang memaksa” dalam pembentukan Perpu
Pilkada, meskipun dalam konsiderannya menyebutkan tentang Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 138/PUU-VII/2009 sebagai rujukan utama pembentukannya.
Kata Kunci : Politik Hukum, Presiden, Perpu, Pilkada, Kegentingan yang memaksa

ABSTRACT
The legal politics of the establishment of the Local Election Law Law is to restore the mechanism
of direct regional head elections by the people, who have previously been changed to be elected by
the DPRD based on the Election Law. The formulation of the problem in this paper is how the
legal politics of establishing Government Regulation in lieu of Law Number 1 of 2014 concerning
the Election of Governors, Regents and Mayors, and what constitutes an element of "compulsive
urgency" in establishing Government Regulation in Lieu of Law Number 1 Year 2014 concerning
the Election of Governors, Regents, and Mayors of (The Regional Government Election). The
approach used in this writing is normative juridical research, while the data obtained in assisting
this writing uses secondary data. The technique for reviewing and collecting secondary data is by
using documentary studies. Data analysis in this paper uses qualitative analysis. In this writing,
there is no element of "compelling force" in the formation of the Regional Government Regulation
on Election, although in its consideration it states that the Decision of the Constitutional Court
Number 138 / PUU-VII / 2009 is the main reference for its formation.
Keywords: legal politics,
*Fakultas Hukum president,
Universitas Government regulations, regional election, compulsive crises
Balikpapan

79
Jurnal de Jure
Volume 11 Nomor I April 2019
Artikel

I. PENDAHULUAN dengan UU Pilkada) yang disahkan dan


A. LATAR BELAKANG diundangkan pada tanggal 30 September
Situasi perundang-undangan di 2014 merupakan hasil persetujuan bersama
Indonesia sejak berakhirnya era Orde Baru antara DPR dan Presiden.
pada tahun 1998, ditandai dengan Pembentukan UU Pilkada tersebut
meningkatnya peran DPR hasil pemilihan dimaksudkan untuk menggantikan konsep
umum tahun 1999, dan pemilihan umum pemilihan umum kepala daerah yang
selanjutnya, pembentukan undang-undang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang
justru mengakibatkan munculnya hyper Nomor 32 Tahun 2004 tentang
regulation. Kondisi yang demikian Pemerintahan Daerah sebagaimana telah
menjadikan setiap lembaga negara diubah beberapa kali terakhir dengan
berlomba-lomba untuk membentuk Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
peraturan perundang-undangan yang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
mengakibatkan membengkaknya jumlah Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
peraturan perundang-undangan.2 Saat ini Pemerintahan Daerah, dari dipilih oleh
berkembang anggapan semua masalah rakyat menjadi dipilih oleh (DPRD).
hanya dapat diatasi dengan membentuk Pengesahan UU Pilkada tersebut
suatu undang-undang. Selain itu, adanya mendapatkan penolakan yang keras dari
fenomena kebanggaan dari menteri atau sebagian besar masyarakat di Indonesia
pemimpin sebuah lembaga, apabila pada karena mekanisme pemilihan kepala
masa kekuasaannya bisa menghasilkan daerah dilakukan oleh DPRD setempat.
undang-undang.3 DPR saat itu tetap dengan pendiriannya
Sebagaimana perihal pembentukan bahwa terkait dengan mekanisme
undang-undang yang diatur dalam Pasal 20 pemilihan kepala daerah oleh DPRD
UUD NRI 1945, meskipun pemegang tidaklah bertentangan dengan Pasal 18 ayat
kekuasan membentuk undang-undang ada (4)4 UUD NRI 1945, karena masih dalam
pada DPR, pembahasan rancangan konteks demokratis. Perlawanan yang
undang-undang harus dilakukan secara dilakukan oleh masyarakat dengan
bersama-sama oleh DPR dan Presiden, disahkannya UU Pilkada dapat dilihat dari
untuk mendapat persetujuan bersama. 11 permohonan uji materiil UU Pilkada ke
Pasal 20 UUD NRI 1945 tidak Mahkamah Konstitusi.
memberikan cara lain bagi DPR dalam Permohonan uji materiil terhadap UU
pembahasan rancangan undang-undang, Pilkada di Mahkamah Konstitusi, 5 di
selain harus bersama-sama dengan antaranya diputus tidak dapat diterima
Presiden untuk mendapatkan persetujuan. dengan alasan bahwa UU Pilkada tersebut
Undang-undang yang telah sah dan telah tiada, 5 permohonan lainnya telah
diundangkan sebagaimana diatur dalam mengajukan pencabutan permohonan uji
Pasal 20 UUD NRI 1945 merupakan materiil, dan 1 putusan dinyatakan gugur.
produk persetujuan bersama antara DPR Putusan-putusan tersebut didasari
dan Presiden. Undang-Undang Nomor 22 pertimbangan bahwa 2 hari setelah
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, disahkannya UU Pilkada pada tanggal 2
Bupati, dan Walikota (selanjutnya disebut Oktober 2014, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menetapkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang
2
Stephen Sherlock, dalam Bayu Dwi
Anggono, Perkembangan Pembentukan Undang-
4
Undang di Indonesia, (Jakarta: Konstitusi Press, Janpatar Simamora, Eksistensi Pemilukada Dalam
2014), hlm. 2 Rangka Mewujudkan Pemerintahan Daerah Yang
3
Ibid., hlm. 7 Demokratis, vol. 23, 2011.

80
Jurnal de Jure
Volume 11 Nomor I April 2019
Artikel

Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Nomor 12 Tahun 2011 tentang


Gubernur, Bupati, dan Walikota Pembentukan Peraturan Perundang-
(selanjutnya disebut dengan Perpu Undangan maupun Peraturan Presiden
Pilkada). Alasan Pemerintah dengan Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan
menetapkan Perpu Pilkada tersebut adalah Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12
timbulnya penolakan yang luas oleh Tahun 2011 tentang Pembentukan
masyarakat di Indonesia, karena UU Peraturan Perundang-Undangan.
Pilkada telah mengatur mekanisme Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
pemilihan kepala daerah secara tidak menunjukkan sikapnya yang sumir,
langsung, yaitu oleh DPRD. dimana sebelumnya dalam pembahasan
Pemerintah yang berkuasa saat itu UU Pilkada telah menyetujui konsep
melakukan upaya menarik perhatian pemilihan kepala daerah oleh DPRD
masyarakat dengan mengembalikan hingga diundangkan, namun 2 hari
mekanisme pemilihan kepala daerah secara kemudian membentuk Perpu Pilkada,
langsung, yaitu dipilih langsung oleh dimana konsep pemilihan kepala daerah
rakyat. Saat pembahasan UU Pilkada tidak oleh rakyat. Mayoritas anggota DPR yang
ada penolakan secara tegas terhadap saat itu setuju dengan konsep pemilihan
mekanisme pemilihan kepala daerah oleh kepala daerah oleh DPRD pun akhirnya
DPRD dari pihak Pemerintah, yang saat itu menyetujui Perpu Pilkada dalam sidang
diwakili oleh Menteri Dalam Negeri paripurna tanggal 20 Januari
Gamawan Fauzi.5 Hal ini menimbulkan 20156sehingga ditetapkan dalam Undang-
kerancuan dari sikap Pemerintah saat itu, Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang
di satu sisi tidak merespon ketentuan Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
mengenai pemilihan kepala daerah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
DPRD, namun membentuk Perpu Pilkada tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
untuk mengembalikan konsep pemilihan Walikota Menjadi Undang-Undang.
kepala daerah oleh rakyat yang berlaku Perubahan yang begitu cepat dalam
sebelumnya. pengaturan pemilihan kepala daerah
Perihal Peraturan Pemerintah sebagaimana yang sudah disebutkan di
Pengganti Undang-Undang (Perpu), atas, menunjukkan ketidakpastian sikap
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 4 dari Pemerintah maupun DPR dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menentukan kebijakan publik, khususnya
tentang Pembentukan Peraturan terhadap pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan, disebutkan bahwa Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Perpu adalah Peraturan Perundang- Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Undangan yang ditetapkan oleh Presiden Gubernur, Bupati, dan Walikota. Undang-
dalam hal ihwal kegentingan yang undang yang dibentuk dengan biaya besar
memaksa. Tidak ada definisi secara tegas tampak menjadi suatu yang biasa saja, dan
mengenai unsur “kegentingan yang tentu saja dapat menghilangkan
memaksa”, baik dalam Undang-Undang kepercayaan publik terhadap eksekutif
maupun legislatif.
5
Achmadudin Rajab, Dinamika Politik Legislasi
Dalam Konteks Undang-Undang Nomor 8 Tahun B. RUMUSAN MASALAH
2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Berdasarkan latar belakang masalah
Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan yang sudah disebutkan di atas, maka
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang timbul permasalahan sebagai berikut:
Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-
Undang, vol. 1, 2018.

