Vaginosis Bakterial
HALAMAN JUDUL
Oleh
04054822022136
Oleh:
Tinjauan pustaka ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen/KSM Dermatologi dan Venereologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
periode 6 Juli – 22 Juli 2020.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan sukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tinjauan pustaka dengan judul
“Vaginosis Bakterial” untuk memenuhi tugas ilmiah yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Departemen Dermatologi
dan Venerologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Prof.
Dr. Soenarto K, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV selaku pembimbing yang telah
membantu memberikan bimbingan dan masukan sehingga tinjauan pustaka ini
dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ilmiah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan tugas ilmiah
ini, semoga bermanfaat.
Tim Penulis
iii
DAFTAR ISI
BAB I .......................................................................................................................1
BAB II ......................................................................................................................3
2.1.Definisi .......................................................................................................3
2.2.Epidemiologi ..............................................................................................3
2.3.Etiologi .......................................................................................................4
2.4.Patogenesis .................................................................................................5
2.5.Gejala Klinis...............................................................................................9
2.6.Diagnosis ....................................................................................................9
2.8.Tatalaksana ...............................................................................................13
2.9.Komplikasi ...............................................................................................15
2.10.Prognosis ................................................................................................15
BAB III...................................................................................................................16
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Vaginosis bakterial adalah penyakit infeksi yang paling sering pada wanita
usia 15 sampai 44 tahun.1 Di antara wanita yang datang untuk perawatan, vaginosis
bakterial adalah penyebab paling umum dari keluhan terkait keputihan. Namun,
dalam survei yang dilakukan secara nasional, sebagian besar wanita dengan
vaginosis bakterial tidak menunjukkan gejala.2 Sebagian besar wanita biasanya
enggan mencari perawatan medis ketika mereka bertemu dengan abnormal
keputihan karena mereka sering salah mengartikandan menganggapnya sebagai
keadaan yang normal.3
Vaginosis bakterial adalah penyebab paling umum dari keluhan pada
vagina. Prevalensi di Amerika Serikat diperkirakan 21,2 juta (29,2%) di antara
wanita usia 14-49. Wanita non-kulit putih memiliki angka yang lebih tinggi (Afrika-
Amerika 51%, Meksiko-Amerika 32%) daripada wanita kulit putih (23%).4
Diperkirakan sekitar 10% hingga 30% wanita hamil di Amerika Serikat mungkin
menderita vaginosis bakterial selama kehamilan karena perubahan hormon yang
terjadi selama periode ini.1 Prevalensi vaginosis bakterial pada wanita hamil di
Asia juga cukup tinggi, contohnya di Jepang (13,6%), di Thailand (15,9%), dan
Indonesia (18%).5
Vaginosis bakterial ditandai dengan perubahan flora saluran genital, yaitu
dominasi Lactobacillus sp. digantikan oleh berbagai jenis organisme Gram positif
maupun Gram negatif, yakni Gardnerella vaginalis, Prevotella sp., Bacteroides sp.,
dan lain-lain. Perubahan mikrobiologis ini menyebabkan peningkatan pH vagina,
produksi uap amin, serta peningkatan kadar endotoksin, enzim sialidase dan
glikosidase bakteri pada cairan vagina.6
Diagnosis vaginosis bakterial ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti disarankan dengan
memperoleh swab vagina dari daerah serviks atau lokasi keputihan serta membuat
slide preparat basah untuk diperiksa di bawah mikroskop. Dalam praktiknya
diagnosis vaginosis bakterial dapat ditegakkan bila memenuhi tiga dari empat
kriteria Amsel.6 Manfaat pengobatan untuk vaginosis bakterial pada wanita yang
1
bergejala adalah (1) meringankan gejala dan tanda-tanda infeksi vagina dan (2)
mengurangi risiko komplikasi infeksi setelah berbagai prosedur ginekologi.1 Terapi
utama adalah medikamentosa, walau hingga 30% kasus dapat sembuh dengan
sendirinya.7
Tinjauan pustaka ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi,
patogenesis, penegakan diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, dan prognosis
dari vaginosis bakterial. Vaginosis bakterial adalah penyakit dengan tingkat
kemampuan 4 sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter
Indonesia (SNPPDI) tahun 2019. Dokter umum diharapkan mampu membuat
diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri
dan tuntas.8
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
3
Di Indonesia belum ada penelitian dalam skala besar yang dapat
mereprentasikan secara akurat prevalensi vaginosis bakterial. Penelitian di Manado
menunjukkan bahwa 32,5% wanita (116 dari 357) mengalami vaginosis bakterial.
