PENDAHULUAN
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh suatu
mikroorganisme yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan
adanya pembentukan pus hati sebagai proses invasi dan multiplikasi yang masuk
secara langsung dari cedera pembuluh darah atau sistem ductus biliaris. Hati adalah
organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Dari suatu studi di Amerika,
didapatkan 13% abses hati dari 48% abses viseral. Abses hati dapat berbentuk soliter
ataupun multipel. Sekitar 90% dari abses lobus kanan hepar merupakan abses soliter,
sedangkan abses lobus kiri hanya 10% yang merupakan abses soliter. Hal ini dapat
terjadi dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya
infeksi di dalam rongga peritoneum.
Abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amuba (AHA) dan abses hati piogenik
(AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang
paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk Indonesia. Abses hati
amuba disebabkan oleh protozoa Entamoeba hystolitica, yang mana endemik di
negara- negara tropis atau yang sedang berkembang. Sedangkan AHP merupakan
kasus yang relatif jarang.
Abses hati yang paling banyak ditemukan yaitu piogenik, kemudian amoebic
ataupun campuran infeksi dari keduanya. Insiden dan jenis penyakit infeksi pada hati
yang bersumber dari sistim gastrointestinal sangat bervariasi dari satu negara ke
negara lainnya. Infeksi ini dapat disebabkan oleh bakteri, parasit atau jamur. Selama
kurun waktu satu abad terakhir ini, telah banyak perubahan dalam hal epidemiologi,
etiologi, bakteriologi, cara diagnostik, pengelolaan maupun prognosis abses hati.
Pada banyak kasus, perkembangan abses hati mengikuti proses supuratif pada
daerah lain di tubuh. Kebanyakan merupakan penyebaran langsung dari infeksi
kandung empedu, misalnya empiema kandung empedu atau kolangitis. Infeksi
abdomen misalnya apendisitis atau divertikulitis dapat menyebar melalui vena porta
ke hati untuk membentuk abses. Beberapa kasus lain berkembang setelah adanya
sepsis dari endokarditis bakterial, infeksi ginjal, atau pneumonitis. Pada 25% kasus
1
tidak diketahui penyebab yang jelas (kriptogenik). Penyebab lainnya adalah infeksi
sekunder bakteri pada abses hati amuba dan kista hidatidosa. Sedangkan abses hati
amuba muncul sebagai salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang paling
sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk Indonesia.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Abses hati didefinisikan sebagai koleksi bahan supuratif terkapsulasi dalam
parenkim hati yang dapat disebabkan oleh infeksi oleh bakteri, jamur, dan / atau
parasit. Abses hati terbagi dalam dua kelompok yakni, abses hati amuba dan
abses hati piogenik. Abses hati piogenik adalah proses supuratif yang teradi pada
jaringan hati ya ng disebabkan oleh invasi bakteri melalui aliran darah, sistem
bilier, maupun penetrasi langsung. Abses hati amuba adalah penimbunan atau
akumulasi debris nekro-inflamatori purulen di dalam parenkim hati yang
disebabkan oleh amoeba, terutama Entamoeba hystolitica.
B. EPIDEMIOLOGI
Abses hati dapat disebabkan infeksi dapat berasal dari sistem porta dan
hematogen melalui arteri hepatika. Infeksi yang berasal dari abdomen dapat
mencapai hati melalui embolisasi melalui vena porta. Infeksi intra-abdomen ini
biasanya berasal dari appendisitis, divertikulitis, inflammatory bowel disease dan
pylephlebitis. Sementara itu infeksi secara hematogen biasanya disebabkan oleh
bakteremia dari endokarditis, sepsis urinarius, dan intravenous drug abuse. Abses
hati piogenik paling banyak terjadi akibat infeksi dari tempat lain yang umumnya
merupakan organ intraabdomen.