81
Jurnal de Jure
Volume 11 Nomor I April 2019
Artikel

1. Bagaimanakah politik hukum penting teori negara hukum Eropa


pembentukan Peraturan Kontinental.7
Pemerintah Pengganti Undang- Montesquieu8 mengembangkan teori
Undang Nomor 1 Tahun 2014 yang dikemukakan oleh John Locke, yang
tentang Pemilihan Gubernur, dinamakan dengan L’Esprit des Lois.
Bupati, dan Walikota? Montesquieu membagi kekuasaan
2. Apa yang menjadi unsur pemerintahan dalam tiga cabang, yaitu
“kegentingan yang memaksa” kekuasaan membuat undang-undang
dalam membentuk Peraturan (legislatif), kekuasaan untuk
Pemerintah Pengganti Undang- menyelenggarakan undang-undang yang
Undang Nomor 1 Tahun 2014 diutamakan tindakan di bidang politik luar
tentang Pemilihan Gubernur, negeri (eksekutif), dan kekuasaan
Bupati, dan Walikota? mengadili terhadap pelanggaran undang-
undang (yudikatif). Ketiga kekuasaan itu
harus terpisah satu sama lain, baik
mengenai tugas (fungsi) maupun mengenai
C. METODE alat perlengkapan (lembaga) yang
Pendekatan yang digunakan dalam menyelenggarakannya. Konsepsi inilah
penulisan ini adalah penelitian yuridis yang kemudian dikenal dengan nama Trias
normatif, sedangkan data yang diperoleh Politica.
dalam membantu penulisan ini Senada dengan Pataniari Siahaan yang
menggunakan data sekunder. Teknik untuk menyebutkan bahwa, pembatasan
mengkaji dan mengumpulkan data kekuasaan biasanya diwujudkan melalui
sekunder tersebut adalah dengan cara dua cara, yaitu sistem pemisahan
menggunakan studi dokumenter. Analisis kekuasaan (separation of power) atau
data dalam penulisan ini menggunakan pembagian kekuasaan (distribution of
analisis kualitatif. power atau division of power). Pemisahan
kekuasaan bersifat horizontal dalam arti
D. TINJAUAN PUSTAKA kekuasaan dipisah-pisahkan ke dalam
1. Teori Pemisahan dan Pembagian fungsi-fungsi yang tercermin dalam
Kekuasaan lembaga-lembaga negara yang sederajat
Menurut Paul Scholten, istilah negara dan saling mengimbangi (checks and
hukum memang berasal dari abad XIX, balances). Sedangkan pembagian
tetapi gagasan tentang negara hukum itu kekuasaan bersifat vertikal dalam arti
sendiri sudah tumbuh di Eropa dalam abad perwujudan kekuasaan ini dibagikan secara
XVII. Gagasan ini tumbuh di Inggris dan vertikal ke bawah kepada lembaga-
merupakan latar belakang dari Glorius lembaga negara di bawah lembaga
Revolution 1688 M. Dalam modern pemegang kedaulatan rakyat. Dalam
constitutional state, salah satu ciri negara perspektif pembagian kekuasaan yang
hukum (the rule of law atau rechstaat) bersifat vertikal itu, prinsip kesederajatan
ditandai dengan pembatasan kekuasaan
dalam penyelenggaraan kekuasaan negara. 7
Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi:
Pembatasan itu dilakukan dengan hukum Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam
yang kemudian menjadi ide dasar paham Sistem Presidensial Indonesia (jakarta:
konstitusionlisme modern. Sebagaimana RajaGrafindo Persada, 2010), hlm.73.
8
Julius Stahl, pembagian atau pemisahan Imam Anshori Saleh, Konsep Pengawasan
Kehakiman: Upaya Memperkuat Kewenangan
kekuasaan adalah salah satu elemen Konstitusional Komisi Yudisial Dalam Pengawasan
Peradilan (Malang: Setara Press, 2014), hlm.17-18.

82
Jurnal de Jure
Volume 11 Nomor I April 2019
Artikel

dan perimbangan kekuasaan itu tidaklah 2. Teori Kewenangan


bersifat primer.9 Mengenai wewenang, HD Stout
Menurut Solly Lubis10, Indonesia mengatakan bahwa wewenang adalah
tidak menganut pemisahan kekuasaan pengertian yang berasal dari hukum
(separation of power), melainkan organisasi pemerintahan, yang dapat
menganut pembagian kekuasaan (division dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-
of power). Dalam UUD NRI 1945, aturan yang berkenaan dengan perolehan
Presiden selaku organ eksekutif dan penggunaan wewenang pemerintahan
mempunyai wewenang dalam perundang- oleh subjek hukum publik di dalam
undangan [Pasal 5 ayat (1) UUD NRI hubungan hukum publik. Wewenang
1945], dan dalam kekuasaan yudisial merupakan bagian yang sangat penting dan
[Pasal 14 UUD NRI 1945], sedangkan bagian awal dari hukum administrasi,
organ legislatif yakni DPR mempunyai hak karena pemerintahan (administrasi) baru
untuk turut dalam penentuan budget negara dapat menjalankan fungsinya adalah atas
[Pasal 23 UUD NRI 1945]. Dengan dasar wewenang yang diperolehnya,
meminjam pengertian dan istilah dari Ivor artinya keabsahan tindak pemerintahan
Jennings, Indonesia menganut division of atas dasar wewenang diatur dalam
power, juga menganut separation of power peraturan perundang-undangan.12
dalam arti formal. Perlu dibedakan antara wewenang
Pemikiran tersebut hampir sama hukum publik, dengan wewenang hukum
dengan yang diutarakan oleh Arsyad perdata. Menurut Philipus M. Hadjon
Mawardi, bahwa Indonesia tidak menganut (et.al), wewenang hukum publik adalah
pemisahan kekuasaan (separation of wewenang untuk menimbulkan akibat-
power) melainkan menganut pembagian akibat hukum yang sifatnya hukum publik,
kekuasaan (distribution of power). Karena seperti mengeluarkan aturan-aturan,
lembaga-lembaga negara mempunyai mengambil keputusan-keputusan atau
hubungan fungsional yang saling bekerja menetapkan suatu rencana dengan akibat-
sama dan mempengaruhi, baik hubungan akibat hukum. Hanya badan-badan yang
antara MPR dengan DPR, Presiden dengan memiliki wewenang hukum publik, yang
DPR, DPR dengan BPK, Presiden dengan sesuai atau menurut undang-undang saja
MA, DPR dengan DPD, DPD dengan yang dapat menimbulkan akibat-akibat
Presiden, MK dengan MPR, MK dengan hukum yang bersifat hukum publik.
Presiden, dan seterusnya.11 Wewenang hukum perdata dimiliki oleh
orang-orang pribadi dan badan-badan
hukum. Suatu lembaga pemerintahan
hanya dapat melakukan wewenang hukum
9
Pataniari Siahaan, Politik Hukum Pembentukan perdata, jika merupakan badan hukum
Undang-Undang Pasca Amandemen UUD 1945 sesuai dengan hukum perdata, seperti
(jakarta: Konstitusi Press, 2012), hlm.27-28. negara, provinsi, kotapraja, badan
10
M. Arsyad Mawardi, Pengawasan dan pengairan, badan-badan umum atau
Keseimbangan antara DPR dan Presiden dalam lembaga yang memiliki sesuai atau
Sistem Ketatanegaraan RI, vol. 15 (bandung:
mandar ,aju, 2008), hlm.61, menurut undang-undang.13
https://www.neliti.com/publications/84323/pengaw
asan-dan-keseimbangan-antara-dpr-dan-presiden-
12
dalam-sistem-ketatanegaraan. Nomensen Sinamo, Hukum Administrasi Negara:
11
M. Arsyad Mawardi, Pengawasan Dan Suatu Kajian Kritis Tentang Birokrasi Negara
Keseimbangan Antara DPR Dan Presiden Dalam (jakarta: Jala Permata Aksara, 2010), hlm.97.
13
Sistem Ketatanegaraan RI, vol. 15 (semarang: M. Philipus, Hadjon (et. Al), Pengantar Hukum
rasail media grup, 2008), 74. Administrasi Negara Indonesia (yogyakarta:

