Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh suatu
mikroorganisme yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan
adanya pembentukan pus hati sebagai proses invasi dan multiplikasi yang masuk
secara langsung dari cedera pembuluh darah atau sistem ductus biliaris. Hati adalah
organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Dari suatu studi di Amerika,
didapatkan 13% abses hati dari 48% abses viseral. Abses hati dapat berbentuk soliter
ataupun multipel. Sekitar 90% dari abses lobus kanan hepar merupakan abses soliter,
sedangkan abses lobus kiri hanya 10% yang merupakan abses soliter. Hal ini dapat
terjadi dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya
infeksi di dalam rongga peritoneum.
Abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amuba (AHA) dan abses hati piogenik
(AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang
paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk Indonesia. Abses hati
amuba disebabkan oleh protozoa Entamoeba hystolitica, yang mana endemik di
negara- negara tropis atau yang sedang berkembang. Sedangkan AHP merupakan
kasus yang relatif jarang.
Abses hati yang paling banyak ditemukan yaitu piogenik, kemudian amoebic
ataupun campuran infeksi dari keduanya. Insiden dan jenis penyakit infeksi pada hati
yang bersumber dari sistim gastrointestinal sangat bervariasi dari satu negara ke
negara lainnya. Infeksi ini dapat disebabkan oleh bakteri, parasit atau jamur. Selama
kurun waktu satu abad terakhir ini, telah banyak perubahan dalam hal epidemiologi,
etiologi, bakteriologi, cara diagnostik, pengelolaan maupun prognosis abses hati.
Pada banyak kasus, perkembangan abses hati mengikuti proses supuratif pada
daerah lain di tubuh. Kebanyakan merupakan penyebaran langsung dari infeksi
kandung empedu, misalnya empiema kandung empedu atau kolangitis. Infeksi
abdomen misalnya apendisitis atau divertikulitis dapat menyebar melalui vena porta
ke hati untuk membentuk abses. Beberapa kasus lain berkembang setelah adanya
sepsis dari endokarditis bakterial, infeksi ginjal, atau pneumonitis. Pada 25% kasus
1
tidak diketahui penyebab yang jelas (kriptogenik). Penyebab lainnya adalah infeksi
sekunder bakteri pada abses hati amuba dan kista hidatidosa. Sedangkan abses hati
amuba muncul sebagai salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang paling
sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk Indonesia.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Abses hati didefinisikan sebagai koleksi bahan supuratif terkapsulasi dalam
parenkim hati yang dapat disebabkan oleh infeksi oleh bakteri, jamur, dan / atau
parasit. Abses hati terbagi dalam dua kelompok yakni, abses hati amuba dan
abses hati piogenik. Abses hati piogenik adalah proses supuratif yang teradi pada
jaringan hati ya ng disebabkan oleh invasi bakteri melalui aliran darah, sistem
bilier, maupun penetrasi langsung. Abses hati amuba adalah penimbunan atau
akumulasi debris nekro-inflamatori purulen di dalam parenkim hati yang
disebabkan oleh amoeba, terutama Entamoeba hystolitica.

B. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi tertinggi di daerah tropis dan Negara berkembang dengan


keadaan sanitasi yang buruk, status social ekonomi yang rendah dan status gizi
yang kurang baik serta dimana strain virulen E. hystolitica masih tinggi. Misalnya
di Meksiko, India, Amerika Tengah dan Utara, Asia dan Afrika. Prevalensi E.
Hystoliisua di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 10-18%.
Diperkirakan 10% dari seluruh penduduk dunia terinfeksi oleh oleh E.
Hystolitica dan dari data didapatkan penderita yang memperlihatkan gejala hanya
10% penderita, selebihnya tidak memperlihatkan gejala.

Pasien yang menerima terapi immunosupresi, dan mereka yang dengan


penyakit keganasan, diabetes melitus dan penyalahgunaan alkohol kronik secara
terpisah memiliki resiko untuk terkena abses hati. Dua pertiga kejadian abses hati
meru- pakan penyakit yang berdiri sendiri. Pada 60% kasus abses hati
terlokalisir di lobus kanan hati. Pada beberapa kasus sepsis ditemukan bentuk
lesi hepatik supuratif kecil dan multiple yang mengindikasikan adanya Abses
3
hati amoeba adalah manifestasi ekstraintestinal paling umum dari amubiasis.
Dibandingkan dengan orang-orang yang tinggal di daerah endemik, orang yang
mengalami abses hati amuba setelah perjalanan ke daerah endemik, lebih
cenderung berusia tua dan laki-laki. Abses hati amuba ditandai dengan
hepatomegali, dengan abses besar atau multiple. Amoebiasis terjadi pada 10%
dari penduduk dunia dan paling sering di daerah tropis dan subtropik. Insidensi
abses hati amuba di Amerika Serikat mencapai 0.05% sedangkan di India
mencapai 10 – 30% per tahun dengan perbandingan laki-laki perempuan sebesar
3:1 sampai dengan 22:1.

