Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

INFEKSI JAMUR

Oleh :
Dewi Kusuma Wangsa
112018104

Pembimbing:
dr. Prasti Adhi Dharmasanti, Sp. KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RS BHAYANGKARA H.S SAMSOERI MERTOJOSO SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 27 JANUARI – 29 FEBRUARI 2020

Telah disetujui oleh Dokter Pembimbing Referat dari:

1
Nama : Dewi Kusuma Wangsa
NIM : 112018104
Bagian : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Judul : Infeksi Jamur
Dokter Pembimbing : dr. Prasti Adhi Dharmasanti, Sp. KK

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Surabaya, 10 Februari 2020


Dokter Pembimbing,

(dr. Prasti Adhi Dharmasanti, Sp. KK)

BAB I

2
PENDAHULUAN

Mikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit yang disebabkan oleh
jamur dapat dibagi berdasarkan penyerangannya, yaitu mikosis profunda, mikosis intermediate
dan mikosis superfisialis. Mikosis profunda menunjukkan gejala klinis tertentu di bawah kulit
misalnya traktus intestinalis, traktus respiratorius, traktus urogenital, susunan kardiovaskular,
susunan saraf sentral, otot, tulang, dan kadang kulit. Mikosis jenis ini jarang ditemukan karena
biasanya terlihat dalam klinik sebagai penyakit kronik dan residif. Manisfestasi klinis morfologik
dapat berupa tumor, infiltrasi peradangan vegetatif, fistel, ulkus, atau sinus, tersendiri maupun
bersamaan.
Mikosis intermediate adalah penyakit jamur yang mengenai lapisan kulit (stratum
korneum, rambut, dan kuku) dan alat-alat dalam seperti vagina, kulit, kuku, bronkus, atau paru
yang disebabkan oleh jamur golongan Candida sp. Sedangkan mikosis superfisialis merupakan
infeksi yang disebakan oleh jamur yang menyerang pada daerah superfisial, yaitu kulit, rambut
dan kuku. Insidens mikosis superfiaialis cukup tinggi di Indonesia karena menyerang masyarakat
luas. Hal tersebut disebabkan Indonesia merupakan negara tropis beriklim panas dan lembab,
kebersihan sebagian masyarakat masih kurang, adanya sumber penularan di sekitarnya,
penggunaan obat-obatan antibiotik, steroid, dan sitostatika yang meningkat, adanya penyakit
kronis dan penyakit sistemik lainnya.
Mikosis superfisialis dapat dibagi menjadi dua menurut penyebabnya, yaitu
dermatofitosis dan non dermatofitosis. Dermatofitosis adalah mikosis superfisialis yang
disebabkan oleh jamur dermatofita. Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena
mempunyai daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang
lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneurm sampai dengan stratum basalis. Ada pula
beberapa golongan jamur ini yang dapat menyebabkan perjalanan penyakit menjadi menahun
dan residif seperti Mikrosporon audoinii dan Trikofiton rubrum. Manifestasi klinis
dermatofitosis bervariasi dapat menyerupai penyakit kulit lain sehingga selalu menimbulkan
diagnosis yang keliru dan kegagalan dalam penatalaksanaannya.

BAB II

3
PEMBAHASAN

2.1 Dermatofitosis
Definisi
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya
stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku yang disebabkan oleh golongan jamur
dermatofita. Dermatofitosis bisa juga didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh
kolonisasi jamur dermatofit yang menyerang jaringan dengan keratin seperti stratum korneum
kulit, rambut dan kuku pada manusia dan hewan. Dermatofit adalah sekelompok jamur yang
memiliki kemampuan membentuk molekul yang berikatan dengan keratin dan menggunakannya
sebagia sumber nutrisi untuk membentuk kolonisasi.
Epidemiologi
Faktor epidemiologi yang penting yaitu usia, jenis kelamin, dan ras. Prevalensi infeksi
Dermatofita pada laki-laki lima kali lebih banyak dari wanita. Tinea kapitis yang disebabkan T.
tonsurans lebih sering pada wanita dewasa dibandingkan laki-laki dewasa, dan lebih sering
terjadi pada anak-anak Afrika dan Amerika. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh kebersihan
perorangan, lingkungan yang kumuh dan padat serta status sosial ekonomi dalam penyebaran
infeksinya. Penyakit infeksi jamur di kulit mempunyai prevalensi tinggi di Indonesia, karena
Indonesia beriklim tropis dan kelembabannya tinggi.
Perpindahan manusia dapat dengan cepat mempengaruhi penyebaran endemik dari jamur.
Adanya trauma, dan pemanasan dapat meningkatkan temperatur dan kelembaban kulit sehingga
meningkatkan kejadian infeksi tinea. Alas kaki yang tertutup, berjalan, adanya tekanan
temperatur, kebiasaan penggunaan pelembab, dan kaos kaki yang berkeringat meningkatkan
kejadian Tinea pedis dan Onikomikosis
Faktor Predisposisi
1. Lembab dan panas dari lingkungan
2. Friksi atau trauma minor, misalnya gesekan pada paha orang gemuk 
3. Keseimbangan flora normal tubuh terganggu karena pemakaian antibiotik atauhormonal
dalam jangka panjang
4. Kehamilan dan menstruasi (pada kedua kondisi ini terjadi ketidakseimbangan hormone
dalam tubuh sehingga rentan terhadap jamur)
5. Penyakit tertentu seperti HIV/AIDS dan diabetes
6. Kebersihan tubuh tidak terjaga
7. Kontak langsung/tak langsung dengan penderita atau dermatofita
Etiologi
Dermatofita ialah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini
mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk kelas Fungi immperfecti, yang
terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidemophyton . Ketiga genus ini
mempunyai sifat keratofilik. Selain sifat keratofilik masih banyak sifat yang sama di antara
dermatofita, misalnya sifat faali, taksonomis, antigenic, kebutuhan zat makanan untuk
pertumbuhannya, dan penyebab penyakit.

4
Hingga kini dikenal sekitar 41 spesies dermatofita, masing-masing 2 spesies
Epidermophyton, 17 spesis Microsporum, dan 21 spesies Trichophyton. Pada tahun-tahun
terakhir ditemukan bentuk sempurna (perfect stage), yang terbentuk oleh dua koloni yang
berlainan “ jenis kelaminnya”. Adanya bentuk sempurna ini menyebabkan dermatofita dapat
dimasukkan ke dalam family Gymnoascaceae. Dikenal genus Nannizzia dan Arthrodema yang
masing-masing dihubungkan dengan genus Microsporum dan Trichophyton.

Gambar 1. Microsporum dan Trichophyton

Gambar 2. Epidermophyton
Patofisiologi
Terjadinya penularan dermatofitosis adalah melalui 3 cara yaitu :
a. Antropofilik, transmisi dari manusia ke manusia. Ditularkan baik secara langsung maupun
tidak langsung melalui lantai kolam renang dan udara sekitar rumah sakit/klinik, dengan
atau tanpa reaksi keradangan (silent “carrier”)
b. Zoofilik, transmisi dari hewan ke manusia. Ditularkan melalui kontak langsung maupun
tidak langsung melalui bulu binatang yang terinfeksi dan melekat dipakaian, atau sebagai
kontaminan pada rumah/ tempat tidurn hewan, tempat makanan dan minuman hewan.
Sumber penularan utama adalah anjing, kucing, sapi, kuda dan mencit.
c. Geofilik, transmisi dari tanah ke manusia. Secara sporadik menginfeksi manusia dan
menimbulkan reaksi radang.
Untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, jamur harus dapat mengatasi pertahanan tubuh
non spesifik dan spesifik. Jamur harus mempunyai kemampuan melekat pada kulit dan mukosa
host, serta kemampuan untuk menembus jaringan host, dan mampu bertahan dalam lingkungan
host, menyesuaikan diri dengan suhu dan keadaan biokimia host untuk dapat berkembang biak
5
dan menimbulkan reaksi jaringan atau radang. Terjadiya infeksi dermatofit melalui tiga langkah
utama yaitu :
1. Perlekatan dermatofit pada keratinosit
Perlekatan artrokonidia pada jaringan keratin tercapai maksimal setelah 5 jam,
dimediasi oleh serabut dinding terluar dermatofit yang memproduksi keratinase
(keratolitik) yang dapat menghidrolisis keratin dan memfasilitasi pertumbuhan jamur ini
di stratum korneum. Dermatofit juga melakukan aktivitas proteolitik dan lipolitik dengan
mengeluarkan serine proteinase (urokinase dan aktivator plasminogen jaringan) yang
menyebabkan katabolisme protein ekstrasel dalam menginvasi host. Proses ini
dipengaruhi oleh kedekatan dinding dari kedua sel, dan pengaruh sebum antara artrospor
dan korneosit yang dipermuda oleh adanya proses trauma atau lesi pada kulit. Tidak
semua dermatofit melekat pada korneosit karena tergantung pada jenis strainnya.
2. Penetrasi dermatofit melewati dan di antara sel
Spora harus tumbuh dan menembus masuk stratum korneum dengan kecepatan
melebihi proses deskuamasi. Proses penetrasi menghasilkan proteinase, lipase, dan enzim
musinolitik yang menjadi nutrisi bagi jamur. Diperlukan waktu 4-6 jam untuk germinasi
dan penetrasi ke stratum korneum setelah spora melekat pada keratin.
Dalam upaya bertahan dalam menghadapi pertahanan imun yang terbentuk
tersebut jamur pathogen menggunakan beberapa cara :
a. Penyamaran, antara lain dengan membentuk polisakarida yang tebal, memicu
pertumbuhan filament hifa, sehingga β glucan yang terdapat pada dinding sel jamur tidak
terpapar oleh dectin-I dan dengan membentuk biofilamen, suatu polimer ekstra sel,
sehingga jamur dapat bertahan terhadap fagositosis.
b. Pengendalian, dengan sengaja mengaktifkan mekanisme penghambatan imun host atau
secara aktif mengendalikan respon imun mengarah kepada tipe pertahanan yang tidak
efektif, contohnya Adhesin pada dinding sel jamur berikatan dengan CD14 dan
komplemen C3 (CR3, MAC1) pada dinding makrofag yang berakibat aktivasi makrofag
akan terhambat.
c. Penyerangan dengan memproduksi molekul yang secara langsung merusak atau memaski
pertahanan imun spesifik dengan mensekresi toksin atau protease. Jamur mensintesa
katalase dan superoksid dismutase, mensekresi protease yang dapat menurunkan barrier
jaringan sehingga memudahkan proses invasi oleh jamur dan memproduksi siderospore
(suatu molekul penangkap zat besi yang dapat larut) yang digunakan untuk menangkap
zat besi untuk kehidupan aerobic.
Kemampuan spesies dermatofit menginvasi stratum korneum bervariasi dan dipengaruhi
oleh daya tahan host yang dapat membatasi kemampuan dermatofit dalam melakukan
penetrasi pada stratum korneum.
3. Respon Imun Host
Terdiri dari dua mekanisme, yaitu imunitas alami yang memberikan respon cepat
dan imunitas adaptif yang memberikan respon lambat. Pada kondisi individu dengan
sistem imun yang lemah (immunocompromised), cenderung mengalami dermatofitosis
yang berat atau menetap. Pemakaian kemoterapi, obat-obatan transplantasi dan steroid
membawa dapat meningkatkan kemungkinan terinfeksi oleh dermatofit non patogenik.