83
Jurnal de Jure
Volume 11 Nomor I April 2019
Artikel

Di dalam kepustakaan hukum publik Pasal 4 ayat (1) UUD NRI 1945,
terutama dalam hukum administrasi disebutkan bahwa “Presiden Republik
negara, wewenang pemerintahan Indonesia memegang kekuasaan
berdasarkan sifatnya dapat dilakukan pemerintahan menurut Undang-Undang
pembagian sebagai berikut:14 Dasar”. Terdapat beberapa kewenangan
1) wewenang yang bersifat terikat: Presiden yang diatur dalam Undang-
wewenang yang harus sesuai Undang Dasar Negara Republik Indonesia
dengan aturan dasar yang Tahun 1945, yang meliputi:
menentukan waktu dan keadaan 1) mengajukan rancangan
wewenang tersebut dapat undang-undang kepada DPR
dilaksanakan, termasuk rumusan [Pasal 5 ayat (1)];
dasar isi dan keputusan yang 2) menetapkan peraturan
harus diambil; contohnya adalah pemerintah untuk menjalankan
wewenang penyidik untuk undang-undang sebagaimana
menghentikan penyidikan. mestinya [Pasal 5 ayat (2)];
2) wewenang bersifat fakultatif: 3) menyatakan perang, membuat
wewenang yang dimiliki oleh perdamaian dan perjanjian
badan atau pejabat administrasi, dengan negara lain, dengan
namun demikian tidak ada persetujuan DPR [Pasal 11 ayat
kewajiban atau keharusan untuk (1)];
menggunakan wewenang tersebut 4) menyatakan keadaan bahaya,
dan sedikit banyak masih ada yang syarat dan akibatnya
pilihan lain walaupun pilihan ditetapkan dengan undang-
tersebut hanya dapat dilakukan undang [Pasal 12];
dalam hal dan keadaan tertentu 5) mengangkat duta dan konsul
berdasarkan aturan dasarnya; [Pasal 13 ayat (1)];
contohnya adalah diskresi Polri 6) menerima penempatan duta
dalam berlalu lintas. negara lain dengan
3) wewenang bersifat bebas: memperhatikan pertimbangan
wewenang badan atau pejabat DPR [Pasal 13 ayat (3)];
pemerintahan (administrasi) dapat 7) memberi grasi dan rehabilitasi
menggunakan wewenangnya dengan memperhatikan
secara bebas untuk menentukan pertimbangan Mahkamah
sendiri mengenai isi dan Agung [Pasal 14 ayat (1)];
keputusan yang akan dikeluarkan, 8) memberi amnesti dan abolisi
karena peraturan dasarnya dengan memperhatikan
memberi kebebasan kepada pertimbangan DPR [Pasal 14
penerima wewenang tersebut; ayat (2)];
contohnya adalah menembak atau 9) memberi gelar, tanda jasa, dan
tidak tersangka ketika ditangkap. lain-lain tanda kehormatan
yang diatur dengan undang-
Dalam konsep ketatanegaraan di undang [Pasal 15];
Indonesia, Presiden adalah sebagai 10) membentuk suatu dewan
pemimpin negara. Berdasarkan ketentuan pertimbangan yang bertugas
memberikan nasihat dan
pertimbangan kepada Presiden
Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1999),
hlm.70. [Pasal 16];
14
Nomensen Sinamo, Op.Cit., hlm. 99-102

84
Jurnal de Jure
Volume 11 Nomor I April 2019
Artikel

11) mengangkat dan kurang lebih sama seperti sebagai


memberhentikan menteri berikut:15
negara [Pasal 17 ayat (2)]; 1) menurut Padmo Wahjono,
12) bersama-sama dengan DPR politik hukum adalah kebijakan
membahas rancangan undang- dasar yang menentukan arah,
undang, dan menyetujuinya bentuk maupun isi dari hukum
[Pasal 20 ayat 2)]; yang akan dibentuk, sehingga
13) menetapkan peraturan politik hukum berkaitan dengan
pemerintah sebagai pengganti hukum yang berlaku di masa
undang-undang [Pasal 22 ayat mendatang (ius constituendum);
(1)]; 2) menurut Soedarto, politik
14) meresmikan anggota Badan hukum adalah kebijakan dari
Pemeriksa Keuangan yang negara melalui badan-badan
dipilih oleh DPR [Pasal 23F negara yang berwenang untuk
ayat (1)]; menetapkan peraturan-peraturan
15) menetapkan hakim agung yang dikehendaki, yang
[Pasal 24A ayat (3)]; diperkirakan akan dipergunakan
16) mengangkat dan untuk mengekspresikan apa
memberhentikan anggota yang terkandung dalam
Komisi Yudisial [Pasal 24B masyarakat dan untuk mencapai
ayat (3)]; dan apa yang dicita-citakan;
17) menetapkan sembilan orang 3) menurut Satjipto Rahardjo,
hakim konsituti [Pasal 24C politik hukum merupakan
ayat 3)]. aktivitas memilih dan cara yang
hendak dipakai untuk mencapai
Dari wewenang Presiden yang diatur suatu tujuan sosial dan hukum
dalam UUD NRI 1945, Presiden tidak tertentu dalam masyarakat;
dapat membekukan atau membubarkan 4) menurut CFG Sunaryati
DPR, namun Presiden dapat diberhentikan Hartono, politik hukum adalah
dalam masa jabatannya oleh MPR. sebuah alat atau sarana dan
Pemberhentian Presiden dalam masa langkah yang dapat digunakan
jabatannya memiliki syarat yang ketat, oleh pemerintah untuk
yakni apabila terbukti telah melakukan menciptakan sistem hukum
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan nasional yang dikehendaki dan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, dengan sistem hukum nasional
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan itu akan diwujudkan cita-cita
tercela maupun apabila tidak lagi bangsa Indonesia;
memenuhi syarat sebagai Presiden. 5) menurut Abdul Hakim Garuda
Pemberhentian Presiden harus diawali Nusantara, politik hukum
dengan usulan pemberhentian oleh DPR merupakan kebijakan hukum
kepada Mahkamah Konstitusi. (legal policy) yang hendak
diterapkan atau dilaksanakan
secara nasional oleh suatu
pemerintahan negara tertentu;
3. Politik Hukum
Secara terminologis, para pakar 15
Muhammad Wahyudin Husein and Muhammad
hukum memiliki berbagai pandangan yang Hufron, Hukum, Politik & Kepentingan (surabaya:
berbeda, meskipun dengan substansi yang LaksBang, 2008), 13–14.