Abses hepar piogenik merupakan penyakit yang sering menyebabkan abses


viseral. Sekitar 48 kasus abses viseral adalah abses hepar piogenik. 13% dari
keseluruhan kasus abses intraabdominal. Median umurnya adalah 44 tahun,
tidak terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Namun, lain halnya
pada penelitian yang dilakukan oleh Jayakar dan Nichkaode di India, insidensi
abses hepar piogenik pada laik-laki dan perempuan berbanding 10:1(4). Hampir
50% kasus merupakan abses multiple. Pada abses tunggal 75% terletak di lobus
kanan, 20% lobus kiri dan 5% pada kauda. Faktor risiko terjadinya abses hepar
piogenik adalah diabetes melitus, adanya penyakit dasar pada organ hepatobilier
dan pankreas serta transplantasi hati. Sekitar 50-60% abses hepar piogenik
terjadi akibat obstruksi bilier.

C. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI

Abses hati dapat disebabkan infeksi dapat berasal dari sistem porta dan
hematogen melalui arteri hepatika. Infeksi yang berasal dari abdomen dapat
mencapai hati melalui embolisasi melalui vena porta. Infeksi intra-abdomen ini
biasanya berasal dari appendisitis, divertikulitis, inflammatory bowel disease dan
pylephlebitis. Sementara itu infeksi secara hematogen biasanya disebabkan oleh
bakteremia dari endokarditis, sepsis urinarius, dan intravenous drug abuse. Abses
hati piogenik paling banyak terjadi akibat infeksi dari tempat lain yang umumnya
merupakan organ intraabdomen.

4
Abses hepar dibagi atas dua secara umum, yaitu abses hepar amoeba dan abses
hepar pyogenik
1. Abses amebik
Abses hati amebik disebabkan
oleh strain virulen Entamoeba hystolitica
yang tinggi. Sebagai host definitif,
individu-individu yang asimptomatis
mengeluarkan tropozoit dan kista
bersama kotoran mereka. Infeksi
biasanya terjadi setelah meminum air
atau memakan makanan yang
terkontaminasi kotoran yang
mengandung tropozoit atau kista
tersebut.
Gambar 1. Etiologi Abses Hati
Dinding kista akan dicerna oleh
usus halus, keluarlah tropozoit imatur. Tropozoit dewasa tinggal di usus
besar terutama sekum. Strain Entamoeba hystolitica tertentu dapat
menginvasi dinding kolon. Strain ini berbentuk tropozoit besar yang mana
di bawah mikroskop tampak menelan sel darah merah dan sel PMN.
Pertahanan tubuh penderita juga berperan dalam terjadinya amubiasis
invasif.
Amubiasis invasif dapat disebabkan perdarahan usus besar,
perforasi, dan pembentukan fistula. Bila terjadi perforasi biasanya dari
daerah sekum infeksi amuba invasif pada tempat-tempat yang jauh meliputi
paru, otak dan terutama hepar. Abses pada hepar diduga berasal dari invasi
sistem vena porta, pembuluh limfe mesenterium, atau penjalaran melalui
intraperitoneal. Dalam parenkim hepar terbentuk tempat-tempat
mikroskopis terutama terjadi trombosis, sitolisis, dan pencairan, suatu
proses yang disebut hepatitis amuba. Bila tempat-tempat tersebut bergabung
maka terjadilah abses amuba.
5
2. Abses pyogenik
Abses hati pyogenik dapat disebabkan infeksi dapat berasal dari sistem
porta dan hematogen melalui arteri hepatika. Infeksi yang berasal dari
abdomen dapat mencapai hati melalui embolisasi melalui vena porta.
Infeksi intraabdomen ini biasanya berasal dari appendisitis, divertikulitis,
inflammatory bowel disease dan pylephlebitis. Sementara itu infeksi secara
hematogen biasanya disebabkan oleh bakteremia dari endokarditis, sepsis
urinarius, dan intravenous drug abuse.
Saat ini ditemukan 45-75% abses hati piogenik disebabkan oleh
bakteri anaerobik ataupun campuran aerobik dan anaerobik. Bacteroides
dan fusobacterium merupakan bakteri anaerobik penyebab terbanyak.
Infeksi polimicrobial umumnya disebabkan oleh bakteri anaerobik.
Eschericia coli dan Klebsiella pneumoniae merupakan kuman yang paling
banyak diisolasi pada kelompk bakteri aerobik gram negatif. Pada
kelompok gram positif, staphylococcus merupakan kelompok yang paling
sering pada monomicrobial, streptococcus dan enterococcus paling sering
ditemukan pada infeksi polimikrobial.

Berbeda dengan abses hati piogenik, abses hati amuba paling sering
disebabkan oleh spesies Entamoeba histolytica.

D. PATOMEKANISME

a. Abses Hati Amebik


Amebiasis hati penyebab utamanya adalah entamoeba hystolitica.
Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi E.hystolitica yang memberi
gejala amebiasis invasif, sehingga ada dugaan ada 2 jenis E.hystolitica yaitu
strain patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi berbagai strain
E.hystolitica ini berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi
pada hati. Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahi secara pasti. Ada
beberapa mekanisme yang telah dikemukakan antara lain : faktor virulensi
parasit yang menghasilkan toksin, ketidakseimbangan nutrisi, faktor

6
resistensi parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya antigen
permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated.

Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme :


1. Strain E.hystolitica ada yang patogen dan non patogen.
2. Secara genetik E.hystolitica dapat menyebabkan invasi tetapi
tergantung pada interaksi yang kompleks antara parasit dengan
lingkungan saluran cerna terutama pada flora bakteri.