Vaginosis bakterial juga ditemukan lebih tinggi pada wanita pengguna intrauterine
device (IUD) dibandingkan wanita yang tidak menggunakan IUD (47,2% vs
29,9%).12 Prevalensi vaginosis bakterial di Indonesia, berdasarkan penelitian oleh
Ocviyanti dkk tahun 2010 yang dilakukan di Karawang menunjukkan angka
prevalensi sebesar 30,7%.13 Penelitian lain yang dilakukan pada ibu hamil di
Jatinangor menunjukkan 17.85% (10 dari 56) wanita hamil yang diperiksa
terkonfirmasi vaginosis bakterial melalui pemeriksaan Gram14 Penelitian yang
dilakukan kepada wanita pekerja seks di Tangerang menujukkan angka yang cukup
tinggi, yakni sebesar 69,31% (131 dari 189 SP).6 Studi di Departemen Kulit dan
Kelamin Rumah Sakit dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2012-2014 mendapatkan
bahwa bakterial vaginosis paling banyak ditemukan pada wanita usia produktif (25-
44 tahun) dengan jumlah kasus 74,3%.15
2.3 Etiologi
4
Faktor-faktor lain yang terkait dalam pengembangan vaginosis bakterial
termasuk vaginal douching, bath tub (khususnya dengan bubble bath), penggunaan
produk-produk kebersihan intravaginal yang dijual bebas, mempunyai banyak
pasangan seksual, frekuensi hubungan seksual yang tinggi, penggunaan IUD dan
kehadiran penyakit menular seksual lainnya. 17
2.4 Patogenesis
5
ditemukan membentuk biofilm yang secara signifikan lebih tebal dibandingkan
dengan bakteri lain yang terkait dengan vaginosis bakterial.20 Sejalan dengan
itu, dalam studi yang menggunakan 30 bakteri terkait vaginosis bakterial secara
in vitro Alves dkk juga menemukan bahwa vaginosis bakterial strain G.
vaginalis memiliki kecenderungan terbesar untuk membentuk biofilm. Dalam
penelitian ini ditemukan banyak dari bakteri lain yang terkait dengan vaginosis
bakterial juga memiliki kecenderungan membentuk biofilm, khususnya
Mycoplasmahominis, Staphylococcus hominis, Brevibacterium. Namun, ketika
diuji adhesi awal pada sel HeLa, spesies ini memiliki kemampuan yang jauh
lebih rendah untuk melakukan adhesi dibanding G. vaginalis. Ini menunjukkan
bahwa, ketika berhubungan dengan sel manusia, sejumlah kecil bakteri yang
terkait dengan vaginosis bakterial tidak cukup untuk menginduksi pembentukan
biofilm.21 G. vaginalis membentuk biofilm dalam vagina. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa biofilm mungkin resisten terhadap beberapa bentuk
perawatan medis. Biofilm G. vaginalis telah terbukti bertahan dalam hidrogen
peroksida (H2O2), asam laktat, dan antibiotik tingkat tinggi.22,23
6
3. Produksi sialidase oleh bakteri merusak lapisan mucus pelindung pada
lapisan epitel vagina.
