Anda di halaman 1dari 37

LAB/SMF Farmasi-Farmakoterapi P-Treatment

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

ANTIMIKROBA

HALAMAN JUDUL

Disusun Oleh
Doni Suryadi 1610015003
Rohmi Pawitra Sari 1610015038
Asti Ainun Mahfira Z 1610015039

Pembimbing :
dr. Ika Fikriah, M.Kes

Program Studi Profesi Dokter


Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Samarinda
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga kelompok penulis dapat menyelesaikan
makalah “P-Treatment dan P-Drug Anti Mikroba” ini dengan baik dan tepat
waktu. Makalah ini dibuat dalam rangka menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik
pada Laboratorium Farmakologi dan Terapi serta meningkatkan pengetahuan dan
wawasan yang lebih mendalam terkait penyakit infeksi dan penggunaan anti
mikroba.
Dalam pembuatan makalah ini penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1. dr. Ika Fikriah, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman dan dosen pembimbing pada Laboratorium Farmakologi dan
Terapi.
2. dr. Moriko Pratiningrum, Sp.THT-KL selaku Ketua Program Studi
Program Profesi Pendidikan Dokter.
3. Orang tua dan teman-teman yang telah mendukung dan membantu
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari masih terdapat kesalahan dan kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan
penulis untuk perbaikan kedepannya. Namun harapan penulis semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Samarinda, 15 Januari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i


KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................5
2.1 Definisi ...............................................................................................................5
2.2 Etiologi ...............................................................................................................5
2.3 Epidemiologi ......................................................................................................6
2.4 Patofisiologi .......................................................................................................7
2.5 Gejala dan Tanda ............................................................................................8
2.6 Penegakan Diagnosis ....................................................................................10
2.7 Anamnesis ....................................................................................................10
2.8 Pemeriksaan Fisik .........................................................................................10
2.9 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................11
2.10 Penatalaksanaan ............................................................................................14
BAB III TINJAUAN KASUS DAN P-TREATMENT........................................ 16
3.1 Kasus ................................................................................................................16
3.2 P-Treatment......................................................................................................17
3.2.1 Menentukan Problem Pasien.........................................................................17
3.2.2 Menentukan Tujuan Terapi ...........................................................................17
3.2.3 Pemilihan Terapi ..........................................................................................17
3.2.4 Penulisan Resep ............................................................................................33
3.2.5 Komunikasi Terapi .......................................................................................33
3.2.6 Monitoring dan evaluasi ...............................................................................35
BAB IV PENUTUP ..............................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................37

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Gonore merupakan penyakit infeksi menular seksual yang disebabkan oleh


bakteri Neisseria gonorrhoeae . Neisseria gonorrhoeae merupakan bakteri Gram
negatif berbentuk gonokokus, yang bersifat nonmotil dan aerob. Neisseria
gonorrhoeae dapat menginfeksi permukaan mukosa pada adalah uretra, rectum,
konjungtiva, faring dan endoserviks. Infeksi ini banyak menyerang orang usia muda,
belum menikah, dan pendidikan rendah. Paling banyak terjadi pada perempuan.
Gejala infeksi lebih sering timbul pada laki-laki. Infeksi pada anorektal dan faring
sering terjadi pada laki-laki yang homoseksual.
Menurut World Health Organization (WHO) terdapat kasus baru gonore pada
kelompok usia 15– 49 tahun, yaitu sebanyak 78 juta kasus,9 sedangkan di Asia
Tenggara angka prevalensi gonore sebanyak 9,3 juta orang.10 Menurut Integrated
Biological and Behavioral Survey (IBBS) tahun 2013, prevalensi di kalangan lelaki
yang berhubungan seks dengan lelaki (LSL) sebanyak 21,2%, transgender sebanyak
19,6%, dan WPS sebanyak 17,7–32,2%.
Pada Mei 2016, ditemukan kemunculan pertama infeksi gonorrhea resisten
tingkat tinggi di Hawaii, Amerika Serikat, di mana terjadi penurunan tingkat
pengaruh seftriakson dan resistensi tingkat tinggi terhadap azitromisin.
Tujuan
Memilih jenis terapi yang sesuai dengan diagnosis pasien yaitu berdasarkan
efek farmakodinamik, farmako kinetic, efek samping, indikasi, kontraindikasi, dan
biaya.

4
BAB II
TINJAUANA PUSTAKA

2.1 Definisi
Gonore dalam arti luas mencakup semua penyakit yang disebabkan oleh
Neisseria gonorrhoeae. Gonore, infeksi epitel kolumner dan transisional disebabkan
oleh Neisseria gonorrhoeae, adalah penyakit menular yang paling sering dilaporkan
di Amerika Serikat. Tempat anatomik yang dapat terinfeksi langsung oleh gonokokus
adalah uretra, rectum, konjungtiva, faring dan endoserviks. Penyulit lokal adalah
endometritis, salpingitis, peritonitis dan bartolinitis pada perempuan dan abses
periuretra dan epididimitis pada laki – laki.
Manifestasi sistemik pada gonokoksemia adalah arthritis, dermatitis,
endokarditis, dan meningitis serta mioperikarditis dan hepatitis.

