Anda di halaman 1dari 20

CASE BASED DISCUSSION

TINEA KAPITIS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu
Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RS Islam Sultan Agung Semarang
Periode 18 Oktober 2021 –13 November 2021

Disusun Oleh :
Silmi Durotun Nasihah
30101607739

Pembimbing :
dr. Hj. Pasid Harlisa, Sp.KK, FINSDV

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Silmi Durotun Nasihah


NIM : 30101607739
Fakultas : Kedokteran Umum
Universitas : UNISSULA
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Periode Kepaniteraan : 18 Oktober 2021 – 13 November 2021
Bagian : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Judul Laporan : Tinea Kapitis
Pembimbing : dr. Hj. Pasid Harlisa, Sp.KK, FINSDV
Diajukan dan disahkan : Oktober 2021

Semarang, Oktober 2021


Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSI Sultan Agung Semarang

(dr. Hj. Pasid Harlisa, Sp.KK, FINSDV)


BAB I

PENDAHULUAN

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk,


misalnya statum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku yang disebabkan
golongan jamur dermatofita. Dermatofita merupakan golongan jamur yang
mencerna keratin. Dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti, yang terbagi
dalam 3 genus yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.[1]
Pada umumnya, dermatofitosis pada kulit memberikan morfologi yang khas,
yaitu bercak-bercak yang berbatas tegas disertai efloresensi-efloresensi yang lain
sehingga memberi kelainan yang polimorf dengan bagian tepi yang aktif serta
berbatas tegas sedang bagian tengah tampak tenang. Gambaran klinis ini
merupakan campuran kerusakan jaringan kulit dan reaksi radang yang terjadi pada
kulit penjamu.. Berdasarkan lokasi anatomi yang terinfeksi. Dermatofitosis dibagi
berdasarkan lokasi sehingga dikenal bentuk tinea kapitis, tinea barbe, tinea pedis
et manum, tinea unguium, dan tinea korporis. [1]
Tinea kapitis (ringworm of the scalp) merupakan dermatofitosis pada kulit
kepala. Tinea kapitis biasanya penyakit ini banyak menyerang anak-anak dan
sering ditularkan melalui binatang-binatang peliharaan, seperti kucing, anjing dan
sebagainya. [2]
Kelainan pada tinea kapitis dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-
merahan, alopesia dan kadang terjadi gambaran yang lebih berat yang disebut
kerion. Dalam klinik tinea kapitis dapat dilihat sebagai tiga bentuk yaitu gray
patch, kerion, black dot ringworm, tinea favosa. Untuk menegakkan diagnosis
maka dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti lampu wood, mikroskopis
menggunakan KOH dengan mengambil sampel dengan kerokan pada lesi. [1]
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi

Tinea kapitis disebut juga ringworm of the scalp merupakan kelainan pada
kulit rambut kepala yang disebabkann oleh spesies dermatofita. Kelainan pada
tinea kapitis dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerah- merahan, alopesia dan
kadang terjadi gambaran yang lebih berat yang disebut kerion. [1]

Tinea kapitis adalah suatu infeksi pada kulit kepala dan rambut yang
disebabkan oleh spesies dermatofita. Dermatofita merupakan golongan jamur
yang menyebabkan dermatifitosis yang mempunyai sifat mencerna keratin. [1,3]

2.2. Epidemiologi

Tinea kapitis mempengaruhi anak terutama pra-pubertas antara 6 sampai 10


tahun, itu lebih umum pada laki-laki daripada perempuan dan jarang ditemukan
pada dewasa. Hal ini mungkin ada kaitannya dengan perubahan kandungan asam
lemak dalam sebum pada saat menjelang pubertas. Sebum pada masa sesudah
pubertas mengandung asam lemak yang bersifat jamurstatik. Jamur yang
umumnya menjadi penyebab timbulnya tinea kapitis (scalp ringrom) bervariasi
pada berbagai tempat di dunia. [2,4]

