Anda di halaman 1dari 17

Tinjauan Pustaka

TINEA KAPITIS

Oleh:
Wiena Nadella Praja, S.Ked
04054822022110

Pembimbing:

Prof. Dr. Theresia L.Toruan, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV

DEPARTEMEN DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Tinjauan Pustaka
Judul

TINEA KAPITIS

Oleh:
Wiena Nadella Praja, S.Ked
04054822022110

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian/Departemen Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Periode 6 Juli – 22 Juli 2020.

Palembang, Juli 2020


Pembimbing,

Prof. Dr. Theresia L.Toruan, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV

iii
TINEA KAPITIS
Wiena Nadella Praja, S.Ked
Pembimbing Prof. Dr. Theresia L.Toruan, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV

Bagian/Departemen Dermatologi dan Venerologi


FK Unsri/RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
2020

PENDAHULUAN
Infeksi jamur merupakan tipe infeksi paling sering di dunia. Infeksi kulit
oleh jamur terbagi menjadi mikosis superfisial, mikosis subkutan, dan mikosis
sistemik. Dermatofitosis merupakan infeksi menular paling sering pada mikosis
superfisial.1 Dermatofitosis diklasifikasikan berdasarkan lokasi yaitu tinea kapitis,
tinea barbae, tinea kruris, tinea pedis et manum, tinea unguium, dan tinea
korporis.2
Tinea kapitis disebut juga tinea tonsurans atau ringworm of the scalp
merupakan suatu infeksi jamur menyerang kulit dan rambut kepala disebabkan
oleh semua spesies dermatofita termasuk dalam klasifikasi Trychophyton dan
Microsporum kecuali Trichophyton concentricum dan Epidermophyton
floccosum.2 Distribusi dermatofita bervariasi pada tiap negara tergantung dari
beberapa faktor yaitu letak geografi, iklim dan gaya hidup.3 Di Amerika Serikat
penyebab terbanyak ialah Trychophyton tonsurans dan Microsporum canis. Di
Eropa, Amerika Selatan, Australia, Asia, dan Afrika Utara, penyebab terbanyak
ialah M.canis.4 Sementara di Medan penyebab terbanyak ialah T. rubrum dan T.
mentagrophytes.2
Tinea kapitis lebih sering ditemukan pada anak dibandingkan orang
dewasa.4 Beberapa faktor mempengaruhi tingginya kejadian tinea kapitis yaitu
higiene individu, kepadatan penduduk, dan sosial ekonomi. Sumber penularan
dapat berasal dari manusia (antropofilik), hewan (zoofilik), dan tanah (geofilik).
Adapun penularan secara tidak langsung dapat melalui fomites seperti sisir, sarung
bantal, dan topi.3
Manifestasi klinis tinea kapitis bervariasi tergantung dari bentuk invasi
dermatofita pada rambut berupa endotrik, ektrotrik, dan favus serta beberapa
faktor lain, seperti respons imun sel inang. Secara umum, infeksi dermatofita pada

4
kulit kepala menyebabkan kerontokan rambut dan timbulnya skuama dengan
berbagai tingkat respons inflamasi.4 Diagnosis klinis tinea kapitis dapat
dikonfirmasi dengan gambaran klinis, pemeriksaan spesimen dengan KOH,
pemeriksaan lampu Wood, dan kultur. Tatalaksana tinea kapitis berupa
pengobatan sistemik dan topikal.2
Berdasarkan Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia
(SNPPDI) 2019, tinea kapitis memiliki kompetensi 3A. Penegakan diagnosis dan
pemberian tatalaksana awal yang tepat akan memberikan prognosis baik. 5 Tujuan
dari penulisan pustaka ini yaitu untuk mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi,
patogenesis, klasifikasi, pemeriksaan penunjang, diagnosis banding, serta
tatalaksana tinea kapitis sehingga pengobatan menjadi lebih efektif dan efisien.