Mekanisme terjadinya amebiasis hati:


1. Penempelan E.hystolitica pada mukus usus.
2. Pengerusakan sawar intestinal.
3. Lisis sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons
imun cell- mediated yand disebabkan enzim atau toksin parasit, juga
dapat karena penyakit tuberkulosis, malnutrisi, keganasan dll.
4. Penyebaran amoeba ke hati. Penyebaran ameba dari usus ke hati
sebagian besar melalui vena porta. Terjadi fokus akumulasi
neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi
granulomatosa. Lesi membesar, bersatu dan granuloma diganti
dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul
tipis seperti jaringan fibrosa.
Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan atau tahun setelah
terjadinya amebiasis intestinal dan sekitar 50% amebiasis hati terjadi tanpa
didahului riwayat disentri amebiasis.

7
Gambar 2. Skema Patofisiologi Abses Hati Amebik

b. Abses Hati Pyogenik


Abses hati piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari:
1. Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal, bisa
menyebabkan pielflebitis porta atau emboli septik.
2. Saluran empedu merupakan sumber infeksi yang tersering.
Kolangitis septik dapat menyebabkan penyumbatan saluran empedu
seperti juga batu empedu, kanker, striktura saluran empedu ataupun
anomali saluran empedu kongenital.
3. Infeksi langsung seperti luka penetrasi, fokus septik berdekatan
seperti abses perinefrik, kecelakaan lau lintas.
4. Septisemia atau bakterimia akibat infeksi di tempat lain.
5. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada
organ lanjut usia.

8
Gambar 3. Pathway Abses Hati

Penjelasan :
1. Amuba yang masuk menyebabkan peradangan hepar sehingga
mengakibatkan infeksi
2. Kerusakan jaringan hepar menimbulkan perasaan nyeri
3. Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami gangguan
tidur atas pola tidur.
4. Abses menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga menimbulkan
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
5. Metabolisme nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi energi
menurun sehingga dapat terjadi intoleransi aktifitas fisik.

E. MANIFESTASI KLINIS

Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan
proses yang disebut peradangan. Awalnya, seperti bakteri mengaktifkan sistem
kekebalan tubuh, beberapa kejadian terjadi:
a. Darah mengalir ke daerah hepar dengan abses meningkat.
9
b. Suhu daerah hepar dengan abses meningkat karena meningkatnya pasokan
darah.
c. Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan lainnya.
d. Kemerahan setempat daerah hepar dengan abses.
e. Rasanya sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas kimia.
f. Tanda peradangan : panas, bengkak, kemerahan, dan sakit

Manifestasi sistemik abses hati pyogenik biasanya lebih berat daripada


abses hati amubik. Sindrom klinis abses hati pyogenik berupa:
a. Nyeri spontan perut kanan atas, ditandai dengan jalan membungkuk ke
depan dengan kedua tangan ditaruh diatasnya,
b. Demam tinggi disertai keadaan syok
Pada abses hati piogenik, demam tinggi yang naik turun disertai menggil sering
ditemukan. Nyeri perut yang dirasakan biasanya menetap dan dapat menyebar ke
bahu kanan. Sekitar 1/3 kasus disertai dengan diare dan ¼ kasus ditemukan batuk
yang tidak produktif. Pasien juga mungkin datang dengan keluhan infeksi
primernya seperti apendisitis, divertikulitis sebelum gejala abses berkembang.

Sedangkan pada abses hati amubik berupa:


a. Malaise
b. Demam tidak terlalu tinggi
c. Nyeri tumpul pada abdomen memberat jika terdapat pergerakan.
d. Iritasi diafragma muncul gejala seperti nyeri bahu kanan, batuk, ataupun
atelektasis
e. Gejala sitemik lainnya seperti mual, muntah, anoreksia, berat badan yang
turun untentional, badan lemah, ikterus, BAB seperti kapur, dan urine
berwarna gelap.
Pada abses hati amuba, kurang dari 10% pasien melaporkan riwayat diare
berdarah dengan disentri amuba. Nyeri perut dirasakan lebih berat dari abses hati
piogenik. Nyeri spontan perut kanan atas disertai dengan jalan membungkuk ke
depan dengan kedua tangan diletakkan diatasnya merupakan gambaran klinis

10
yang khas yang sering dijumpai. Demam biasanya muncul intermitten.Pada
umumnya, pasien dengan abses hepar datang dengan keluhan demam dan nyeri
perut. Selain itu, banyak juga keluhan seperti mual muntah, lemas seluruh badan
dan penurunan berat badan. Pada beberapa kasus, jaundice muncul sebagai
gejala pertama pada abses hati apabila terdapat obstruksi duktus bilier. Selain
jaundice, pemeriksaan fisik dapat menunjukkan hepatomegali dan nyeri perut
kuadran kanan atas, walaupun hanya pada sebagian besar kasus(5). Nyeri perut
merupakan gejala yang seing muncul terlambat. Nyeri perut disebabkan oleh
ukuran abses yang besar dan menyebabkan subcapsular distention.

F. DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan


fisik, laboratorium, serta pemeriksaan penunjang. Terkadang diagnosis abses
hepar sulit ditegakkan karena gejalanya yang kurang spesifik. Diagnosis dini
memberikan arti yang sangat penting dalam pengelolaannya karena penyakit ini
sebenarnya dapat disembuhkan. Diagnosis yang terlambat akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitasnya.
Pemeriksaan penunjang seperti foto toraks dan foto polos abdomen
digunakan untuk mendeteksi kelainan atau komplikasi yang ditimbulkan oleh
amebiasis hati. Diagnosa pasti adalah melalui USG dan CT Scan yang
sensitivitasnya sekitar 85-95%.
Saat ini, pemeriksaan radiologi merupakan modalitas penting untuk
diagnostik abses hepar. Pemeriksaan tersebut diantaranya adalah ultrasonografi
(USG), computerized tomography scan (CT Scan) serta magnetic resonance
imaging (MRI). Pemeriksaan radiologi dapat membedakan abses hepar dan
kolesistitis, obstruksi saluran empedu maupun pankreatitis.
Pemeriksaan USG merupakan modalitas yang paling sering digunakan.
hasilnya memperlihatkan adanya lesi hipoekoik, kadang-kadang dapat
ditemukan internal eco. Namun demikian lesi yang terdapat di bagian atas lobus
kanan sulit untuk diidentifikasi. Pada CT menunjukkan gambaran lesi densitas

11
rendah, dan dapat memperlihatkan lesi sumber infeksi ekstrahepatik.
Pemeriksaan radiologi tidak dapat membedakan abses hati amuba dan abses hati
piogenik. Untuk membedakannya dengan pasti, harus dilakukan aspirasi dan
kultur cairan abses. Pada abses hati piogenik, sering kali ditemukan abses
multifokal, tepi ireguler dan biasanya terletak di lobus kanan. Pada abses hati
amuba sering ditemukan abses hati tunggal, oval, bersepta dan biasanya juga
pada lobus kanan.
Pemeriksaan laboratorium, dapat didapati kelainan seperti anemia ringan,
lekositosis dengan netrofilia serta peningkatan laju endap darah. Dapat juga
ditemukan perubahan fungsi hati, yaitu peningkatan titer enzim hati dan
hipoalbimunemia.

G. TATALAKSANA
Pemeriksaan penujang untuk mengetahui penyebab pasti tentunya harus
dilakukan secepatnya apabila didukung dengan beberapa pertimbangan dan
gejala klinis. Pemeriksaan kultur ataupun pemeriksaan serum untuk mengetahui
mikroorganisme penyebab penting untuk menentukan rejimen antibiotik yang
sesuai. Sementara menunggu hasilnya, terapi tidak seharusnya ditunda. Ada
beberapa rejimen antibiotik yang digunakan, antibiotik harus mencakup
spektrum luas, B-laktam, atau kombinasi cefalosporin generasi ketiga atau
fluoroquinolone dan metronidazole. Dapat dimulai dengan metronidazole 750
mg/8 jam/oral selama 5-7 hari dikombinasi dengan antibiotik cfalosporin
generasi ketiga. Tentu saja lokal pola resistensi harus dipertimbangkan ketika
memulai terapi antibiotik.
Untuk terapi Non-Farmakologi, dapat dianjurkan untuk makan makanan
tinggi kalori dan tinggi protein, makanan dalam bentuk lunak, bed rest,
menghindari faktor risiko yang dapat memperberat, misalnya konsumsi alkohol
dan merokok.

12
Untuk terapi lainnya, dapat dilakukan :
a. Aspirasi tertutup, dengan indikasi:
 Abses dikhawatirkan akan pecah (bila diameter > 5 cm
untuk abses tunggal, dan > 3 cm untuk abses multipel)
 Respon terhadap medikamentosa setelah 7 hari tidak ada
 Abses di lobus kiri, warning pecah dan menyebar ke rongga
perikardium maupun peritoneum

Aspirasi berguna untuk mengurangi gejala-gejala penekanan dan


menyingkirkan adanya infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga
mengurangi risiko ruptur pada abses yang volumenya lebih dari 250
ml, atau lesi yang disertai rasa nyeri hebat dan elevasi diafragma.
Aspirasi juga bermanfaat bila terapi dengan metronidazol
merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan. Aspirasi bisa
dilakukan secara buta, tetapi sebaiknya dilakukan dengan tuntunan
ultrasonografi sehingga dapat mencapai ssaran yang tepat. Aspirasi
dapat dilakukan secara berulang-ulang secara tertutup atau
dilanjutkan dengan pemasangan kateter penyalir. Pada semua
tindakan harus diperhatikan prosedur aseptik dan antiseptik untuk
mencegah infeksi sekunder.

a. Drainase kateter perkutan


Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru,
peritoneum, dan perikardial. Tingginya viskositas cairan abses
amuba memerlukan kateter dengan diameter yang besar untuk
drainase yang adekuat. Infeksi sekunder pada rongga abses setelah
dilakukan drainase perkutan dapat terjadi.

b. Drainase pembedahan – laparoskopi, dengan indikasi:


 Abses disertai komplikasi infeksi sekunder

13
 Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang
interkostal
 Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil
 Ruptur abses ke dalam rongga intra-
peritoneal/pleural/perikardial
Kontraindikasi operasi pada abses hepar antara lain:
 Abses multipel
 Infeksi poli-mikrobakteri
 Immunocompromise disease

c. Hepatektomi
Dewasa ini dilakukan hepatektomi yaitu pengangkatan lobus hati
yang terkena abses. Hepatektomi dapat dilakukan pada abses
tunggal atau multipel, lobus kanan atau kiri, juga pada pasien dengan
penyakit saluran empedu. Tipe reseksi hepatektomi tergantung dari
luas daerah hati yang terkena abses juga disesuaikan dengan
perdarahan lobus hati.
Beberapa menganjurkan abses besar seperti itu lebih dari 5cm dapat
mengambil manfaat dari drainase bedah terbuka. Drainase perkutan oleh
ultrasound atau dipandu CT adalah ideal untuk sebagian besar abses lainnya.
Berdasarkan PEGI (Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal Indonesia) dan
PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia) menyepakati :
1. Abses hati dengan diameter 1-5 mm, dianjurkan terapi medikamentosa, bila
respon negatif, dilakukan aspirasi
2. Abses hati dengan diameter 5-8 cm, dianjurkan terapi aspirasi berulang
3. Abses hati dengan diameter >8 cm, dianjurkan drainase perkutan

14
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar 5-
15,6%, perforasi abses ke berbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru,
pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi
superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase.
Tanpa terapi, abses akan membesar, meluas ke diafragma atau ruptur ke
kavitas peritoneal.
1. Ruptur abses ke dalam:
a. Regio toraks, menyebabkan:
1) Fistula hepatobronkhial
2) Abses paru
3) Empiema ameba
b. Perikardium , menyebabkan:
1) Gagal jantung
2) Perikarditis
3) Temponade jantung
c. Peritoneum, menyebabkan:
1) Peritonitis
2) asites
2. Infeksi sekunder (biasanya iatrogenik setelah aspirasi)
3. Lain-lain (jarang):
a. Gagal hati fulminan
b. Hemofilia
c. Obstruksi vena kava inferior
d. Sindrom budd-chiarii
e. Abses cerebri (hematogen)

I. PROGNOSIS
Abses hati piogenik memiliki angka kematian yang rendah yakni 2 – 12%
dengan pemberian antibiotik dini. Prognosis baik dengan angka harapan hidup
90%. Namun angka kematian bisa 100% pada abses yang tidak ditangani.
15
Abses hati amuba merupakan penyakit yang sangat treatable. Angka
kematiannya <1% bila tanpa penyulit. Penegakan diagnostik yang terlambat
dapat memberikan penyukit dan meningkatkan angka kematian, 20% pada
ruptur dalam peritoneum, dan 32-100% pada ruptur perikardium.

Prognosis dari abses hepar tergantung:


1. Virulensi parasit
2. Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita
3. Usia penderita, lebih buruk pada usia tua
4. Cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosa lebih buruk letak
dan jumlah abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau
multiple. Sejak digunakan pemberian obat seperti emetine, metronidazole,
dan kloroquin, mortalitas menurun secara tajam.Sebab kematian biasanya
karena sepsis atau sindrom hepatorenal.

Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan


pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab bakterial
organisme multipel, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus,
hipoalbuminemia, efusi pleura atau adanya penyakit lain.

16
BAB III

LAPORAN KASUS

1. Identitas pasien
Nama : Tn. S
Tanggal lahir : 01 Juli 1962
Umur : 57 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Parang
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Ruangan : Perawatan VII lt. 2 RSUD Syekh Yusuf Gowa
2. Anamnesis
Keluhan utama : Nyeri perut kanan atas
Riwayat penyakit sekarang :
Seorang pasien, laki-laki, 57 tahun, masuk RSUD Syekh Yusuf Gowa
dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 3 minggu yang lalu. Pasien juga
mengeluh nyeri ulu hati (+). Demam (+), mual (-), muntah (+).BAB encer,
BAK lancar. Riwayat konsumsi alkohol (+) dan merokok (+) sejak lama.
Riwayat hipertensi (-), diabetes melitus (-).
3. Pemeriksaan fisik
a. Status present
GCS : E4M6V5
KU : sedang
BB : 55 kg
TB/PB : 162 cm
IMT : kg/m2 (gizi baik)
b. Tanda vital
Tekanan Darah : 120/60 mmHg
Suhu : 38,8 oC
17
HR : 160 x/menit
RR : 20 x/menit
c. Kepala
Bentuk : Normocephal
Rambut : abu-abu, lurus, pendek
Muka : simetris, ikterus (-)
Deformitas : (-)
Ekspresi : meringis
d. Mata
Bentuk : Cekung (-)
Kelopak mata : dalam batas normal
Gerakan : ke segala arah
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterus (+)
Pupil : bulat, isokor, θ 2.5 mm ODS
e. Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
f. Mulut
Bibir : Sianosis (-)
Gusi : perdarahan (-)
Lidah : kotor (+)
g. Leher
Kelenjar getah bening : pembesaran (-)
Kelenjar tiroid : pembesaran (-)
DVS : R-4
Kaku kuduk : (-)
Tumor/massa : (-)
h. Thorax
Inspeksi
- Bentuk : simetris antara kiri dan kanan
18
- Massa : (-)
Palpasi
- Vocal Fremitus : dalam batas normal
- Nyeri tekan : (-)
- Massa : (-)
Perkusi
- Paru : dalam batas normal, sonor dextra sinistra
- Batas paru depan kanan : ICS VI dextra
- Batas paru belakang kanan : vertebra thoracalis IX dextra
posterior
- Batas paru belakang kiri : vertebra thorakalis X sinistra
posterior
Auskultasi
- Bunyi pernapasan : vesikuler
- Bunyi tambahan : wheezing (-/-), ronchi (-/-)
i. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : pekak, batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, bising (-)
j. Abdomen
Inspeksi : datar, ikut gerak napas
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), Nyeri tekan RUQ (+)
Perkusi : timpani, asites (-)
Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
k. Punggung
Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi : nyeri ketok (-)
Auskultasi : vesikuler, wheezing (-/-), ronchi (-/-)
l. Ekstremitas : akral hangat, edema pretibial (-/-)

