Anda di halaman 1dari 28

CLINICAL SCIENCE SESSION

* Kepaniteraan Klinik Senior/G1A217101/ April 2019


** Pembimbing: dr. Fitriyanti, Sp.KK, FINSDV

Dermatoscopy of Parasitic and Infectious Disorders

Oleh:
Enita Harianti, S. Ked*
G1A217101

Pembimbing:
dr. Fitriyanti, Sp.KK, FINSDV**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Dermatoscopy of Parasitic and Infectious Disorders

Oleh:
Enita Harianti, S. Ked
G1A217101

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019

Jambi, April 2019


Pembimbing

dr. Fitriyanti, Sp.KK, FINSDV

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Clinical Science Session yang berjudul “Dermatoscopy of Parasitic and
Infectious Disorders” sebagai kelengkapan persyaratan dalam mengikuti
Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di RSUD
Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Fitriyanti, Sp.KK,
FINSDV yang telah meluangkan waktunya sebagai pembimbing sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak.
Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu bagi
para pembaca.

Jambi, April 2019

Enita Harianti, S.Ked

3
DERMATOSKOPI PADA PENYAKIT PARASITIK DAN INFEKSIUS
Anna Elisa Verzì, MD, Francesco Lacarrubba, MD, Franco Dinotta, MD,
Giuseppe Micali, MD*
POIN PENTING
 Laporan yang meningkat dari beberapa pola dermatoskopi yang beragam
mengkonfirmasi peran penting dari dermatoskopi di banyak bidang dermatologis.
 Dermatoskopi telah terbukti menjadi alat bantu yang bermanfaat dalam diagnosis
gangguan parasit dan infeksi.
 Di antara berbagai infestasi dan infeksi kulit, pola dermoscopic yang khas telah
dijelaskan untuk skabies, pediculosis, tungiasis, leishmaniasis, larva migrans,
trombiculiasis, kutil virus, moluskum kontagiosum, tinea capitis, dan tinea nigra.

PENDAHULUAN
Dermatoskopi biasa digunakan untuk evaluasi lesi kulit berpigmen, meningkatkan
akurasi diagnostik lesi ganas secara signifikan dibandingkan dengan pemeriksaan
dengan mata telanjang. Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaannya telah
diperluas ke bidang dermatologi lainnya, termasuk gangguan parasit dan infeksi;
istilah entodermoscopy telah dikenal secara luas. Beberapa penelitian telah
melaporkan kegunaan dermatoskopi dalam membantu diagnosis klinis dari
kondisi ini sehingga dapat meminimalisir prosedur semi invasif atau invasif,
seperti kerokan kulit dan / atau biopsi. Artikel ini memberikan ulasan tentang pola
dermatoskopik utama yang terlihat pada gangguan kulit yang disebabkan parasit,
virus, dan jamur tertentu.

PENYAKIT KULIT PARASITIK


Skabies
Skabies disebabkan oleh infestasi tungau yang bersifat host spesifik Sarcoptes
scabiei var hominis, yang hidup di dalam epidermis. Ini adalah masalah di seluruh
dunia yang mungkin melibatkan semua umur, ras, dan kelompok sosial ekonomi,
meskipun insiden yang lebih tinggi terjadi di lingkungan yang padat, termasuk
sekolah, rumah sakit, penjara, dan tenda-tenda pengungsi. Skabies dapat
ditularkan secara langsung melalui kontak dekat atau tidak langsung melalui
benda (fomite). Diagnosis klinis didasarkan dengan adanya rasa gatal yang intens

4
pada malam hari, penyebaran di lokasi yang khas (pergelangan tangan, aksila,
pinggang, umbilikus, pergelangan kaki, bokong, genitalia, areolae, dan puting
susu), dan jenis lesi (papula eritematosa kecil, ekskoriasi, infeksi bakteri
sekunder) bersama dengan riwayat positif untuk gejala serupa pada anggota
rumah tangga atau kontak pribadi yang dekat. Tanda patognomonik adalah adanya
liang berukuran kecil (panjang 3-10 mm), bergelombang, seperti benang, sifat
keabu-abuan. Namun, pada pengamatan klinis liang utuh mungkin sulit dideteksi
karena garukan yang intens. Diagnosis dapat ditegakkan melalui pemeriksaan
mikroskopis ringan dari kerokan kulit yang menunjukkan keberadaan tungau
dewasa, telur, dan / atau pelet tinja. Namun, hasil dari metode ini terbatas pada
area yang diuji dan hasil negatif palsu sering terjadi.
Dermatoskopi telah terbukti menjadi alat yang efektif untuk diagnosis
skabies, memungkinkan pemeriksaan in vivo yang cepat, non-invasif dari seluruh
permukaan kulit dalam beberapa menit.
Pada perbesaran rendah (x10), dermatoskopi memungkinkan visualisasi
dari struktur segitiga kecil berwarna coklat gelap “circumflex accent” yang
terletak di ujung segmen linear yang halus (Gbr. 1A); kedua struktur menyerupai
jet dengan contrail dimana struktur segitiga sesuai dengan bagian anterior tungau
berpigmen (mulut dan 2 pasang kaki anterior), sedangkan segmen yang berbentuk
contrail berkorelasi dengan liang. Namun, penggunaan magnifikasi rendah,
membutuhkan pengalaman yang baik, karena fitur-fitur ini mungkin dikacaukan
dengan eksoriasi dan / atau serpihan yang mungkin sering terjadi karena goresan
berulang. Pembesaran yang lebih tinggi (hingga x600) menunjukkan gambar yang
jelas tentang liang dan tungau; mereka juga memungkinkan pengenalan telur atau
feses (tidak terlihat pada perbesaran rendah) yang juga mewakili tanda-tanda
diagnostik (Gbr. 1B). Dengan menggunakan perbesaran yang lebih tinggi, rincian
anatomi Sarcoptes scabiei dapat terlihat, termasuk bentuk tubuh tungau yang
bundar translusen, kepala, kaki anterior dan posterior, dan spicula dorsal. Dalam
beberapa kasus, tungau yang bergerak di dalam lubang mungkin dapat terlihat.
Sebuah penelitian double-blind telah menunjukkan bahwa dermatoskopi dengan
pembesaran tinggi setara dengan pemeriksaan kerokan kulit dalam hal akurasi
diagnostik. Studi lain pada populasi anak-anak menunjukkan hasil yang lebih