85
Jurnal de Jure
Volume 11 Nomor I April 2019
Artikel

6) menurut Teuku M. Radhie, 2) pelaksanaan ketentuan hukum


politik hukum diartikan sebagai yang telah ada termasuk
pernyataan kehendak penguasa penegasan fungsi lembaga dan
negara mengenai hukum yang pembinaan para penegak hukum.
berlaku di wilayahnya, dan
mengenai arah di mana hukum Pendapat Moh. Mahfud MD tersebut
hendak diperkembangkan. kemudian diperkuat Otong Rosadi dan
Andi Desmon, bahwa politik hukum
Secara etimologis, istilah politik adalah proses pembentukan dan
hukum merupakan terjemahan bahasa pelaksanaan sistem atau tatanan hukum
Indonesia dari istilah hukum Belanda yang mengatur kehidupan masyarakat
rechtspolitiek, yang merupakan bentukan dalam negara secara nasional.20 Yang
dari dua kata “recht” dan “politiek”.16 menjadi ruang lingkup kajian dari studi
Berdasarkan hal itu, Wahyudin Husein dan politik hukum adalah studi terhadap politik
Hufron17 berpendapat bahwa politik hukum yang telah, sedang dan akan diikuti
hukum dapat dipahami sebagai suatu secara nasional.21
rangkaian asas, prinsip, cara/alat yang
digunakan untuk mencapai tujuan hukum; II. PEMBAHASAN
atau pertimbangan tertentu yang dianggap
lebih menjamin terlaksananya kegiatan, 1. Politik Hukum Pembentukan
cita-cita atau tujuan hukum. Peraturan Pemerintah Pengganti
Studi mengenai politik hukum Undang-Undang Nomor 1 Tahun
berangkat dari asumsi dasar bahwa hukum 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
merupakan produk politik yang Bupati, dan Walikota
memandang hukum sebagai formalisasi Berdasarkan argumentasi yang
atau kristalisasi dari kehendak-kehendak disampaikan dalam NA RUU Pilkada, inti
politik yang saling berinteraksi dan saling utamanya adalah bahwa mengenai
bersaingan.18 Dalam penelitiannya, Moh. pemilihan kepala daerah secara tidak
Mahfud MD19 mendefinisikan bahwa langsung merupakan suatu langkah
politik hukum merupakan legal policy mundur dalam kehidupan demokrasi yang
yang akan atau telah dilaksanakan secara berlaku di Indonesia. Hal mana telah
nasional oleh Pemerintah Indonesia yang berlaku pemilihan kepala daerah secara
meliputi: langsung oleh rakyat yang telah menyita
1) pembangunan hukum yang perhatian masyarakat Indonesia secara
berintikan pembuatan dan luas. Hal ini dapat dikecualikan terhadap
pembaruan terhadap materi- daerah-daerah tertentu mengingat
materi hukum agar dapat sesuai kekhususan daerah yang telah dijamin
dengan kebutuhan; dalam UUD NRI 1945.
Sebelum ditetapkannya Perpu Pilkada,
pembahasan UU Pilkada mengalami
16
Imam Syaukani and A. Ahsin Thohari, perdebatan yang cukup panjang. Terdapat
Dasar-Dasar Politik Hukum, Pt Raja 3 opsi perihal pemilihan kepala daerah
Grafindo (RajaGrafindo Persada, 2005), yang dibahas oleh Panja RUU Pilkada,
hlm.19.
17
HM Wahyudin dan Hufron, Op.Cit., hlm.
20
12 Otong Rosadi and Andi Desmon, Studi Politik
18
Mahfud MD Moh, Politik Hukum Di Indonesia Hukum Suatu Optik Ilmu Hukum (yogyakarta: thafa
(jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009), hlm.15. media, 2013), hlm.5.
19 21
Ibid., hlm. 17 Ibid., hlm. 8

86
Jurnal de Jure
Volume 11 Nomor I April 2019
Artikel

yaitu pemilihan secara langsung oleh 6. larangan fitnah dan kampanye


rakyat (opsi ini didukung oleh PDI-P, PKS, hitam;
Hanura, PKB, dan Pemerintah), pemilihan 7. larangan pelibatan aparat
oleh DPRD (opsi ini didukung oleh birokrasi;
Demokrat, Golkar, PAN, PPP, dan 8. larangan pencopotan aparat
Gerindra), serta opsi Gubernur dipilih oleh birokrasi pasca Pilkada;
rakyat dan Bupati/Walikota dipilih oleh 9. penyelesaian sengketa hasil
DPRD (opsi ini diusulkan oleh DPD).22 Pilkada secara akuntabel, pasti,
Partai Demokrat, yang saat itu dan tidak berlarut-larut; dan
merupakan partai pendukung Pemerintah, 10. pencegahan kekerasan dan
yang tidak lain dipengaruhi oleh posisi menuntut tanggung jawab calon
Susilo Bambang Yudhoyono sebagai atas kepatuhan hukum
Ketua Pembina dan Ketua Pengurus Pusat pendukungnya.
Partai Demokrat. Dalam rentang waktu
bulan Mei sampai dengan awal September Rapat Paripurna DPR yang digelar
2014, Partai Demokrat berpendirian bahwa pada tanggal 25 September 2014 selesai
pemilihan kepala daerah yang ideal adalah dengan opsi pemilihan kepala daerah oleh
oleh DPRD. Pernyataan sikap tersebut DPRD yang disepakati, ditambah peristiwa
kemudian berubah di saat opsi sudah mayoritas anggota fraksi Partai Demokrat
mengerucut menjadi 2, yakni pemilihan walk out karena opsi usulan mereka tidak
kepala daerah oleh rakyat dan pemilihan dapat diterima dalam pembahasan. Opsi
kepala daerah oleh DPRD. Pihak Partai usulan Partai Demokrat tidak dapat
Demokrat yang dipimpin langsung oleh diterima oleh parlemen, sehingga hanya
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tetap bertahan 2 opsi. Berdasarkan
mengusulkan opsi baru dengan syarat 10 kehadiran Rapat Paripurna DPR tersebut,
tambahan perbaikan dalam isi RUU opsi pemilihan kepala daerah oleh rakyat
Pilkada sebagai berikut:23 diduga paling kuat jika diharuskan voting
1. adanya uji publik bagi calon (Partai Demokrat memiliki 148 anggota,
kepala daerah; PDIP 94 anggota, PKB 28 anggota, dan
2. penghematan atau pemotongan Partai Hanura 17 anggota, sehingga 287
anggaran Pilkada secara anggota DPR), sedangkan opsi pemilihan
signifikan; kepala daerah oleh DPRD tampak lemah
3. pengaturan kampanye dan (Partai Golkar memiliki 106 anggota, PKS
pembatasan kampanye terbuka; 57 anggota, PPP memiliki 38 anggota,
4. akuntabilitas penggunaan dana PAN memiliki 46 anggota, dan Partai
kampanye; Gerindra 26 anggota, sehingga berjumlah
5. larangan politik uang; 273 anggota DPR). Sebanyak 142 orang
dari fraksi Partai Demokrat melakukan
walk out, 6 orang sisanya memilih
22
Kompas Online, <http://nasional.kompas. mengikuti voting, sehingga terpetakan
com/read/2014/09/05/11231471/Mayoritas.Koalisi. bahwa posisi kekuatan opsi pemilihan
Merah.Putih.Ingin.Kepala.Daerah.Dipilih.DPRD>,
diakses pada tanggal 14 Agustus 2017 kepala daerah oleh rakyat menjadi
23
Hukum Online, melemah karena tersisa 145 orang.24
<http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54251
0ea52563/sby-kecewa-hasil-voting-ruu-pilkada>;
24
Lihat juga dalam Viva < Liputan6.com, <
http://www.viva.co.id/indepth/fokus/539743- http://news.liputan6.com/read/2111956/tamatnya-
demokrat-berbalik-dukung-pilkada-langsung>, pilkada-langsung-dan-drama-demokrat>, diakses
diakses pada tanggal 14 Agustus 2017. pada tanggal 14 Agustus 2017