6
Mekanisme pertahanan non spesifik
Pertahanan non spesifik atau dikenal sebagai pertahanan alami terdiri dari :
1. Struktur, keratinisasi, dan proliferasi, epidermis bertindak sebagai barrier terhadap
masuknya dermatofit. Stratum korneum secara kontinyu har dengan keratinisasi sel
epidermis sehingga dapat menyingkirkan dermatofit yang menginfeksinya. Proliferasi
epidermis menjadi benteng pertahanan terhadap dermatofitosis, termasuk proses
keradangan sebagai bentuk proliferasi akibat reaksi imun yang dimediasi sel T.
2. Adanya akumulasi neutrofil di epidermis secara makroskopi berupa pustul, secara
mikroskopis berupa mikroabses epidermis yang terdiri dari kumpulan netrofil di
epidermis, dapat menghambat pertumbuhan dermatofit melalui mekanisme oksidatif.
3. Adanya substansi anti jamur, antara lain unsaturated transferrin dan α2-makroglobulin
keratinase inhibitor dapat melawan invasi dermatofit.
Mekanisme pertahanan spesifik
Lokasi infeksi dermatofit yang superfisial tetap dapat membangkitkan baik imunitas humoral
maupun cell-mediated immunity (CMI). Pembentukan CMI yang berkorelasi dengan Delayed
Type Hypersensitivity (DTH) biasanya berhubungan dengan penyembuhan klinis dan
pembentukan stratum korneum pada bagian yang terinfeksi. Kekurangan CMI dapat menegah
suatu respon efektif sehingga berpeluang menjadi infeksi dermatofit kronis atau berulang.
Respons imun spesifik ini melibatka antigen dermatofit dan CMI.
Antigen dermatofit
Dermatofit memiliki banyak antigen yang tidak spesifik menunjukkan spesies tertentu. Dua kelas
utama antigen dermatofit adalah: glikopeptida dan keratinase, di mana bagian protein dari
glikopeptida menstimulasi CMI, dan bagian polisakarida dari glikopeptida menstimulasi
imunitas humoral. Anitibodi menghambat stimulasi akivitas proteolitik yang disebabkan oleh
keratinase, yang dapat memberikan respons DTH yang kuat. pertahanan utama dalam membasmi
infeksi dermatofit adalah CMI, yaitu T cell-mediated DTH. Kekurangan sel T dalam system
imun menyebabkan kegagalan dalam membasmi infeksi dermatofit. Penyembuhan suatu
penyakit infeksi pada hewan dan manusia, baik secara alamiah dan eksperimental, berkorelasi
dengan pembentukan respons DTH. Infeksi yang persisten seringkaliterjadi karena lemahnya
respon transformasi limfosit in vitro, tidak adanya respon DTH, dan peningkatan proliferasi kulit
dalam respon DTH. Reaksi DTH di mediasi oleh sel Th1 dan makrofag, serta peningkatan
proliferasi kulit akibat respon DTH merupakan mekanisme terakhir yang menyingkirkan
dermatofit dari kulit melalui deskuamasi kulit. Respon sel Th1 yang ditampilkan dengan ciri
pelepasan interferon gamma (IFN-α), ditengarai terlibat dalam pertahanan host terhadap
dermatofit dan penampilan manifestasi klinis dalam dermatofitosis.
Respon T Helper-1 (Th1). Sitokin yang diproduksi oleh sel T (Sitokin Th1) terlibat dalam
memunculkan respon DTH, dan IFN-α dianggap sebagai factor utama dalam fase efektor dari
reaksi DTH. Pada penderita dermatofitosis akut, sel mononuclear memproduksi sejumlah besar
IFN-α untuk merespon infeksi dermatofit. Hal ini dibuktikan dengan ekspresi mRNA IFN-α pada
lesi kulit dermatofitosis. Sedangkan pada penderita dermatofitosis kronis produksi IFN-α secara
nyata sangat rendah yang terjadi akibat ketidakseimbangan system imun karena respon Th2.

7
Sel Langerhans. Infiltrate radang pada dermatofitosis terutama terdiri dari sel T CD4+ dan sel T
CD8+ yang dilengkapi oleh makrofag CD68+ dan sel Langerhans CD1a+. sel Langerhans dapat
menginduksi respon sel T terhadap trichophytin, serta bertanggung jawab dalam pengambilan
dan pemrosesan antigan pada respon Th1 pada lesi infeksi dermatofit.
Imunitas humoral. Host dapat membentuk bermacam antibody terhadap infeksi dermatofit yang
ditunjukkan dengan teknik ELISA. Imunitas humoral tidak berperan menyingkirkan infeksi, hal
ini dibuktikan dengan level antibody tertinggi pada penderita infeksi kronis
Klasifikasi
Klasifikasi dermatofita berdasarkan morfologi penyebab
1. Genus Mikrosporom, menyerang lapisan tanduk kulit dan rambut
2. Genus Epidermofiton, menyerang kulit sampai stratum spinosum dan kuku
3. Genus Trikofiton, menyerang kulit sampai stratum germinativum, kuku dan rambut
Sistematika yang banyak dipakai didasarkan pada lokasi tubuh yang terkena dengan alasan :
1. Satu spesies jamur dapat menyebabkan berbagai macam bentuk klinis.
2. Gambaran klinis yang sama dapat disebabkan oleh bermacam-macam dermatofita dengan
spesies yang berlainan.
3. Penentuan spesies dengan biakan butuh waktu lama (antara 10 – 14 hari) sedang
pengobatan penderita tidak tergantung pada spesies atau genus penyebabnya
Pembagian dermatofitosis berdasarkan lokasi tubuh yang terserang
1. Tinea kapitis : menyerang kepala
2. Tinea barbae : menyerang jenggot, cambang dan kumis
3. Tinea korporis : menyerang badan
4. Tinea kruris : menyerang inguinal dan anogenital
5. Tinea pedis dan manum : menyerang kaki dan tangan
6. Tinea unguium : menyerang kuku

Tabel 1. Klasifikasi Dermatofitosis Berdasarkan Lokasi atau Ciri Tertentu dan Jamur
Penyebab
Nama Penyakit Lokasi infeksi/ciri tertentu Jamur penyebab
Tinea Kapitis Kulit dan rambut kepala Microsporum (beberapa spesies)
Trichophyton (beberapa spesies
kecuali T.consentricum)
Tinea favosa *secara klinis berbentuk skutula T. schoenleinii
dan berbau seperti tikus (mousy T. violaceum (jarang)
odor) M. gypseum (jarang)
Tinea barbae Dagu dan jenggot T. mentagrophytes, T.rubrum, T
violaceum, T.verrucosum,
T.megninii, M.canis
Tinea korporis Pada permukaan kulit yang tidak T.rubrum, T.mentagropnytes,
berambut kecuali telapak tangan, M.audouinii, M.canis
telapak kaki dan bokong
Tinea imbrikata *susunan skuama yang konsentris T. concentricum
Tinea kruris Bokong, genitalia, area pubis, E. floccosum
perineal dan perianal T. rubrum
T. mentagrophytes

8
Tinea pedis Pada kaki T. rubrum
T. mentagrophytes
E. floccosum
Tinea manuum Tangan T. rubrum
E. floccosum
T. mentagrophytes
Tinea unguium Kuku jari tangan dan jari kaki T. rubrum
T. mentagrophytes