5
baik, karena tidak menyakitkan dan tidak memerlukan pisau untuk mengikis kulit.
Dermatoskopi juga sangat berguna untuk menskrining kontak tanpa gejala dan
anggota keluarga dan untuk follow-up pasca-terapi, mengesampingkan adanya
tungau, sehingga mengurangi risiko penyebaran kuman. Baru-baru ini,
videomikroskop dengan biaya rendah (sekitar $30), yang memungkinkan
perbesaran tinggi (hingga x500) dan tersedia untuk penggunaan nonmedis dalam
entomologi, botani, dan / atau mikroelektronika, telah terbukti mampu dapat
mendiagnosis skabies definitif, menunjukkan tanda-tanda khas infestasi seperti
yang dilakukan videodermatoscope yang telah diterapkan dari segi medis.
Dampak dari videomikroskop yang murah ini, meskipun kegunaannya belum
dikonfirmasi dalam kondisi dermatologis lainnya, namun signifikan dan hemat
biaya dalam menangani kasus skabies, baik dalam pengaturan institusi (rumah
sakit, panti jompo, fasilitas perawatan jangka panjang, dan penjara) serta di
negara-negara terbelakang yang mengalami wabah endemik, di mana ketersediaan
teknik terjangkau dan non-invasif sangat penting.

Gambar. 1. Skabies (A) Dermatoskopi perbesaran rendah pada liang menunjukkan


struktur segitiga coklat kecil gelap (panah kuning) yang terletak di ujung bergelombang,
segmen keputihan (pembesaran asli x10). (B) Videodermatoskopi highmagnification
mengungkapkan gambar tegas tubuh Sarcoptes scabiei (lingkaran) bersama dengan telur
(panah hitam) dan kotoran (panah merah) (perbesaran asli x400).

Pedikulosis
Dermatoskopi telah terbukti bermanfaat untuk diagnosis dan pemantauan
terapeutik dari 2 infeksi kulit yang umum dan sangat menular karena artropoda
penghisap darah: pediculosis capitis dan phthiriasis pubis.
Pediculosis capitis disebabkan oleh Pediculus humanus var capitis (kutu
kepala). Jenis ini memanjang secara vertikal (2-3 mm), pipih, dan tanpa sayap,

6
dengan 3 pasang kaki. Telur oval (nits) tertanam ke batang rambut dekat dengan
kulit kepala dengan bahan chitinous yang dikeluarkan oleh kutu betina. Prevalensi
Pediculosis capitis cukup tinggi di seluruh dunia dan biasanya terjadi pada anak-
anak usia sekolah yang menyebabkan rantai penularan pada teman sekelas dan
anggota keluarga lainnya pada rumah yang sama. Gadis-gadis tampaknya lebih
sering terpengaruh, mungkin karena rambut panjang dan berbagi sisir serta
aksesoris rambut. Pasien biasanya mengeluh pruritus hebat pada kulit kepala,
terutama yang melibatkan daerah oksipital dan retroauricular. Gatal dapat memicu
goresan, yang dapat menyebabkan eksoriasi, infeksi bakteri sekunder, dan
limfadenopati.
Diagnosis pediculosis capitis biasanya ditegakkan dengan memeriksa
rambut kulit kepala untuk mencari kutu atau telur kutu. Dermatoskopi
memungkinkan identifikasi telur kutu, yang berbentuk bulat oval, struktur
kecoklatan melekat erat pada batang rambut, dengan diferensiasi yang jelas dari
pseudonits. Pada akhirnya, nits (telur kutu) dapat memberikan gambaran klinis
yang ditunjukkan dengan sisik seborrheic dermatitis (keputihan, massa amorf),
telur kutu yang menempel pada rambut (keputihan, memanjang, struktur tubular
mengelilingi batang rambut), piedra putih (keputihan, massa ovular di sepanjang
poros), atau trichorrhexis nodosa (batang rambut yang beruas). Selain itu,
dermatoskopi dapat digunakan untuk identifikasi terperinci dari nits yang berisi
maupun kosong: yang pertama, yang mengandung nimfa dan mengindikasikan
kemungkinan infestasi aktif, tampak cembung, sedangkan nits kosong, yang dapat
bertahan setelah penyembuhan, bersifat tembus cahaya dan biasanya
menunjukkan bidang dan ujung bebas yang pecah. Diferensiasi ini memberikan
informasi penting tentang pendekatan terapeutik. Dermatoskopi juga telah
digunakan untuk mempelajari aktivitas pediculicidal dari berbagai produk topikal
dengan evaluasi ex vivo dari pergerakan dan fisiologi tungau.
Menariknya, sebuah laporan kasus menggambarkan seorang pasien dengan
pruritus kulit kepala yang tidak responsif terhadap perawatan pediculicidal
berulang, yang menunjukkan spesimen yang dikumpulkan sendiri dari kutu kepala
yang diduga diklaim sembuh setelah menyisir rambut. Videodermatoskopi
perbesaran ex vivo yang tinggi dari sampel tidak termasuk pediculosis capitis, dan

7
konsultasi entomologis mengidentifikasi artropoda sebagai collembola (pegas
ekor). Yang terakhir ini mungkin dikacaukan dengan kutu kepala tahap nimfa,
karena ukuran dan bentuknya cukup mirip pada pengamatan mata telanjang atau
menggunakan lensa pembesaran / dermatoskopi.
Phthiriasis pubis disebabkan oleh Pthirus pubis (kutu kepiting). Ini
diklasifikasikan sebagai penyakit menular seksual, karena kutu biasanya
ditemukan di rambut kemaluan menyebar dari kontak langsung. Namun, hal itu
dapat memengaruhi daerah rambut apa pun, termasuk kulit kepala, alis, dan bulu
mata (phthiriasis palpebrarum). Tubuh bulat dari kutu kemaluan panjangnya 1
sampai 2 mm dan menyerupai kepiting yang berukuran sangat kecil. Seperti pada
pedikulosis kapitis, pasien biasanya datang dengan pruritus, kadang-kadang
dikaitkan dengan adanya makula abu-abu hingga biru (maculae ceruleae) di paha
maupun tungkai.
Pada phthiriasis pubis, dermatoscopy jelas menunjukkan adanya kutu yang
melekat kuat pada rambut kemaluan dan memungkinkan identifikasi yang lebih
rinci dari nits yang berisi atau kosong. Dalam kasus phthiriasis palpebrarum, kutu
kadang-kadang secara klinis sulit untuk diidentifikasi, sehingga kutu tersebut
secara klinis sulit diidentifikasi, sehingga dapat salah diagnosis dengan atopic
atau seborrheic dermatitis. Dalam kasus ini, dermatoskopi dapat dengan cepat
mengungkapkan keberadaan kutu dan / atau nits.