Tinea kapitis sering terjadi di daerah pedesaan dan tranmisi meningkat


dengan higienitas yang buruk, kepadatan penduduk dan status sosial ekonomi
yang rendah. Transmisi melalui Orang-ke-orang, hewan-ke-orang. Spora yang
hadir pada pembawa asimtomatik, hewan, atau benda mati. [4]

2.3. Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh spesies dermatofita dari genus tricophyton dan
microsporum , misalanya T. Vioalaceum, T. Gourvilii, T. metagrophytes, T.
tonsurans, M. audonii, M. canis, M. ferrugineum. [3]

Di inggris kasus terbanyak tinea kapitis disebabkan oleh infeksi


Microsporum Canis, yang biasanya didapatkan dari kucing. Di
AS organisme penyebabnya biasanya adalah Trichophyton tonsurans, sedangkan
di daratan India penyebab tersering adalah Trichophyton violaceum. Trichophyton
violaceum ditemukan pada anak-anak dari keluarga Asia di Inggris. [2]

Tinea kapitis terjadi akibat dermatofita spesies Microsporum dan


Trichophyton. Terdapat perkembangan baru di Inggris dengan ditemukannya
kasus tinea kapitis yang disebabkan oleh T.tonsurans. Microsporum canis pada
fluoresensi dengan sinar ultraviolet gelombang panjang (wood lamp) tampak hijau
kekuningan. [1,2]

2.4. Cara Penularan Dermatofitosis

Dermatofita yang menginfeksi manusia dibagi berdasarkan tempat hidupnya


yaitu: [1,3]
1. Antropofilik
Merupakan transmisi dari manusia ke manusia. Ditularkan baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui lantai kolam renang dan udara sekitar
rumah sakit/klinik, dengan atau tanpa reaksi keradangan (silent “carrier”).
2. Zoofilik
Merupakan transmisi dari hewan ke manusia. Ditularkan melalui kontak
langsung maupun tidak langsung melalui bulu binatang yang terinfeksi dan
melekat di pakaian, atau sebagai kontaminan pada rumah atau tempat tidur
hewan, tempat makanan dan minuman hewan. Sumber penularan utama adalah
anjing, kucing, sapi, kuda dan mencit.
3. Geofilik
Merupakan transmisi jamur yang berasal dari tanah ke manusia. Secara
sporadis menginfeksi manusia dan menimbulkan reaksi radang.

Tabel 1. Spesies dermatofita penyebab infeksi


2.5. Patogenesis

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi jamur ini adalah iklim


panas, lembab, higiene sanitasi, pengeluaran keringat yang berlebihan, trauma
kulit, dan lingkungan. Perangkap rambut kulit kepala Jamur dari lingkungan atau
fomites. kolonisasi asimtomatik adalah umum. Trauma membantu inokulasi.
Dermatofit awalnya menyerang stratum korneum kulit kepala, yang mungkin
diikuti oleh Infeksi batang rambut dan menyebar ke folikel rambut lainnya .
Dermatofita mempunyai masa inkubasi selama 4-10 hari. Infeksi dermatofita
melibatkan tiga langkah utama : perlekatan ke keratinosit, penetrasi, dan
perkembangan respon pejamu.[3,4]

Infeksi dermatofita melibatkan 3 step utama yaitu :

a. Perlekatan pada keratinosit

Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat


pada jaringan keratin diantaranya sinar ultraviolet, suhu, kelembaban,
kompetisi dengan flora normal dan sphingosin yang diproduksi oleh
keratinosit serta asam lemak yang diproduksi oleh glandulasebasea juga
bersifat fungistatik.
b. Penetrasi

Setelah terjadi perlekatan, spora berkembang dan menembus stratum


korneum dengan kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi.
Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan enzim
mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan
maserasi juga membantu memfasilitasi penetrasi jamur kejaringan.
Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam
dari epidermis. Diperlukan waktu 4–6 jam untuk penetrasi ke stratum
korneum setelah spora melekat pada keratin.
c. Pembentukan respon penjamu

Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme


yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type
Hipersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam
melawan dermatofita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi
dermatofita sebelumnya, infeksi primer menyebabkan inflamasi minimal
dan trichopitin tes hasilnya negative. Infeksi menghasilkan sedikit eritema
dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit.
Antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan
dipresentasikan dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan
proliferasi dan bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk menyerang
jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi, dan barier epidermal
menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi.