87
Jurnal de Jure
Volume 11 Nomor I April 2019
Artikel

UU Pilkada pun disahkan oleh Dalam Perpu Pilkada, pemilihan


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada kepala daerah ditentukan dengan cara
tanggal 30 September 2014 dan langsung oleh rakyat, dan mencabut
diundangkan oleh Amir Syamsudin selaku keberlakuan UU Pilkada. Pengesahan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Perpu Pilkada oleh Susilo Bambang
pada tanggal 2 Oktober 2014. Undang- Yudhoyono menunjukkan tindakan
undang tersebut pun berlaku sejak tanggal manuver sang Presiden dalam mengambil
diundangkan. Perpu Pilkada kemudian simpati rakyat Indonesia. Disebutkan
ditetapkan dan diundangkan pada tanggal sebagai suatu manuver dalam mengambil
yang sama, yakni 2 Oktober 2014, dengan simpati rakyat Indonesia karena
konsideran sebagai berikut: berdasarkan beberapa hal sebagai berikut.
1. bahwa untuk menjamin pemilihan 1. Dalam pembahasan di Rapat
Gubernur, Bupati, dan Walikota Paripurna DPR, pihak
dilaksanakan secara demokratis Pemerintah telah menyatakan
sebagaimana diamanatkan dalam dukungan terhadap pemilihan
Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang kepala daerah secara langsung
Dasar Negara Republik Indonesia oleh rakyat. Secara yuridis,
Tahun 1945 maka kedaulatan berdasarkan ketentuan Pasal 4
rakyat serta demokrasi dari ayat (1) Undang-Undang Dasar
rakyat, oleh rakyat, dan untuk Negara Republik Indonesia
rakyat wajib dihormati sebagai Tahun 1945 yang menyebutkan
syarat utama pelaksanaan bahwa, “Presiden Republik
Gubernur, Bupati, dan Walikota; Indonesia memegang kekuasaan
2. bahwa kedaulatan rakyat dan pemerintahan menurut Undang-
demokrasi sebagaimana dimaksud Undang Dasar”, kemudian
dalam huruf a, perlu ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (3) jelas
dengan pelaksanaan pemilihan disebutkan jika RUU tidak
Gubernur, Bupati, dan Walikota mendapatkan persetujuan
secara langsung oleh rakyat, bersama (DPR dan Presiden),
dengan tetap melakukan beberapa maka RUU tersebut tidak dapat
perbaikan mendasar atas berbagai dibahas lagi dalam persidangan
permasalahan pemilihan langsung DPR masa itu. Berdasarkan hal
yang selama ini telah dijalankan; tersebut, seharusnya Pemerintah
3. bahwa Undang-Undang Nomor menyatakan tidak setuju
22 Tahun 2014 tentang Pemilihan terhadap RUU Pilkada yang
Gubernur, Bupati, dan Walikota dibahas dalam Rapat Paripurna
yang mengatur mekanisme DPR, sehingga sistem pemilihan
pemilihan kepala daerah secara kepala daerah oleh DPRD tidak
tidak langsung melalui Dewan perlu terjadi.
Perwakilan Rakyat Daerah telah 2. Sikap Presiden yang dalam
mendapatkan penolakan yang luas pembahasan RUU Pilkada
oleh rakyat dan proses menyatakan mendukung
pengambilan keputusannya telah pemilihan kepala daerah secara
menimbulkan persoalan serta langsung oleh rakyat menjadi
kegentingan yang memaksa sesuai semakin tidak jelas ketika
Putusan Mahkamah Konstitusi Presiden menandatangani (yang
Nomor 138/PUU-VII/2009. artinya juga mengesahkan)
Undang-Undang Nomor 22

88
Jurnal de Jure
Volume 11 Nomor I April 2019
Artikel

Tahun 2014 tentang Pemilihan kuat di parlemen dimana fraksi Partai


Gubernur, Bupati, dan Walikota Demokrat memiliki 148 anggota.
pada tanggal 30 September Jumlah tersebut menjadi kuat dalam
2014. sesi voting karena didukung juga oleh
3. Presiden Susilo Bambang fraksi PDIP yang memiliki 94 anggota,
Yudhoyono tidak memahami fraksi PKB yang memiliki 28 anggota, dan
posisinya yang fundamental saat Partai Hanura yang memiliki 17 anggota,
itu, yakni sebagai Presiden sehingga terdapat 287 anggota DPR yang
Republik Indonesia. Di saat mendukung opsi pemilihan kepala daerah
bersamaan, Susilo Bambang secara langsung oleh rakyat. Jumlah
Yudhoyono rangkap jabatan dukungan tersebut sedikit lebih banyak
sebagai Ketua Pembina Partai daripada dukungan terhadap opsi
Demokrat sekaligus juga sebagai pemilihan kepala daerah oleh DPRD,
Ketua Pimpinan Pusat Partai mengingat fraksi Partai Golkar yang
Demokrat. Dalam Rapat memiliki 106 anggota, fraksi PKS yang
Paripurna DPR membahas RUU memiliki 57 anggota, fraksi PPP yang
Pilkada, Susilo Bambang memiliki 38 anggota, fraksi PAN yang
Yudhoyono secara jelas-jelas memiliki 46 anggota, dan fraksi Partai
mempublikasikan pernyataanya Gerindra yang memiliki 26 anggota,
kepada publik mengenai opsi sehingga berjumlah 273 anggota.
usulan (pemilihan kepala daerah Sebagaimana mengenai Teori
secara langsung oleh rakyat Kewenangan, dimana Presiden Republik
dengan syarat 10 tambahan Indonesia memiliki wewenang sama
perbaikan), hal itu pun ditempuh dengan DPR dalam hal terbentuknya
fraksi Partai Demokrat, dan undang-undang, Presiden Susilo Bambang
memilih walk out ketika usulan Yudhoyono malah tidak menggunakan
itu tidak diterima. wewenang konstitusionalnya yang telah
4. Aksi Presiden Susilo Bambang diatur dalam Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3)
Yudhoyono ditutup dengan UUD NRI 1945.
menetapkan Peraturan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Pemerintah Pengganti Undang- keliru dalam mendesain tampilan politik
Undang Nomor 1 Tahun 2014 dalam pembentukan RUU Pilkada tahun
tentang Pemilihan Gubernur, 2014, seharusnya ia tidak membuat
Bupati, dan Walikota untuk pernyataan sikapnya kepada publik
mencabut keberlakuan Undang- mengenai dukungan terhadap pemilihan
Undang Nomor 22 Tahun 2014 kepala daerah secara langsung oleh rakyat
tentang Pemilihan Gubernur, secara berlebihan. Hal tersebut kemudian
Bupati, dan Walikota. diperparah dengan pengusulan opsi baru
dengan syarat perbaikan yang dirasa
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mustahil diterima oleh parlemen.
seharusnya tetap konsisten dalam sikapnya Langkah politik yang ditempuh
sebagai Pemerintah untuk mendukung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
pemilihan kepala daerah langsung oleh memiliki beberapa kesalahan seperti:
rakyat sebagaimana yang telah dinyatakan 1. menyetujui RUU Pilkada
sebelumnya. Rapat Paripurna terakhir tahun 2014;
menjadi momentum yang tidak bisa 2. menandatangani RUU
diabaikan, mengingat Presiden Susilo Pilkada tahun 2014 yang
Bambang Yudhoyono memiliki pengaruh telah disetujui; dan

89
Jurnal de Jure
Volume 11 Nomor I April 2019
Artikel

3.
menetapkan Perpu untuk Pembangunan hukum yang hendak
mencabut keberlakuan RUU dibangun oleh Pemerintah mengenai
Pilkada tahun 2014 yang pemilihan kepala daerah adalah dimulai
telah disetujui. dengan harmonisasi perundang-undangan,
Ambisi Presiden Susilo Bambang dimana sebelumnya pengaturan pemilihan
Yudhoyono begitu mudah dipahami secara kepala daerah masih satu bagian dalam
sederhana, dapat dilihat dari aksinya yang undang-undang mengenai pemerintahan
mempengaruhi sikap Partai Demokrat, dan daerah sebagaimana terakhir diatur dalam
pilihannya untuk menduduki jabatan Ketua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Pusat Partai Demokrat di saat masih tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana
menjabat sebagai Presiden Republik telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Indonesia. Jika Presiden Susilo Bambang Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
Yudhoyono fokus pada jabatannya sebagai tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Presiden Republik Indonesia, skenario Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
bahwa fraksi Partai Demokrat yang walk Pemerintahan Daerah. undang-undang
out dalam voting adalah sikap independen mengenai pemilihan kepala daerah hendak
partai tentunya masih dapat diterima di dibuat menjadi lex speciali.
masyarakat, sehingga muncul tampilan Dalam konteks pembangunan hukum
seorang Presiden yang sedang dalam mengenai pemilihan kepala daerah,
tekanan kekuatan politik di parlemen. Pemerintah terlihat jelas tidak memiliki
Langkah itu akan semakin elegan kepastian sikap. Disebut demikian karena
manakala dilanjut dengan pernyataan sikap beberapa hal sebagai berikut:
Pemerintah yang tidak menyetujui RUU 1. Pemerintah berpendirian bahwa
Pilkada tahun 2014. pemilihan kepala daerah secara
Sebagaimana yang telah disampaikan langsung oleh rakyat sejak awal
oleh Moh. Mahfud MD dalam pembahasan RUU Pilkada;
penelitiannya mengenai politik hukum25, 2. Pemerintah menyetujui RUU
dimana disebutkan bahwa politik hukum Pilkada sehingga kemudian sah
merupakan legal policy yang akan atau menjadi Undang-Undang Nomor
telah dilaksanakan secara nasional oleh 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Pemerintah Indonesia yang meliputi Gubernur, Bupati, dan Walikota
pembangunan hukum yang berintikan dengan ditandatangani oleh
pembuatan dan pembaruan terhadap Presiden Susilo Bambang
materi-materi hukum agar dapat sesuai Yudhoyono pada tanggal 30
dengan kebutuhan, dan pelaksanaan September 2014 dan diundangkan
ketentuan hukum yang telah ada termasuk oleh Menteri Hukum dan Hak
penegasan fungsi lembaga dan pembinaan Asasi Manusia pada tanggal 2
para penegak hukum. Pendapat tersebut Oktober 2014; dan
diperkuat Otong Rosadi dan Andi Desmon, 3. Presiden Susilo Bambang
bahwa politik hukum adalah proses Yudhoyono menetapkan dan
pembentukan dan pelaksanaan sistem atau mengundangkan Peraturan
tatanan hukum yang mengatur kehidupan Pemerintah Pengganti Undang-
masyarakat dalam negara secara Undang Nomor 1 Tahun 2014
26
nasional. tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota pada tanggal
25 2 Oktober 2014.
Op.Cit. Moh. Mahfud MD, hlm. 43
26
Op.Cit. Otong Rosadi dan Andi Desmon,
hlm. 13