Tungiasis
Tungiasis merupakan infestasi yang disebabkan oleh Tunga penetrans, yang
endemik di Amerika Tengah dan Selatan, Afrika, Pakistan, dan India. Lesi khas
tungiasis disebabkan oleh kutu betina yang bersembunyi di kulit. Pada tahap awal
muncul sebagai titik hitam kecil yang dikelilingi oleh halo eritema. Kemudian
akan menjadi papula keputihan seperti mutiara dan kemudian menjadi nodul yang
lebih besar dengan halo yang mengelilingi punctum sentral berwarna hitam.
Tempat infestasi yang paling umum adalah daerah periungual dari jari kaki, sela-
sela jari kaki, dan telapak kaki.
Penggunaan dermatoskopi telah dilaporkan sebagai alat diagnostik yang sangat
berguna terutama di daerah non-endemik. Dermatoskopi menunjukkan lesi

8
homogen keputihan dengan cincin berpigmen cokelat sentral di sekitar pori-pori,
sesuai dengan kitin berpigmen yang mengelilingi pembukaan posterior kutu.
exoskeleton. Di dalam papule, telur digambarkan sebagai bercak abu-abu biru
atau sebagai struktur oval keputihan yang saling berhubungan sehingga
membentuk struktur mirip rantai. Sekelompok telur-telur juga dapat terlihat
sebagai jeli yang berbentuk seperti kantong setelah shaving lesi secara superfisial
dan kompresi dari tepi-tepinya. Akhirnya, setelah dilakukan ekstraksi pada parasit
utuh, dermatoskopi ex vivo dapat digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis
yaitu adanya kutu dengan kantung jeli pada abdomen yang penuh dengan telur.

Cutaneous Leishmaniasis
Leishmaniases adalah sekelompok penyakit tropis dan subtropis yang endemik di
Asia, Afrika, Amerika, dan wilayah Mediterania. Mereka disebabkan oleh
Leishmania spp, parasit intraseluler obligat dari makrofag. Pada leishmaniasis
kulit, protozoa ditransmisikan oleh anjing kepada manusia melalui gigitan lalat
phlebotomine, sehingga umumnya terjadi di area tubuh yang tidak tertutup
termasuk telinga, hidung, bibir, pipi, kaki, tangan, lengan, dan pergelangan kaki.
Onset khas adalah papula eritematosa yang membesar dalam beberapa minggu
untuk membentuk nodul yang terinfiltrasi dengan ulserasi sentral dan kerak (Gbr.
2A). Diagnosis leishmaniasis kulit dapat disarankan dengan anamnesis dan
pemeriksaan klinis, tetapi konfirmasi laboratorium dengan identifikasi
mikroskopis protozoa (badan Leishman-Donovan) dalam apusan lesi yang
diwarnai Giemsa adalah wajib.
Dalam beberapa tahun terakhir, dermatoskopi telah dilaporkan
meningkatkan diagnosis klinis. Temuan dermatoskopik yang paling khas adalah
struktur seperti air mata kuning (yellow tear-like structures) (Gambar 2B), sesuai
dengan sumbatan keratin, dan pola seperti bintang putih periferal (peripheral
white starburst-like pattern), berkorelasi secara histologis dengan hiperkeratosis
parakeratotik. Eritema yang menyebar dan berwarna kuning ke daerah berwarna
salmon sering diamati; tetapi nilai diagnostik mereka rendah, karena mereka
terlihat pada gangguan granulomatosa lainnya (sarkoidosis, reaksi benda asing,
lupus vulgaris). Gambaran dermatoskopik lainnya diwakili oleh pembuluh

9
berbagai bentuk (dotted, linear-irregular, comma-shaped, polymorphous atypical,
hairpin, arborizing, telangiectatic, glomerular-like, corkscrew- like),
hiperkeratosis sentral / scale dan erosi / borok, milia- seperti kista, dan halo
hipopigmentasi perilesional. Dalam sebuah penelitian, pola dermatoskopik yang
berbeda telah berkorelasi dengan evolusi lesi: dominannya struktur dan pembuluh
darah seperti air mata kuning (yellow tear-like structures) yang ditemukan pada
lesi papula awal, sedangkan kronis dan / atau lesi lanjut ditandai dengan erosi
sentral / ulserasi yang dikombinasikan dengan sisik, pola seperti bintang putih
(peripheral white starburst-like pattern), dan struktur vaskular di perifer.

Gambar 2. Leishmaniasis kulit. (A) Nodul yang terinfiltrasi pada dagu. (B) Dermatoskopi
menunjukkan eritema difus, erosi sentral, struktur seperti air mata kuning/ yellow tear-
like structures (panah kuning), dan pembuluh linear (panah merah) (perbesaran asli x10).

Cutaneous Larva Migrans


Cutaneous larva migrans adalah kutu yang umum di daerah geografis tropis dan
subtropis yang disebabkan oleh nematoda yang berbeda, terutama Ancylostoma
braziliense. Manusia secara tidak sengaja dihinggapi oleh kontak dengan larva
yang ada di tanah yang terkontaminasi dengan kotoran anjing, kucing, dan hewan
liar. Larva menembus ke dalam kulit tempat mereka bermigrasi dan menggali
jalur kulit intraepidermal, linier / serpentine. Lesi pada umumnya eritematosa dan
gatal dan biasanya melibatkan kaki tetapi juga bokong, tangan, dan lutut. Erupsi
yang menjalar (creeping eruption) yang terkait dengan paparan pasir atau tanah
baru-baru ini adalah dasar untuk diagnosis.
Beberapa penelitian mengevaluasi kegunaan dermatoskopi dalam
diagnosis larva migrans kulit, menunjukkan sensitivitas teknik yang rendah.