Gejala Klinis
Tinea Kapitis
Berdasarkan bentuk yang khas Tinea Kapitis dapat dibedakan atas
1. Bentuk yang tidak meradang
a. Grey patch ringworm
Penyebab : Mikrosporon kanis, M. ypseum
Lesi berupa suatu bercak pada kepala berambut, berwarna kelabu.
Biasanya beberapa buah berukuran
2-4 cm. rambut di daerah tersebut
putus beberapa millimeter di atas
kulit, tertutup oleh sisik halus
berwarna putih-kelabu sehingga
menyebabkan alopesia setempat.
Pada pemeriksaan dengan
lampu wood akan tampak ujung-
ujung rambut yang putus tersebut
berfluoresensi hijau. Dengan sediaan
KOH 10-20% dari rambut yang
dicabut terlihat tumpukan spora
diluar batang rambut (infeksi
ektotriks).
b. Black dot ringworm
Penyebab : trikofiton tonsurans, trikofiton violaseum
Lesi berupa bercak kecil-kecil di kepala dengan rambut yang putus tepat
dipermukaan kulit pada muara folikel rambut dan yang tertinggal adalah ujung
rambut yang penuh spora, sehingga terlihat sebagai bintik-bintik hitam pada
bercak tersebut yang disebut “black dots”.
Pada pemeriksaan dengan lampu wood tidak timbul fluoresensi dan pada
sediaan KOH menunjukkan tumpukan spora di dalam dan di luar batang rambut
(infeksi endotriks dan eksotriks).
2. Bentuk yang meradang
Penyebab : M.kanis, M. gipseum
Terlihat bercak yang kemerahan pada kepala, kadang-kadang eksudat dan tertutup
krusta, menyerupai sarang lebah, rambut biasanya rontok karena rusaknya folikel rambut
sehingga dapat terjadi alopesia areata yang permanen. Bila reaksi radang sangat hebat

9
bisa timbul abses dibawah lesi tersebut sehingga kulit tampak menonjol, basah dan teraba
lunak. Keadaan ini disebut kerion yang biasanya sangat gatal dan nyeri. Bila ditekan
tampak pus keluar lewat beberapa fistula.
3. Bentuk Favus
Penyebab : T. Schoenleini Magypseum
Timbul bercak yang tertutup oleh krusta yang tebal dan berbentuk seperti cawan
(skutula) serta berbau seperti tikus (mousy odor). Kadang-kadang meluas sampai di luar
daerah rambut, bersifat progresif dan menimbulkan banyak sikatriks. Rambut jadi tidak
bercahaya, namun biasanya tidak terputus. Dengan lampu wood terlihat fluoresensi hijau
sepanjang rambut dan bila dibuat sediaan KOH tampak gambaran khas yakni adanya
gelembung-gelembung udara di dalam batang rambut disertai miselia dari jamur.

Gambar 3. Grey patch ringworm, kerion, black dot ringworm.

Tinea Barbae
Adalah infeksi jamur dermatofita pada daerah janggut, cambang dan kumis.
1. Bentuk superfisial
Lesi eritro-papulo-skuamosa, mula-mua kecil lalu melebar ke perifer dengan tepi
polisiklis. Bentuk ini sama dengan tinea korporis biasa.
2. Bentuk karion
Prosesnya sama dengan pembentukan kerion pada tinea
kapitis. Timbul lesi yang basah dengan perifolikkulitis
dan abses.
3. Bentuk sikosis
Suatu bentuk yang jarang dijumpai, secara klinik tidak
dapat dibedakan dengan folikulitis bakteri yang kronis.
Lesi berupa pustule yang folikuler dengan rambut
dipusatnya. Bila menyembuh terlihat krusta, rambut mudah dicabut (pada infeksi bakteri
rambut sulit dicabut).

Tinea Korporis (T. Sirsinata, T. glabrosa)


Adalah infeksi jamur dermatofita pada kulit halus (“glabrous skin”) di daerah muka,
leher, badan, lengan dan pantat. Penyeba oleh T.rubrum, T.mentagrofites

10
Gejala klinis :
- B e n t u k k l a s i
kecil-kecil serta skuama yang halus. Di daerah tengah
biasanya mnipis dan terjadi penyembuhan, sementara bagian
tepi aktif dan malin meluas ke perifer. Kadang-kadang bagian
tengahnya tidak menyembuh tetapi tetap meninggi dan
tertutup skuama sehingga menjadi bercak yang besar.
- D i d a e r a h w a j
menjadi bagian dari T. kruris
- Disamping bentuk yang klasik bisa didapatkan variasi seperti bentuk eksematoid,
herpetiform dan lain-lain.

Tinea Kruris (Eczema marginatum, dhobie itch, jockey itch)


Adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum dan sekitar anus.
Gejala Klinis :
- Biasanya sebagai lesi yang simetris pada lipat paha kiri dan kanan. Mula-mula sebagai
bercak eritematosa yang gatal, kemudian dapat meluas sampai skrotum, pubis, gluteal
bahkan sampai ke paha. Tepi lesi sering aktif, berbentuk polisiklis kadang-kadang dengan
banyak vesikel-vesikel kecil.
- Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik.
- Dengan sediaan KOH dari kerokan bagian tepi lesi mudah ditemukan elemen-elemen
jamur

Tinea Pedis dan Tinea


Manum
Dikenal 3 bentuk gejala
klinis yang sering
dijumpai :
1. Intertriginosa
Manifestasi
berupa maserasi,
deskuamasi dan erosi pada sela-sela jari. Tampak berwarna keputihan yang basah, bisa
terjadi fisura yang nyeri bila disentuh. Infeksi sekunder dapat menyertai fisura tersebut
dan lesi dapat meluas sampai ke kuku dan kulit jari. Pada kaki sering dimulai pada sela
jari antara jari IV-V.
2. Vesikuler yang akut
Ditandai dengan terbentuknya vesikel atau bula yang terletak agak dalam di
bawah kulit (deep seated vesiculae). Biasanya akut dan sangat gatal. Lokasi yang sering
adalah telapak kaki bagian tengah dan kemudian melebar serta vesikelnya pecah. Infeksi
sering memperburuk keadaan ini. Jamur terdapat pada bagian atap vesikel atau bula
untuk diperiksa dengan sediaan langsung atau biakan.
3. Hiperkeratotik atau skuamosa yang kronis

11
Yang menonjol adalah terjadinya pengelupasan kulit yang terus menerus, kadang-
kadang dengan eritema dan hyperkeratosis. Lokalisasi yang sering yaitu pada telapak
kaki, tepi sampai punggung kaki, terlihjat kulit menebal dan bersisik, disebut “moccasin
foot”. Bila hiperkeratosisnya hebat terjadi fissure yang dalam. Sering kuku terkena
bersama-sama. Penyakit berlangsung kronis, bertahun-tahun diselingi masa tenang serta
eksaserbasi. Bentuk kronis ini sering disebabkan oleh T. rubrum yang sulit diobati.

Gambar 7. Bentuk intertriginosa, bentuk vesikular akut, moccasin foot.

Tinea Unguium
1. Bentuk subungual distalis
Bentuk ini mulai dari tepi distal atau distolateral kuku. Proses ini menjalar ke
proksimal dan di bawah kuku terbentuk sisa kuku yang rapuh yang disebut detritus.
Kalau proses berjalan terus maka permukaan kuku bagian distal akan hancur dan yang
terlihat hanya kuku rapuh yang menyerupai kapur.
2. Leukonika trikofita = leukonika mikotika
Kelainan kuku pada bentuk ini merupakan leukonika atau warna keputihan
dipermukaan kuku yang dapat dikerok untuk dibuktikan adanya elemen jamur. Kelainan
ini dihubungkan dengan T. mentagrofites sebagai penyebabnya.
3. Bentuk subungal proksimalis
Bentuk ini mulai dari pangkal kuku bagian proksimal terutama menyerang kuku
dan membentuk gambaran klinis yang khas, yaitu terlihat kuku dibagian distal masih
utuh, sedangkan bagian proksimal rusak.
Biasanya penderita tinea unguium mempunyai dermatofitosis ditempat lain yang sudah
sembuh atau belum. Kuku kaki lebih sering diserang dibandingkan kuku tangan.