4
Abses hepar dibagi atas dua secara umum, yaitu abses hepar amoeba dan abses
hepar pyogenik
1. Abses amebik
Abses hati amebik disebabkan
oleh strain virulen Entamoeba hystolitica
yang tinggi. Sebagai host definitif,
individu-individu yang asimptomatis
mengeluarkan tropozoit dan kista
bersama kotoran mereka. Infeksi
biasanya terjadi setelah meminum air
atau memakan makanan yang
terkontaminasi kotoran yang
mengandung tropozoit atau kista
tersebut.
Gambar 1. Etiologi Abses Hati
Dinding kista akan dicerna oleh
usus halus, keluarlah tropozoit imatur. Tropozoit dewasa tinggal di usus
besar terutama sekum. Strain Entamoeba hystolitica tertentu dapat
menginvasi dinding kolon. Strain ini berbentuk tropozoit besar yang mana
di bawah mikroskop tampak menelan sel darah merah dan sel PMN.
Pertahanan tubuh penderita juga berperan dalam terjadinya amubiasis
invasif.
Amubiasis invasif dapat disebabkan perdarahan usus besar,
perforasi, dan pembentukan fistula. Bila terjadi perforasi biasanya dari
daerah sekum infeksi amuba invasif pada tempat-tempat yang jauh meliputi
paru, otak dan terutama hepar. Abses pada hepar diduga berasal dari invasi
sistem vena porta, pembuluh limfe mesenterium, atau penjalaran melalui
intraperitoneal. Dalam parenkim hepar terbentuk tempat-tempat
mikroskopis terutama terjadi trombosis, sitolisis, dan pencairan, suatu
proses yang disebut hepatitis amuba. Bila tempat-tempat tersebut bergabung
maka terjadilah abses amuba.
5
2. Abses pyogenik
Abses hati pyogenik dapat disebabkan infeksi dapat berasal dari sistem
porta dan hematogen melalui arteri hepatika. Infeksi yang berasal dari
abdomen dapat mencapai hati melalui embolisasi melalui vena porta.
Infeksi intraabdomen ini biasanya berasal dari appendisitis, divertikulitis,
inflammatory bowel disease dan pylephlebitis. Sementara itu infeksi secara
hematogen biasanya disebabkan oleh bakteremia dari endokarditis, sepsis
urinarius, dan intravenous drug abuse.
Saat ini ditemukan 45-75% abses hati piogenik disebabkan oleh
bakteri anaerobik ataupun campuran aerobik dan anaerobik. Bacteroides
dan fusobacterium merupakan bakteri anaerobik penyebab terbanyak.
Infeksi polimicrobial umumnya disebabkan oleh bakteri anaerobik.
Eschericia coli dan Klebsiella pneumoniae merupakan kuman yang paling
banyak diisolasi pada kelompk bakteri aerobik gram negatif. Pada
kelompok gram positif, staphylococcus merupakan kelompok yang paling
sering pada monomicrobial, streptococcus dan enterococcus paling sering
ditemukan pada infeksi polimikrobial.
Berbeda dengan abses hati piogenik, abses hati amuba paling sering
disebabkan oleh spesies Entamoeba histolytica.
D. PATOMEKANISME
6
resistensi parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya antigen
permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated.
7
Gambar 2. Skema Patofisiologi Abses Hati Amebik
8
Gambar 3. Pathway Abses Hati
Penjelasan :
1. Amuba yang masuk menyebabkan peradangan hepar sehingga
mengakibatkan infeksi
2. Kerusakan jaringan hepar menimbulkan perasaan nyeri
3. Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami gangguan
tidur atas pola tidur.
4. Abses menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga menimbulkan
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
5. Metabolisme nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi energi
menurun sehingga dapat terjadi intoleransi aktifitas fisik.
E. MANIFESTASI KLINIS
Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan
proses yang disebut peradangan. Awalnya, seperti bakteri mengaktifkan sistem
kekebalan tubuh, beberapa kejadian terjadi:
a. Darah mengalir ke daerah hepar dengan abses meningkat.