10
Ketika terdeteksi, tubuh larva tampak sebagai daerah tanpa struktur kecoklatan
yang tembus dalam pengaturan segmental. Dalam sebuah laporan menggunakan
dermatoskopi terpolarisasi, saluran serpiginous menunjukkan struktur oval dengan
pinggiran kuning dan cokelat ditengahnya.

Trombikuliasis
Trombikuliasis adalah epi-zoonosis yang terjadi di seluruh dunia dan disebabkan
oleh berbagai jenis chigger yang biasanya menghuni lingkungan yang panas dan
lembab. Neotrombicula autumnalis telah dilaporkan sebagai agen penyebab
paling sering dari serangan manusia di Eropa. Larva memakan inangnya dengan
menggunakan chelicerae untuk menyuntikkan enzim litik ke lapisan atas kulit.
Karena temuan kulit tidak spesifik, terdiri dari papula multipel, eritematosa, dan /
atau eksoriasi yang disertai dengan rasa gatal yang hebat, infestasi sering salah
diagnosis sehingga menyebabkan perawatan yang tidak adekuat. Untuk alasan ini,
meskipun infestasi tersebut selflimiting, sebaiknya identifikasi parasit harus
dikonfirmasi dengan baik.
Kegunaan dermatoskopi dalam mendiagnosis trombikuliasis telah
dideskripsikan dalam 2 laporan, di mana tungau telah terdeteksi pada kulit yang
menunjukkan warna fluoresen oranye-kemerahan yang kuat.

PENYAKIT KULIT AKIBAT VIRUS


Kutil pada Kutaneous dan Anogenital
Kutil adalah kutil yang umum, kulit, jinak disebabkan oleh Human
papillomaviruses (HPV). Berdasarkan anatomi atau morfologisnya,
diklasifikasikan menjadi kutil biasa (veruka vulgares), kutil palmoplantar, kutil
datar (veruka planae), dan kutil anogenital (condylomata acuminata). Infeksi
HPV kulit dapat terjadi melalui kontak langsung kulit ke kulit atau secara tidak
langsung melalui permukaan dan benda yang terkontaminasi, sedangkan infeksi
anogenital paling sering terjadi akibat kontak intim. Kutil yang umum muncul
sebagai papula eksofitik tunggal atau multipel dengan permukaan kasar yang
mungkin melibatkan area tubuh mana pun, terutama tangan dan jari. Kutil
pedunculated dan filiform juga dapat berkembang, terutama di daerah periorificial

11
pada wajah dan leher. Kutil palmoplantar biasanya muncul sebagai papula endofit,
hiperkeratotik, dan seringkali menyebabkan nyeri. Lesi superfisial yang
bergabung menjadi plak besar disebut sebagai kutil mosaik atau myrmecia. Kutil
datar berwarna kulit atau sedikit berpigmen, bundar, papula pipih dengan
permukaan halus biasanya terjadi pada tangan, lengan, atau wajah punggung,
sering dalam distribusi linier. Kutil anogenital melibatkan genitalia eksternal,
perineum, daerah perianal, dan lipatan inguinal. Mereka dapat muncul sebagai
papula sessile, exophytic, berwarna kulit, coklat, atau keputihan (terutama ketika
dimaserasi di daerah lembab) atau sebagai papiloma berbasis bertangkai luas
(kutil genital mirip kembang kol).
Diagnosis kutil kulit dan anogenital umumnya didasarkan pada
penampilan klinisnya yang khas meskipun dermatoskopi mungkin berguna untuk
pemeriksaan yang lebih akurat.
Pada dermatoskopi, kutil yang umum muncul sebagai lesi yang dibatasi
dengan baik yang terdiri dari beberapa papila kemerahan hingga titik-titik hitam
dan dikelilingi oleh lingkaran halo yang keputihan. Lesi eksofit memperlihatkan
beberapa proyeksi keputihan seperti jari yang berisi pembuluh yang memanjang
dan melebar. Kutil Palmoplantar memperlihatkan area tanpa struktur kekuningan
yang terkait dengan beberapa titik merah atau coklat atau hitam yang terdistribusi
secara tidak teratur, atau garis lurus. Biasanya, gangguan dermatoglifik dapat
dengan mudah mencatat, meningkatkan diagnosis diferensial dengan penebalan
traumatis. Kutil datar menampilkan titik-titik merah kecil yang terdistribusi secara
teratur (secara histopatologis sesuai dengan bagian atas kapiler melebar pada
dermis papiler) dengan latar putih atau coklat terang. Dermatoskopi
memungkinkan diagnosis banding yang mudah dari akne komedo, yang biasanya
memperlihatkan pori putih ke kuning yang berkaitan dengan terbukanya folikel
rambut.
Kutil anogenital papula secara dermatoskopik ditandai dengan adanya
jaringan keputihan yang terkait dengan pembuluh darah bertitik yang terdistribusi
secara teratur (pola mosaik). Tampilan dermatoskopik ini berkorelasi dengan
hiperkeratosis dan acanthosis dan kapiler berliku / melebar pada dermis papiler.
Pada lesi papillomatous, proyeksi multipel, keputihan, seperti jari yang timbul

12
dari dasar yang sama dan terdiri dari pembuluh yang memanjang dan melebar
(Gambar 3B) dapat diamati. Dermatoskopi dapat membantu membedakan kutil
anogenital dari pertumbuhan anogenital lain, seperti molluscum contagiosum,
pearly penile papules, vestibular papillae, Fordyce spots, limfangioma dan lichen
nitidus.

Gambar. 3. Genital warts. (A) Lesi papillomatosa pada area kemaluan. (B) Dermatoskopi
menunjukkan beberapa, keputihan, proyeksi seperti jari yang terdiri dari pembuluh
memanjang (panah) (pembesaran asli x10).