2.2 Etiologi
Penyebab gonore adalah Neisseria gonorrhoeae atau disebut juga gonokok yang
di temukan oleh NEISSER pada tahun 1879 dan baru diumumkan pada tahun 1882.
Neisseria dikenal ada 4 spesies yaitu N.gonorrhoeae dan N.meningitis yang bersifat
patogen dan N.catarrhalis dan N.pharingitis sicca yang bersifat komensal. Keempat
spesies ini sukar dibedakan kecuali dengan tes fermentasi.
Gonokok termasuk golongan Diplokok, berbentuk biji kopi berukuran lebar 0,8
μ dan panjang 1,6 μ, bersifat tahan asam. Pada sediaan langsung dengan pewarnaan
gram bersifat Gram negatif, ditemukan diluar dan dalam leukosit, tidak tahan lama
di udara bebas, cepat mati dalam keadaan kering, tidak tahan suhu diatas 39° C, dan
tidak tahan zat desinfektan.
Morfologi gonokokkus terdiri dari 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai
pili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai pili dan bersifat
nonvirulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi
radang.

5
Struktur permukaan N. gonorrhoeae meliputi :
a. Pili
Pili adalah anggota badan yang seperti rambut yang menjulur keluar beberapa
mikrometer dari permukaan gonokokus. Struktur ini berfungsi untuk menempel pada
sel pejamu dan resistan fagositosis. Struktur ini tersusun atas tumpukan protein pilin.
Rangkaian asam amino bagian tengah berperan dalam perlekatan organisme ke sel
pejamu dan kurang berperan pada respon imun.
b. Por
Por menjulur dari membran sel gonokokkus. Struktur ini muncul dalam trimers
untuk membentuk pori-pori pada permukaan, tempat beberapa nutrien memasuki sel.
c. Opa
Protein ini berfungsi pada adhesi gonokokus di dalam koloni dan pada
perlekatan gonokokus ke sel pejamu. Suatu strain gonokokus dapat mengekspresikan
satu, dua, kadang – kadang tiga tipe Opa atau tidak sama sekali, meskipun setiap
strain mempunyai sepuluh atau lebih gen untuk Opa yang berbeda.
d. RMP
RMP berhubungan dengan Por dalam pembentukan pori – pori pada membran
sel.
e. Lipooligasakarida
Dalam meniru bentuk molekulnya, gonokokus membentuk molekul LOS yang
secara struktural mirip dengan membran sel glikosfingolipid manusia. Adanya
struktur tersebut pada permukaan gonokokus yang struktur permukaannya sama
dengan manusia membantu gonokokus agar tidak dikenali oleh sistem imun.

2.3 Epidemiologi
Insiden infeksi gonokokal masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di
seluruh dunia, menyebabkan morbiditas di negara berkembang, dan mungkin
berperan dalam meningkatkan penularan HIV.
Infeksi gonokokal tersebar luas di dunia. Insiden infeksi gonokokal lebih tinggi
di negara berkembang daripada di negara maju. Namun, insiden pasti dari IMS sulit

6
untuk dipastikan di negara – negara berkembang karena masalah pengawasan dan
kriteria diagnostik yang bervariasi.
Penularan terjadi lebih efisien dari laki-laki ke perempuan daripada sebaliknya.
Tingkat penularan pada wanita dari sekali berhubungan tanpa perlindungan dengan
partner terinfeksi adalah kurang lebih 40% – 60%. Infeksi gonokokal orofaringeal
terjadi pada kurang lebih 20% wanita mempraktekkan fellatio dengan partner
terinfeksi. Prevalensi Disseminata Gonore Infection (DGI) pada wanita hamil: 10%
di Afrika, 5% di Amerika Latin dan 4% di Asia..

2.4 Patogenesis
Virulensi dari N.gonorrhoeae ditentukan dari keberadaan pili yang memediasi
penempelan, serta kemampuan untuk bertahan dari kekuatan aliran hidrodinamik
pada uretra, dimana hal ini juga menghambat pengambilan oleh fagosit. Invasi dan
multiplikasi terjadi pada sel kolumnar non-silia penghasil mucus pada epitel tuba
Fallopi. Strain dengan pili lebih banyak menempel pada permukaan sel mukosa
manusia, dan lebih virulen dibandingkan dengan strain yang tidak ber-pili.
Penempelan ini merupakan awal dari endositosis dan transport melewati sel mukosa
kedalam ruang intraseluler dekat membrane basal atau langsung ke jaringan
subepitelial. Tidak dapat toksin khusus yang dihasilkan oleh N.gonorrhoeae namun
komponen lipoligosaccharide dan peptidoglycan berperan dalam menghambat fungsi
silia dan menyebabkan inflamasi.
Komponen peptidoglycan selain antigen pili, termasuk juga , Porin, Opacity-
associated protein serta protein lain. Porin (sebelumnya dikenal sebagai protein I)
protein terbanyak pada permukaan N.gonorrhoeae menginisiasi proses endositosis
dan invasi, Opacity-associated protein (Opa sebelumnya dikenal dengan protein II)
berperan penting pada penempelan ke sel epitel, dan sel PMN yang akan menekan
proliferasi sel T limfosit CD4+. Protein lainnya termasuk H-8, suatu lipoprotein yang
terdapat pada semua strain N.gonorrhoeae, berguna sebagai target untuk diagnostik
yang berdasar antibodi. Bakteri ini juga memproduksi suatu IgA1protease, yang
melindungi bakteri dari respon imun IgA mukosa individu. Antibodi terhadap Rmp