19
4. Pemeriksaan penunjang
Darah rutin (02-11-2019) pukul 20:51 WITA
- WBC : 29.5 x 103 /uL
- RBC : 4.02 x 103 /uL
- HGB : 12.8 mg/dL
- PLT : 478 x 103 /uL
- SGOT : 21 U/L
- SGPT : 38 U/L
- HBsAg : non reaktif
- Widal Test : O = 1/80 , H= 1/80 , HA dan HB = (-)

Ultrasonografi abdomen (04-11-2019)


- Hepar : Ukuran membesar, tampak multiple lesi heterogen
batas tegas, tepi regular diameter ± 6,58 cm pada segmen VIII, dan
diameter± 5,52 dan diameter ± 5,06 cmpada segmen VI. Tampak
vaskularisasi pada tepi.
- Gallbladder : echo normal
- Lien : echo normal
- Pankreas : echo normal
- Renal sinistra : echo normal
- Renal dextra : echo normal
- Vesica urinaria : urine minimal, sulit dievaluasi
- Cairan bebas : tidak tampak cairan bebas di cavum
peritoneummaupun di cavum Douglasi.
 Kesan :
- Abses Hepar multiple lobus kanan
- organ-organ Intra abdomen lainnya yang terscan dalam batas normal

20
-
Gambar 4. USG Abdomen Tn. S

5. Follow up pasien
03-11-2019 S/ R/
Pasien mengeluh nyeri perut IVFD RL 20 tpm
kanan atas sejak 3 minggu yang Cefoperazone /12 jam/ iv
lalu, terasa tertusuk tusuk dan Paracetamol 500 ml /8 jam/iv
tembus hingga ke belakang.
Perut terasa keras (+), Demam
(+), mual (+), muntah (-). Nyeri
ulu hati (+). BAB terakhir ±
dengan konsistensi encer
seperti air selama 2 hari
terakhir, BAK pekat seperti
warna teh. Nafsu makan
menurun Riwayat konsumsi
alkohol (+) dan merokok (+)
sejak lama.
O/
KU : sedang
TD : 110/60 mmHg
N : 93 x/menit
P : 20 x/menit
S : 37.4 o C

21
Nyeri tekan RUQ (+)
Nyeri tekan Epigastrium (+)
NPRS : 6-7
A/
Susp. Abses hepar
04-11-2019 S/ R/
Pasien mengeluh nyeri perut IVFD futrolit 20 tpm
kanan atas (+), sakit perut (+), Cefoperazone /12 jam/iv
Demam (+), mual (-), muntah Metronidazole 12 jam/iv
(-). BAK lancar, BAB terakhir Paracetamol/12 jam/drips
encer sejak 3 hari yang lalu, Formuno 1x1
O/
KU : sedang
TD : 120/60 mmHg
N : 91 x/menit
P : 20 x/menit
S : 37,3 o C
Nyeri tekan RUQ (+)
Nyeri tekan Epigastrium (+)
NPRS : 4
A/
Susp. Abses hepar
05-11-2019 S/ R/
Nyeri perut kanan atas (+), IVFD RL : Aminofluid 1:1
nyeri ulu hati (+), pusing (+), Cefoperazone /12 jam/iv
sakit kepala (-), Demam (+), Metronidazole /8 jam/iv
mual (-), muntah (-). BAB hari Paracetamol/12 jam/drips
ini berwarna kemerahan, BAK
lancar namun berwarna seperti
teh pekat..

22
O/
KU : sedang
TD : 100/70 mmHg
N : 81 x/menit
P : 22 x/menit
S : 37.3 o C
Nyeri tekan RUQ (+)
Nyeri tekan Epigastrium (+)
NPRS : 4
A/
Abses hepar
06-11-2019 S/ R/
Nyeri perut kanan atas (+), ada IVFD RL : Aminofluid 1:1
nyeri dada dan nyeri perut kiri Cefoperazone /12 jam/iv
bawah. Sakit kepala (-), pusing Metronidazole /8 jam/iv
(-), Demam (-), mual (-), Dexketoprofen /8 jam/iv
muntah (-). BAB dan BAK
lancar.
O/
KU : sedang
TD : 120/70 mmHg
N : 80 x/menit
P : 20 x/menit
S : 36.8 o C
Nyeri tekan RUQ (+)
Nyeri tekan Epigastrium (+)
NPRS : 4