Molluscum Contagiosum
Molluscum contagiosum adalah infeksi yang sangat menular yang disebabkan
oleh virus Molluscipox, yang penularannya terjadi secara langsung melalui kontak
kulit ke kulit. Ini umum terjadi pada anak-anak dan pada orang dewasa yang aktif
secara seksual. Lesi biasanya muncul sebagai papula berbentuk kubah berwarna
merah daging (dome-shaped, flesh-colored), atau papul mutiara dengan pusat
terumbilikasi (Gambar 4A) dan dapat muncul di mana saja pada tubuh. Diagnosis
klinis biasanya mudah, terutama pada pasien anak, karena lesinya yang khas.
Namun, kadang-kadang bisa salah diagnosis dengan kelainan lain, terutama pada
usia dewasa.
Dermatoskopi sangat berguna untuk meningkatkan diagnosis klinis
moluskum kontagiosum. Hal ini ditandai dengan adanya struktur tunggal atau
multipel, berwarna putih kekuningan, berlobul, di pusat lesi yang terkait dengan
mahkota sekitar linier, halus, atau pembuluh bercabang (Gbr. 4B). Secara
histopatologis, tampilan klinis ini berkaitan dengan hiperplasia epidermal endofit
yang berlobulasi, dengan badan inklusi intracytoplasmic (badan Henderson-
Paterson) dan dengan pembuluh yang melebar di dermis, masing-masing.

13
Dermatoskopi memungkinkan diagnosis banding yang mudah dengan akne, kista,
dan pertumbuhan genital lainnya.

Gambar 4. Moluskum kontagiosum. (A) Dome-shaped, flesh-colored papulepada


batangnya. (B) Dermatoskopi menunjukkan struktur pusat amorf (panah) yang dikelilingi
oleh pembuluh linear halus (pembesaran asli x10).

PENYAKIT KULIT AKIBAT JAMUR


Tinea Capitis
Tinea capitis adalah infeksi dermatofit superfisial yang cukup umum terjadi pada
anak-anak. Meskipun dapat disebabkan oleh beberapa spesies jamur yang
berbeda, patogen penyebab utama adalah Microsporum (dermatofita zoofili) dan
Trichophyton (dermatofita antropofilik). Faktor risiko termasuk pergaulan bebas,
kebersihan yang buruk, dan kontak langsung dengan hewan peliharaan.
Berdasarkan mekanisme invasi batang rambut, 2 jenis utama parasitisme dapat
diidentifikasi. Pada infeksi ectothrix, jamur (mis. Microsporum canis) menyebar
di sekitar dan ke batang rambut sebelum turun ke folikel untuk menembus
korteks, sedangkan pada infeksi endothrix (misalnya, Trichophyton tonsurans dan
soudanense) hanya bagian dalam batang rambut yang diisi dengan hifa dan spora
yang menggantikan keratin intrapilari.
Presentasi klinis tinea capitis cukup bervariasi, tergantung pada jenis
invasi rambut, tingkat resistensi host, dan tingkat respon host inflamasi. Lesi khas
infeksi tipe ectothrix bervariasi dari bercak alopesia parsial, menunjukkan
beberapa rambut rusak dengan penskalaan halus dan sedikit perubahan inflamasi
(Gambar 5A) hingga massa inflamasi yang menyakitkan kadang-kadang
mengeluarkan pus (kerion). Pada infeksi endotel, biasanya terlihat bercak alopesia
keabu-abuan dengan beberapa titik hitam yang berhubungan dengan batang
rambut yang bengkak.

14
Diagnosis tinea capitis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan langsung
mikroskopis dari kerokan kulit untuk hifa dan kultur mikologis yang
memungkinkan identifikasi agen penyebab.
Beberapa penelitian baru-baru ini telah melaporkan kegunaan dari
dermatoskopi dalam diagnosis tinea capitis, ditandai oleh adanya penskalaan
difus, rambut rusak, rambut bengkok, dan titik hitam (Gbr. 5B). Temuan khasnya
adalah adanya rambut berbentuk koma, muncul sebagai rambut pendek, C-shaped,
menebal secara homogen dan tajam yang terkait dengan lengkungan dan
kerusakan poros rambut yang diisi dengan hifa. Pada pasien kulit hitam dan pada
pasien dengan rambut keriting, yang disebut so-called cork-screw hairs (rambut
pendek dengan banyak cabang) biasanya dapat terlihat. Temuan khas lainnya
diwakili oleh rambut yang terganggu (juga dikenal sebagai Morse code-like or
bar-code hairs) ditandai dengan pita horizontal, berganti secara iregular,
keputihan dan gelap. Pada perbesaran tinggi (x150), pita keputih-putihan muncul
sebagai area kosong pada batang rambut yang kemungkinan terkait dengan invasi
jamur dan mewakili lokus minoris resisten yang menyebabkan rambut patah dan
rusak. Rambut yang rapuh juga telah diamati pada tinea di alis. Temuan
dermatoskopik lainnya ditunjukkan dengan adanya rambut zig-zag, yang terdiri
dari rambut-rambut dengan pembengkokan yang berurutan. Akhirnya, tinea
capitis inflamasi (kerion) ditandai oleh bercak pigmentasi, eritema, penskalaan,
pustula, dan pembentukan kerak kerak folikel.
Dermatoskopi dapat berguna untuk menyingkirkan bentuk alopesia,
khususnya alopecia areata dan trichotillomania.

Gambar. 5. Tinea capitis. (A) Kecil, bundar, eritematosa, patch alopecic pada kulit
kepala. (B) Dermatoskopi menunjukkan penskalaan difus, rambut rusak, rambut
berbentuk koma (panah hitam), dan rambut yang patah (panah kuning) (perbesaran asli
x10).

15
Tinea Nigra
Tinea nigra adalah phaeohyphomycosis superfisial, infeksi kulit yang biasanya
disebabkan oleh Hortaea werneckii, jamur yang menghasilkan hifa berwarna
coklat hingga hitam. Secara klinis muncul sebagai tambalan tunggal, marginal
tajam, coklat, nonscaly biasanya terjadi pada telapak tangan dan kaki. Karena lesi
sangat menyerupai lesi melanositik akral yang didapat, biopsi sering
dipertimbangkan. Pada dermatoskopi, tinea nigra ditandai dengan spikula dan
titik-titik halus berwarna kecoklatan dalam susunan mirip-retikular atau filamen
yang tidak mengikuti alur maupun kerutan. Mereka berhubungan dengan hifa
berpigmen pada stratum korneum. Pola dermatoskopik ini cukup khas,
memungkinkan diferensiasi dari melanoma maligna, nevi melanositik junctional,
atau gangguan nonmalignan lainnya dan menghindari biopsi yang tidak perlu.
Namun, beberapa kasus tinea nigra menunjukkan pola kerutan yang paralel
(umumnya diamati pada melanoma).