12
Gambar 8. Subungual distalis, subungual proksimal, leukonikia trikofita

Diagnosis
Anamnesis
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan adalah rasa gatal
hebat pada daerah kruris (lipat paha), lipat perineum, bokong dan dapat ke genitalia; ruam kulit
berbatas tegas, eritematosa dan bersisik, semakin hebat jika banyak berkeringat.
Pemeriksaan fisik
Lokalisasi : Regio inguinalis bilateral, simetris. Meluas ke perineum, sekitar anus,
intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke suprapubis dan abdomen bagian bawah.
Effloresensi / sifat - sifatnya: Makula eritematosa numular sampai geografis, berbatas
tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustul. Jika kronik macula menjadi
hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya
Pemeriksaan penujang
a. Lampu wood pertama kali digunakan dalam praktek dermatologi untuk mendeteksi
jamur infeksi hair oleh Margaret dan Deveze tahun 1925. Lampu Wood memancarkan
radiasi UV gelombang panjang (UVR), juga disebut cahaya hitam, yang dihasilkan oleh
tinggi tekanan busur merkuri dilengkapi dengan filter senyawa terbuat dari barium silikat
dengan 9% nikel oksida, yang Filter Wood. Filter ini terlihat buram pada semua
sinar kecuali sebuah band antara 320 dan 400 nm dengan puncak pada 365 nm.
Dermatofita yang menyebabkan fluoresens umumnya anggota genus Microsporum.
Namun, tidak adanya fluoresensi tidak selalu mengesampingkan tinea capitis seperti
kebanyakan spesies Trichophyton, dengan pengecualian T. schoenleinii, yang
nonfluoresens. Gambaran Tinea kruris tidak terlihat pada pemeriksaan ini.
b. Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri atas
pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pemeriksaan lain, misalnya
pemeriksaan histopatologik, percobaan binatang, dan imunologik tidak diperlukan.
Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis,
yang dapat berupa kerokan kulit, rambut, dan kuku. Bahan unuk pemeriksaan mikologik

13
diambil dan dikumpulkan sebagai berikut: terlebih dahulu tempat kelainan dibersihkan
dengan spiritus 70%, kemudian untuk:
1. Kulit tidak berambut (glaborous skin): dari bagian tepi kelainan sampai dengan
bagian sedikit di luar kelainan sisik kulit dan kulit dikerok dengan pisau tumpul
steril.
2. Kulit berambut: rambut dicabut pada bagian kulit yang mengalami kelainan; kulit di
daerah terserbut dikerok untuk mengumpulkan sisik kelit, pemeriksaan dengan lampu
Wood dilakukan sebelum pengumpulan bahan untuk mengetahui lebih jelas daerah
yang terkena infeksi dengan kemungkinan adanya fluoresensi pada kasus-kasus tinea
kapitis tertentu.
3. Kuku: bahan diambil dari permukaan kuku yang sakit dan dipotong sedalam-
dalamnya sehingga mengenai seluruh tebal kuku, bahan di bawah kuku diambil pula.
Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop, mula-mula
dengan pembesaran 10x10, kemudian dengan pembesaran 10x45. Pemeriksaan dengan
pembesaran 10x100 biasanya tidak diperlukan.
Sediaan basah dibuat dengan meletakkan bahan di atas gelas alas, kemudian
ditambah 1 – 2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan rambut
adalah 10% dan untuk kulit dan kuku 20%. Setelah sediaan dicampur dengan larutan
KOH, ditunggu 15-20 menit hal ini diperlukan untuk melarutkan jaringan. Untuk
mempercepat proses pelarutan dapat dilakukan pemanasan sediaan basah di atas api
kecil. Pada saat mulai keluar uap dari sediaan tersebut, pemanasansudah cukup. Bila
terjadi penguapan, maka akan terbentuk Kristal KOH, sehingga tujuan yang diinginkan
tidak tercapai. Untuk melihat elemen jamur lebih nyata dapat ditambahkan zat warna
pada sediaan KOH, misalnya tinta Parker superchroom blue black.
Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua garis sejajar,
terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan
kulit lama dan/atau sudah diobati. Pada sediaan rambut yang dilihat adalah spora kecil
(mikrospora) atau besar (makrospora). Spora dapat tersusun di luar rambut (ekrotriks)
atau di dalam rambut (endotriks). Kadang-kadang dapat terlihat juga hifa pada sediaan
rambut.
Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan
langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling baik pada
waktu ini adalah medium agar dekstrosa Saboraoud.
Morfologi koloni Gambaran mikroskopik Keterangan
Koloni :
seperti bulu datar dengan
lipatan central dan warna
kuning kehijauan, kuning
kecoklatan

Gambaran mikrosopik :
Epidermophyton tidak ada mikrokonidia,
floccosum beberapa dinding tipis dan
tebal. Makronidia berbentuk

14
gada
Koloni :
datar dan berwarna putih
keabuan dengan celah radial
yang lebar. Berwarna pink
salmon pada media PDA.

Gambaran mikroskopik :
Microsporum audounii terminal klamidoko-nidia dan
hifa berbentuk seperti sisir.
Koloni :
datar, warna putih hingga
kuning, kasar dan berambut,
dengan celah radial yang
rapat. Berwarna kuning pada
PDA.

Gambaran mikroskopik :
M. canis beberapa mikrokonidia,
sejumlah dindint tebal dan
makrokonidia bergerigi
dengan knob pada ujungnya.
Koloni :
datar dan granuler dengan
pigmen coklat hingga
berwarna seperti kambing.

Gambaran mikroskopik :
beberapa mikrokonidia,
sejumlah makrokonidia
M.gypseum berdindint tipis tanpa knob.

Tabel 1. Karakteristik Dermatofit terbanyak


Diagnosis Banding

15
Diagnosis banding pada dermatofitosis tergantung dari klasifikasi lokasinya. Berikut ini
terdapat tabel yang menyebutkan diagnosis banding dari masing-masing klasifikasi
dermatofitosis berdasarkan lokasi.
Tabel 2. Diagnosis banding dermatofitosis berdasarkan lokasi

Tatalaksana
Penatalaksanaan pada kasus dermatofitosis dibagi menjadi penatalaksanaan umum dan
khusus, seperti berikut :
1. Penatalaksanaan umum
Pada pasien dermatofitosis penatalaksanaan umum adalah sebagai edukasi pada
pasien tentang penyakitnya, termasuk penyebab, cara pengobatan dan pencegahan dari
penyakitnya.
2. Penatalaksanaan khusus
Penatalaksanaan khusus dengan menggunakan obat-obatan yang diberikan secara
oral (sistemik) maupun topikal. Pengobatan dermatofitosis sering tergantung pada klinis.
Sebagai contoh lesi tunggal pada kulit dapat diterapi secara adekuat dengan anti jamur
topikal. walaupun pengobatan topikal pada kulit kepala dan kuku sering tidak efektif dan
biasanya membutuhkan terapi sistemik untuk sembuh. Infeksi dermatofitosis yang kronik
atau luas, tinea dengan implamasi akut dan tipe "moccasin" atau tipe kering jenis
T.rubrum termasuk tapak kaki dan dorsum kaki biasanya juga membutuhkan terapi
sistemik. Idealnya, konfirmasi diagnosis mikologi hendaknya diperoleh sebelum terapi
sistemik anti jamur dimulai. Berikut adalah pilihan obat untuk dermatofitosis:
a. Sistemik
Jenis – jenis obat anti jamur sistemik yaitu alilamin, triazol, imidazole
1. Alilamin
Terbinafin hidroklorid adalah agen anti jamur topikal dan oral milik golongan
alilamin. Terbinafin mencapai stratum korneum pertama kali melalui sebasea,
kemudian bergabung dengan basal keratinosit dan selanjutnya berdifusi pasif ke
dermis-epidermis, tetapi terbinafin tidak terdeteksi di dalam kelenjar keringat ekrin.
Tinea Kapitis Tinea Pedis dan Manum
 Psoriasis  Dermatitis kontak
 Dermatitis seboroik  Scabies
 Alopesia areata  Pomfoliks
 Pioderma  Pioderma
 Bentuk-bentuk alopesia yang menimbulkan  Lues II psoriasiform
sikatriks, misal Lupus eritematosus,  Psoriasis pustulosa
Pseudopelade Brocq  Kandidiasis
Tinea korporis Tinea Unguium
 Pitriasis rosea gilbert  Psoriasis
 Psoriasis  Kandidiasis
 Lues II makulo-papuler  Paronikia
 Dermatitis kontak  Trauma
 Dermatitis seboroik  Akrodermatitis perstans
 Morbus Hansen tipe tuberkuloid
Tinea Kruris Tinea Barbae
 Kandidiasis inguinalis  Sikosis barbae 16
 Psoriasis  Mikosis profunda
 Dermatitis seboroik  Karbunkel
 Pitriasis rosea
Terbinafin menghambat enzim skualen epoksidase (enzim katalis untuk merubah
skualen-(2,3)-epokside) di membran sel jamur, sehingga menghalangi biosintesis
ergosterol. Terbinafin menyebabkan akumulasi dari skualen intraseluler abnormal dan
kekurangan ergosterol. Penilaian akumulasi skualen secara in-vitro untuk aktivitas
obat fungisida dengan melemahkan sel membran, sedangkan kekurangan ergosterol
dikaitkan dengan aktivitas fungistatik obat, seperti ergosterol adalah komponen
membran jamur yang diperlukan untuk pertumbuhan normal
Dewasa Anak-anak
Onikomikosis Kuku jari tangan : 250 mg/hari 3-6 mg/kgBB/hari selama
selama 6 pekan 6 sampai 12 pekan
Kuku jari kaki : 250 mg/hari
selama 12 pekan
Tinea Kapitis 250 mg/hari selama 2 sampai 8 < 25 kg : 125 mg/hari
pekan selama 6 pekan
25-35 kg : 187.5 mg/hari
selama 6 pekan
> 35 kg : 250mg/hari
selama 6 pekan
Tinea Korporis, 250 mg/hari selama 1-2 pekan 2-6 mg/kgBB/hari selama
Tinea Kruris 1-2 pekan
Tinea Pedis 250 mg/hari selama 2 pekan