90
Jurnal de Jure
Volume 11 Nomor I April 2019
Artikel

Sikap Pemerintah yang selama secara langsung oleh rakyat dengan syarat
pembahasan RUU Pilkada tahun 2014 10 hal perbaikan di tubuh RUU Pilkada.
menginginkan pemilihan kepala daerah Opsi tersebut diusulkan melalui fraksi
secara langsung oleh rakyat tidak diperkuat Partai Demokrat, bukan melalui
dengan pernyataan menolak RUU Pilkada kelembagaan dalam ketatanegaraan29,
tahun 2014, padahal Pemerintah memiliki dimana posisi ini lah yang memiliki
landasan konstitusional sebagaimana diatur kekuatan lebih. Saat pembahasan RUU
dalam Pasal 20 ayat (3) UUD NRI 1945 Pilkada, Pemerintah mendukung opsi
dimana jika tidak mendapatkan persetujuan pemilihan kepala daerah langsung oleh
bersama (DPR dan Presiden), maka RUU rakyat, yang saat itu diwakili oleh Menteri
tersebut tidak dapat dibahas lagi dalam Dalam Negeri serta Menteri Hukum dan
persidangan DPR masa itu. Berdasarkan Hak Asasi Manusia.
hal tersebut, seharusnya Pemerintah Presiden Susilo Bambang
menyatakan tidak setuju terhadap RUU Yudhoyono kemudian menetapkan dan
Pilkada yang dibahas dalam Rapat mengundangkan Peraturan Pemerintah
Paripurna DPR, sehingga sistem pemilihan Pengganti Undang-Undang Nomor 1
kepala daerah oleh DPRD tidak perlu Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
terjadi. Bupati, dan Walikota, dengan
Sebelum kondisi voting mengenai memunculkan diri secara kelembagaan,
27
opsi mana yang akan digunakan untuk yakni pemegang kekuasaan eksekutif.
RUU Pilkada tahun 2014, posisi parlemen Tindakan yang tampak sengaja dibuat
lebih kuat ke opsi pemilihan kepala daerah secara terlambat untuk meraih simpati
secara langsung oleh rakyat, yakni 287 masyarakat Indonesia saat itu. Disebut
berbanding 273. Sebanyak 287 anggota sengaja dibuat secara terlambat karena
DPR yang mendukung opsi pemilihan Presiden Susilo tidak mengambil hak
kepala daerah secara langsung oleh rakyat konstitusional berdasarkan Pasal 20 ayat
(terdiri atas fraksi Partai Demokrat yang (3) UUD NRI 1945 dan malah
berjumlah 148 orang, fraksi PDIP yang mengusulkan opsi baru melalui fraksi
berjumlah 94 orang, fraksi PKB yang Partai Demokrat.
berjumlah 28 orang, dan Partai Hanura Berdasarkan analisis tersebut di atas,
yang berjumlah 17 orang), sebanyak 273 penulis berpendapat bahwa Pemerintah
orang anggota DPR yang mendukung opsi saat itu tidak memiliki perencanaan
pemilihan kepala daerah oleh DPRD pembangunan hukum di Indonesia,
(terdiri atas fraksi Partai Golkar yang khususnya mengenai pemilihan kepala
berjumlah 106 orang, fraksi PKS yang daerah. Pemerintah tidak memiliki
berjumlah 57 orang, fraksi PPP yang keseriusan dalam pembaharuan hukum,
berjumlah 38 orang, fraksi PAN yang hanya lebih memfokuskan diri dalam
berjumlah 46 orang, dan fraksi Partai mendesain pencitraan di akhir masa
Gerindra yang berjumlah 26 orang). jabatannya.
Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono kemudian mengusulkan opsi 2. Unsur “Kegentingan yang
baru28, yakni pemilihan kepala daerah Memaksa” dalam Pembentukan
Peraturan Pemerintah Pengganti
27
Opsi yang dimaksud adalah: 1) kepala Undang-Undang Nomor 1 Tahun
daerah dipilih langsung oleh rakyat; 2) kepala
daerah dipilih oleh DPRD
28 29
Opsi baru yang diusulkan tersebut Kelembagaan dalam ketatanegaraan yang
dipublikasikan secara luas melalui media cetak dimaksud adalah sebagai lembaga eksekutif/
maupun media elektronik. pemerintah.

91
Jurnal de Jure
Volume 11 Nomor I April 2019
Artikel

2014 tentang Pemilihan Gubernur, unsur31, yaitu adanya keadaan yang krisis
Bupati, dan Walikota dan mendesak. Keadaan krisis yang
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa dimaksud adalah suatu keadaan yang
Indonesia (KBBI), kata “kegentingan” terdapat suatu gangguan yang
berasal dari kata “genting” yang memiliki menimbulkan kegentingannya. Mengenai
arti kecil (tipis, sempit) pada bagian unsur mendesak, artinya adalah suatu
tengah; hampir putus (tentang tali dan keadaan yang memaksa suatu tindakan
sebagainya); tegang, berbahaya (tentang atau pengaturan dengan segera tanpa
keadaan yang mungkin segera menunggu permusyawaratan terlebih
menimbulkan bencana perang dan dahulu.
sebagainya). “Kegentingan”, memiliki arti Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa
keadaan yang genting, krisis, atau kemelut. pengertian "kegentingan yang memaksa"
Kata “memaksa” berasal dari kata “paksa” itu terkandung sifat darurat atau emergency
yang berarti mengerjakan sesuatu yang yang memberikan alas kewenangan kepada
diharuskan walaupun tidak mau. Presiden untuk menetapkan Perpu atau
“Memaksa” memiliki arti memperlakukan, disebut undang-undang darurat menurut
menyuruh, meminta dengan paksa; berbuat Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950, atau
dengan kekerasan (mendesak, menekan).30 emergency legislation menurut ketentuan
Menurut penulis, berdasarkan definisi konstitusi di berbagai Negara.32 Lebih
tersebut di atas, “kegentingan yang rinci, Jimly kemudian memaparkan tentang
memaksa” dapat diartikan sebagai suatu pengertian keadaan bahaya yang
keadaan kritis yang mengharuskan segera menimbulkan kegentingan yang memaksa
melakukan suatu tindakan tertentu untuk dalam 3 unsur yaitu unsur ancaman yang
mengantisipasi. membahayakan (dangerous threat), unsur
Frasa “kegentingan yang memaksa” kebutuhan yang mengharuskan
terdapat dalam Pasal 22 ayat (1) UUD NRI (reasonable necessity), dan unsur
1945 yakni, “Dalam hal ihwal kegentingan keterbatasan waktu (limited time) yang
yang memaksa, Presiden berhak tersedia.33
menetapkan peraturan pemerintah sebagai Wiwin Sri Rahyani menyebutkan jika
pengganti undang-undang”. Pasal 1 angka “kegentingan yang memaksa” yang
4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dimaksud adalah suatu keadaan yang
tentang Pembentukan Peraturan abnormal, bahwa:34
Perundang-undangan juga menyebutkan “Kegentingan yang memaksa
bahwa, “Peraturan Pemerintah Pengganti dapat digambarkan sebagai suatu
Undang-Undang adalah Peraturan kondisi yang abnormal yang
Perundang-undangan yang ditetapkan oleh membutuhkan upaya-upaya di
Presiden dalam hal ihwal kegentingan luar kebiasaan untuk segera
yang memaksa”. Tidak ada definisi secara
yuridis mengenai unsur “kegentingan yang 31
Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan (FH UII
memaksa” dalam peraturan perundang- Press, 2006), hlm.157.
32
undangan. Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-
Undang, Jakarta: PT (jakarta: RajaGrafindo
Bagir Manan mengemukakan Persada, 2010), hlm.82.
pendapatnya mengenai “kegentingan yang 33
Jimly Ashiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat,
memaksa” yang harus menunjukkan 2 Edisi Ke-1, Jakarta: PT (jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2007), hlm.207.
34
Wiwin Sri Rahyani, diakses dari laman
<http://www.gresnews.com/berita/opini/50910-
tolok-ukur-kegentingan-yang-memaksa-dalam-
30
Kamus Besar Bahasa Indonesia penetapan-perppu/0/> pada tanggal 29 April 2017