7
(sebelumnya dikenal sebagai protein III,PIII) mencegah ikatan terhadap komplemen
sehingga dapat memblokade efek bakterisidal terhadap porin dan
lipooligosaccharide.
Antigen pili memegang peranan penting pada kompetensi darn transformasi
genetik, yang memungkinkan transfer material genetik antar bakteri in vivo.Antigen
pili bersama Porin dan lipooligosaccharide bertanggung jawab terhadap variasi
antigenetik yang menyebabkan infeksi berulang dalam periode waktu yang singkat.
Gonococcal Lipooligosaccharide (LOS), berperan dalam aktifasi endotoksik
dan berkontribusi pada efek toksik local pada tuba Fallopi. LOS juga memodulasi
respon sistem imun, dimana modulasi kearah respon Th2 akan mengurangi
kemampuan bersihan infeksi gonokokal.
Selain itu faktor individu inang juga berperan pentingd dalam memediasi
masuknya bakteri ke dalam sel. Pelepasan diacylglycerol dan ceramide dibutuhkan
untuk masuk ke dalam sel epitel. Akumulasi ceramide dalam sel akan menginduksi
apoptosis dimana akan mengganggu integritas epitel dan memfasilitasi masuknya
bakteri ke jaringan subepitelial. Dilepaskannya faktor kemotaksis hasil dari aktivasi
komplemen juga akan menyebabkan inflamas
Strain yang menyebabkan penyakit infeksi gonokokal diseminata (strain
PorB.1A) telah dibuktikan lebih sulit dimatikan oleh serum manusia, dimana lebih
tidak kemotaksis.

2.5 Gejala dan Tanda


Masa inkubasi sangat singkat, pada laki-laki umumnya bervariasi antara 2 – 5
hari, kadang-kadang lebih lama karena penderita telah mengobti diri sendiri, tetapi
dengan dosis yang tidak cukup atau gejala sangat samar sehingga tidak diperhtikan
oleh penderita. Pada wanita masa tunas sulit ditentukan karena pada umumnya
asimtomatik.
1. Pada Laki-laki
Yang paling sering dijumpai adalah uretritis anterior/distal, bersifat akut dan
dapat menjalar ke proksimal selanjutnya mengakibatkan komplikasi lokal, ascendens

8
dan diseminata. Komplikasi lokal, yaitu tisonitis, parautretritis, litretis dan cowperitis.
Komplikasi asendens yaitu prostatitis, vesikulitis, vas deferentitis/funikulitis,
epididimitis, trigonitis, orkitis.
Keluhan subyektif berupa rasa gatal, panas di bagian distal uretra di sekitar
orifisium uretra eksternum. Kemudian disusul disuria, polakisuria, keluar duh tubuh
mukopurulen dari oroficium uretra eksternum yang kadang disertai darah dan rasa
nyeri saat ereksi. Pada pemeriksaaan tampak orifisuium uretra eksternum tampak
merah, edema dan ektropion. Pada ebebrapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar
getah bening inguinal medial unilateral atau bilateral.

1,2
2. Pada Perempuan Uretritis Gonore.

Gambaran klinik dan perjalanan penyakit


Tampak pada
duh tubuh perempuan
uretra purulen berbeda dengan laki-
laki karena perbedaaan anatomi dan fisiologi genitalnya. Pada perempuan baik akut
maupun kronis, jarang ada keluhan subyektif dan hampir tidak pernah ada kelainan
obyektif. Pada umumnya perempuan datang mencari pengobatan, bila sudah terjadi
komplikasi. Sebagian besar kasus ditemukan pada waktu pemeriksaan antenatal atau
pemeriksaan Keluarga Berencana.
Wanita mengalami tiga masa perkembangan:
1. Masa Prapubertas: epitel vagina dalam keadaan belum berkembang (sangat
tipis) sehingga dapat terjadi vaginitis gonore.
2. Masa Reproduksi: lapisan selaput lendir vagina menjadi matang, tebal dan
banyak glikogen serta basil Doderlein. Basil Doderlein akan memecahkan

9
glikogen sehingga suasana menjadi asam yang tidak menguntungkan untuk
pertumbuhan kuman gonokok.
3. Masa Menopouse: selaput lendir vagina menjadi atropi, kadar glikogen
menurun, dan basil Doderlein berkurang, sehingga suasana asam berkurang
dansuasana ini memudahkan pertumbuhan kuman gonokok.
Pada perempuan dewasa, infeksi umumnya mengenai serviks uteri. Duh tubuh
mukopurulen, kadang-kadang disertai darah, serta mengandung banyak gonokok
mengalir keluar dan menyerang uretra, duktus parauretra, kelenjar bartholin, rektum
dan dapat juga menjalar ke atas sampai pada daerah indung telur.
Uretritis yang terjadi, gejala utama berupa disuria, kadang-kadang poliuri. Pada
pemeriksaan, orifisium uretra eksternum tampak merah, edematous dan ada sekret
mukopurulen.

2.6 Penegakan Diagnosis


Penegakan sedini mungkin sangat bermanfaat agar bisa diberikan terapi yang
tepat dan meminimalkan komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis penyakit sangat
penting untuk membantu mendeteksi secara dini.

2.7 Anamnesis
Hal yang harus ditanyakan saat anamnesis adalah riwayat hubungan seksual
yang tidak terproteksi atau perilaku hubungan seksual berisiko, seperti berganti-ganti
pasangan, laki-laki seks laki-laki (LSL), atau biseksual. Dokter juga harus
menanyakan mengenai riwayat menderita infeksi menular seksual sebelumnya, serta
menanyakan mengenai keluhan-keluhan berikut: Sekret vagina/uretra/anal, Disuria,
Pendarahan intermenstrual, Dispareunia, Demam, Edema genitalia eksterna, Nyeri
ereksi, Nyeri perut bawah.