2. Triazol
Obat golongan azol merupakan obat antijamur terbanyak digunakan untuk infeksi
jamur, baik superfisial, subkutan, maupun sistemik. Azol terbagi atas dua golongan
berdasarkan jumlah atom nitrogen didalam cincin azol, yaitu imidazol yang memiliki 2
atom nitrogen serta triazol dengan 3 atom nitrogen
a. Itrakonazol
Itrakonazol adalah agen antijamur triazol lipofilik dan hampir tidak larut dalam
air. Mekanisme kerja itrakonazol menghambat 14-α-demethylase, sebuah
sitokrom mikrosomal enzim P450, dalam membran jamur. Konversi lanosterol
menjadi ergosterol membutuhkan 14-α-demethylase, menyebabkan penurunan
permeabilitas membran dan aktivitas enzim yang terikat membran dan
menghambat pertumbuhan sel jamur. Itrakonazol mencapai epidermis melalui
difusi pasif ke dalam lapisan basal keratinosit dan meresap ke dalam matriks
rambut melalui sel matriks dan berpenetrasi melalui sebasea.
Itrakonazol tersedia dalam kapsul 100 mg, 10 mg/mL larutan oral, dan larutan
intravena. Dosis itrakonazol yaitu 5 mg/kgbb/hari selama 4-6 pekan.
b. Flukonazol
Flukonazol, seperti itrakonazol, menghambat 14-α-demethylase, mikrosomal
sebuah enzim sitokrom P450, dalam membran jamur. Flukonazol mempunyai
waktu paruh 25-30 jam, dan tingkat puncak tercapai setelah 7 hari tiap kali
diberi.
Flukonazol tersedia dalam tablet 50 mg, 100 mg, 150 mg, dan 200 mg, tersedia
10 mg/mL dan 40 mg/mL larutan oral, dan intravena

17
Tabel 4. Dosis Flukonazol Oral1
Dewasa Anak-anak
Tinea Pedis, kruris, atau 150 mg/pekan sampai 3-
korporis 4 pekan
Tinea Kapitis 6mg/kgBB/hari sampai 2
– 6 pekan

3. Imidazole
Ketokonazol adalah turunan imidazol pertama digunakan untuk pengobatan oral
mikosis sistemik. Pasien dengan kandidiasis mukokutan kronis merespon baik untuk
dosis sekali sehari 200 mg, dengan waktu rata-rata 16 pekan. Dosis ketokonazol
diberikan pada dewasa 200 mg/hari atau 400 mg/dosis tunggal atau diulang setiap
bulan sedangkan dosis anak-anak 3,3-6,6 mg/kgBB dosis tunggal.

4. Griseofulvin
Griseofulvin berasal dari Penicillium griseovulvum. Griseofulvin digunakan untuk
pengobatan infeksi dermatofit Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton.
Griseofulvin bekerja pada inti sel jamur dan menghambat mitosis sel jamur sehingga
tetap dalam fase metafase. Griseofulvin tidak efektif untuk kandidiasis atau pitiriasis
versikolor.
Griseofulvin tersedia dalam tablet ultramicrosize dan microsize. Sediaan
griseofulvin tablet ultramicrosize adalah dosis 125-mg, 165 mg, 250 mg, dan 330 mg.
Griseofulvin microsize tersedia 250mg, dan tablet 500 mg dan dalam 125 mg/5 mL
suspensi. Produsen merekomendasikan 5-10 mg/kgBB/hari (ultramicrosize) atau 10-
20 mg/kgBB/hari (microsize).
Efek samping griseofulvin paling umum berhubungan dengan gangguan saluran
pencernaan dan sistem saraf pusat, seperti nyeri kepala, pusing, insomnia, reaksi
hipersensitivitas berupa urtikaria dan erupsi obat, dan granulositopenia. Pasien harus
diperingatkan tentang potensi fotosensitisasi yang diinduksi oleh griseofulvin dan
kemungkinan lupus eritematosus atau sindrom seperti lupus. Leukopenia dan
proteinuria pernah dilaporkan
b. Topikal
Jenis obat anti jamur topikal yang sering digunakan yaitu :
1. azol-imidazol: ketokonazol, klotrimazol, mikonazol, ekonazol, sulkonazol,
oksikonazol, terkonazol, tiokonazol, sertakonazol
2. alilamin dan benzilamin: naftifin, terbinafin, butenafin
3. polien: nystatin

18
Infeksi Rekomendasi Alternatif
Tinea unguium Terbinafine 250 mg/hrItraconazole 200 mg/hr /3-5 bulan atau 400
(Onychomycosis 6 minggu untuk kuku mg/hr seminggu per bulan selama 3-4 bulan
) jari tangan, 12 minggu
berturut-turut.
untuk kuku jari kaki Fluconazole 150-300 mg/ mgg s.d sembuh (6-12
bln) Griseofulvin 500-1000 mg/hr s.d sembuh
(12-18 bulan)
Tinea capitis Griseofulvin Terbinafine 250 mg/hr/4 mgg
500mg/day Itraconazole 100 mg/hr/4mgg
(≥ 10mg/kgBB/hari) Fluconazole 100 mg/hr/4 mgg
sampai sembuh (6-8
minggu)
Tinea corporis Griseofulvin 500 Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 minggu
mg/hr sampai sembuh Itraconazole 100 mg/hr selama 15  hr atau
(4-6 minggu), sering 200mg/hr selama 1 mgg. Fluconazole 150-300
dikombinasikan mg/mggu selama 4 mgg.
dengan imidazol.
Tinea cruris Griseofulvin 500 Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 mgg
mg/hr sampai sembuh Itraconazole 100 mg/hr selama 15 hr atau 200
(4-6 minggu) mg/hr selama 1 mgg. Fluconazole 150-300
mg/hr selama 4 mgg.
Tinea pedis Griseofulvin 500mg/hr Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 mgg
sampai sembuh (4-6 Itraconazole 100 mg/hr selama 15 hr atau
minggu) 200mg/hr selama 1 mgg. Fluconazole 150-300
mg/mgg selama 4 mgg.
Chronic and/or Terbinafine 250 mg/hr Itraconazole 200 mg/hr selama 4-6 mgg.
widespread selama 4-6 minggu Griseofulvin 500-1000 mg/hr sampai sembuh
non-responsive (3-6 bulan).
tinea.
Pencegahan

1. Selalu menjaga kebersihan diri, terutama kebersihan kulit dan kaki.


2. Membiasakan mandi sekurang-kurangnya sekali sehari. Mencuci kaki dua kali sehari dan
keringkan dengan cara menekan-nekan (jangan digosok) dengan handuk
3. Mengeringkan kulit secara menyeluruh setelah mandi, hingga sampai lipatan-lipatan.
4. Membiasakan agar masing-masing individu menyimpan dan menggunakan handuknya
sendiri agar tidak tercemar jamur atau kuman penyakit.
5. Menggunakan kaos kaki dan pakaian dalam dari bahan katun, gantilah secara rutin
(sekurang-kurangnya sekali sehari)
6. Gunakan bedak anti jamur pada sepatu atau kaos kaki untuk mencegah proliferasi spora
jamur
7. Untuk pengidap diabetes, jaga agar kadar gula darah tetap dalam batas normal.

Prognosis

19
Prognosis pada dermatofitosis pada umumnya baik, namun pengobatan perlu
diperhatikan apabila terdapat faktor predisposisi sebagai berikut :
1. Bentuk klinik tertentu :
 Diabetes mellitus
 Hipertiroid, menyebabkan banyak keringat / hyperhidrosis
 Keganasan
 Pemakaian obat-obatan : antibiotika, kortikosteroid, sitostatika
 Infeksi berat : AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)
 Kehamilan
 Iritasi setempat pada tubuh misalnya urine, keringat, air
2. Lingkungan : iklim tropis banyak keringat, jamur akan tumbuh dengan subur
3. Pekerjaan yang berhubungan dengan air : ibu rumah tangga, pembantu rumah tangga.
Pada tinea pedis air yang berlebihan akan menyebabkan pembengkakan stratum
korneum, hifa jamur tumbuh dengan subur.
4. Pemakaian pakaian dalam /celana ketat dari bahan sintetis
5. Kebiasaan pinjam meminjam alat, misal sepatu, sisir
6. Adanya sumber infeksi lain, misal binatang piaraan : anjing, kucing, kelinci
menyebabkan infeksi ping-pong
Faktor – factor di atas menjadipenyulit dalam penyembuhan dermatofitosis. Sehingga
perlu diperhatikan untuk menghindari atau mengontrol factor-faktor tersebut.
2.2 Non – Dermatofitosis
1. Pitiriasis Versikolor
Pitiriasis versikolor (PV) atau sering disebut tinea versikolor adalah infeksi kulit superfisial
kronik, disebabkan oleh ragi genus Malassezia, umumnya tidak memberikan gejala subyektif,
ditandai oleh area depigmentasi atau dikolorasi berskuama halus, tersebar diskret atau konfluen,
dan terutama terdapat pada badan bagian atas.
Epidemiologi
PV merupakan penyakit universal, terutama ditemukan di daerah tropis. Tidak terdapat
perbedaan berdasarkan jenis kelamin, tetapi terdapat perbedaan kerentanan terhadap usia, yakni
lebih banyak ditemukan pada remaja dan dewasa muda, jarang pada anak dan orangtua.
Etiologi
PV disebabkan oleh Malassezia spp, ragi bersifat lipofilik yang merupakan flora normal
pada kulit. Jamur ini juga bersifat dimorfik, bentuk ragi dapat berubah menjadi hifa.
Patogenesis
Malassezia spp, yang semula berbentuk ragi saprofit akan berubah menjadi bentuk miselia
yang menyebabkan kelainan kulit PV. Kondisi atau faktor presdiposisi yang diduga dapat
menyebabkan perubahan tersebut berupa suhu, kelembaban lingkungan yang tinggi, dan
tegangan CO2 tinggi permukaan kulit akibat oklusi, faktor genetik, hyperhidrosis, kondisi
imunosupresif, dan malnutrisi.
Morfologi
Pertumbuhannya pada kulit (stratum korneum) berupa kelompok sel-sel bulat, bertunas,
berdinding tebal dan memiliki hifa yang berbatang pendek dan bengkok, biasanya tidak