9
b. Suhu daerah hepar dengan abses meningkat karena meningkatnya pasokan
darah.
c. Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan lainnya.
d. Kemerahan setempat daerah hepar dengan abses.
e. Rasanya sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas kimia.
f. Tanda peradangan : panas, bengkak, kemerahan, dan sakit
10
yang khas yang sering dijumpai. Demam biasanya muncul intermitten.Pada
umumnya, pasien dengan abses hepar datang dengan keluhan demam dan nyeri
perut. Selain itu, banyak juga keluhan seperti mual muntah, lemas seluruh badan
dan penurunan berat badan. Pada beberapa kasus, jaundice muncul sebagai
gejala pertama pada abses hati apabila terdapat obstruksi duktus bilier. Selain
jaundice, pemeriksaan fisik dapat menunjukkan hepatomegali dan nyeri perut
kuadran kanan atas, walaupun hanya pada sebagian besar kasus(5). Nyeri perut
merupakan gejala yang seing muncul terlambat. Nyeri perut disebabkan oleh
ukuran abses yang besar dan menyebabkan subcapsular distention.
F. DIAGNOSIS
11
rendah, dan dapat memperlihatkan lesi sumber infeksi ekstrahepatik.
Pemeriksaan radiologi tidak dapat membedakan abses hati amuba dan abses hati
piogenik. Untuk membedakannya dengan pasti, harus dilakukan aspirasi dan
kultur cairan abses. Pada abses hati piogenik, sering kali ditemukan abses
multifokal, tepi ireguler dan biasanya terletak di lobus kanan. Pada abses hati
amuba sering ditemukan abses hati tunggal, oval, bersepta dan biasanya juga
pada lobus kanan.
Pemeriksaan laboratorium, dapat didapati kelainan seperti anemia ringan,
lekositosis dengan netrofilia serta peningkatan laju endap darah. Dapat juga
ditemukan perubahan fungsi hati, yaitu peningkatan titer enzim hati dan
hipoalbimunemia.
G. TATALAKSANA
Pemeriksaan penujang untuk mengetahui penyebab pasti tentunya harus
dilakukan secepatnya apabila didukung dengan beberapa pertimbangan dan
gejala klinis. Pemeriksaan kultur ataupun pemeriksaan serum untuk mengetahui
mikroorganisme penyebab penting untuk menentukan rejimen antibiotik yang
sesuai. Sementara menunggu hasilnya, terapi tidak seharusnya ditunda. Ada
beberapa rejimen antibiotik yang digunakan, antibiotik harus mencakup
spektrum luas, B-laktam, atau kombinasi cefalosporin generasi ketiga atau
fluoroquinolone dan metronidazole. Dapat dimulai dengan metronidazole 750
mg/8 jam/oral selama 5-7 hari dikombinasi dengan antibiotik cfalosporin
generasi ketiga. Tentu saja lokal pola resistensi harus dipertimbangkan ketika
memulai terapi antibiotik.
Untuk terapi Non-Farmakologi, dapat dianjurkan untuk makan makanan
tinggi kalori dan tinggi protein, makanan dalam bentuk lunak, bed rest,
menghindari faktor risiko yang dapat memperberat, misalnya konsumsi alkohol
dan merokok.
12
Untuk terapi lainnya, dapat dilakukan :
a. Aspirasi tertutup, dengan indikasi:
Abses dikhawatirkan akan pecah (bila diameter > 5 cm
untuk abses tunggal, dan > 3 cm untuk abses multipel)
Respon terhadap medikamentosa setelah 7 hari tidak ada
Abses di lobus kiri, warning pecah dan menyebar ke rongga
perikardium maupun peritoneum
13
Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang
interkostal
Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil
Ruptur abses ke dalam rongga intra-
peritoneal/pleural/perikardial
Kontraindikasi operasi pada abses hepar antara lain:
Abses multipel
Infeksi poli-mikrobakteri
Immunocompromise disease
c. Hepatektomi
Dewasa ini dilakukan hepatektomi yaitu pengangkatan lobus hati
yang terkena abses. Hepatektomi dapat dilakukan pada abses
tunggal atau multipel, lobus kanan atau kiri, juga pada pasien dengan
penyakit saluran empedu. Tipe reseksi hepatektomi tergantung dari
luas daerah hati yang terkena abses juga disesuaikan dengan
perdarahan lobus hati.