92
Jurnal de Jure
Volume 11 Nomor I April 2019
Artikel

mengakhiri kondisi tersebut. Mengenai unsur ancaman yang


Dalam lintasan sejarah bangsa membahayakan (dangerous threat), perihal
Indonesia seringkali terjadi pemilihan kepala daerah oleh DPRD
peristiwa dan kondisi-kondisi merupakan pilihan politik terbuka yang
yang bersifat abnormal, baik di merupakan wewenang dari pembentuk
bidang politik, hukum, ekonomi, undang-undang. Disebut demikian karena
sosial, bencana alam, dan dalam Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945
sebagainya, dimana instrumen memilih frasa yang elastis, yakni “dipilih
hukum positif yang ada sering secara demokratis”. Sebagaimana
kali tidak mampu berperan perdebatan panjang Sidang MPR dalam
sebagai solusi.” perubahan Undang-Undang Dasar 1945,
pilihan frasa “dipilih secara demokratis”
Mahkamah Konstitusi, dalam putusan merupakan solusi mengingat beraneka
nomor 138/PUU-VII/2009, menyebutkan ragamnya budaya dan kekhususan di
bahwa pengertian kegentingan yang Indonesia. Hal tersebut juga didasari
memaksa tidak dimaknai sebatas hanya dengan landasan konstitusional Pasal 18B
adanya keadaan bahaya sebagaimana Undang-Undang Dasar Negara Republik
dimaksud Pasal 12 Undang-Undang Dasar Indonesia Tahun 1945.
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Unsur “kebutuhan yang
Mahkamah Konstitusi berpendapat mengharuskan (reasonable necessity)”
terdapat bahwa kegentingan yang setidaknya sudah terbantahkan dengan
memaksa harus didasarkan kepada keadaan sikap Presiden Susilo Bambang
yang objektif, yaitu adanya tiga syarat Yudhoyono yang sumir dalam proses
sebagai parameter, yakni: pembahasan RUU Pilkada tahun 2014
1. ada keadaan yakni yang telah dibahas sebelumnya di atas.
kebutuhan mendesak untuk Perihal unsur “keterbatasan waktu (limited
menyelesaikan masalah time)”, kurang tepat dijadikan alasan
hukum secara cepat mengingat pelaksanaan pemilihan kepala
berdasarkan undang- daerah serentak adalah tanggal 9 Desember
undang; 2015, dan bulan Maret tahun 2015
2. undang-undang yang merupakan tahapan persiapan awal.35
diperlukan belum ada, Secara yuridis, selain lobi politik
keadaan mana menimbulkan dalam penentuan materi muatan yang
kekosongan hukum, atau dimuat dalam undang-undang, masih
ada undang-undang namun terdapat langkah yuridis bagi Presiden
tidak memadai; dan Republik Indonesia. Langkah yuridis yang
3. kekosongan hukum tersebut dimaksud adalah dengan cara tidak
tidak dapat di atas dengan menyetujui RUU Pilkada tahun 2014, yang
cara membuat undang- waktu itu Presiden diwakili oleh Menteri
undang secara prosedur Dalam Negeri serta Menteri Hukum dan
biasa karena akan Hak Asasi Manusia, hal mana kedua
memerlukan waktu yang Menteri tersebut bertugas di bawah
cukup lama, sementara
kekosongan hukum yang
35
ada mendesak kepastian Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan
untuk diselesaikan. Umum Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tahapan,
Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.

93
Jurnal de Jure
Volume 11 Nomor I April 2019
Artikel

perintah Presiden. Langkah tidak Mengenai syarat yang dimaksud


menyetujui RUU Pilkada tahun 2014 dalam huruf b di atas, tidak terdapat suatu
didasari landasan konstitusional yang keadaan kekosongan hukum. Presiden
diatur dalam Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3) Susilo Bambang Yudhoyono melakukan
UUD NRI 1945. perubahan desain inti dari pemilihan
Berdasarkan Putusan Mahkamah kepala daerah, yakni dari pemilihan kepala
Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009, daerah oleh DPRD menjadi pemilihan
yang disebutkan dalam konsideran kepala daerah secara langsung oleh rakyat.
“Menimbang” huruf c Perpu Pilkada, Berdasarkan argumentasi terhadap
perihal “kegentingan yang memaksa” parameter huruf a dan huruf b sebagaimana
harus didasarkan kepada keadaan yang pendapat Mahkamah Konstitusi mengenai
objektif dengan 3 syarat sebagai parameter, keadaan objektif yang dijadikan sebagai
yaitu: parameter pembentukan Perpu oleh
a. ada keadaan yakni kebutuhan Presiden, parameter yang dimaksud pada
mendesak untuk huruf c seharusnya tidak dapat
menyelesaikan masalah dilaksanakan.
hukum secara cepat Perihal perdebatan pemilihan kepala
berdasarkan undang-undang; daerah oleh DPRD yang dianggap
b. undang-undang yang inkonstitusional, masih ada upaya judicial
diperlukan belum ada, review kepada Mahkamah Konstitusi,
keadaan mana menimbulkan meskipun dalam risalah Perubahan
kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang Dasar 1945 (original
undang-undang namun tidak intent) telah jelas-jelas memberikan ruang
memadai; dan bagi pembentuk undang-undang untuk
c. kekosongan hukum tersebut memilih, serta terdapat juga landasan yang
tidak dapat di atas dengan diatur dalam Pasal 18B UUD NRI 1945
cara membuat undang- untuk menghormati kekhususan daerah di
undang secara prosedur biasa wilayah Negara Kesatuan Republik
karena akan memerlukan Indonesia.
waktu yang cukup lama, Berdasarkan analisa mengenai unsur
sementara kekosongan “kegentingan yang memaksa” dalam
hukum yang ada mendesak pembentukan Perpu Pilkada di atas,
kepastian untuk diselesaikan. penulis berpendapat bahwa tidak terdapat
Berdasarkan syarat huruf a, tidak ada unsur ancaman yang membahayakan
kebutuhan yang mendesak saat Presiden (dangerous threat), unsur kebutuhan yang
Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan mengharuskan (reasonable necessity), dan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- unsur keterbatasan waktu (limited time)
Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang yang tersedia. Pendapat tersebut
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan didasarkan karena pemilihan kepala daerah
Walikota. Disebut demikian karena secara langsung oleh rakyat maupun
terdapat langkah tidak menyetujui RUU dipilih oleh DPRD merupakan opsi yang
Pilkada tahun 2014 saat pembahasannya, konstitusional, mengingat original intent
selain itu masih ada cara politis dengan ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD NRI
menginstruksikan fraksi Partai Demokrat 1945, sehingga tidak ada alasan untuk
untuk tetap bertahan dalam voting menyatakan UU Pilkada merupakan suatu
penentuan pemilihan kepala daerah secara keadaan yang berbahaya dan pembentukan
langsung oleh rakyat atau pemilihan kepala Perpu Pilkada merupakan suatu keharusan,
daerah oleh DPRD. serta masih ada waktu yang cukup bagi