Sialidase diproduksi oleh beberapa bakteri terkait vaginosis bakterial
menyebabkan kerusakan lapisan mukus pelindung pada epitel vagina dan
mengarah ke peningkatan kerentanan terhadap infeksi yang meningkat pada
saluran genital wanita. G. vaginalis dan P. bivia adalah bakteri terkait
vaginosis bakterial yang terbukti secara in vivo menghasilkan sialidase.
Spesies Prevotella lainnya (Prevotellaoralis dan Prevotella loescheii) dan B.
fragilis juga menghasilkan sialidase dalam penelitian ini, tetapi dalam jumlah
yang jauh lebih kecil Sialidase vagina diketahui telah terlibat dalam berbagai
aspek interaksi host-patogen, termasuk degradasi penghalang mukosa yang
kemungkinan berkontribusi pada karakteristik konsistensi cairan vagina pada
vaginosis bakterial, perlekatan bakteri,dan pelepasan sumber karbon untuk
memfasilitasi pertumbuhan bakteri.22 Aktivitas Sialidase juga memiliki
konsekuensi imunomodulatoruntuk pada reseptor sel inang.23
7
Bau vagina khususnya juga terkait untuk meningkatkan kadar amina
biogenik vagina, termasuk putresin, kadaverin, dan trimetilamin, yang diproduksi
oleh beberapa bakteri yang berhubungan dengan vaginosis bakterial dan dapat
mengurangi komponen asam dan menjadi penghalang dalam pertumbuhan
lactobacilli vagina.23
8
2.5 Gejala Klinis
2.6 Diagnosis
9
- Gejala penyerta: rasa gatal, nyeri, dan perdarahan
- Riwayat kontrasepsi dan menstruasi
- Riwayat seksual pasien dan pasangan
- Riwayat obstetric
- Skrining faktor risiko: vaginal douching, penggunaan produk intravaginal,
wanita yang berhubungan seksual dengan sesama wanita, penggunaan
intrauterine device (IUD).
- Skrining infeksi menular seksual lain: HIV, trikomoniasis, klamidia,
gonorrhea.26,28
10
Organisme Jumlah per Lapang Pandang Skor
Lactobacillus >30 per lapang pandang 0
Tes lain, termasuk Affirm VP III dan tes OSOM BV Blue yang mendeteksi
aktivitas sialidase cairan vagina , memiliki karakteristik kinerja yang dapat diterima
11
dibandingkan dengan pewarnaan Gram.2 Baru-baru ini, pemeriksaan Polymerase
Chain Reaction (PCR) untuk mendeteksi berbagai Bakteri terkait- vaginosis
bakterial telah diteliti. Meskipun PCR dapat menawarkan beberapa utilitas dalam
di masa depan, PCR belum divalidasi secara luas untuk diagnosis vaginosis
bakterial pada populasi besar dan beragam perempuan serta biaya pemakaian yang
mahal. Kultur untuk G. vaginalis sebaiknya tidak digunakan mendiagnosis
vaginosis bakterial karena 36-55% wanita tanpa vaginosis bakterial akan memiliki
bakteri terkait vaginosis bakterial ini sebagai bagian dari normal flora.9
Gambar 4. Pewarnaan Gram cairan vagina dari seorang wanita dengan vaginosis
bakterial.9
1. Trikomoniasis
Gejala trikomoniasis berupa cairan vagina berwarna kuning kehijauan,
berbusa dan berbau busuk. Pemeriksaan apusan vagina trikomoniasis sering
menyerupai pemeriksaan apusan vaginosis bakterial, namun mobilincus dan
clue cells tidak pernah ada dalam trikomoniasis. Pada pemeriksaan
12
mikroskopik, akan ditemukan peningkatan sel polimorfonuklear dan dengan
pemeriksaan preparat basah ditemukan protozoa untuk diagnosis.31
2. Kandidiasis
Cairan vagina pada kandidiasis hanya sedikit. Cairan vagina pada
kandidiasis berwarna putih, tidak berbau, kental dan dengan pH normal (<4,5).