A/
Abses hepar

23
07-11-2019 S/ R/
Nyeri perut kanan atas (+), IVFD RL 20 tpm
nyeri ulu hati (+), Demam (-), Cefoperazone /12 jam/iv
mual (-), muntah (-). Nafsu Metronidazole /12 jam/iv
makan menurun, BAB sedikit Paracetamol /12 jam/drips
dan sulit, BAK lancar. Dexketoprofen/12 jam/iv
O/
KU : sedang
TD : 130/80 mmHg
N : 76 x/menit
P : 20 x/menit
S : 36.6 o C
Nyeri tekan RUQ (+)
Nyeri tekan Epigastrium (+)
NPRS : 3-4
A/
Abses hepar
08-11-2019 S/ R/
Nyeri perut kanan atas (+) Metronidazole 500 mg 3x1
sudah mulai berkurang, demam
(-), mual (-), muntah (-),nafsu
makan berkurang, BAB dan Boleh pulang.
BAK lancar.
O/
KU : baik
TD : 130/80 mmHg
N : 93 x/menit
P : 20 x/menit
S : 37,0 o C
Nyeri tekan RUQ (+)

24
Nyeri tekan Epigastrium (+)
NPRS : 1-2
A/
Abses hepar

6. Diagnosis kerja
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
penunjang, pasien didiagnosis dengan Abses Hepar.

7. Resume
Seorang pasien, laki-laki, 57 tahun, alcoholism, masuk RSUD Syekh Yusuf
Gowa dengan Nyeri perut Right Upper Quadran (RUQ) dan epigastrium,
dan febris. Pasien masuk dengan keadaan compos mentis dan keadaan
umum sedang, dan gizi baik. Tanda vital didapatkan normal, takikardi,
febris, dan frekuensi penapasan normal. Pemeriksaan fisik diperoleh,
ekspresi meringis, nyeri tekan epigastrium dan nyeri tekan RUQ.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis dan trombositosis.
Pemeriksaan radiologi yakni USG diperoleh Abses Hepar multiple lobus
kanan, sedangkan organ-organ intra abdomen lainnya yang terscan dalam
batas normal. Untuk terapi medikamentosa, pasien diberi pengobatan
berupa antibiotik yakni cefoperazone /12 jam/iv, metronidazole 12 jam/iv;
antipiretik yakni paracetamol/12 jam/drips; analgetik yakni Dexketoprofen
/8 jam/iv; serta formuno 1x1.

8. Pengobatan
 IVFD futrolit 20 tpm
 Cefoperazone /12 jam/iv
 Metronidazole /12 jam/iv
 Paracetamol/12 jam/drips
 Dexketoprofen /8 jam/iv

25
 formuno 1x1.

9. Diskusi

Berdasarkan hasil pemeriksaan, penunjang Tn. S didapatkan kesan


Abses Hepar multiple lobus kanan. Namun, jenis penentuan abses pada
kasus Tn. S masih belum dapat ditentukan secara pasti. Untuk menentukan
jenis abses hepar, perlu dilakukan pemeriksaan serum, yakni antibodi
antimubik atau kultur darah ataupun pus hasil aspirasi. Abses hepar amuba
mempunyai antibodi antimubik titer tinggi terhadap entamoeba hystolitica.
Pada aspirasi abses, spesimen yang berasal dari infeksi piogenik berwarna
kekuningan ataupun kehijauan dan berbau busuk serta pada pewarnaan
gram akan selalu ditemukan bakteri. Spesimen dari infeksi amuba berwarna
merah kecoklatan dan pada pewarnaan gram didapatkan netrofil tanpa
bakteri kecuali terdapat infeksi sekunder. Selain itu, insidensi abses hepar
amuba juga sering pada imigran dari daerah endemik. Sayangnya, pada
kasus ini, riwayat bepergian pasien kurang diketahui secara pasti.
Perbantingan insidensi antara abses hepar piogenik dan amuba adalah 3:1.

Tn. S, merupakan seorang laki-laki dewasa yang sudah berumur 57


tahun. Berdasarkan jenis kelamin dan usia, kemungkinan untuk terjangkit
abses hepar sangat besar jika dibandingkan dengan perempuan dan anak
anak.
Angka kejadian abses hati piogenik lebih tinggi dibandingkan abses
hati amuba. Angka kejadian abses hati amuba hanya sekitar 20% dari
semua abses hati. Abses hepar dapat terjadi pada laki-laki maupun
perempuan. Insidensinya lebih meningkat pada laki-laki untuk jenis abses
hepar amuba, dan insidensi sama antara laki-laki dan perempuan pada
abses hepar piogenik. Namun menurut Jayakar pada tahun 2018, secara
umum rasio abses hepar secara umum antara laki-laki dan perempuan
adalah 4:1. Rasio pada abses hepar amuba yakni 3:1 dan pada abses hepar
piogenik 10:1. Abses hati piogenik banyak ditemukan pada pasien dengan