Beberapa menganjurkan abses besar seperti itu lebih dari 5cm dapat
mengambil manfaat dari drainase bedah terbuka. Drainase perkutan oleh
ultrasound atau dipandu CT adalah ideal untuk sebagian besar abses lainnya.
Berdasarkan PEGI (Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal Indonesia) dan
PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia) menyepakati :
1. Abses hati dengan diameter 1-5 mm, dianjurkan terapi medikamentosa, bila
respon negatif, dilakukan aspirasi
2. Abses hati dengan diameter 5-8 cm, dianjurkan terapi aspirasi berulang
3. Abses hati dengan diameter >8 cm, dianjurkan drainase perkutan
14
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar 5-
15,6%, perforasi abses ke berbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru,
pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi
superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase.
Tanpa terapi, abses akan membesar, meluas ke diafragma atau ruptur ke
kavitas peritoneal.
1. Ruptur abses ke dalam:
a. Regio toraks, menyebabkan:
1) Fistula hepatobronkhial
2) Abses paru
3) Empiema ameba
b. Perikardium , menyebabkan:
1) Gagal jantung
2) Perikarditis
3) Temponade jantung
c. Peritoneum, menyebabkan:
1) Peritonitis
2) asites
2. Infeksi sekunder (biasanya iatrogenik setelah aspirasi)
3. Lain-lain (jarang):
a. Gagal hati fulminan
b. Hemofilia
c. Obstruksi vena kava inferior
d. Sindrom budd-chiarii
e. Abses cerebri (hematogen)
I. PROGNOSIS
Abses hati piogenik memiliki angka kematian yang rendah yakni 2 – 12%
dengan pemberian antibiotik dini. Prognosis baik dengan angka harapan hidup
90%. Namun angka kematian bisa 100% pada abses yang tidak ditangani.
15
Abses hati amuba merupakan penyakit yang sangat treatable. Angka
kematiannya <1% bila tanpa penyulit. Penegakan diagnostik yang terlambat
dapat memberikan penyukit dan meningkatkan angka kematian, 20% pada
ruptur dalam peritoneum, dan 32-100% pada ruptur perikardium.
16
BAB III
LAPORAN KASUS
1. Identitas pasien
Nama : Tn. S
Tanggal lahir : 01 Juli 1962
Umur : 57 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Parang
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Ruangan : Perawatan VII lt. 2 RSUD Syekh Yusuf Gowa
2. Anamnesis
Keluhan utama : Nyeri perut kanan atas
Riwayat penyakit sekarang :
Seorang pasien, laki-laki, 57 tahun, masuk RSUD Syekh Yusuf Gowa
dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 3 minggu yang lalu. Pasien juga
mengeluh nyeri ulu hati (+). Demam (+), mual (-), muntah (+).BAB encer,
BAK lancar. Riwayat konsumsi alkohol (+) dan merokok (+) sejak lama.
Riwayat hipertensi (-), diabetes melitus (-).