2.8 Pemeriksaan Fisik


Infeksi gonokolal dapat dikenali melalui tanda dan gejala khas, namun pada
saat penyakit diseminata atau traktus reproduksi di atas terjadi, mukosa tempat

10
infeksi primer dapat tampak normal dan pasien tidak mengalami tanda dan gejala
lokal. Pada infeksi orofaring, dapat ditemukan gambaran faringitis ringan. Pada
infeksi rektal, ditemukan discharge yang mukopurulen.
Pada infeksi okuler, biasanya berasal dari autoinoculation dari injeksi genital.
Infeksi di daptkan pembengkakan jelas kelopak mata, hyperemia hebat dan kemosis,
dan discharge yang banyak dan purulen. Konjungtiva yang terinflamasi mungkin
menutupi kornea dan limbus, bisa di dapatkan ulserasi kornea dan kadang terjadi
perforasi.
Pemeriksaan fisik juga di anjurkan mencari tanda dari infeksi menular seksual lain
nya ( herpes simpleks, sifilis chanchroid, lymphogranuloma venerum, dan kutil
genital).
Pria :
 Discharge purulen atau mukopurulen uretra, di dapatkan dengan melakukan
teknik milking
 Pemeriksaan epididmitis : nyeri dan edema epididimal unilateral
Wanita :
 Discharge vaginal purulen atau mukopurulen, atau discharge servikal.
 Perdarahan vagina, vulvovaginitis kerapuhan serviks ( tendensi perdarahan
saat manipulasi )
 Nyeri gerakan serviks saat pemeriksaan palpasi bimanual
 Rasa penuh dan/ tenderness pada adneksa, unilateral maupun bilateral
 Nyeri/ tenderness pada abdominal bawah, dengan atau tanpa rebound
tenderness
 Kemungkinan nyeri punggung ( terutama bila PID )
 Tenderness kuadran kanan atas ( bila perihepatitis )

2.9 Pemeriksaan Penunjang


A. Sediaan Langsung
Pada sediaan langsung dengan pewarnaan Gram akan ditemukan gonokok gram
negatif, intraselular dan ekstraselular. Bahan duh tubuh pada laki-laki di ambil dari

11
daerah fossa navikularis, sedangkan pada perempuan diambil dari uretra, muara
kelenjar bartolin, serviks, dan untuk pasien dengan anamnesis beresiko melakukan
kontak seksual anogenital dan orogenital, maka pengambilan vahan duh dilakukan di
faring dan rektum. Sensitivitas pemeriksaan ini bervariasi, pada laki-laki bisa
mencapai 90- 95 %, sedangkan dari spesimen endoserviks hanya berkisar antara 45-
65 %, dengan spesifitas yang tinggi yaitu 90-99%.
B. Kultur
Untuk identifikasi perlu dilakukan pembiakan (kultur). Dua macam media
yang dapat digunakan:
1. Media transport
Contoh:
 Media Stuart : Media untuk transport saja, sehingga perlu ditanam kembali
pada media pertumbuhan
 Media transgrow : Media ini selektif dan nutritif untuk dan N.meningitidis
,dapat bertahan selama 96 jam dan merupakan gabungan meida transport dan
media pertumbuhan, sehingga tidak perlu ditanam pada media pertumbuhan
lagi. Media ini merupakan modifikasi media Thayer Martin dengan
menambahkan Trimetoprim untuk mematikan Proteus spp.
2. Media pertumbuhan
Contoh :
 Mc Leods Chocolate agar : Media non selektif. Berisi agar coklat, agar serum
dan hidrokel. Selain kuman N.gonorrhoeae, kuman lain juga dapat tumbuh.
 Media Thayer Martin : Media ini selektif untuk mengisolasi N.gonorrhoeae .
Mengandung Vankomisin untuk menekan pertumbuhan kuman gram positif.
Kolestimetat untuk menekan pertumbuhan bakteri gram negatif dan nistatin
untuk menekan pertumbuhan jamur.
 Modified Thayer Martin agar : Isinya ditambahkan Trimetoprim untuk
mencegah pertumbuhan kuman Proteus spp.
3. Tes identifikasi presumtif dan konfirmasi (definitif)
- Tes oksidasi

12
Reagen oksidasi yang mengandung larutan tetrametil-p-fenilendiamin hidroklorida
1% ditambahkan pada koloni gonokok tersangka. Semua Neisseria memberi reaksi
positif dengan perubahan warna koloni dari semula bening menjadi merah muda
sampai merah lembayung.
- Tes Fermentasi.
Tes oksidasi positif dilanjutkan dengan tes fermentasi memakai glukosa, maltosa
dan sukrosa. N.gonorrhoeae hanya meragikan glukosa.
4. Tes beta laktamase
Pemeriksaan beta-laktamase dengan menggunakan cefinase TM dis. BBL
961192 yang mengandung cromogenik cephalosporin akan menyebabkan perubahan
warna dari kuning menjadi merah apabila kuman mengandung enzim beta-
laktamase .
5. Tes Thomson
Tes ini berguna untuk mengetahui sampai dimana infeksi sudah berlangsung.
Syarat yang perlu diperhatikan
- Sebaiknya dilakukan setelah bangun tidur pagi
- Urin dibagi dalam dua gelas
- Tidak boleh menahan kencing dari gelas 1 ke gelas 2
Syarat mutlak ialah kandung kencing harus mengandung urin paling sedikit 80-
100 ml. Jika urin kurang dari 80 ml, maka gelas II sukar dinilai karena baru menguras
uretra anterior.