STRUKTUR KULIT
Kulit terdiri atas tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan subkutis
(hipodermis) (Gambar 1). Lapisan epidermis diselubungi oleh lapisan keratinosit
pada stratum korneum.3 Lapisan dermis terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa
padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. 6 Lapisan subkutis terdiri
atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak membentuk kelompok dipisahkan
satu dengan yang lain oleh trabekula fibrosa.7

Gambar 1. Struktur Kulit3

STRUKTUR RAMBUT
Rambut terdiri atas akar rambut dan batang rambut. Terdapat beberapa
jenis rambut yaitu rambut velus dan rambut terminal. Rambut velus merupakan
rambut halus dan sedikit mengandung pigmen. Rambut terminal merupakan

5
rambut kasar dengan banyak pigmen dan mempunyai medula.6 Akar rambut
berada di dalam kulit dan tertanam pada folikel rambut. Batang rambut
merupakan struktur keratin keras yang dihasilkan oleh folikel rambut. Batang
rambut terdiri atas kutikula, korteks, dan medula (Gambar 2). Kutikula terdiri
atas sel gepeng berlapis berfungsi sebagai perlindungan rambut terhadap pengaruh
dari luar. Sel kutikula mengandung keratohialin dan pigmen melanin. 7 Bagian
korteks terdiri atas anyaman padat sel kortikal berbentuk kumparan berperan pada
sifat mekanik rambut, dan bagian medula terdiri atas lapisan sel kubus berisi
keratohialin, lemak, serta rongga udara.3 Umbi rambut atau bulb merupakan
bagian terdalam akar rambut, berhubungan dengan serabut saraf dan pembuluh
darah. Folikel rambut merupakan suatu kantung tempat akar helai rambut
berperan dalam proses regenerasi rambut. Folikel rambut terdiri atas beberapa
komponen, yaitu inner root sheath, outer root sheath, dan fibrous root sheath.7

Gambar 2. Struktur Rambut.3


TINEA KAPITIS
DEFINISI
Tinea kapitis adalah infeksi jamur pada kulit dan rambut kepala
disebabkan oleh spesies Microsporum sp. dan Trichophyton sp kecuali
Trichophyton concentricum dan Epidermophyton floccosum.2,4

EPIDEMIOLOGI

6
Tinea kapitis tersebar di seluruh dunia, namun insidens pasti tidak
diketahui. Prevalensi tinggi terdapat di Afrika, Asia, dan Eropa Tenggara. Data di
FKUI/RSCM pasien tinea kapitis didapatkan 0,61-0,87% dari kasus
dermatofitosis.8 Tinea kapitis seringkali ditemukan pada rentang usia 3-14 tahun
dengan prevalensi pria sama dengan wanita. Efek fungistatik pada asam lemak
dalam sebum menjelaskan penurunan tajam insiden tinea kapitis setelah pubertas.
Pada orang dewasa biasanya kejadian tinea kapitis lebih tinggi pada wanita
dibandingkan pria.3,4 Beberapa faktor dapat mempengaruhi tingginya kejadian
tinea kapitis yaitu buruknya higiene individu, kepadatan penduduk, dan tingkat
sosial ekonomi.1,4

ETIOLOGI
Penyebab tinea kapitis bervariasi berdasarkan letak geografis.2,8
Berdasarkan ekologi atau habitatnya, dermatofita digolongkan dalam antropofilik,
zoofilik, dan geofilik (Tabel 1). Antrofilik, transmisi dari manusia ke manusia.
Ditularkan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pakaian,
sisir,topi, dan handuk. Zoofilik, transmisi dari hewan ke manusia. Ditularkan baik
secara langsung maupun tidak langung melalui rambut hewan terinfeksi. Sumber
penularan utama adalah anjing, kucing, kuda, dan mencit. Geofilik, transmisi dari
tanah ke manusia. Secara sporadis menginfeksi manusia dan menimbulkan reaksi
inflamasi.3,4
Tabel 1. Habitat Dermatofita4
Jamur Antrofilik Jamur Zoofilik Jamur Geofilik
Trychophyton concentrium Microsporum canis Microsporum gypseum
T. tonsuran M. equinum M. fulvum
T. schoenleinii M. gallinae M. nanum
T. rubrum M. persicolor M. praecox
T. megninii T. mentagrophytes M. racemosum
T. mentagrophytes T. verrucosum M. vanbreuseghemii
T. youndei T. sarkisovii M. cookie
T. soundanese T. simii T. longifusum
M. audouinii
M. ferrugineum
Epidemophyton floccosum