Namun, kadang dijumpai gambaran khas yaitu vaginal thrush, yaitu bercak
putih yang terdiri dari gumpalan jamur dan jaringan nekrosis epitel yang
menempel pada vagina. Berbeda dari vaginosis, pasien dengan kandidiasi
mengalami gejala rasa sakit pada vagina dan iritasi/panas/sakit saat berkemih.
Pada pemeriksaan mikroskopik, duh tubuh vagina yang ditambah KOH 10%
akan menunjukkan hifa dan spora Candida.32
3. Gonore
Pada gonore duh tubuh vagina berwarna putih, encer, purulen dan sedikit
berbau busuk. Pada pemeriksaan gram mukosa serviks, akan ditemukan
bakteri diplococcus Gram negatif intrasel.33
2.8. Tatalaksana
1. Farmakologis
Pengobatan vaginosis bakterial bertujuan untuk mengurangi efek yang
ditimbulkan bakteri anaerob pada vagina dan untuk memperbaiki gejala
keputihan abnormal atau berbau busuk. Perawatan farmakologis untuk
vaginosis bakterial termasuk terapi oral atau intravaginal dengan metronidazole
atau klindamisin. Kedua obat ini aktif melawan mayoritas anaerob yang
mendominasi dalam vaginosis bakterial, dan relatif tidak aktif pada tingkat yang
bermakna secara klinis terhadap kelangsungan hidup spesies Lactobacillus .
Efektivitas metronidazole oral dan metronidazole intravagina tidak jauh
berbeda. Metronidazole oral yang diberikan selama 7 hari dapat mengurangi
gejala pada 87% wanita pada 2-3 minggu pengobatan. Perbaikan gejala terjadi
pada 71%-78% wanita yang menggunakan metronidazole intravaginal.
Efektivitas klindasmisin oral umumnya setara dengan metronidazole oral,
13
sementara klindamisin intravaginal memiliki rata-rata kesembuhan agak lebih
rendah dibandingkan dengan metronidazole intravaginal. 9
Lini pertama tatalaksana yang direkomendasikan International Union
against Sexually Transmitted Infections / World Health Organization
(IUSTI/WHO) adalah:
- Metronidazole oral 400-500 mg dua kali sehari selama 5-7 hari atau
- Metronidazole gel intravagina 0,75% 5 gram sekali sehari selama 5 hari atau
- Clindamycin krim intravagina 2% 5 gram sekali sehari selama 7 hari
Tatalaksana alternatif yang direkomendasikan adalah :
- Metronidazole oral 2 gram dosis tunggal atau
- Tinidazole oral 2 gram dosis tunggal atau
- Tinidazole oral 1 gram sekali sehari selama 5 hari atau
- Clindamycin oral 300 mg dua kali sehari selama 7 hari atau
- Dequalinium klorida tablet vagina 10 mg sekali sehari selama 6 hari.26
14
2.9. Komplikasi
2.10. Prognosis
15
BAB III
PENUTUP
16
DAFTAR PUSTAKA
17
attending a Nigerian tertiary hospital. Malawi Medical Journal. 2018 29(4),
290-93
12. Joesoef MR, Karundeng A, Runtupalit C, Moran JS, Lewis JS, Ryan CA.
High rate of bacterial vaginosis among women with intrauterine devices in
Manado, Indonesia. Contraception. 2001;64:169–72.
13. Ocviyanti D, Rosana Y, Olivia S, et al. Risk factors for bacterial vaginosis
among indonesian women, Med J Indones 2010, 19(2): 130–135.
14. Yi AW, Sudigdoadi S, Susiarno H. The bacterial vaginosis among pregnant
women in jatinangor. AMJ. 2019;6(4):186–91
15. Karim A, Barakbah J. Studi Retrospektif: Bakterial vaginosis. Period
Dermatol Venereol. 2016;5:127–33
16. Secor M, Coughlin G. Bacterial vaginosis update. Adv NPs PAs. 2013
Aug;4(8):23-6.