Hasil Pembacaan
Gelas I Gelas II Arti
Jernih Jernih Tidak ada infeksi
Keruh Jernih Infeksi uretritis anterior
Keruh Keruh Panuretritis
Jernih Keruh Tidak mungkin

13
C. Serologi test
Belum ada tes serologi yang spesifik untuk Gonore. Semua pasien diharapkan
dilakukan tes serologi untuk sifilis dan HIV.

2.10 Penatalaksanaan
a. Memberitahu pasien untuk tidak melakukan kontak seksual hingga
dinyatakan sembuh dan menjaga kebersihan genital.
b. Anti Mikroba
Table: Obat Anti Mikroba Untuk Penderita Gonore.
Antbiotik Dosis
Ceftriaxone Dewasa dan anak >12 tahun inj 1-2gr 1x/ hari.
Pada infeksi berat dapat ditingkatkan s/d 4g
1x/hari.
Anak dengan BB ≥ 50kg menggunakan dosis
dewasa. Bayi 15 hari – anak 12 tahun 20-
80mg/kgBB 1x/hari. Bayi ≤ 14 hari 20-50
mg/kgBB 1x/hari.
Cefixime Dewasa dan anak ≥30kg kapl 50-100mg 2x/ hari.
Untuk infeksi yang lebih berat atau refrakter :
dapat ditingkatkan s/d 200mg 2x/ hari.
Anak 1.5-3mg/kgBB 2x/hari.
Azithromycin PHS dewasa dan remaja ≥16 tahun 1g sebagai
dosis tunggal, indikasi lain 500mg pada hari ke-1
dilanjutkan dengan 250mg hari ke-2 samapi hari
ke-5. Dosis total: 1.5g
Doxycycline Dewasa dan anak 8 tahun dengan BB ≥ 45kg awal
200mg sebagai dosis tunggal atau 100mg 2x/hari
diikuti dengan dosis pemeliharaan 100mg/hari
dosis tunggal atau 50mg 2x/hari. Infeksi GO,

14
uretra, endoserviks, atau rektal tanpa komplikasi
100mg 2x/hari selama 7 hari.
Erythromycin Dewasa dan anak > 20kg 1 kaps 4x/hari, 1 kaps
2x/hari, 2 tab kunyah atau 10ml 4x/hari. Anak ≤
20kg 30-50mg/kgBB/hr dalam 4 dosis terbagi.
Amoxicillin Dewasa dan anak > 20kg 250-500 mg/ 8jam. Anak
< 20kg 20-40mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap
8 jam. Urethritis gonokokal 3g sebagai dosis
tunggal.
Kanamycin 2g dosis tunggal. Berikan secara inj IM.

Follow-Up
Penderita yang terdiagnosis infeksi gonokokal tanpa komplikasi yang telah di terapi
sesuai tidak perlu dilakukan tes ulang untuk memastikan kesembuhan. Kecuali bila
ada gejala yang menetap tetap dianjurkan untuk evaluasi kultur dan sensitivitas
antibiotic. Uretritis, servisitis dan proktitis menetap juga dapat disebabkan oleh C.
trachomatis atau organisme lain.
Kemungkinan terjadi reinfeksi pada penderita lebih tinggi dibandingkan kegagalan
terapi. Untuk itu diperlukan edukasi dan pemeriksaan pasangan. Penderita dianjurkan
periksa pada 3 bulan selanjutnya.

2.11 Pencegahan
Kondom, jika benar digunakan, memberikan perlindungan yang efektif terhadap
transmisi dan akuisisi gonore serta infeksi lain yang ditularkan ked an dari permukaan
mukosa genitalina, serta melalui pendidikan kesehatan masyarakat,konseling
penderita, dan modifikasi perilaku, individu yang aktif secara seksual,terutama
remaja,harus ditawarkan skrinning untuk PMS. Untuk pria ,pemeriksaan NAAT dari
urin atau swab uretra,dapat digunakan untuk skrinning.Belum ada vaksin yang efektif
untuk infeksi gonokokal, tetapi upaya untuk menguji beberapa kandidat sedang
berlangsung.

15
BAB III
TINJAUAN KASUS DAN P-TREATMENT
3.1 Kasus
Tn. Rama berumur 19 tahun mengunjungi poliklinik Mulawarman dengan
nomer rekam medis 14000601 pada tanggal 4 Januari 2021. Pasien datang dengan
keluhan alat kelamin keluar nanah sejak 4 hari sebelum datang ke rumah sakit. Dari
anamnesis didapatkan pasien mengeluh keluar nanah dari kemaluannya, terdapat
nyeri di lokasi penis dengan intensitas 1 berdasarkan face pain rating scale (nyeri
ringan), riwayat kontak seksual dengan pacar kurang lebih 8 hari yang lalu. Keluhan
yang sama pada pasangan seksual tidak diketahui oleh pasien. Riwayat berhubungan
seksual dengan PSK (Pekerja Seks Komersial) tidak diidentifikasi. Riwayat
pengobatan terdahulu tidak ada.
Pada pasien tidak ditemukan riwayat alergi obat maupun makanan. Tidak
ditemukan riwayat penyakit penyerta. Riwayat operasi dan transfusi tidak ditemukan.
Riwayat penyakit dalam keluarga tidak ditemukan. Tidak ditemukan penyakit
penyerta. Riwayat operasi dan tranfusi tidak ditemukan. Status internus keadaan
umum pasien baik. Pada penilaian status dermatologi, stigmata atopic tidak
ditemukan. Ditemukan eritema pada mukosa. Kuku kusam dan rapuh tidak
ditemukan. Fungsi kelenjar keringat tidak ditemukan hiperhidrosis dan anhidrosis.
Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening.
Status venereologi lokalisasi kelainan pada orifisium uretra eksternum
ditemukan eritema dan discharge mukopurulen, namun tidak ditemukan edema.
Pemeriksaan gram ditemukan leukosit > 50/lpb, diplokokus gram negatif
ekstraseluler dan intraseluler. Diagnosis kerja adalah uretritis gonore. Diagnosis
banding kasus ini adalah uretritis non-spesifik. Penatalaksanaan diberikan Cefixime 1
x 400mg dosis tunggal, dengan catatan pasien diminta untuk kembali kontrol pada
tanggal 6 Januari 2021 . KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) mengenai
pencegahan, penularan dan pengobatan HIV (Human Immunodeficiency Virus).
Pasien ingin melakukan tes HIV dengan sukarela. Konseling post test dilakukan