2.6. Gambaran Klinis Tinea Kapitis


1. Grey patch ringworm

Grey patch ringworm merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan


oleh genus Microsporum dan sering ditemukan pada anak - anak. Penyakit
mulai dengan papul merah yang kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan
membentuk bercak yang menjadi pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah
rasa gatal. Warna rambut menjadi abu - abu dan tidak berkilat lagi. Rambut
mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga mudah dicabut dengan pinset
tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh jamur,
sehingga dapat terbentuk alopesia setempat. Tempat - tempat ini terlihat
sebagai grey patch. Grey patch yang di lihat dalam klinik tidak menunjukkan
batas - batas daerah sakit dengan pasti. Pada pemeriksaan dengan lampu wood
dapat di lihat flouresensi hijau kekuningan pada rambut yang sakit melampaui
batas - batas grey tersebut. Pada kasus - kasus tanpa keluahan pemeriksaan
dengan lampu wood ini banyak membantu diagnosis. Tinea kapitis yang
disebabkan oleh Microsporum audouinii biasanya disertai tanda peradangan
ringan, jarang dapat terbentuk kerion. [1]
Gambar 1. Grey Patch Ringworm.[1,4]

2. Black dot ringworm

Black dot ringworm terutama disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan


Trichophyton violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya
menyerupai kelainan yang di sebabkan oleh genus Microsporum. Rambut yang
terkena infeksi patah, tepat pada rambut yang penuh spora. Ujung rambut yang
hitam di dalam folikel rambut ini memberi gambaran khas, yaitu black dot,
ujung rambut yang patah kalau tumbuh kadang - kadang masuk ke bawah
permukaan kulit. [1,4]

Gejala yang timbul disebabkan oleh T. tonsurans dan T. violaceum. Lokasi


arthrospores berada didalam batang rambut yang membuat rambut menjadi
lebih rapuh. Pada permulaan penyakit, gambaran klinis menyerupai kelainan
yang disebabkan oleh genus Microsporum. Rambut yang terinfeksi akan patah
tepat pada muara folikel dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh
dengan spora. Ujung rambut didalam folikel akan muncul gambaran “black
dot” pada pemeriksaan klinis. Pada skala yang luas dengan rambut rontok yang
minimal dan peradangan dapat menyerupai dermatitis seboroik atau psoriasis.
Pada infeksi black dot sering terjadi inflamasi dimana peradangan terjadi dari
folikulitis ke kerion. Pada beberapa kasus tinea kapitis black dot juga dapat
ditemukan gangguan pada kuku dan rambut yang hilang.[1]
Gambar 2. Black dot ringworm. [4]

3. Kerion

Kerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa
pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel radang
yang padat disekitarnya. Bila penyebabnya Microsporum caniis dan
Microsporum gypseum, pembentukan kerion ini lebih sering dilihat, agak
kurang bila penyebabnya adalah Trichophyto violaceum. Kelainan ini dapat
menimbulkan jaringan parut dan berakibat alopesia yang menetap. [1]

Gambar 3. Kerion pada kulit kepala. [1,4]

4. Tinea favosa

Kelainan dikepala dimulai dengan bintik-bintik kecil di bawah kulit yang


berwarna merah kekuningan dan berkembang menjadi krusta yang berwarna
cawan (skutula), serta memberi bau busuk seperti bau tikus “moussy odor”.
Rambut di atas skutula putus-putus dan mudah lepas serta tidak mengilat lagi.
Bila penyakit itu sembuh akan meninggalkan jaringan parut dan alopesia yang
permanen. Penyebab utamanya adalah T. schoenleinii, T. Violaceum,
dan T.gypseum. Karena tinea kapitis ini sering menyerupai penyakit kulit yang
menyerang daerah kepala, penyakit ini harus dibedakan dengan penyakit-
penyakit bukan oleh jamur, seperti Psoriasis vulgaris, dermatitis seboroika, dan
Trikotilomania. Bentuk tinea kapitis ini jarang ditemukan, terutama disebabkan
oleh T.violaceum dan T.gypsum. Merupakan proses lanjut dari kerion disertai
penghancuran batang rambut yang sangat parah. [3,10]