20
menyebabkan tanda-tanda patologik selain sisik halus sampai kasar. Bentuk lesi tidak teratur,
berbatas tegas sampai difus dan ukuran lesi dapat milier, lentikuler, numuler sampai plakat. Ada
dua bentuk yang sering dijumpai yaitu bentuk makuler : Berupa bercak-bercak yang agak lebar,
dengan skuama halus diatasnya dan tepi tidak meninggi. Bentuk folikuler : Seperti tetesan air,
sering timbul disekitar rambut.
Gambaran Klinis
Timbul bercak putih atau kecoklatan yang kadang-kadang gatal bila, berkeringat. Bisa pula
tanpa keluhan gatal sama sekali, tetapi penderita mengeluh karena malu oleh adanya bercak
tersebut. Pada orang kulit berwarna, lesi yang terjadi tampak sebagai bercak hipopigmentasi,
tetapi pada orang yang berkulit pucat maka lesi bisa berwarna kecoklatan ataupun kemerahan. Di
atas lesi terdapat sisik halus.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dengan lampu Wood dapat memperlihatkan efloresensi kekuningan akibat
metabolit asam dikarboksilat, yang digunakan sebagai petunjuk lesi PV dan mendeteksi sebaran
lokasi lesi. Perlu diwaspadai hasil pemeriksaan efloresensi positif palsu yang antara lain dapat
karena penggunaan salep yang mengandung asam salisilat, tetrasiklin. Hasil negative palsu dapat
terjadi pada orang yang rajin mandi.
Pemeriksaan mikologis langsung sediaan kerokan kulit akan menunjukan kumpulan hifa
pendek dan kumpulan sel ragi bulat, kadang oval. Gambaran demikian menyebabkan sebutan
berupa ‘spagetti and meatballs’ atau ‘bananas and grapes’. Sediaan diambil dengan kerokan
ringan kulit menggunakan skapel atau dengan merekatkan selotip. Pemeriksaan menggunakan
larutan KOH 20%, dan dapat ditambahkan sedikit tinta biru-hitam untuk memperjelas gambaran
elemen jamur.
Diagnosis Banding
Beberapa kelainan dengan klinis yang mirip dan perlu dibedakan dengan PV, antara lain
pitiriasis alba, eritrasma, vitiligo, dermatitis seboroik, pitiriasis rosea, morbus Hansen tipe
tuberkuloid, dan tinea.
Tatalaksana
Terapi dapat menggunakan terapi topical atau sistemik. Sebagai obat topical dapat
digunakan antara lain, selenium sulphide bentuk sampo 1,8% atau bentuk losio 2,5% yang
dioleskan tiap hari selama 15-30 menit dan kemudian dibilas. Ketokonazol 2% bentuk sampo
juga dapat digunakan serupa dengan sampo selenium hiposulfit 20%. Obat topical sebaiknya
diteruskan 2 minggu setelah hasil pemeriksaan dengan lampu Wood dan pemeriksaan mikologis
langsung kerokan kulit negatif.
Obat sistemik dipertimbangkan pada lesi luas, kambuhan, dan gagal dengan terapi topical,
antara lain dengan ketokonazol 200mg/hari selama 5-10 hari atau itrakonazol 200mg/hari selama
5-7 hari.

2. Folikulitis Malassezia
Definisi
Folikulitis Malassezia adalah penyakit kronis pada folikel pilosebasea yang disebabkan
oleh jamur Malassezia spp, berupa papul dan pustul folikular, yang biasanya gatal dan terutama
21
berlokasi di batang tubuh, leher, lengan bagian atas. Kelainan ini sering salah diagnosis sebagai
akne vulgaris.
Epidemiologi
Kelainan ini biasanya mengenai dewasa muda sampai usia pertengahan, dan lebih banyak
ditemui di daerah tropis, mungkin karena kelembaban tinggi dan suhu panas, tetapi juga
dilaporkan pada daerah beriklim dingin saat musim panas.
Etiopatogenesis
Jamur penyebab adanya spesies Malassezia, yang merupakan flora normal kulit, bersifat
lipofilik, serupa dengan penyebab pitiriasis versikolor. Faktor perdisposisi antara lain adalah
suhu dan kelembaban udara yang tinggi, hyperhidrosis, pakaian oklusif, penggunaan bahan-
bahan berlemak untuk pelembab badan yang berlebihan, penggunaan antibiotic, kortikosteriod
local/sistemik, sitostatik, dan penyakit serta keadaan tertentu, misalnya DM, keganasan,
kehamilan, keadaan imunokompromais, AIDS serta sindrom down.
Gambaran Klinis
Folikulitis Malassezia memberikan keluhan gatal pada tempat predileksi. Klinis morfologi
terlihat papul dan pustul perifolikular berukuran 2-3 mm diameter, dengan peradangan minimal.
Tempat predileksi adalah dada, punggung, dan lengan atas. Kadang-kadang terdapat di leher dan
wajah.
Diagnosis
Diagnosis berdasarkan keluhan gatal dan lokasi serta morfologi lesi, dikonfirmasi dengan
menemukan kelompokan sel ragi dan spora bulat atau blastospora Malassezia pada pemeriksaan
isi folikel yang dikeluarkan dengan ekstrasor komedo. Pemeriksaan dilakukan dengan larutan
KOH dan tinta Parker biru hitam. Pemeriksaan penunjang lain adalah dengan menemuka
organisme dalam ostium folikel rambut pada sediaan histopatologi yang kadang disertai rupture
folikel dan tanda peradangan.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding yang utama adalah akne vulgaris, selain folikel bakterial, erupsi
akneformis, dan folikulitis eosinofilik. Pada akne vulgaris, banyak ditemukan komedo, dan
umumnya tidak gatal.
Tatalaksana
Pendekatan tatalaksana baik dengan menghilangkan faktor predisposisi maupun
memberikan pengobatan. Obat yang digunakan dapat berupa antimikotik oral, misalnya:
- Ketokonazol 200mg/hari selama 4 minggu
- Itrakonazol 200mg/hari selama 2 minggu
- Flokonazol 150g seminggu selama 4 minggu
Antibiotik topical biasanya kurang efektif, walaupun dapat menolong, misalnya sampo
ketokonazol atau selenium sulfid.
3. Piedra
Definisi

22
Piedera adalah infeksi jamur pada helai rambut, ditandai dengan benjolan (nodul)
sepanjang rambut. Dikenal 2 jenis, yakni piedra hitam, yang disebabkan oleh jamur Piedraia
hortae, dan piedra putih yang dulu dianggap disebabkan oleh Trichosporon beigelli, ternyata
kemudian terbukti disebabkan oleh beberapa spesies genus Trichosporon antara lain T. ovoides,
T. inkin, T. asahii.
Epidemiologi
Piedra hitam terutama menyerang rambut kepala, meskipun pernah dilaporkan pada area
tubuh lain yakni jenggot, kumis, dan pubis. Piedra putih terutama menyerang rambut aksila,
genital, dan jenggot. Ditemukan di daerah beriklin sedang atau subtropics, hanya kadang di
daerah tropis.
Etiopatogenesis
Piedraia hortae, penyebab piedra hitam, ditemukan di tanah dan air tergenang. Penyebab
piedra putih, dapat ditemukan baik di tanah, udara, air, tumbuhan, dan permukaan kulit. Faktor
higine memegang peran pada terjadinya infeksi. Jamur penyebab masuk ke kutikula rambut,
tumbuh mengelilingi rambut membentuk benjolan-benjolan, dan dapat menimbulkan ruptur atau
trikoreksis dan patah rambut. Transmisi dari orang ke orang jarang, meskipun piedra putih
dilaporkan berhubungan dengan transmisi seksual.
Gejala Klinis
Piedra hitam terutama pada rambut kepala, bersifat asimptomatik, ditandai dengan
benjolan atau nodul hitam lonjong, keras, multiple, yang melekat erat pada rambut, berukuran
mikroskopis sampai 1 milimeter. Bila rambut disisir akan terdengar suara bergelitik. Rambut
sering patah.
Piedra putih terutama pada rambut aksila, genital, jenggot, berupa benjolan lunak, multiple
berukuran mikroskopik sampai 1 mm, berwarna putih sampai coklat muda, dan tidak terlalu
melekat erat pada rambut, sehingga mudah dilepaskan. Kadang benjolan menyatu membentuk
selubung mengelilingi rambut. Rambut patah dapat terjadi, tetapi lebih jarang dibandingkan
dengan piedra hitam.
Diagnosis
Diagnosis piedra berdasarkan atas gambaran klinis dan didukung oleh pemeriksaan sediaan
langsung dan biakan. Pada pemeriksaan mikroskopik piedra hitam dengan larutan KOH, tampak
benjolan-benjolan terpisah yang terdiri atas anyaman padat hifa berwarna coklat-hitam, tersusun
regular dalam subtansi seperti semen. Di bagian tepi dapat ditemukan artrokonidia berdiameter
4-8µm, dan di tengah dapat ditemukan askus yang berisi 8 askospora berbentuk fusiformis.
Pada piedra putih, benjolan cenderung menyatu, terdiri atas anyaman hifa yang tersusun
kurang regular, membentuk massa seperti gelatin menyelubungi rambut. Benjolan piedra putih
kadang memberikan fluoresensi pada pemeriksaan dengan lampu Wood.
Pengobatan
Memotong rambut yang terkena infeksi adalah pengobatan terbaik untuk piedra hitam
maupun putih. Cara pengobatan lain dapat dengan larutan sublimat 1/2000 setiap hari, atau
sediaan azol topical. Di Indonesia pernah dilaporkan keberhasilan pengobatan piedra hitam
dengan sampo ketokonazol.