17. Payne SC, Cromer PR, Stanek MK, Palmer AA. Evidence of African-
American women's frustrations with chronic recurrent bacterial vaginosis. J
Am Acad Nurse Pract. 2010 Feb. 22(2):101-8
18. Schwebke JR, Muzny CA, Josey WE. Role of Gardnerella vaginalis in the
pathogenesis of bacterial vaginosis: a conceptual model. J Infect Dis 2014;
210:338–43.
19. Castro J, Alves P, Sousa C, et al. Using an in-vitro biofilm model to assess
the virulence potential of bacterial vaginosis or non-bacterial vaginosis
Gardnerella vaginalis isolates. Sci Rep 2015; 5:11640
20. Patterson JL, Stull-Lane A, Girerd PH, Jefferson KK. Analysis of
adherence, biofilm formation and cytotoxicity suggests a greater virulence
potential of Gardnerella vaginalis relative to other bacterial-vaginosis-
associated anaerobes. Microbiology. 2010; 156:392–9.
21. Alves P, Castro J, Sousa C, Cereija TB, Cerca N. Gardnerella vaginalis
outcompetes 29 other bacterial species isolated from patients with bacterial
vaginosis, using in an in vitro biofilm formation model. J Infect Dis. 2014;
210:593–6.
22. Gilbert NM, Lewis WG, Li G, et al. Gardnerella vaginalis and Prevotella
bivia trigger distinct and overlapping phenotypes in a mouse model of
bacterial vaginosis. J Infect Dis. 2019
18
23. Muzny CA, Taylor CM, Swords WE, Tamhanen A, Chattopadhyay D,
Cerca, N, Schwebke JR. An Updated Conceptual Model on the
Pathogenesis of Bacterial Vaginosis. The Journal of Infectious Diseases.
2019
24. Castro J, Machado D, Cerca N. Unveiling the role of Gardnerella vaginalis
in polymicrobial Bacterial Vaginosis biofilms: the impact of other vaginal
pathogens living as neighbors. ISME J. 2019; 13:1306–17.
25. Greenbaum S, Greenbaum G, Moran-Gilad J, et al. Ecological dynamics of
the vaginal microbiome in relation to health and disease. Am J Obstet
Gynecol. 2019 Apr;220(4):324-335.
26. Sherrard J, Wilson J, Donders G, Mendling W, Jensen J. 2018 European
(IUSTI/WHO) Guideline on the Management of Vaginal Discharge. Int J
STD AIDS. 2018;1–6
27. Nasioudis D, Linhares IM, Ledger WJ, Witkin SS. Bacterial vaginosis: a
critical analysis of current knowledge. BJOG. 2017;124:61–9.
28. Patel N, Seifeldin R, Hill W. Vaginal discharge in a young woman. Am Fam
Physician. 2014;89:905–6.
29. Rao DSR, Pindi DKG, Rani DU, Sasikala DG, Kawle DV. Diagnosis of
Bacterial Vaginosis: Amsel’s Criteria vs Nugent’s scoring. Sch J Appl Med
Sci. 2016;4:2027–31.
30. Van Der Pol B. Clinical and Laboratory Testing for Trichomonas vaginalis
Infection. J Clin Microbiol. 2016 Jan;54(1):7-12.
31. Armstrong AW, Bukhalo M, Blauvelt A. A Clinician's Guide to the
Diagnosis and Treatment of Candidiasis in Patients with Psoriasis. Am J
Clin Dermatol. 2016;17(4):329‐336.
32. Ng LK, Martin IE. The laboratory diagnosis of Neisseria gonorrhoeae. Can
J Infect Dis Med Microbiol. 2005 Jan;16(1):15
33. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual. Jakarta:
Kemenkes RI; 2016.
34. Jain JP, Bristow CC, Pines HA, et al. Factors in the HIV risk environment
associated with bacterial vaginosis among HIV-negative female sex
workers who inject drugs in the Mexico-United States border region. BMC
Public Health. 2018 Aug 20;18(1):1032.
19