7
Berdasarkan tempat menghasilkan artrospora, dermatofita digolongkan
dalam ektotriks dan endotriks (Tabel 2). Ektotriks apabila spora berada di sisi luar
rambut, dan endotriks apabila spora berada di dalam rambut. 4,8

Tabel 2. Pola Invasi Rambut dan Dermatofita Penyebab Tinea Kapitis.4


Jamur Endotriks Jamur Ektotriks Favus
Trichophyton saudanense Microsporum canis Trichophyton schoenleinii
Trichophyton violaceum Microsporum audouinii
Trichophyton tonsurans Microsporum distortum
Trichophyton gourvilii Microsporum ferrugineum
Trichophyton yaoundei Microsporum fulvum
Microsporum gypseum
Trichophyton megninii
Trichophyton interdigitale
Trichophyton rubrum

PATOGENESIS
Pada dermatofit ektotrik, infeksi dimulai dengan invasi dermatofita
melalui stratum korneum perifolikular, menyebar ke sekitar batang rambut lalu
turun ke folikel rambut dan menembus korteks rambut pada pertengahan hingga
akhir fase anagen.3,4 Hifa intrapilari kemudian turun ke batas daerah keratin,
dimana rambut tumbuh dalam keseimbangan dengan proses keratinisasi lalu
tumbuh ke dalam folikel dan berhenti pada pertemuan antara sel berkeratin tebal
dan tidak berinti dengan yang masih berinti. Lingkaran ujung-ujung hifa ini
disebut Adamson’s Fringe (Gambar 3).9

Gambar 3. Invasi hifa pada Adamson’s fringe dan spora-spora ektotriks pada permukaan batang
rambut.9

8
Infeksi ektotrik membentuk spora bulat kecil atau besar di sisi luar rambut,
sedangkan infeksi endotrik membentuk spora besar di dalam rambut (Gambar
4).8 Infeksi endotriks bersifat lebih kronis karena kemampuannya tetap
berlangsung di fase anagen ke fase telogen. Selama pertumbuhan rambut, jamur
ikut tumbuh ke arah batang rambut menggantikan keratin intrapapilar
menyebabkan rambut patah tepat di atas fringe dan terjadi alopesia.3,4

Gambar 4. Keterlibatan Rambut Ektotriks dan Endotriks Secara Skematis.4

MANIFESTASI KLINIS
Kelainan pada tinea kapitis ditandai dengan lesi berskuama, alopesia, dan
terkadang didapatkan gambaran klinis berat. Tinea kapitis menunjukkan gejala
bervariasi mulai dari bentuk gray patch, kerion, black dot, dan favus. Gejala klinis
tersebut sangat bergantung pada etiologi.2,4
Gray patch ringworm biasanya disebabkan oleh genus Microsporum dan
sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit diawali dengan papul merah kecil di
sekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk patch, menjadi pucat dan
berskuama. Warna rambut menjadi abu-abu, tidak berkilat lagi, dan lebih mudah
patah (1-3 mm) di atas kulit kepala.8 Bila semua rambut di tempat tersebut
terserang oleh jamur, dapat terbentuk alopesia setempat, dengan keluhan subjektif

9
penderita adalah rasa gatal. Lesi tampak berskuama dan hiperkeratosis akibat
rambut patah dan membentuk gambaran a mowed wheat field (Gambar 5).4