SIMPULAN
Dermatoskopi telah dibuktikan dapat meningkatkan akurasi diagnostik dari
beberapa penyakit kulit yang bersifat parasit dan infeksi. Keuntungan utama dari
teknik ini adalah tidak invasif, dengan waktu pengerjaan yang cepat, dan relatif
murah. Selain itu, pelatihan untuk pengenalan dermatologis dari gangguan ini
sederhana dibandingkan dengan yang diperlukan untuk lesi kulit berpigmen.
Penggunaan rutin dermatoskopi dalam dermatologi dalam praktek klinis sehari-
hari mungkin memainkan peran penting untuk mencegah penyebaran penyakit
menular pada kulit.

16
DISKUSI

1. Jelaskan mengenai alat dermatoskopi.


Dermoskopi atau epiluminescence microscopy (ELM), merupakan
teknik pemeriksaan klinis noninvasif untuk meningkatkan akurasi
diagnostik lesi berpigmen seperti, nevus melanostik, melanoma
maligma(MM), basalioma berpigmen, blue nevus, dan lainnya. Teknik
pemeriksaan ini sudah dikenal sejak tahun 1663 oleh Kolhaus dan
kemudian dikembangkan dengan mempergunakan minyak emersi pada
tahun 1878 oleh Ernst Abbe. Johann Saphier, dermatologis dari Jerman
menambahkan sumber cahaya di dalam alat tersebut. Goldman adalah
dermatologist pertama yang memeperkenalkan istilah dermoskopi atau
dermatoskopi untuk untuk evaluasi lesi kulit berpigmen. Argenziano dan
kawankawan (1998) menyatakan bahwa dengan bantuan dermatoskop
dapat meningkatkan akurasi diagnosis klinis pada lesi berpigmen yang
belum jelas secara klinis, sehingga cara ini sangat penting bagi para klinisi
untuk mengembangkan cara dermoskopi.
Dermoskopi adalah tehnik diagnostik non invasif menggunakan
magnifikasi optik yang memungkinkan visualisasi gambaran morfologik
yang tidak terlihat dengan mata telanjang sehingga membuat hubungan
antara dermatologi klinis makroskopik dan dermatopatologi mikroskopik.
Tehnik ini mempunyai banyak sinonim termasuk mikroskopi
epiluminesens, mikroskopi permukaan kulit, incident light microscopy,
dan dermatoskopi. Pada dasarnya sebuah dermoskop sama fungsinya
seperti kaca pembesar tetapi dengan tambahan gambaran dari sistem
iluminasi built-in, pembesaran yang lebih tinggi yang dapat diatur,
kemampuan menilai struktur sedalam retikular dermis dan kemampuan
merekam gambar.
Dermoskopi telah berkembang dari metode eksperimental yang
digunakan dalam sejumlah kecil sentra spesialisasi menjadi bagian dari
praktik biasa untuk menskrining lesi kulit berpigmen pada banyak klinik
rawat jalan, terutama pada beberapa negara Eropa, seperti Austria, Jerman,

17
Italia dan Spanyol. Alat ini terutama digunakan untuk menilai lebih tepat
tumor kulit berpigmen dan tidak berpigmen, apakah lesi tersebut harus
dibiopsi atau tidak. Mikroskopi permukaan kulit dimulai pada tahun 1663
dimana Kolhaus menyelidiki pembuluh darah kecil pada lipatan kuku
dengan bantuan mikroskop. Pada tahun 1878, Abbe menjelaskan
penggunaan minyak imersi pada mikroskop cahaya dan prinsip ini
ditransferkan ke mikroskop permukaan kulit oleh ahli kulit Jerman, Unna,
pada tahun 1893. Ia memperkenalkan istilah “diaskopi” dan menerangkan
penggunaan minyak imersi dan spatula kaca untuk interpretasi liken
planus dan untuk evaluasi infiltrat pada lupus eritematosus. Istilah
“dermatoskopi” diperkenalkan pada tahun 1920 oleh ahli kulit Jerman
Johann Saphier yang mempublikasikan serial komunikasi menggunakan
alat diagnostik baru menyerupai mikroskop binokular dengan sumber
cahaya built-in untuk pemeriksaan kulit. Ia menggunakan alat baru ini
pada berbagai indikasi dan membuat beberapa observasi morfologik pada
struktur anatomis kulit. Mikroskop permukaan kulit selanjutnya
berkembang di Amerika Serikat oleh Goldman pada tahun 1950. Ia
mempublikasikan serial artikel menarik pada alat-alat baru yang
disebutnya “dermoskopi.” Ia adalah ahli kulit pertama yang menggunakan
tehnik ini untuk evaluasi lesi kulit berpigmen. Pada tahun 1971, Rona
MacKie dengan jelas mengidentifikasi untuk pertama kali keuntungan
mikroskop permukaan untuk perbaikan diagnosis preoperatif lesi kulit
berpigmen dan untuk diagnosis banding lesi jinak versus ganas.
Investigasi dilanjutkan terutama di Eropa oleh beberapa grup Austria dan
Jerman. Consensus Conference on Skin Surface Microscopy diadakan
pada tahun 1989 di Hamburg dan Consensus Netmeeting on Dermoscopy,
diadakan pada tahun 2001 di Roma. Saat ini dermoskopi telah menjadi
tehnik rutin di Eropa dan mulai diterima di negara lain.