23
4. Tinea Nigra Palmaris
Definisi
Tinea nigra adalah infeksi jamur superficial yang asimptomatik pada stratum korneum,
biasanya pada telapak tangan, walaupun telapak kaki dan permukaan kulit lain dapat terkena.
Kelainan kulit berupa makula coklat sampai hitam.
Etiopatogenesis
Organisme penyebab adalah jamur dematiaceae atau jamur berpigmen hitam-Hortaea
werneckii atau cladosporium wernechii, yang biasa hidup di tanah, saluran pembuangan air, dan
tanaman busuk. Infeksi timbul akibat inokulasi jamur setelah trauma, dengan masa inkubasi 2-7
minggu. Penularan dari orang lain jarang terjadi. Tidak ada fakotr predisposisi.
Gejala Klinis
Kelainan kulit umumnya di telapak tangan, meskipun juga dapat di telapak kaki dan
permukaan kulit lainnya, berupa makula coklat hitam berbatas tegas, tidak bersisik. Penderita
umumnya berusia di bawah 19 tahun dan penyakitnya berlangsung kronik sehingga dapat dilihat
pada orang dewasa di atas 19 tahun. Perbandingan penderita wanita 3x lebih banyak daripada
pria. Faktor-faktor predisposisi penyakit belum diketahui kecuali hyperhidrosis dan tidak ada
hubunganya dengan gangguan respon imun.
Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan kerokan kulit dan biakan.
Pada pemeriksaan sediaan langsung dalam larutan KOH jamur dapat terlihat sebagai hifa
bercabang, bersekat berukuran 5µ, berwarna coklat muda sampai dengan hijau tua. Biakan pada
agar Sebouraud (suhu kamar) menghasilkan koloni yang tampak sebagai koloni yang semula
menyerupai ragi dan koloni filament berwarna hijau tua atau hitam.
Diagnosis Banding
Tinea nigra dapat menyerupai nevus junctional, dermatitis kontak, kulit yang terkena zat
kimia, pigmentasi pada penyakit Addison, sifilis, pinta, dan melanoma.
Pengobatan
Tinea nigra dapat diobati dengan obat-obatan antijamur konvesional dan kombinasi bahan
antijamur dengan keratolitik, misalnya salap salisil sulphur, Whitfield, dan tincture jodii, selain
dengan antijamur topical golongan azol.
5. Kandidosis
Pendahuluan
Jamur candida spp, terutama C. albicans pada manusia bersifat komensal dan berubah
menjadi patogen pada kondisi daya tahan tubuh pejamu terhadap infeksi menurun, local maupun
sistemik. Infeksi kandida dapat bersifat superfisial, lokasi invasive maupun diseminata.
Definisi
Kandidosis adalah penyakit jamur, yang disebabkan oleh Candida spp misalnya spesies C.
albicans. Infeksi dapat mengenai kulit, kuku, membran mukosa, traktus gastrointestinal, juga
dapat menyebabkan kelainan sistemik.

24
Epidemiologi
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur baik laki-laki maupun
perempuan. Sumber agen penyebab utama adalah pasien, namun transmisi dapat terjadi melalui
kontak langsung dan formites.
Etiologi
Jamur candida hidup sebagai saprofit, terutama terdapat di traktus gastrointestinal, selain
itu di vagina, uretra, kulit, dan dibawah kuku. Dapat juga ditemukan di atmosfir, air, dan tanah.
Agen penyebab tersering untuk kelainan di kulit, genital, dan mukosa oral adalah C. albicans,
sedangkan spesies non-albicans yang sering menimbulkan kelainan adalah C. dubliniensis, .
glabrata, C. guilermondii, C. Kr usei, C. lusitanie, C. parapsilosis, C. pseudotropicalis dan C.
tropicalis.
Klasifikasi
Infeksi Candida dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
I. Kandidosis oral
a. Kandidosis oral (oral thrush)
b. Parléche (keitis angular atau kandidal keilosis)
II. Kandidosis kutis dan selaput lender genital
a. Lokalisata:
1. Daerah intertriginosa
2. Daerah perianal dan krotal
b. Vulvovaginitis
c. Balanitis atau balanopostitis
d. Diaper candidosis
e. Kandidosis kutis granulomatosa
III. Paronikia candida dan onikomikosis candida
IV. Kandidosis kongenital
V. Kandidosis mukokutan kronik
VI. Reaksi Id.
Selain itu, kandidemia atau dandidosis sistemIk dalam 4 sindrom sebagai berikut:
kandidosis berhubungan dengan kateter, kandidosis diseminasi akut, kandidosis diseminasi
kronik, dan kandidosis organ dalam.
Pathogenesis
Infeksi candida dapat terjadi, apabila ada faktor predisposisi baik endogen maupun
eksogen.
1. Perubahan fisiologik: usia, kehamilan, dan haid
2. Faktor mekanik: trauma (luka bakar, aberasi), oklusi local, kelembaban, maserasi,
kegemukan
3. Faktor nutrisi: avitaminosis, defisiensi zat besi, malnutrisi
4. Penyakit sistemik: penyakit endokrin (misalnya: DM, sindroma Cushing), down sindrom,
acrodermatitis enteropatika, uremia, keganasan, dan imunodefisiensi.
5. Iatrogenic: penggunaan kateter, radiasi sinar X, penggunaan obat-obatan (missal:
glukokortikoid, agen imunosupresi, antibiotik, dll)

25
Gejala Klinis
1. Kandidosis oral
a. Thrush
Biasanya mengenai bayi, pasien terinfeksi HIV dan AIDS. Tampak pseudomembran
putih coklat muda kelabu yang menutup lidah, palatum molle, pipi bagian dalam, dan
permukaan rongga mulut yang lain. Lesi dapat terpisah-pisah, dan tampak seperti kepala
susu pada rongga mulut. Bila pseudomembran terlepas dari dasarnya tampak daerah
yang basah dan merah.
b. Parléche
Lesi berupa fisur pada sudut mulut, lesi ini mengalami maserasi, erosi, basah, dan
dasarnya eritematosa. Faktor predisposisinya antara lain adalah defisiensi riboflavin dan
kelainan gigi.
2. Kandidosis kutis dan selaput lender genital
a. Lokalisata
I. Kandidosis intertriginosa
Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, genitokrural, intergluteal, lipat payudara,
interdigital, dan umbilicus, serta lipatan kulit dinding perut berupa bercak dan berbatas
tegas, bersisik, basah, dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa
vesikel-vesikel dan pustule-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan
daerah erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer.
II. Kandidosis perianal
Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe basah. Penyakit ini menyebabkan
pruritus ani
b. Vulvovaginitis
Biasanya sering terdapat pada penderita DM karena kadar gula darah dan urin
yang tinggi dan pada perubahan hormonal (kehamilan dan siklus haid). Rekurensi dapat
terjadi juga karena penggunaan cairan pembersih genital, antibiotik, imunosupresi.
Keluhan utama ialah gatal di daerah vulva. Pada yang berat terdapat pula rasa panas,
nyeri sesudah miksi, dan dyspareunia.
Pada pemeriksaan yang ringan tampak hiperemia pada labia minora, introitus
vagina, dan vagina terutama bagian 1/3 bagian bawah. Sering pula terdapat kelainan
khas ialah bercak-bercak putih kekuningan. Pada kelainan yang berat juga terdapat
edema pada labia minora dan ulkus-ulkus yang dangkal pada labia minora dan sekitar
introirus vagina. Flour albus pada kandidosis vagina berwarna kekuningan. Tanda yang
khas ialah disertai gumpalan-gumpalan sebagai kepala susu berwarna putih kekuningan.
c. Balanitis atau balonopostitis
Faktor predisposisi adalah kontak seksual dengan pasangan yang menderita
vulvovaginitis, DM, dan kondisi nonsirkumsisi. Lesi berupa erosi, pustule, dengan
dindingnya yang tipis, terdapat pada glans penis dan sulkus koronarius glandis.
d. Diaper-rash (candida diaper dermatitis)
Kelainan dipicu oleh adanya kolonisasi ragi di traktus gastrointestinal. Infeksi
dapat terjadi karena oklusi kronik area berpopok oleh popok yang basah. Lesi berawal
dari area perianal meluas ke perineum dan lipat inguinal berupa eritema cerah.
e. Kandidosis kutis granulomatosa