94
Jurnal de Jure
Volume 11 Nomor I April 2019
Artikel

masyarakat untuk mengajukan judicial pemilihan kepala daerah di DPR,


review terhadap UU Pilkada. mengakibatkan Presiden harus
Berdasarkan analisa mengenai unsur mengeluarkan Perpu yang tidak saja salah,
“kegentingan yang memaksa” dalam tapi dapat dihindarkan apabila Presiden
pembentukan Perpu Pilkada di atas, mampu melaksanakan perannya tidak saja
penulis berpendapat bahwa 3 syarat sebagai Kepala Negara/Kepala
sebagai parameter menurut Putusan Pemerintahan tapi juga sebagai Ketua
Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU- Umum Partai Demokrat. Seorang Presiden
VII/2009 pun tidak ditemukan. Hal itu memang tidak lepas dari kesalahan.
menjadi jawaban karena terdapat langkah Memperbaiki sebuah kesalahan dengan
tidak menyetujui RUU Pilkada tahun 2014 melakukan sebuah kesalahan lainnya dan
saat pembahasannya, selain itu masih ada menyerahkan beban politik kepada
cara politis dengan menginstruksikan penerusnya adalah memory yang tidak
fraksi Partai Demokrat untuk tetap indah di penghujung masa bakti.36
bertahan dalam voting penentuan
pemilihan kepala daerah secara langsung
oleh rakyat atau pemilihan kepala daerah
oleh DPRD. III. PENUTUP
Presiden Susilo Bambang 1. Kesimpulan
Yudhoyono melakukan perubahan desain Berdasarkan pembahasan tersebut di
inti dari pemilihan kepala daerah, yakni atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
dari pemilihan kepala daerah oleh DPRD 1) Politik hukum pembentukan
menjadi pemilihan kepala daerah secara Perpu Pillkada adalah untuk
langsung oleh rakyat. Berdasarkan mengembalikan mekanisme
argumentasi terhadap parameter huruf a pemilihan kepala daerah
dan huruf b sebagaimana pendapat secara langsung oleh rakyat,
Mahkamah Konstitusi mengenai keadaan yang sebelumnya telah
objektif yang dijadikan sebagai parameter berubah menjadi dipilih oleh
pembentukan Perpu oleh Presiden, DPRD berdasarkan UU
parameter yang dimaksud pada huruf c Pilkada. Ditinjau dari segi
seharusnya tidak dapat dilaksanakan. kewenangan Presiden,
Dengan demikian, semakin jelas lah pembentukan Perpu
pendapat penulis bahwa unsur “keadaan merupakan hak konstitusional
yang memaksa” dalam pembentukan Perpu penjabat Presiden, namun
Pilkada tidak terpenuhi. pembentukan UU Pilkada
Sebagaimana yang disampaikan oleh bisa dihambat dengan cara
Richard E. Neustandt, berucap the tidak menyetujui RUU
Presidency is not place for amateurs. [The Pilkada tahun 2014 saat
office of the the president needs] pembahasan dengan DPR
experienced politicians of extraordinary serta ditambah kekuatan
temperament. That sort of expertise can jumlah anggota fraksi Partai
hardly be acquired without deep Demokrat untuk
experience in political office. The memenangkan voting,
Presidency is a place for men of politics. sehingga pembentukan Perpu
But by no means it is a place for every
politician. Ketidakmampuan Presiden 36
Fritz Siregar, “Perpu yang Salah”, <
untuk bertidak tegas bersikap sejak awal http://www.fritzsiregar.com/perpu-yang-salah>,
pembahasan dan mengelola politik diakses pada tanggal 1 Agustus 2017

95
Jurnal de Jure
Volume 11 Nomor I April 2019
Artikel

tersebut dapat disimpulkan pembentukan undang-undang


sebagai manuver Presiden yang harus melalui proses
dalam menarik perhatian panjang.
masyarakat Indonesia.
2) Unsur ancaman yang
membahayakan (dangerous
threat), unsur kebutuhan yang IV. DAFTAR PUSTAKA
mengharuskan (reasonable
necessity), dan unsur Ashiddiqie, Jimly. Hukum Tata Negara
keterbatasan waktu (limited Darurat, Edisi Ke-1, Jakarta: PT.
time) yang tersedia unsur jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007.
“kegentingan yang memaksa” Asshiddiqie, Jimly. Perihal Undang-
tidak ditemukan dalam Undang, Jakarta: PT. jakarta:
pembentukan Perpu Pilkada. RajaGrafindo Persada, 2010.
Begitu juga dengan Husein, Muhammad Wahyudin, and
kebutuhan mendesak untuk Muhammad Hufron. Hukum, Politik
menyelesaikan masalah & Kepentingan. surabaya: LaksBang,
hukum secara cepat 2008.
berdasarkan undang-undang, INDONESIA, PENAMBAHAN
keadaan mana menimbulkan PENYERTAAN MODAL NEGARA
kekosongan hokum, tidak REPUBLIK, KE DALAM MODAL
berhasil ditemukan meskipun SAHAM PERUSAHAAN PERSEROAN,
dalam konsiderannya and PT PERUSAHAAN LISTRIK
menyebutkan tentang Putusan NEGARA. PERATURAN PEMERINTAH
Mahkamah Konstitusi Nomor REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61
138/PUU-VII/2009 sebagai TAHUN 2001, 2010.
rujukan utama Isra, Saldi. Pergeseran Fungsi Legislasi:
pembentukannya. Menguatnya Model Legislasi
Parlementer Dalam Sistem
Presidensial Indonesia. jakarta:
2. SARAN RajaGrafindo Persada, 2010.
Berdasarkan kesimpulan tersebut di Mawardi, M. Arsyad. Pengawasan dan
atas, penulis memiliki saran sebagai Keseimbangan antara DPR dan
berikut: Presiden dalam Sistem
1) Presiden harus lebih jeli Ketatanegaraan RI. Vol. 15.
dalam menggunakan bandung: mandar ,aju, 2008.
kewenangan yang https://www.neliti.com/publications/
dimilikinya, dan harus fokus 84323/pengawasan-dan-
pada jabatannya sebagai keseimbangan-antara-dpr-dan-
Presiden (kepala negara dan presiden-dalam-sistem-
kepala pemerintahan). ketatanegaraan.
2) Pembentukan Perpu harus ———. Pengawasan Dan Keseimbangan
didasari pada suatu Antara DPR Dan Presiden Dalam
kekosongan hukum dan Sistem Ketatanegaraan RI. Vol. 15.
kebutuhan mendesak terkait semarang: rasail media grup, 2008.
dengan penyelenggaraan Moh, Mahfud MD. Politik Hukum Di
pemerintahan/negara sebagai Indonesia. jakarta: RajaGrafindo
jalur alternatif dari Persada, 2009.

96
Jurnal de Jure
Volume 11 Nomor I April 2019
Artikel

Philipus, M. Hadjon (et. Al), Pengantar


Hukum Administrasi Negara
Indonesia. yogyakarta: Yogyakarta:
Gajah Mada University Press, 1999.
Rajab, Achmadudin. Dinamika Politik
Legislasi Dalam Konteks Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2015
Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2015
Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2014
Tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, Dan Walikota Menjadi
Undang-Undang. Vol. 1, 2018.
Rosadi, Otong, and Andi Desmon. Studi
Politik Hukum Suatu Optik Ilmu
Hukum. yogyakarta: thafa media,
2013.
Saleh, Imam Anshori. Konsep Pengawasan
Kehakiman: Upaya Memperkuat
Kewenangan Konstitusional Komisi
Yudisial Dalam Pengawasan
Peradilan. Malang: Setara Press,
2014.
Siahaan, Pataniari. Politik Hukum
Pembentukan Undang-Undang
Pasca Amandemen UUD 1945.
jakarta: Konstitusi Press, 2012.
Simamora, Janpatar. Eksistensi
Pemilukada Dalam Rangka
Mewujudkan Pemerintahan Daerah
Yang Demokratis. Vol. 23, 2011.
Sinamo, Nomensen. Hukum Administrasi
Negara: Suatu Kajian Kritis Tentang
Birokrasi Negara. jakarta: Jala
Permata Aksara, 2010.

97

Anda mungkin juga menyukai