Jenis-jenis dermoskopi
 Dermoskopi non-polarisasi [nonpolarized dermoscopy (NPD)]

18
NPD merupakan dermoskopi standar yang menggunakan
sumber cahaya non-polarisasi, halogen, atau lampu pijar.
Dermoskopi ini memerlukan aplikasi cairan imersi untuk
meningkatkan penetrasi cahaya melewati stratum korneum, agar
mata pemeriksa dapat melihat struktur kulit yang lebih dalam. Tipe
dermoskopi ini merupakan satu-satunya yang tersedia pada tahun
1990-an. Oleh sebab itu, hampir semua struktur, pola, dan
algoritma dermoskopi yang telah dideskripsikan sejauh ini
didasarkan pada teknologi NPD. Selain itu dermoskopi yang
ditunjukkan pada kebanyakan buku teks dan perkuliahan diambil
menggunakan kamera yang disambungkan pada NPD.
 Dermoskopi polarisasi [polarized dermoscopy (PD)]
Dermoskopi polarisasi (PD) diperkenalkan dalam praktek
klinis pada tahun 2000. Alat PD menggunakan dua polarizer untuk
menghasilkan polarisasi silang. Dengan kondisi ini, polarrizer
memungkinkan dermoskopi secara khusus menangkap cahaya
yang tersebar dari lapisan kulit yang lebih dalam. Inovasi ini
memberi kemudahan bagi pemeriksa untuk menilai lesi secara
tepat. Walaupun PD tidak memerlukan kontak langsung dengan
cairan imersi, sejumlah alat PD memiliki kedua pilihan baik kontak
[polarized light contact dermoscopy (PCD)] atau non-kontak
[polarized light noncontact dermoscopy (PNCD)].

2. Diagnosa klinis dan gambaran dermatoskopi dari masing-masing


penyakit.
 Skabies
Parasit ini menimbulkan gejala khas yaitu gatal yang akan
semakin meningkat pada malam hari yang dikenal sebagai
nocturnal pruritus, dengan wujud kelainan kulit yaitu kemerahan
yang polimorfik. Gejala akan timbul setelah 3-6 minggu setelah
infeksi primer dan tubuh akan membentuk respon imun terhadap
penyakit ini.

19
Daerah predileksi lesi akan terdistribusi di :
- Tangan dan pergelangan tangan (74,3%)
- Kaki dan pergelangan kaki (8,8%)
- Ruang antar jari tangan (7,5%)
- Siku (5,9%)
- Area genitalia pada pria (1,1%)
- Lipatan aksila bagian depan
- Regio periumbilical.
Sedangkan untuk bentuk lesi ada beberapa jenis. Antara lain :
- Karakteristik lesi terowongan yang disebabkan parasit Sarcoptes
scabiei
o Pendek, berbentuk garis lurus atau bergelombang, biasanya
diteruskan dari papul yang kemerahan dan berlokasi di
pergelangan tangan, sela-sela jari, siku atau penis.
- Kecil, kemerahan, berbentuk papul
- Berbatas tegas, kemerahan, lesi nodular yang terdapat di glans
penis, kulit skrotum, siku, dan lipatan aksila.
- Bentuk krusta dari skabies adalah scalling, bentuk psoriasiform dan
menyebar luas keseluruh tubuh.
Dermoskopi memungkinkan dilakukannya pengidentifikasian tungau yang
tampak sebagai struktur segitiga, berwarna kecoklatan, berbentuk seperti
pesawat layang, yang sesuai dengan bagian anterior S. scabiei (delta wing
sign/jet with contrail).
Gambaran dermoskopi:
Gambar 1.
Tampak tungau S.
scabiei di ujung
terowongan dengan
pembesaran 200x

20
 Pedikulosis Capitis
Manusia yang terinfeksi pediculosis capitis umumnya
asimtomatik. Gigitan pediculus humanus capitis dapat
menyebabkan rasa gatal dan sering menyebabkan luka pada kepala.
Apabila terjadi intensitas yang sering bisa menjadi cukup berat, ini
sering terjadi dan merupakan gejala klinis yang utama.
Rasa gatal terasa 3 – 4 minggu setelah infeksi pertama.
Reaksi gigitan sangat kecil dan jarang terlihat diantara rambut.
Bekas gigitan dapat dilihat terutama pada leher dengan rambut
panjang ketika rambut panjang tersebut dikesampingkan. Pada
kasus yang jarang bekas gigitan dapat menyebabkan infeksi
sekunder dengan impetigo dan pyoderma. Pembengkakan pada
kelenjar limfa dan demam kadang muncul, tetapi reaksi alergi pada
gigitan sangat jarang.
Pediculus capitis biasanya menyerang kulit kepala dimana
telurnya sering dijumpai pada regio occipital dan retro auricular.
Gambaran dermoskopi:

Gambar 2. A, Telur kutu yang mengandung nimfa menempel pada


batang rambut. B, Telur kutu yang kosong dengan plane free ending.
C, Amorf scale yang melekat pada batang rambut.

 Pedikulosis Pubis
Gejala klinis yang ditimbulkan adalah rasa gatal, yang
terutama dirasakan didaerah pubis dan sekitarnya. Rasa gatal ini

21
dapat meluas sampai ke daerah abdomen dan dada, pada lokasi
tersebut didapatkan bercak-bercak makula dengan batas yang tidak
tegas dan berdiameter 0.5 - 1 cm serta berwarna abu-abu atau
kebiruan yang disebut sebagai macula serulae. Macula serulae ini
terutama terdapat di badan dan bagian dalam paha, dan
kemungkinan disebabkan oleh pigmen darah yang mengendap.
Tanda ini dihubungkan dengan penyakit yang lebih kronik.
Gejala klinis lainnya adalah black dot, yaitu adanya bercak-
bercak hitam yang tampak jelas pada celana dalam yang berwarna
putih yang dilihat oleh penderita pada saat bangun tidur. Bercak
hitam ini merupakan krusta yang berasal dari darah dan sering
diinterpretasikan salah sebagai hematuria. Selain itu, dapat pula
ditemukan eritema di sekitar folikel rambut dan ekskoriasi.

Gambaran dermoskopi:

Gambar 3. Pengamatan dermoskopi. A, panah putih, panah


merah dalam satu bidang pandang. B, Kutu dewasa menggenggam
rambut dengan cakar. C, Kutu dewasa memasuki bagian mulut ke
dalam kulit.