16
setelah hari ke tiga kunjungannya ke poliklinik diperoleh hasil non reaktif. Prognosis
pasien ini baik.
3.2 Langkah P-Treatment
Langkah-langkah P-Treatment adalah sebagai berikut :
1. Menentukan problem pasien
2. Menentukan tujuan terapi
3. Menentukan pemilihan terapi
4. Melakukan pemberian terapi (resep jika ada)
5. Melakukan komunikasi terapi
6. Melakukan monitoring dan evaluasi
3.2.1 Menentukan problem pasien
Keluhan utama: Keluar nanah dari kemaluan disertai nyeri di lokasi penis sejak 4 hari
yang lalu
Keluhan tambahan: -
Diagnosis: Uretritis gonore
3.2.2 Menentukan Tujuan Terapi
• Mengobati penyakit dasar yang menyebabkan keluarnya nanah dari alat kelamin
• Memberikan pengobatan simptomatik
3.2.3 Menentukan Pilihan Terapi
Terapi nonfarmakologis:
• Pemberian KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) mengenai management sex
partner. Informasi yang diberikan harus memuat tentang penyakit gonore, cara
penularan, komplikasi, pentingnya mengobati pasangan seksual, risiko tertular
penyakit lain seperti HIV, hepatitis C, hepatitis B, serta infeksi menular seksual
lain.
• Abstinensia (tidak berhubungan seksual) hingga terbukti sembuh dari
pemeriksaan laboratorium atau jika terpaksa gunakan kondom.

17
Terapi Farmakologis:
 Menghilangkan penyebab penyakit

Tabel 2.1 Pemberian antimikroba yang merupakan terapi spesifik untuk neisseria gonore
Golongan Obat Antibiotik Efficacy Safety Suitability Cost
Sefalosporin Cefixime ++ +++ ++ +++
Generasi III Farmakodinamik : ES: Gangguan KI: Rp. 2.200,-
Merupakan antibiotik yang saluran cerna (diare, Hipersensitivitas /kapsul
bersifat bakterisidal nyeri abdomen, terhadap 200 mg
menghambat sintesis dinding mual, muntah, cephalosporin (Cefila)
sel bakteri yang dispepsia, kembung,
menyebabkan lisisnya bakteri pseudomembranosa
patogen. Untuk mencapai kolitis, anoreksia,
efek tersebut antibiotik harus rasa terbakar,
melewati dinding sel bakteri sembelit) ; reaksi
dan berikatan dengan hipersensitivitas
penicillin binding proteins (ruam kulit, urtikaria,
(PBPs) berupa enzim pruritus) ; Gangguan
trasnpeptidase yang termasuk fungsi hati
dalam reaksi silang polimer (peningkatan
peptidoglikans. Saaat PBPs sementara nilai

18
berikatan dengan cefixime, SGPT,SGOT,ALP)
sintesis dinding bakteri akan
terhambat dan mengaktifkan
enzim autolisis.
Farmakokinetik :
Absorpsi
Bioavailabilitas pada saluran
cerna 40 - 50%. Jika
dikonsumsi bersamaan
dengan makanan dalam
sekitar 45 menit tercapai
konsentrasi maksimum.
Minimum inhibitory
concentration (MIC) bertahan
hingga >24 jam pasca
administrasi obat. Distribusi
Ikatan dengan protein serum
sekitar 65%. Obat ini
terdistribusi dengan baik ke
hampir seluruh jaringan dan
cairan tubuh termasuk kulit

19
dan jaringan ikat, sputum,
urin, empedu,
synovial,peritoneal,
pericardial.
Ekskresi
Cefixime dieskresikan via
urin (~ 50% dalam 24 jam
obat ditemukan di urin dalam
bentuk tidak berubah).
Sebagian cefixime juga
diekskresikan melalui
empedu.
Waktu paruh : sekitar 4-6
jam. Pada penderita gagal
ginjal terjadi peningkatan
waktu paruh hingga 11,5 jam
Aminoglikosida Kanamycin +++ ++ +++ ++
Farmakodinamik ES: Gangguan KI: Rp 1.300,-
Kanamycin adalah antibiotik vestibular dan Hipersensitif, /kapsul 250 mg
aminoglikosida. pendengaran, kehamilan, (Meiji )
Aminoglikosida bekerja nefrotoksisitas, miastenia gravis