Kelainan pada kepala dimulai dengan bintik-bintik kecil berwarna merah


kekuningan di bawah kulit yang kemudian berkembang menjadi krusta yang
berbentuk cawan atau skutula. Rambut di atas skutula ini menjadi tidak
berkilau, putus-putus, dan mudah dicabut. [4]

Yang khas dari bentuk infeksi ini adalah lesinya yang berbau seperti tikus
atau sering disebut mousy odor. Bila menyembuh, lesi meninggalkan jaringan
parut dan menyebabkan alopesia yang permanen. [3]

Gambar 4. Tinea favosa. [4]

2.7. Diagnosis Banding

1) Dermatitis Seboroik

Peradangan yang erat dengan keativan glandula sebasea yang aktif pada
bayi dan insiden puncak pada usia 18-40 tahun. Manifestasi pada dermatitis
seboroik didapatkan eritema, skuama yang berminyak dan kekuningan dengan
batas tidak tegas, rambut rontok mulai dari verteks dan frontal. Krusta tebal
dapat berbau tidak sedap dan meluas ke dahi, glabela, telinga postaurikular,
leher, daerah supraorbital, liang telinga luar, lipatan nasolabial, sternal,
payudara, interskapular, umbilikus, lipat paha dan anogenital. [1,10]

2) Alopesia Areata

Etiologi alopesia areata sampai sekarang belum diketahui namun sering


dihubungkan dengan infeksi fokal, kelainan endokrin dan stres emosional.
Gejala klinis terdapat bercak berbentuk bulat atau lonjong dan terjadi
kerontokan rambut pada kulit kepala, alis, janggut, dan bulu mata. Pada tepi
daerah yang botak ada rambut yang terputus, bila dicabut terlihat bulbus yang
atrofi. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan rambut banyak dalam fase
anagen, folikel rambut terdapat berbagai ukuran, tetapi lebih kecil dan tidak
matang, bulbus rambut didalam dermis dan dikelilingi oleh infiltrasi limfosit.
[1,9]

3) Psoriasis

Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun bersifat kronik dan


residif, di tandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan
skuama yang kasar, berlapis-lapis dan trasparan disertai fenomena tetesan lilin,
auspitz dan kobner. Penyakit ini mengenai semua umur namun umumnya pada
dewasa dan pria lebih banyak dibandingkan wanita. Predileksi psoriasis adalah
skalp, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut serta lumbosacral.
[1,10]

2.8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis tinea


kapitis diantaranya :
1. Lampu Wood

Filter sinar ultraviolet (Wood) memunculkan fluoresensi hijau dari


beberapa jamur dermatofita, terutama spesies Microsporum. Lampu Wood
adalah prosedur screening yang berguna untuk mengambil spesimen dari
Infeksi Microsporum. Pada grey patch ringworm dapat dilihat fluoresensi
hijau kekuning-kuningan pada rambut yang sakit melampaui batas-batas grey
patch. Pemeriksaan lampu wood pada tinea kapitis Flurosensi positif : warna
hijau terang – spesies microsporum Fluoresensi negatif : karena spesies
Trichopyton atau memang bukan karena tinea kapitis. Tinea favosa yang
disebabkan Trichopyton chonleinii memberi warna fluoresensi warna hijau
tua, tetapi jamur ini tidak ada di Indonesia sehingga kasusnya tidak ada. [5,10]

2. Pemeriksaan KOH

Pengambilan sampel terdiri rambut sampai akar rambut serta skuama.