Gambar 5. Tinea Kapitis tipe gray patch.4


Kerion merupakan reaksi peradangan berat pada tinea kapitis, berupa
pembengkakan menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang di
sekitarnya.2 Tipe ini biasanya disebabkan oleh M. canis dan M. gypseum, dapat
juga oleh T. mentagrophytes dan T. violaceum.3 Spektrum lesi inflamasi ini
dimulai dari bentuk folikulitis, pustular hingga kerion, yakni lesi berupa benjolan
lunak, basah dengan rambut patah dan lubang-lubang folikular mengandung pus.
Reaksi inflamasi ini sering menimbulkan alopesia sikatrik (Gambar 6).4 Keluhan
subjektif berupa gatal, demam, nyeri, dan dapat terjadi limfadenopati.8

Gambar 6. Tinea kapitis tipe inflamasi.4


Bentuk black dot ringworm sering disebabkan oleh jenis endotriks yaitu T.
tonsurans dan T. violasseum. Rambut sangat rapuh dan patah tepat di muara
folikel, dan ujung rambut tertinggal dipenuhi oleh spora. Ujung rambut hitam di

10
dalam folikel rambut tersebut memberi gambaran khas, yaitu black dot (Gambar
7). Biasanya dapat disertai skuama yang difus.2,4,8

Gambar 7. Tinea kapitis tipe black dot ringworm.4


Bentuk favus merupakan bentuk kronis disebabkan oleh T. schoenleinii.
Bentuk ini ditandai dengan pembentukan skutula, yaitu krusta berbentuk mangkuk
berwarna merah kuning dan berkembang menjadi berwarna kuning kecoklatan.
Skutula dapat berkonfluens membentuk plak besar. Pada pengangkatan krusta
terlihat dasar cekung, merah, basah, dan berbau seperti tikus (mousy odor)
(Gambar 8). Pada bentuk favus dapat terjadi skar, atrofi, dan alopesia
permanen.4,8,10

Gambar 8. Tinea kapitis tipe favus.4

DIAGNOSIS
Diagnosis tinea kapitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.2 Terdapat tanda kardinal dalam menegakkan
diagnosis tinea kapitis yaitu populasi risiko tinggi, terdapat kerion atau gejala
klinis khas berupa skuama tipikal, alopesia, limfadenopati.10 Pemeriksaan

11
penunjang berupa pemeriksaan lampu Wood, pemeriksaan spesimen dengan
KOH, dan biakan.8
1. Pemeriksaan lampu Wood
Pemeriksaan dilakukan di ruang gelap. Microsporum canis, M. audoinii, M.
distortum, M. ferrugineum dan M.schoenleinii memberikan fluoresensi
kehijauan atau hijau kekuning-kuningan pada rambut terinfeksi akibat adanya
zat pteridin. T. tonsurans dan T. violaseum tidak berfluoresensi.4,8
2. Pemeriksaan spesimen dengan KOH
Bahan diambil dari kerokan kulit kepala dan pencabutan rambut kepala
sampai akar rambut serta skuama dengan menggunakan blunt solid scalpel.
Setelah sampel diambil kemudian diletakkan di atas object glass, kemudian
diteteskan 1-2 tetes larutan KOH 10-20%, dapat dipanaskan untuk membantu
penetrasi larutan KOH ke dalam keratin. Pemeriksaan langsung dilakukan
dengan mikroskop dengan pembesaran 10x45 untuk melihat pola infeksi. 4
Pada ektotriks terlihat artospora kecil di sekitar batang rambut dan pada
endotriks tampak rantai artrospora di dalam batang rambut (Gambar 9). Pada
favus ditemukan hifa di dalam batang rambut. Pada skuama kulit kepala
dijumpai hifa dan artospora.2,8

Gambar 9. Gambaran pemeriksaan mikroskopis endotriks rambut; terlihat spora pada batang
rambut.4
3. Kultur
Bertujuan untuk menentukan spesies dermatofita penyebab tinea kapitis.
Media kultur adalah agar Sabouraud sebagai media paling morfologis.
Pertumbuhan jamur dapat dilihat dengan perubahan warna dari kuning ke
merah yang dimulai setelah 24-48 jam akibat aktivitas proteolitik dermatofita,
dan dapat dibaca jelas pada hari ke 3-7.8