20
dengan mengikat subunit hipomagnesemia pada
ribosom 30S bakteri, pemberian jangka
menyebabkan kesalahan panjang, kolitis
membaca t-RNA, membuat karena antibiotik
bakteri tidak dapat
mensintesis protein yang
penting untuk
pertumbuhannya.
Aminoglikosida berguna
terutama pada infeksi yang
melibatkan bakteri aerobik,
Gram negatif, seperti
Pseudomonas, Acinetobacter,
dan Enterobacter. Selain itu,
beberapa mikobakteri,
termasuk bakteri penyebab
tuberkulosis, rentan terhadap
aminoglikosida. Infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Gram
positif juga dapat diobati
dengan aminoglikosida, tetapi

21
jenis antibiotik lain lebih
manjur dan tidak terlalu
merusak inang. Di masa lalu,
aminoglikosida telah
digunakan bersama dengan
antibiotik terkait penisilin
pada infeksi streptokokus
untuk efek sinergisnya,
terutama pada endokarditis.
Aminoglikosida sebagian
besar tidak efektif melawan
bakteri anaerobik, jamur, dan
virus.
Farmakokinetik :
Bersifat sangat polar sehingga
sukar diabsorbsi melalui
saluran cerna. Kurang dari
1% dosis yang diberikan
diabsorbsi melalui saluran
cerna. Masa paruh 0,7-14
jam. Distribusi pada dewasa

22
0,05-0,5l/kg apabila terhidrasi
normal distribusinya 0,15-
0,25l/kg. Obat ini berikatan
rendah dengan protein.
Ekskresi melalui ginjal
terutama dengan filtrasi
glomerulus.
Tetrasiklin Doksisiklin 100 mg ++ +++ +++ ++
Farmakodinamik : ES : Gangguan KI : Rp 6000,-
Farmakodinamik doxycycline saluran cerna Hipersensitif, /kapsul
bekerja dengan menghambat (anoreksia, mual, hamil, laktasi, (Doxicor)
sintesis protein dengan muntah, diare, dan anak < 8
berikatan ke sub-unit ribosom glositis), tahun.
30S dan diduga juga ke superinfeksi oleh
50S. Penghambatan ini jamur,
kemudian akan menghambat fotosensitivitas,
pertumbuhan bakteri. Cara kenaikan urea darah,
kerja lain diduga dengan reaksi
menyekat disosiasi dari hpersensitivitas
peptidil t-RNA dari ribosom (urtikaria,
sehingga menghentikan anafilaksis),

23
proses sintesis protein. gangguan
Farmakokinetik : hematologi (anemia
Absorpsi hemolitik,
Bioavailabilitas doxycycline trombositopenia,
minimal 80-95%. Kompleks neutropenia,
ion pada doxycycline menjadi eosinofilia).
tidak stabil pada pH asam,
sehingga absorpsi paling
banyak terjadi di duodenum.
Konsentrasi doxycycline pada
serum menurun hingga 20%
dengan pemberian makanan.
Waktu paruh absorpsi adalah
0.85 ± 0.41 jam, waktu yang
dibutuhkan oleh doxycycline
(oral) mencapai puncak
adalah 2 – 3 jam. Konsentrasi
puncak (Cmax, mg/L)
bervariasi tergantung dosis.
Distribusi
Volume distribusi

24
doxycycline adalah 50 – 80 L
atau 0.7L/kg dengan ikatan
protein sebanyak 82 – 93%,
tetapi dapat lebih rendah pada
kelompok khusus. Kurang
banyak data penelitian yang
menunjang distribusi
doxycycline pada jaringan
tubuh manusia. Konsentrasi
tertinggi dilaporkan terdapat
di liver, ginjal, dan traktus
digestif yang merupakan
organ ekskretorik.
Metabolisme
Metabolisme doxycycline
terjadi di hati. Sebagian
diinaktivasi di saluran cerna
dengan formasi kelasi.
Ekskresi
Doxycycline dieliminasi
tanpa diubah melalui rute

25
renal dan bilier. Konsentrasi
pada empedu dapat mencapai
10 – 25 kali lipat
dibandingkan di serum. 35 –
60% diekskresikan melalui
urin, dan sisanya
diekskresikan melalui feses

Cephalosporin Ceftriakson +++ ++ ++ ++


Generasi III Farmakodinamik : ES: Reaksi KI: Rp 140.000/vial
Ceftriaxone bekerja hematologik, Hipersensitif (Cefsix)
membunuh bakteri dengan gangguan saluran terhadap
menginhibisi sintesis dinding cerna (mual, muntah, sefalosporin
sel bakteri. Ceftriaxone tinja lunak,
memiliki cincin beta laktam stomatitis, glositis),
yang menyerupai struktur reaksi kulit
asam amino D-alanyl-D- (urtikaria, edema,
alanine yang digunakan untuk dermatitis alergi,
membuat peptidoglikan. pruritus, eksantema)
Tautan silang peptidoglikan
dikatalisasi oleh enzim

26
transpeptidase yang
merupakan Penicillin-Binding
Proteins (PBP).
Karena strukturnya yang
mirip dengan asam amino D-
alanyl-D-alanine, ceftriaxone
secara ireversibel berikatan
dengan Penicillin-Binding
Proteins (PBP) yang terletak
pada membran dalam bakteri.
Ikatan ini kemudian
menginaktivasi PBP sehingga
mengganggu proses
transpeptidasi peptidoglikan
yang berperan menentukan
kekuatan dan rigiditas
membran sel. Sebagai
hasilnya, sel akan lisis akibat
rusaknya integritas membran
sel.
Sebagai sefalosporin generasi