3. Pemeriksaan fisik
a. Status present
GCS : E4M6V5
KU : sedang
BB : 55 kg
TB/PB : 162 cm
IMT : kg/m2 (gizi baik)
b. Tanda vital
Tekanan Darah : 120/60 mmHg
Suhu : 38,8 oC
17
HR : 160 x/menit
RR : 20 x/menit
c. Kepala
Bentuk : Normocephal
Rambut : abu-abu, lurus, pendek
Muka : simetris, ikterus (-)
Deformitas : (-)
Ekspresi : meringis
d. Mata
Bentuk : Cekung (-)
Kelopak mata : dalam batas normal
Gerakan : ke segala arah
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterus (+)
Pupil : bulat, isokor, θ 2.5 mm ODS
e. Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
f. Mulut
Bibir : Sianosis (-)
Gusi : perdarahan (-)
Lidah : kotor (+)
g. Leher
Kelenjar getah bening : pembesaran (-)
Kelenjar tiroid : pembesaran (-)
DVS : R-4
Kaku kuduk : (-)
Tumor/massa : (-)
h. Thorax
Inspeksi
- Bentuk : simetris antara kiri dan kanan
18
- Massa : (-)
Palpasi
- Vocal Fremitus : dalam batas normal
- Nyeri tekan : (-)
- Massa : (-)
Perkusi
- Paru : dalam batas normal, sonor dextra sinistra
- Batas paru depan kanan : ICS VI dextra
- Batas paru belakang kanan : vertebra thoracalis IX dextra
posterior
- Batas paru belakang kiri : vertebra thorakalis X sinistra
posterior
Auskultasi
- Bunyi pernapasan : vesikuler
- Bunyi tambahan : wheezing (-/-), ronchi (-/-)
i. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : pekak, batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, bising (-)
j. Abdomen
Inspeksi : datar, ikut gerak napas
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), Nyeri tekan RUQ (+)
Perkusi : timpani, asites (-)
Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
k. Punggung
Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi : nyeri ketok (-)
Auskultasi : vesikuler, wheezing (-/-), ronchi (-/-)
l. Ekstremitas : akral hangat, edema pretibial (-/-)
19
4. Pemeriksaan penunjang
Darah rutin (02-11-2019) pukul 20:51 WITA
- WBC : 29.5 x 103 /uL
- RBC : 4.02 x 103 /uL
- HGB : 12.8 mg/dL
- PLT : 478 x 103 /uL
- SGOT : 21 U/L
- SGPT : 38 U/L
- HBsAg : non reaktif
- Widal Test : O = 1/80 , H= 1/80 , HA dan HB = (-)
20
-
Gambar 4. USG Abdomen Tn. S
5. Follow up pasien
03-11-2019 S/ R/
Pasien mengeluh nyeri perut IVFD RL 20 tpm
kanan atas sejak 3 minggu yang Cefoperazone /12 jam/ iv
lalu, terasa tertusuk tusuk dan Paracetamol 500 ml /8 jam/iv
tembus hingga ke belakang.
Perut terasa keras (+), Demam
(+), mual (+), muntah (-). Nyeri
ulu hati (+). BAB terakhir ±
dengan konsistensi encer
seperti air selama 2 hari
terakhir, BAK pekat seperti
warna teh. Nafsu makan
menurun Riwayat konsumsi
alkohol (+) dan merokok (+)
sejak lama.
O/
KU : sedang
TD : 110/60 mmHg
N : 93 x/menit
P : 20 x/menit
S : 37.4 o C
21
Nyeri tekan RUQ (+)
Nyeri tekan Epigastrium (+)
NPRS : 6-7
A/
Susp. Abses hepar
04-11-2019 S/ R/
Pasien mengeluh nyeri perut IVFD futrolit 20 tpm
kanan atas (+), sakit perut (+), Cefoperazone /12 jam/iv
Demam (+), mual (-), muntah Metronidazole 12 jam/iv
(-). BAK lancar, BAB terakhir Paracetamol/12 jam/drips
encer sejak 3 hari yang lalu, Formuno 1x1
O/
KU : sedang
TD : 120/60 mmHg
N : 91 x/menit
P : 20 x/menit
S : 37,3 o C
Nyeri tekan RUQ (+)
Nyeri tekan Epigastrium (+)
NPRS : 4
A/
Susp. Abses hepar
05-11-2019 S/ R/
Nyeri perut kanan atas (+), IVFD RL : Aminofluid 1:1
nyeri ulu hati (+), pusing (+), Cefoperazone /12 jam/iv
sakit kepala (-), Demam (+), Metronidazole /8 jam/iv
mual (-), muntah (-). BAB hari Paracetamol/12 jam/drips
ini berwarna kemerahan, BAK
lancar namun berwarna seperti
teh pekat..