Setelah sampel diambil kemudian sampel diletakkan di atas gelas alas,
kemuadian ditambahkan 1-2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH
10% - 20%. Setelah sediaan dicampurkan dengan KOH, ditunggu 15-20 menit
untuk melarutkan jaringan. Lalu diamati di Mikroskop. [3,6]

2.9. Penatalaksanaan

Topik Sistem
al ik
Selenium sulfide 1% or Dewasa :
2.5% Griseofulvin, 500-1000 mg

Zinc pyrithione 1% or 2% hari


Terbinafine, 250 mg/hari
Povidone iodine 2.5%
Itraconazole, 200 mg/hari
Ketoconazole 2%
Anak-anak :
Asam salisilat 2-4% Griseofulvin, 10-25 mg/kgBB/hari
Terbinafine, 3–6 mg/kg/hari
Itraconazole, 5 mg/kg/hari
Fluconazole, 3-5 mg/kg/hari

Pengobatan pada anak biasanya diberikan per oral dengan griseofulvin


10-25 mg/kg berat badan perhari selama 6 minggu . dosis pada orang dewasa
adalah 500 mg per hari selama 6 minggu. Griseofulvin “ fine particle” di
minum bersama minuman yang mengandung lemak, misalnya dengan susu.
Penggunaan anti jamur topical dapat mengurangi penularan pada orang yang
ada disekitarnya . selain ant jamur , pada bentuk korion, kortikosteroid dapat
diberikan dalam jangka waktu pendek misalnya prednisolon 20 mg sehari
selama 5 hari dengan pertimbangan bahwa obat tersebut dapat mempercepat
resolusi.[1,4]

Pada tinea kapitis yang disebabkan oleh Microsporum audouini misalnya,


dilakukan pengobatan topikal dan disertai penyinaran dengan sinar x untuk
merontokkan rambut dibagian yang sakit. Pada pengobatan kerion stadium
dini diberikan kortikosteroid sistemik sebagai anti- inflamasi yakni prednison
3 x 5 mg atau prednisolone 3 x 4 mg sehari selama dua minggu. Obat tersebut
diberikan bersama-sama dengan griseofulvin. Griseofulvin diteruskan selama
dua minggu setelah sembuh klinis. [1,10]

Griseofulvin in vitro efektif terhadap berbagai jenis jamur dermatofit


seperti trichopyton, Epidermophyton dan Microsporum. Terhadap sel muda
yang sedang berkembang griseofulvin bersifat sebagai fungisidal.[ 5,, 9 ]

Terbinafin, obat ini bersifat fungisida sehigga dapat diberikan dalam


waktu yang lebih singkat yaitu selama 2-3 minggu. Terbinafin yang bersifat
fungisidal juga dapat diberikan sebagai pengganti griseofulvin selama 2-3
minggu, dosisnya 62,5 mg – 250 mg sehari bergantung pada berat badan [1,7]

Obat per oral yang juga efektif untuk dermatofitosis yaitu ketokonazol
yang berfungsi sebagai fungistatik. Ketokonazol, obat ini dapat diberikan
dengan dosis 5-10 mg/kg BB/hari untuk anak-anak dan 200 mg/hari untuk
dewasa. Lama terapi berkisar antara 7-14 hari. Penggunaan obat ini terutama
pada anak-anak dibatasi karena bersifat hepatotoksik. [4,7]

Flukonazol, obat ini cukup efektif untuk mengatasi tinea kapitis terutama
pada anak-anak. Dosisnya yaitu 3-5 mg/kg BB/hari selama 4 minggu.[4,7]

2.10. Prognosis

Jika pengobatan telah lengkap dan penyembuhan telah tercapai serta


selanjutnya dapat menghindari faktor pencetus yaitu kucing peliharaan atau hewan
yang lain prognosis umumnya baik. [1]
BAB III
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : An. SR
b. Umur : 7 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Suku : Jawa
f. Alamat : Gedung Batu Timur 4/8 Ngemplak, Simongan-Semarang.
g. No. RM : 01-59-xxx
h. Status Pasien : BPJS