 Cutaneus larva migrans


o Lesi kulit biasanya muncul dalam 1-5 hari setelah pajanan
berupa plak eritematosa, vesikular berbentuk linear dan
serpiginosa. Lebar lesi kira-kira 3 mm dengan panjang 15-
20 cm. Lesi dapat tunggal atau multipel yang terasa gatal
bahkan nyeri.
o Predileksi kelainan ini pada kaki dan bokong.

22
o Karena infeksi ini memicu reaksi inflamasi eosinofilik,
pada beberapa pasien dapat disertai dengan wheezing,
urtikaria, dan batuk kering
Gambaran dermoskopi:

Gambar 4. Struktur
coklat kemerahan
dibagi menjadi
beberapa segmen,
oleh garis
keputihan-
kekuningan yang
memproyeksikan
ke dalam struktur
ini sebagai partisi,
tanpa terkait
dengan
punggungan atau
alur dari
dermatoglyphis

 Veruca vulgaris
Veruka Kutan
o DItemukan lesi kulit tunggal atau berkelompok, bersisik,
memiliki permukaan kasar berupa papul atau nodul yang
seperti duri. Lesi muncul secara perlahan dan dapat
bertahan dengan ukuran kecil, atau membesar. Lesi dapat
menyebar ke bagian tubuh lain.
o Berdasarkan morfologinya, veruka diklasifikasikan
menjadi:
 Veruka vulgaris: berbentuk papul verukosa yang
keratotik, kasar, dan bersisik. Lesi dapat
berdiameter kurang dari 1 mm hingga lebih dari 1
cm dan dapat berkonfluens menjadi lesi yang lebih
lebar.
 Veruka filiformis: berbentuk seperti tanduk
 Veruka plana: papul yang sedikit meninggi dengan
bagian atas yang datar, biasanya memiliki skuama
yang sedikit.

23
o Berdasarkan lokasi anatominya, veruka diklasifikasikan
menjadi:
 Veruka palmar dan plantar: lesi berupa papul
hiperkeratotik, tebal dan endofitik yang terkadang
disertai rasa nyeri dengan penekanan.
 Veruka mosaik: veruka plantar atau palmar yang
meluas membentuk plak
 Butcher’s wart: papul verukosa yang biasanya
multipel pada palmar, periungual, dorsal palmar dan
jari dari tukang potong daging.
Veruka Mukosa
o Lesi umumnya kecil, berupa papul lunak, berwarna merah
muda atau putih.
o Biasanya ditemukan di gusi, mukosa labial, lidah, atau
palatum durum.
o Terkadang dapat pula muncul di uretra dan dapat menyebar
ke kandung kemih.
o Dapat disebabkan karena kontak seksual.

Gambaran Dermoskopi:

24
Gambar 5. Perbesaran 10x. a. Veruka Plana tampak gambaran
pembuluh tiny dotted (pinpoint) vessels dengan latar kecoklatan. b.
Veruka vulgaris. The dotted vessels tampak pada kutil dan terletak
di tengah papillae (frogspawn). c. Veruka palmo-plantaris. Tampak
dots dan red to streaks akibat respon hemoragi. d. Kalus. Tampak
pusat terstruktur kebiruan ke kemerahan, yang dapat membantu
dalam kasus-kasus tertentu untuk membedakan kalus dari kutil.

 Molluscum Contagiosum
o Terutama menyerang anak usia sekolah, dewasa muda yang
aktif secara seksual, dan pasien imunokompromais.
o Tidak ada keluhan subyektif.
o Kelainan kulit berupa papul khas berbentuk kubah, di
tengahnya terdapat lekukan (delle). Jika dipijat akan
tampak keluar massa berwarna putih seperti nasi yang
merupakan badan moluskum. Kadang berukuran lentikular
dan berwarna putih seperti lilin.
o Dapat terjadi infeksi sekunder sehingga timbul supurasi.
o Lokasi: wajah, badan, dan ekstremitas
Gambaran Dermoskopi:

25
Gambar 6. Pada dermoskopi tampak gambaran orifisium
dengan gambaran pembuluh darah crown, punctiform, radial,
dan flower pattern.

 Tinea Capitis
Terdapat tanda kardinal untuk menegakkan diagnosis tinea kapitis:
o Populasi risiko tinggi
o Terdapat kerion atau gejala klinis yang khas berupa skuama
tipikal, alopesia dan pembesaran kelenjar getah bening.
Tanda kardinal tersebut merupakan faktor prediksi kuat untuk tinea
kapitis.
Anamnesis : gatal, kulit kepala berisisik, alopesia.
Pemeriksaan fisik : bergantung pada etiologinya.
o Noninflammatory, human, atau epidemic type (“grey
patch”)
o Inflammatory type, kerion
o “Black dot”
o Favus
Gambaran Dermoskopi:

26
Gambar 7. Pada pemeriksaan dermoskopi didapatkan “comma”
(panah merah), “corkscrew” (panah biru) dan morse code-like hair
(panah putih) yang menjadi tanda tinea kapitis

 Tinea Nigra
Masa inkubasi 10-15 hari hingga 7 minggu, dapat beberapa
tahun sampai 20 tahun.
Lesi khas berupa satu makula berbatas jelas, berwarna
coklat kehitaman, tidak berskuama dan asimptomatik (tidak gatal,
tidak nyeri). Lesi mula-mula kecil kemudian dapat melebar secara
sentrifugal atau bersatu dengan lesi lainnya membentuk tepi yang
tidak beraturan atau polisikllis. Pigmentasi tidak merata, paling
gelap didapatkan pada bagian tepi. Tidak didapatkan eritema atau
tanda-tanda inflamasi lain.
Karena asimtomatis menyebabkan tidak terdiagnosis dalam
waktu yang lama. Lesi umumnya terbatas pada satu telapak tangan,
namun dapat mengenai jari tangan, telapak kaki, pergelangan
tangan, dada dan leher, wajah tidak pernah terkena.

27
Gambaran Dermoskopi:

Gambar 8. Dermoskopi 10X: Spikula berpigmen halus dan halus

Referensi: https://www.dermnetnz.org/cme/dermoscopy-
course/dermoscopy-of-other-non-melanocytic-lesions/

28

Anda mungkin juga menyukai