12
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding pada tinea kapitis adalah dermatitis seboroik, folikulitis
decalvans, psoriasis pustular atau plak, perifolikulitis kapitis abscedent et
suffodiens, dan alopesia areata yang disajikan pada Tabel 3.4

Tabel 3. Diagnosis Banding Tinea Kapitis.3,4


Penyakit Alopesia Karakteristik Lesi Faktor Predisposisi
Tinea Kapitis Non- Berdasarkan etiologi. Higiene individu
sikatrikal buruk, tingkat sosial
(non- ekonomi rendah.
inflamasi) /
sikatrikal
(inflamasi).
Dermatitis Seboroik Non- Patch eritematous dengan Lingkungan kering
sikatrikal. skuama halus, kering, dan dingin.
berwarna kekuningan, dan
berminyak.

Folikulitis dekalvans Sikatrikal Tepi lesi eritematous, pustul Higiene individu dan
primer folikular, dan hiperkeratosis lingkungan.
neutrofilik. pada kulit kepala.

Psoriasis pustular Sikatrikal Plak eritematous berbatas tegas Riwayat keluarga


sekunder. dengan skuama perak jelas di dan lingkungan.
atasnya.
Sikatrikal Nodul multipel berfluktuasi Higiene individu dan
Perifolikulitis kapitis primer dan abses. Lesi multifokal lingkungan.
abscedent et suffodiens neutrofilik. membentuk eksudat
(dissecting cellulitis) seropurulen dapat dikeluarkan
saat diberi tekanan.

Alopesia areata Non- Kulit kepala halus dan tidak Stres fisik, trauma,
sikatrikal. terdapat skuama. dan infeksi.

TATALAKSANA
Tatalaksana pada tinea kapitis terbagi menjadi dua yaitu tatalaksana
medikamentosa dan non-medikamentosa. Tatalaksana non-medikamentosa berupa
menghindari dan mengeliminasi agen penyebab serta mencegah penularan.
Pencegahan penularan dilakukan dengan menghindari pemakaian alat bersama,
misalnya topi, pakaian, dan alat-alat rambut. Sedangkan untuk medikamentosa,
terbagi menjadi dua yaitu terapi sistemik dan topikal. 8,10

13
1. Terapi topikal (adjuvant)4
 Sampo selenium sulfide 1% dan 2,5 % yang mempunyai efek sitostatik
pada keratinosit diaplikasikan selama 5-10 menit baru dibilas. Digunakan
2-3 kali/ minggu untuk pengobatan, 1-2 kali/ minggu untuk profilaksis.
 Sampo ketokonazol 1% dan 2% diaplikasikan selama 5-10 menit baru
dibilas. Digunakan 2-3 kali/ minggu untuk pengobatan, 1-2 kali/ minggu
untuk profilaksis.
 Sampo zinc pyrithione 2 % , digunakan minimal 2 kali dalam seminggu.
 Sampo povidone iodin 7,5%, digunakan 2 kali dalam seminggu.
2. Terapi sistemik4,8
Dewasa
 Obat pilihan berupa griseofulvin 20-25 mg/kg/hari selama 6-8 minggu.
Dianjurkan diberikan bersama makanan mengandung lemak karena dapat
mempercepat absorbsi. Pengobatan lama dan rasa pahit yang ditimbulkan
dalam bentuk cair dapat mengurangi tingkat kepatuhan pasien.
 Terbinafin, 250 mg/hari selama 2-8 minggu.
 Itrakonazol, 5 mg/kg/hari selama 2-4 minggu.
 Flukonazol, 6 mg/kg/hari selama 3-6 minggu.
Anak
 Obat pilihan berupa griseofulvin selama 6-8 minggu.
o Usia 1 bulan – 2 tahun : 10 mg/kg/ hari.
o Usia ≥ 2 tahun : 20 -25 mg/kg/hari (mikro).
o Usia ≥ 2 tahun : 10-15 mg/kg/hari (ultamikro).
 Terbinafin 2 – 4 minggu
o Berat badan <20 kg : 62,5 mg/hari.
o Berat badan 20 – 40 kg : 125 mg/hari.
o Berat badan >40 kg : 250 mg/hari.
 Itrakonazol
o 3 – 5 mg/kg/hari selama 2 – 4 minggu.
o 5 mg/kg/hari x 1 minggu/bulan x 2-3 bulan.