22
O/
KU : sedang
TD : 100/70 mmHg
N : 81 x/menit
P : 22 x/menit
S : 37.3 o C
Nyeri tekan RUQ (+)
Nyeri tekan Epigastrium (+)
NPRS : 4
A/
Abses hepar
06-11-2019 S/ R/
Nyeri perut kanan atas (+), ada IVFD RL : Aminofluid 1:1
nyeri dada dan nyeri perut kiri Cefoperazone /12 jam/iv
bawah. Sakit kepala (-), pusing Metronidazole /8 jam/iv
(-), Demam (-), mual (-), Dexketoprofen /8 jam/iv
muntah (-). BAB dan BAK
lancar.
O/
KU : sedang
TD : 120/70 mmHg
N : 80 x/menit
P : 20 x/menit
S : 36.8 o C
Nyeri tekan RUQ (+)
Nyeri tekan Epigastrium (+)
NPRS : 4
A/
Abses hepar
23
07-11-2019 S/ R/
Nyeri perut kanan atas (+), IVFD RL 20 tpm
nyeri ulu hati (+), Demam (-), Cefoperazone /12 jam/iv
mual (-), muntah (-). Nafsu Metronidazole /12 jam/iv
makan menurun, BAB sedikit Paracetamol /12 jam/drips
dan sulit, BAK lancar. Dexketoprofen/12 jam/iv
O/
KU : sedang
TD : 130/80 mmHg
N : 76 x/menit
P : 20 x/menit
S : 36.6 o C
Nyeri tekan RUQ (+)
Nyeri tekan Epigastrium (+)
NPRS : 3-4
A/
Abses hepar
08-11-2019 S/ R/
Nyeri perut kanan atas (+) Metronidazole 500 mg 3x1
sudah mulai berkurang, demam
(-), mual (-), muntah (-),nafsu
makan berkurang, BAB dan Boleh pulang.
BAK lancar.
O/
KU : baik
TD : 130/80 mmHg
N : 93 x/menit
P : 20 x/menit
S : 37,0 o C
Nyeri tekan RUQ (+)
24
Nyeri tekan Epigastrium (+)
NPRS : 1-2
A/
Abses hepar
6. Diagnosis kerja
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
penunjang, pasien didiagnosis dengan Abses Hepar.
7. Resume
Seorang pasien, laki-laki, 57 tahun, alcoholism, masuk RSUD Syekh Yusuf
Gowa dengan Nyeri perut Right Upper Quadran (RUQ) dan epigastrium,
dan febris. Pasien masuk dengan keadaan compos mentis dan keadaan
umum sedang, dan gizi baik. Tanda vital didapatkan normal, takikardi,
febris, dan frekuensi penapasan normal. Pemeriksaan fisik diperoleh,
ekspresi meringis, nyeri tekan epigastrium dan nyeri tekan RUQ.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis dan trombositosis.
Pemeriksaan radiologi yakni USG diperoleh Abses Hepar multiple lobus
kanan, sedangkan organ-organ intra abdomen lainnya yang terscan dalam
batas normal. Untuk terapi medikamentosa, pasien diberi pengobatan
berupa antibiotik yakni cefoperazone /12 jam/iv, metronidazole 12 jam/iv;
antipiretik yakni paracetamol/12 jam/drips; analgetik yakni Dexketoprofen
/8 jam/iv; serta formuno 1x1.
8. Pengobatan
IVFD futrolit 20 tpm
Cefoperazone /12 jam/iv
Metronidazole /12 jam/iv
Paracetamol/12 jam/drips
Dexketoprofen /8 jam/iv
25
formuno 1x1.
9. Diskusi
26
umur 50 hingga 70 tahun, sementara abses hati amuba banyak ditemukan
pada usia 20 hingga 40 tahun. Penelitian di Mexico menunjukkan rata-
rata penderita abses hepar secara umum berkisar di umur 47 tahun.
Kebiasaan mengkonsumsi alkohol pada laki-laki menjadikan insidensi
abses hepar lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Sama halnya dengan Tn.