26
umur 50 hingga 70 tahun, sementara abses hati amuba banyak ditemukan
pada usia 20 hingga 40 tahun. Penelitian di Mexico menunjukkan rata-
rata penderita abses hepar secara umum berkisar di umur 47 tahun.
Kebiasaan mengkonsumsi alkohol pada laki-laki menjadikan insidensi
abses hepar lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Sama halnya dengan Tn.
S yang merupakan konsumer alkohol sejak waktu yang lama. Alkohol yang
dikonsumsi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan penyakit hati
alkoholik yang berkontribusi dalam memicu inflamasi dan infeksi berulang
bagi orang yang mempunyai kecenderungan terkena infeksi.
Gejala klinis yang dikeluhkan Tn. S saat masuk rumah sakit adalah
gejala klinis yang umum dikeluhkan oleh penderita abses hepar, yakni nyeri
perut dan demam. Nyeri ini muncul sebagai manifestasi dari subcapsular
distention yang disebabkan oleh eksistensi abses. Nyeri secara lebih spesifik
dapat dirasakan pada bagian abdominal kuadran kanan atas atau right upper
quadrant (RUQ). Tidak jarang juga dapat dirasakan pada regio epigastrium.
Hal ini sesuai dengan posisi anatomis hati yang berada pada kuadran kanan
atas abdomen. Nyeri ini merupakan gejala yang terlambat muncul, yakni
saat abses sudah berkembang menjadi abses soliter yang besar. Tidak
didapatkan ikterus pada pemeriksaan fisik Tn S. Yang berarti tidak ada
peningkatan bilirubin direct dalam darah. Hal ini didukung oleh
pemeriksaan USG yang menunjukkan tidak adanya dilatasi duktus bilier.
Ikterus ini dapat terjadi pada kasus abses hepar yang disertai obstruksi bilier.
Pada pemeriksaan tanda vital, hampir sebagian pasien muncul dengan
keadaan kurang stabil, hipotensi, takikardi dan takipneu, namun berbeda
dengan Tn. S. dari hasil pemeriksaan TTV didapatkan tekanan darah
normal, takikardi, febris, dan frekuensi penapasan normal, Hasil
pemeriksaan darah pada pasien dengan abses hati juga dapat bervariasi.
Abnormalitas laboratorium yang paling umum adalah hipoalbuminemia,
peningkatan kadar enzim hati (SGOT & SGPT), dan leukositosis (11.800 –
34.500). Namun pada hasil laboratorium Tn.S , yang di dapatkan hanya
leukositosis.
27
Dalam beberapa kasus, abses hati dapat pecah dan dapat menginfeksi
ke dalam rongga toraks, atau bahkan mengarah pada pembentukan fistula
hepato-bronkial. Namun, pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan foto
thoraks, sehingga tidak bisa dengan jelas mengetahui apakah ada
manifestasi invasi cairan abses berupa efusi pleura yang dimana jika terlihat
akan sangat didukung oleh kondisi lokasi abses.
Pada pemeriksaan ultrasonografi, diperoleh ukuran hepar
membesar, tampak multiple lesi heterogen batas tegas, tepi regular diameter
± 6,58 cm pada segmen VIII, dan diameter± 5,52 dan diameter ± 5,06 cm
pada segmen VI. Tampak vaskularisasi pada tepi.

Abses besar atau multifokal dengan tepi ireguler di lobus kanan hepar
sering didapatkan pada 50% kasus abses hepar piogenik. Abses tunggal
pada lobus kanan berbentuk oval dan bersepta sering dijumpai pada 80%
kasus abses hepar amuba.
Pengobatan yang berupa injeksi metronidazole 500 mg/8 jam/iv
diberikan sebagai amtibiotik untuk melawan bakteri anaerobik dan protozoa
seperti entamoeba histolytca. Terjadinya abses hepar kadang dapat
disebabkan karena infeksi polymicrobial sehingga pemberian lebih dari satu
antibiotik sering dilakukan. Injeksi cefoperazone /8 jam/iv merupakan
antibiotik golongan cephalosporin generasi tiga sebagai terapi empiris
terhadap infeksi bakteri gram negative seperti Pseudomonas, Klebsiella,
Salmonella dll. Selain itu, juga diberikan terapi simptomatik berupa
analgetik yakni dexketoprofen /8 jam/iv dan antipiretik yakni
paracetamol/12 jam/drips untuk mengatasi nyeri dan demam.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Amirudin R (2012). Fibrosis hati. Dalam: Sulaiman A, Akbar N, Lesmana


LA, Noer MS (eds). Buku ajar ilmu penyakit hati. Jakarta : CV Sagung Seto,
pp: 341-345.

2. Aster VKAKAJC. Buku Ajar Patologi Robbins. Singapore: Elsevier; 2015.


628 p.
3. Dugum M, Mccullough A. Review Article Diagnosis and Management of
Alcoholic Liver Disease. J Clin Transl Hepatol. 2015;3:109–16.
4. Iida H, Aihara T, Ikuta S, Yamanaka N. Risk of abscess formation after liver
tumor radiofrequency ablation: A review of 8 cases with a history of
enterobiliary anastomosis. Hepatogastroenterology 2014;61:1867–1870.
5. Jayakar SR, Nichkaode PB. Liver abscess , management strategies , and
outcome. Int Surg J. 2018;5(9):3093–101.
6. Mckaigney C. Hepatic Abscess : Case Report And Review. West J Emerg
Med. 2013;XIV(March):154–7.

7. Yuridyah Prianti M, Julfina Bisanto, Kemas Firman. Sari Pediatri : Abses


Hati. 2016
8. Yusri Dianne Jurnalis, Delfican, Yorva Sayoeti, Majalah Kedokteran
Andalas No.1. Vol.36. Abses Hati Piogenik. Januari-Juli. 2012

29

Anda mungkin juga menyukai