26
Penyakit ini sering diderita menyerang anak-anak, lesi berupa papul kemerahan
tertutup krusta tebal berwarna kuning kecoklatan dan melekat erat pada dasarnya. Krusta
ini dapat menimbul seperti tanduk sepanjang 2 cm, lokasinya sering terdapat di muka,
kepala, kuku, badan, tungkai, dan larings.
3. Paronikia candida dan onikomikosis
Sering diderita oleh orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan air, bentuk ini
tersering didapat. Lesi berupa kemerahan, pembengkakan yang tidak bernanah dan nyeri di
area parinikia disertai retraksi kutikula kearah lipat kuku proksimal. Kelainan kuku berupa
onikolisis, terdapat lekukan transversal dan berwarna kecoklatan. Penyebab onikomikosis
candida umumnya adalah C. albicans dengan kelainan di kuku berupa distrofi total
menyerupai onikomikosis yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita.
4. Kandidiosis kongenital
Ditemukan kelainan pada kulit dan selaput lender bayi baru lahir, lesi khas berupa vesikel
atau pustule dengan dasar eritematosa pada wajah, dada yang meluas generalisata.
5. Kandidosis mukokutan kronik (KMK)
Penyakit ditandai oleh sindrom klinis berupa infeksi candida superfisial pada kulit, kuku,
dan orofaring, bersifat kronos, dan resisten terhadap pengobatan. Pada banyak kasus
kelainan imunitas dapat spesifik pada system imun selular atau besifat global.
6. Reaksi Id (kandidid)
Reaksi terjadi karena reaksi alergi terhadap jamur atau antigen lain yang terbentuk selama
proses inflamasi, klinisnya berupa vesikel eritematosa yang bergerombol, terdapat pada
lateral jari dan telapak tangan. Bila infeksi diobati, kelainan akan menyembuh.
Selain penggolongan diatas, terdapat bentuk yang tidak biasa, ditandai oleh erupsi difus,
berawal dari vesikel yang meluas dan konfluen di daerah badan dan ekstremitas. Keluhan
subyektif berupa pruritus terutama di daerah inguinal, anal, aksila, sela jari tangan, dan kaki.
Kandidosis sistemik
Aspek klinis kandidosis sistemik sangat bervariasi, dapat berupa demam tanpa manifestasi
kelainan organ hingga sekumpulan gejala dan tanda termasuk sepsis berat.
Kandidosis diseminata
Kelainan dapat timbul antara lain akibat penyebaran hematogen Candida spp. dari
orofaring traktus gastrointestinal dengan barrier mukosa kompromis. Lesi berupa papul eritem
dengan pustule hemoragis di bagian tengah di badan dan ektremitas.
Penunjang Diagnosis
1. Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10-20% (dapat
ditambah tinta Parker Superchrome blue black). Tampak budding yeast cells (2 spora seperti
angka 8) dengan atau tanpa pseudohifa atau hifa. Pseudohifa (gambaran sepertiuntaian
sosis)/hifa pada infeksi membrane mukosa adalah pathognomonis, sedang pada kandidiasis
kutis tidak selalu ada.
Specimen harus baru dan segera diperiksa.
2. Pengecatan gram

27
Elemen jamur (budding yeast cell/blastospora/blastokonidia/pseudohifa/hifa) tampak
sebagai gram positif dan sporanya lebih besar dari bakteri. Dilakukan pada kandidiasis
mukosa.
3. Kultur
Specimen harus baru dan kultur dengan media:
- Sabouraud’s Dextrose Agar (SDA) + khloramfenikol + gentamicin
- Mycobiotic/mycosel (SDA + khloramfenikol + sikloheksimid)
Dalam 2 – 3 hari akan tumbuh.
4. Histopatologi
Dengan pengecatan PAS (Periodic Scid-Schiff) atau GMS (Gomori’s Methanamic Silver)
5. Glukosa darah dan reduksi urine untuk melihat diabetes mellitus.
Diagnosis
1. Anamnesis dan gejala klinis yang khas
2. Pemeriksaan penunjang no 1 dan/atau no 2 harus dilakukan dan apabila hasilnya positif
sudah dapat memastikan diagnosis. Bila hasilnya negative tidak menyingkirkan diagnosis
apabila anamnesis dan diagnosis klinisnya menyokong
3. Kultur untuk memastikan spesies penyebab
4. Histo PA dilakukan bila diagnosis meeragukan.
Diagnosis Banding
- Kandidosis oral dengan difteria, leukoplakia karena keganasan dan kheilitis
- Kandidosis kutis lokalisata dengan:
a. Eritrasma: lesi di lipatan, lesi lebih merah, batas tegas, kering tidak ada satelit,
pemeriksaan dengan lampu Wood positif,
b. Dermatitis intertriginosa
c. Dermatofitosis (tinea)
d. Psoriasis
e. Dermatitis seboroik
f. Pyoderma
- Kandidosis kuku dengan tinea unguium
- Kandidosis balanitis dengan infeksi bakteri, herpes simpleks, psoriasis dan lihken planus.
- Kandidosis vulvaginitis antara lain dengan:
a. Trikomonas vaginalis
b. Bacterial vaginosis dan leukorhoe fisiologis pada kehamilan
Pengobatan
Pengobatan infeksi candida bergantung pada spesies penyebab, sensitifitas terhadap obat
antijamur, lokasi infeksi, penyakit yang mendasari, dan status imun pasien.
1. Upayakan untuk menghindari atau menghilangkan faktor pencetus dan predisposisi
2. Pengobatan untuk:
a. Selaput lendir
- Larutan ungu gentian ½ - 1% untuk selaput lender, 1-2% untuk kulit, dioleskan
sehari 2 kali selama 3 hari.
- Nistatis: berupa krim, suspense (untuk kelainan kulit dan mukokutan)

28
- Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500mg pervaginam dosis
tunggal, sistemik bila perlu dapat diberikan ketokonazol 1x200mg atau
itrakonazol 2x200mg dosis tunggal atau dengan flukonazol 150mg dosis tunggal.
b. Kelainan kulit
- Grup azol antara lain:
 Mikonazol 2% berupa krim atau bedak
 Klotrimazol 1% berupa bdedak, larutan, dank rim
 Tiokonazol, bufonazol, isokonazol
 Siklopiroksolamin 1% larutan, krim
 Antimikotik yang lain yang berspektrum luas
3. Pengobatan sistemik:
Pengobatan ini diberikan untuk berbagai kelainan, antara lain kasus refrakter,
candida diseminta, dan kandidosis mukokutan kronik. Flukonazol adalah lini pertama
untuk pasien non-neutropenik, dengan kandidemia atau kandidosis invasive (dosis 100-
400mg/hari). Pilihan lain adalah itrakomazol dengan dosis harian 200mg/hari atau dosis
denyut.

29
BAB III
KESIMPULAN

Dermatofitosis merupakan kelompok penyakit yang disebabkan oleh jamur dermatofit


dari tiga genus, Epidermophyton, Trichophyton, dan Microsporum, yang bersifat keratinofilik
mengenai stratum korneum pada kulit, rambut dan kukuj dengan cara transmisi melalui zoofilik,
antropofilik dan geofilik.
Klasifikasi penyakit ini digolongkan berdasarkan lokasi atau ciri khusus tertentu, dan
jenis struktur keratin yang terlibat yaitu kulit, kuku dan rambut.
Terjadinya dermatofitosis melalui 3 tahap utama, yaitu perlekatan, dengan keratinosit,
penetrasi melewati dalam sel dan pembentukan respon imun. Adanya virulensi jamur,
mekanisme penghindaran, kondisi imunitas host yang lemah memudahkan infeksi dermatofit.
Mekanisme pertahanan host terhadap infeksi dermatofit terediri dari pertahanan non spesifik dan
spesifik yang melibatkan surveilan system imun.
Terapi yang diberikan secara umum dan khusus, umum yaitu edukasi pada pasien untuk
menghindari factor predisposisi. Pengobatan secara khusus dengan obat-obatan anti jamur baik
secara sistemik maupun topical
DAFTAR PUSTAKA

1. Menaldi SL. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2017.
2. Adiguna MS. Epidemiologi Dermatomikosis di Indoneisa. Dalam: Budimulya U, Kuswadji,
Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widati S, editor, Dermatomikosis Superfisialis.
Edisi ketiga Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2004.h. 1-6
3. Menaldi SL, Novianto E, Sampurna AT. Atlas berwarna dan sinopsis penyakit kulit dan
kelamin. Bagian Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2015.
4. Widaty S, Soebono H, Nilasari H, Listiawan MY, et al. Panduan praktik klinis bagi dokter
spesialis kulit dan kelamin di indonesia. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia (PERDOSKI); 2017.
5. Cholis M. Imunologi Dermatomikosis Superfisialis. Dalam: Budimulya U, Kuswadji,
Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widati S, editor. Dermatomikosis Superfisialis.
Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2004 h.7-18.
6. Gupta KA,Tu LQ . Dermatophytosis: Diagnosis and Treatment , J Am Acad Dermatol 2006
;54 :1050-5

30
7. Gubbins PO, Anaissie EJ. Antifungal therapy. In: Anaissie EJ, McGinn MR, Pfaller. Clinical
Mycology. 2nd Ed. China: Elsevier. 2009. p161-96
8. Richardson MD, Warnock DW. Fungal Infection Diagnosis and Management. 3rd ed.
Massachusser: Blackwell Publishing; 2003.p.356
9. Wolff K, Goldsmith L.A, Katz SI et al. 2008. Fitzpatrick Dermatology in General Medicine.
7th edition. USA : McGrawHill, 2008. pp. 1845-1848. Vol. I & II.

31

Anda mungkin juga menyukai