S yang merupakan konsumer alkohol sejak waktu yang lama. Alkohol yang
dikonsumsi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan penyakit hati
alkoholik yang berkontribusi dalam memicu inflamasi dan infeksi berulang
bagi orang yang mempunyai kecenderungan terkena infeksi.
Gejala klinis yang dikeluhkan Tn. S saat masuk rumah sakit adalah
gejala klinis yang umum dikeluhkan oleh penderita abses hepar, yakni nyeri
perut dan demam. Nyeri ini muncul sebagai manifestasi dari subcapsular
distention yang disebabkan oleh eksistensi abses. Nyeri secara lebih spesifik
dapat dirasakan pada bagian abdominal kuadran kanan atas atau right upper
quadrant (RUQ). Tidak jarang juga dapat dirasakan pada regio epigastrium.
Hal ini sesuai dengan posisi anatomis hati yang berada pada kuadran kanan
atas abdomen. Nyeri ini merupakan gejala yang terlambat muncul, yakni
saat abses sudah berkembang menjadi abses soliter yang besar. Tidak
didapatkan ikterus pada pemeriksaan fisik Tn S. Yang berarti tidak ada
peningkatan bilirubin direct dalam darah. Hal ini didukung oleh
pemeriksaan USG yang menunjukkan tidak adanya dilatasi duktus bilier.
Ikterus ini dapat terjadi pada kasus abses hepar yang disertai obstruksi bilier.
Pada pemeriksaan tanda vital, hampir sebagian pasien muncul dengan
keadaan kurang stabil, hipotensi, takikardi dan takipneu, namun berbeda
dengan Tn. S. dari hasil pemeriksaan TTV didapatkan tekanan darah
normal, takikardi, febris, dan frekuensi penapasan normal, Hasil
pemeriksaan darah pada pasien dengan abses hati juga dapat bervariasi.
Abnormalitas laboratorium yang paling umum adalah hipoalbuminemia,
peningkatan kadar enzim hati (SGOT & SGPT), dan leukositosis (11.800 –
34.500). Namun pada hasil laboratorium Tn.S , yang di dapatkan hanya
leukositosis.
27
Dalam beberapa kasus, abses hati dapat pecah dan dapat menginfeksi
ke dalam rongga toraks, atau bahkan mengarah pada pembentukan fistula
hepato-bronkial. Namun, pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan foto
thoraks, sehingga tidak bisa dengan jelas mengetahui apakah ada
manifestasi invasi cairan abses berupa efusi pleura yang dimana jika terlihat
akan sangat didukung oleh kondisi lokasi abses.
Pada pemeriksaan ultrasonografi, diperoleh ukuran hepar
membesar, tampak multiple lesi heterogen batas tegas, tepi regular diameter
± 6,58 cm pada segmen VIII, dan diameter± 5,52 dan diameter ± 5,06 cm
pada segmen VI. Tampak vaskularisasi pada tepi.
Abses besar atau multifokal dengan tepi ireguler di lobus kanan hepar
sering didapatkan pada 50% kasus abses hepar piogenik. Abses tunggal
pada lobus kanan berbentuk oval dan bersepta sering dijumpai pada 80%
kasus abses hepar amuba.
Pengobatan yang berupa injeksi metronidazole 500 mg/8 jam/iv
diberikan sebagai amtibiotik untuk melawan bakteri anaerobik dan protozoa
seperti entamoeba histolytca. Terjadinya abses hepar kadang dapat
disebabkan karena infeksi polymicrobial sehingga pemberian lebih dari satu
antibiotik sering dilakukan. Injeksi cefoperazone /8 jam/iv merupakan
antibiotik golongan cephalosporin generasi tiga sebagai terapi empiris
terhadap infeksi bakteri gram negative seperti Pseudomonas, Klebsiella,
Salmonella dll. Selain itu, juga diberikan terapi simptomatik berupa
analgetik yakni dexketoprofen /8 jam/iv dan antipiretik yakni
paracetamol/12 jam/drips untuk mengatasi nyeri dan demam.
28
DAFTAR PUSTAKA
29