B. ANAMNESIS
a. KELUHAN UTAMA
- Subjektif : Kulit kepala gatal dan kering
- Objektif : Kulit tebal dan bersisik
b. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Seorang anak perempuan berusia 7 tahun datang ke poli kulit dan
kelamin RST Bhakti Wiratamtama Semarang pada hari jum’at tanggal 22
Oktober 2021 pukul 13.00 WIB dengan keluhan kulit kepala kering dan
gatal. Keluhan dialami pasien sejak 1 bulan yang lalu. Kulit kepala tampak
tebal dan bersisik, apabila digaruk terdapat seperti ketombe. Kelainan kulit
awalnya kecil kemudian sering digaruk sehingga semakin luas. Rambut
disekitar mengalami kerontokan. Saat ini keluhan gatal sudah mulai
berkurang, penebalan kulit sudah berkurang dan rambut disekitar sudah
mulai tumbuh.
c. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
- Belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
d. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
- Tidak ada yang menderita hal serupa
e. RIWAYAT KEBIASAAN
- Sering bermain dengan kucing peliharaannya dan saat ini kucing
tersebut sedang menderita penyakit kulit.
f. RIWAYAT ALERGI
- Pasien tidak mempunyai alergi makanan atau obat-obatan.
g. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
- Kesan ekonomi : Cukup

C. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
a. KEADAAN UMUM : Baik
b. KESADARAN : Composmentis
c. TANDA VITAL
- Tek.Darah : -
- Nadi : 80 x/menit
- Suhu : 36,2 o C
- RR : 20 x/menit
d. STATUS GIZI
- BB : 19,6 kg
- TB :-
- IMT :-
e. PEMERIKSAN FISIK
- KEPALA : Mesocephal
- MATA
a. Conjungtiva : Tidak dilakukan Pemeriksaan
b. Sklera : Tidak dilakukan Pemeriksaan
c. Lain-lain : Tidak dilakukan Pemeriksaan
- LEHER
a. KGB : Tidak dilakukan Pemeriksaan
b. Thyroid : Tidak dilakukan Pemeriksaan
c. Lain-lain : Tidak dilakukan Pemeriksaan
- THT
a. Telinga : Tidak dilakukan Pemeriksaan
b. Hidung : Tidak dilakukan Pemeriksaan
c. Tenggorokan : Tidak dilakukan Pemeriksaan
- MULUT : Tidak dilakukan Pemeriksaan
- JANTUNG
a. Inspeksi : Tidak dilakukan Pemeriksaan
b. Palpasi : Tidak dilakukan Pemeriksaan
c. Perkusi : Tidak dilakukan Pemeriksaan
d. Auskultasi : Tidak dilakukan Pemeriksaan
- PARU
a. Inspeksi : Tidak dilakukan Pemeriksaan
b. Palpasi : Tidak dilakukan Pemeriksaan
c. Perkusi : Tidak dilakukan Pemeriksaan
d. Auskultasi : Tidak dilakukan Pemeriksaan
- ABDOMEN
a. Inspeksi : Tidak dilakukan Pemeriksaan
b. Palpasi : Tidak dilakukan Pemeriksaan
c. Perkusi : Tidak dilakukan Pemeriksaan
d. Auskultasi : Tidak dilakukan Pemeriksaan
- GENITALIA : Tidak dilakukan Pemeriksaan
- EKSTREMITAS: Tidak dilakukan Pemeriksaan

Status Dermatologik
a. Inspeksi :
- Lokasi : Kepala
- UKK :

✔ Hiperkeratosis (+)

✔ Skuama (+)

✔ Gray Patch (+ )
b. Palpasi :
Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Perkusi :
Tidak dilakukan pemeriksaan
D. DIAGNOSIS BANDING
a. Tinea Kapitis Tipe Gray Patch
b. Dermatitis Seboroik
c. Alopesia Areata
d. Psoriasis
E. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan KOH
- Pemeriksaan lampu Wood
F. DIAGNOSIS KERJA
- Tinea Kapitis Tipe Gray Patch
G. RENCANA TERAPI

R/ Griseofulvin tab 250 mg tab No. XV


s.3.d.d.tab 1
R/ Ketokonazole cream 2% tube No. I
s.u.e
R/ Cetirizine syr fl No. I
s.1.d.d. cth 1

H. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : Ad Bonam
- Quo ad sanationam : Ad Bonam
- Quo ad kosmetikan : Ad Bonam
I. EDUKASI
Aspek klinis
- Minum obat dan oleskan obat secara teratur
- Hindari menggaruk kulit secara berlebihan
- Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
- Menghindari kucing peliharaan

Aspek Islami
- Selalu berdoa memohon kesembuhan kepada Allah.
- Mengambil sisi positive dari cobaan yang telah diberikan.
- Selalu berikhtiar untuk kesembuhan penyakit.
BAB IV
PEMBAHASAN

Tinea kapitis (ringworm of the scalp) merupakan dermatofitosis pada kulit


kepala. Tinea kapitis biasanya penyakit ini banyak menyerang anak-anak usia
antara 3 sampai 14 tahun dan jarang terjadi pada dewasa dan sering ditularkan
melalui binatang-binatang peliharaan, seperti kucing, anjing dan sebagainya.
Kelainan pada tinea kapitis dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-
merahan, alopesia dan kadang terjadi gambaran yang lebih berat yang disebut
kerion. Dalam klinik tinea kapitis dapat dilihat sebagai tiga bentuk yaitu gray
patch, kerion, black dot ringworm, tinea favosa. Untuk menegakkan diagnosis
maka dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti lampu wood, mikroskopis
menggunakan KOH dengan mengambil sampel dengan kerokan pada lesi.
Pengobatan untuk tinea kapitis sebagai gold standar adalah griseofulvin
sedangkan obat baru yang dapat digunakan untuk alternatif terapi tinea kapitis
adalah flukonazole, ketokonazole, itrakonazole, dan terbinafine. Untuk
mengurangi penularan dapat menggunakan selenium sulfida, shampo ketokonazol
dan shampo povidone iodine dan asam salisilat untuk mengurangi spora jamur dan
infeksivitas.
Dari anamnesis pada pasien didapatkan keluhan kulit kepala kering dan gatal.
Keluhan sudah dialami pasien sejak 1 bulan yang lalu. Pada status dermatologis
lokasi kulit kepala tampak tebal dan bersisik serta rambut disekitar mengalami
kerontokan. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan pemeriksaan fisik disimpulkan
bahwa diagnosis pasien adalah tinea kapitis tipe gray patch. Kelainan kulit yang
dialami pasien diduga berasal dari kucing peliharaannya yang sedang menderita
penyakit kulit.
DAFTAR PUSTAKA

1. Prof.Dr. dr. Adhi Djuanda, dkk,. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta
: FKUI. 2013

2. Siregar. Penyakit jamur kulit. Edisi kedua. Edisi 2. EGC. Jakarta. 2005.

3. Marwali, Harahap. Ilmu Penyakit Kulit. EGC. Jakarta. 2013.

4. Shannon Verma, Michael P. Hefferman. Superficial Fungal infection


:Dermatophytosis, Onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam : Freedberg IM,
Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, dkk. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine 7th ed. Volume 1 & 2. New York Mc Graw
Hill, 2008 : p 2277-2298.

5. Robin,G., Lecture Notes Dermatologi. Penerbit Erlangga. Edisi kedelapan.


Jakarta. 2003.

6. Pandhi, Sonam., Sash. Tinea Capitis in 31 Year Old Adult Male : A Rare
Entity. Vol.2 No.14. Journal of J Cin Case. Departement of dermatology 2014.

7. Gunawan G.S., Nafrialdi S.R.. Farmakologi dan terapi.


Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI : Jakarta. 2007

8. Dwi,Evy,Indropo,Sunarso., Penyakit kult & Kelamin. Edisi kedua. DEP/SMF


Kesehatan Kulit dan kelamin. FK UNAIR. 2009.

9. John, Elym Sandra. Diagnosis and Management of Tinea Infections. University


of Lowa Carver of medicine, lowa City. Volume 90. Number 10. Journal of
American Family Physician. 2014.

10. Siregar,R.S. Atlas Berwarna Sripati Penyakit Kulit. Edisi kedua. Edisi 2. EGC.
Jakarta. 2004.

Anda mungkin juga menyukai