14
 Flukonazol
o 6 mg/kg/hari selama 2-4 minggu.
o 5 mg/kg, sekali seminggu selama 8-12 minggu.

PROGNOSIS
Tinea kapitis biasanya memiliki prognosis baik ketika diobati secara dini
dan tepat. Tidak mendapatkan pengobatan meningkatkan risiko untuk mengalami
kerion. Jamur dapat menumpahkan spora dan menyebabkan penyebaran.1
Kekambuhan jarang terjadi ketika griseofulvin, flukonazol, atau terbinafin telah
diberikan. Meskipun demikian, paparan terhadap orang terinfeksi, pembawa
asimptomatik, atau fomites terkontaminasi akan meningkatkan tingkat
kekambuhan. Penyebab kegagalan pengobatan secara umum adalah kurangnya
kepatuhan pengobatan.2

15
RINGKASAN

Tinea kapitis merupakan suatu infeksi jamur menyerang kulit dan rambut
kepala. Tinea kapitis disebabkan oleh spesies Trychophyton dan Microsporum.
Berdasarkan klinis, dibedakan menjadi beberapa tipe yaitu grey patch ringworm,
tipe kerion, black dot ringworm, dan favus. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan lampu Wood,
KOH 10-20%, dan biakan. Prinsip tatalaksana pada tinea kapitis yaitu pengobatan
sistemik, topikal, dan mencegah penularan infeksi. Prognosis tinea kapitis baik
apabila tatalaksana adekuat.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Al Aboud A, Crane J. Tinea Kapitis. In Statpearls. StatPearls Publishing;


2020. p.3-5
2. Widiaty, S. Budimulja, U. Dermatofitosis. In Menaldi, S.W., Bramono K.,
Indriatmi W, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7 th ed. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI. 2018. p. 112-4.
3. James, W. Elston, D. Treat, J. Rosenbach, M. Neuhaus, I. Andrews’
Diseases of the Skin Clinical Dermatology. 13th ed. Philadelphia: Saunders
Elsevier. 2019. p. 2,5-7, 286-88.
4. Lauren NC, Stefan NS. Superficial Fungal Infection. In: Kang S, Amagai
M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, Orringer JS,
editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 9th ed. New York:
Mc Graw Hill; 2019. p. 2925-36.
5. Indonesia KK. Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia.
Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia; 2019.
6. Wasitaatmadja, M. Syarif. Anatomi Kulit. In Menaldi, S.W., Bramono K.,
Indriatmi W, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7 th ed. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI. 2018. p. 3-5.
7. Cotsarelis G, Botchkarev V. Biology of Hair Follicles. In: Kang S, Amagai
M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, Orringer JS,
editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 9th ed. New York:
Mc Graw Hill; 2019. p. 89-91.
8. Rusmawardiana, Muis K, Nasution M.A. Tinea Kapitis. In: Dermatomikosis
Superfisialis. 2nd ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2013. p. 50-57.
9. Joshi R. Adamson′s Fringe, Horatio George Adamson, and Kligman’s
Experiments and Observations on Tinea Capitis. Int J Trichology.
2011;3(1):14–19.
10. Widaty S, Soebono H, Nilasari H, Listiawan Y, Siswati AS, Triwayudi D,
dkk. Panduan Keterampilan Klinis. Jakarta: PERDOSKI. 2017. p. 50-53.

17

Anda mungkin juga menyukai