27
ketiga, ceftriaxone adalah
antibiotik spektrum luas.
Dibanding sefalosporin
generasi pertama dan kedua,
ceftriaxone memiliki aksi
yang lebih baik dalam
melawan bakteri gram
negatif, dan memiliki efikasi
yang lebih rendah dalam
melawan bakteri gram positif.
Farmakokinetik :
Absorpsi
Pemberian secara
intramuskular diabsorpsi
secara menyeluruh. Pada
pemberian dosis 1 gram
secara intramuskular,
ceftriaxone akan mencapai
konsentrasi plasma puncak
sebesar 81 mg/l dalam 2-3
jam. Pada pemberian 1 gram
ceftriaxone secara intravena,
konsentrasi puncak plasma

28
mencapai 200 mg/l jika
pemberian dilakukan secara
bolus dan 150 mg/l pada
pemberian secara infus.
Distribusi
Ceftriaxone didistribusikan
dengan baik ke dalam cairan
dan jaringan tubuh. Sebanyak
85-95% berikatan dengan
protein plasma. Volume
distribusi berkisar antara 5,8-
13,5 l. Obat ini dapat
melewati sawar darah otak
dan mencapai konsentrasi
terapeutik pada cairan
serebrospinal. Ceftriaxone
ditemukan dapat melewati
plasenta dan ASI dalam
konsentrasi yang rendah.
Metabolisme
Ceftriaxone dimetabolisme di
hati.
Eliminasi
Sebagian besar obat ini
diekskresikan melalui urin,

29
yaitu sebanyak 40-67%.
Sisanya disekresikan ke
dalam cairan empedu dan
ditemukan pada feses dalam
bentuk inaktif. Ceftriaxone
memiliki waktu paruh yang
lama, yaitu mencapai 6-9 jam

Makrolid Azitromisin +++ +++ ++ +++


Farmakodinamik : ES: Mual, rasa tidak KI: Rp
Azithromycin bekerja dengan enak pada perut, Hipersensitif 13.430/kapsul
menghambat sintesis protein muntah, kembung, terhadap (Mezatrin 250)
bakteri dengan cara berikatan diare, gangguan azitromisin atau
pada subunit ribosomal 50S pendengaran, nefritis antibiotik
dan ikatan polipeptida interstisial, gagal makrolida lain
mikroba. Azithromycin ginjal akut, fungsi
bersifat basa sehingga lebih hati abnormal,
mudah dan lebih cepat kebingungan mental,
berpenetrasi ke dalam sakit kepala,
mikroba. Azithromycin juga somnolen
dapat menghambat
pertumbuhan dan

30
pembentukan biofilm bakteri
yang berfungsi melindungi
bakteri dari antibiotik.
Farmakokinetik :
Absorbsi
Azitromisin diabsorbsi baik
di usus halus bagian atas,
namun karena sifatnya yang
basa azitromisin mudah
hancur oleh asam lambung
yang terdapat pada usus
halus. Oleh sebab itu obat ini
harus diberikan dalam bentuk
kapsul salut enterik. Kadar
puncaknya akan dicapai
dalam waktu satu setengah
jam pada orang normal dan
lima jam pada penderita
anuri.
Distribusi
Azitromisin didistribusikan

31
secara luas keseluruh tubuh
kecuali otak dan cairan
serebrospinal. Pada fungsi
ginjal yang buruk tidak
diperlukan penyesuaian dosis.
Eliminasi
Waktu eliminasi yang
dibutuhkan oleh obat ini
cukup lama, yaitu sekitar dua
sampai dengan 4 hari.
Azitromisin tidak dibersihkan
oleh dialisis. Sejumlah besar
azitromisin yang diberikan
diekskresi dalam empedu dan
hilang dalam feses, dan hanya
5% yang diekskresikan
melalui urin.

32
3.2.4 Penulisan Resep

APOTEK MULAWARMAN
dr. Doni Rohmi Asti
SIP No:01/2222/3333/77

Jl. Anggur No. 77 Samarinda Telp: (0541) 444777

Samarinda, 18 Januari 2021

R/ Cefixime 400 mg tab No.II


S 1 d.d tab II ₰
R/ Paracetamol 500mg tab No. X
S prn ₰

Pro : Tn. Rama


Umur : 19thn
Alamat : Jl. Perjuangan Baru No.3 Samarinda

3.2.5 Komunikasi Terapi


1. Informasi penyakit
Uretritis gonore merupakan masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat.
Ketepatan waktu pengobatan secara efektif pada uretritis gonore dapat mengeliminasi
infeksi, mencegah terjadinya komplikasi, dan mengurangi lamanya infeksi sehingga
pada akhirnya dapat mencegah transmisi lebih lanjut. Gonore disebabkan oleh infeksi
Neisseria gonorrhea gram negatif. Bakteri ini dapat menginfeksi permukaan mukosa
pada uretra, endoserviks, rektum, faring, dan konjungtiva. Seringkali infeksi ini terjadi
secara lokal di area utama dan dapat berkembang ke area traktus genitalia yang dapat
menyebabkan penyakit inflamasi pada pelviks dan epididymo-orchitis atau menyebar
luas sebagai bakteriemia. Masa inkubasi bakteri ini terjadi dalam waktu yang pendek (2-
8 hari), biasanya menyerang mukosa membran khususnya pada laki-laki menyerang

33
uretra. Uretra merupakan tempat masuknya infeksi bakteri pertama yang menyebabkan
uretritis, yaitu uretritis anterior akut dan menyebar ke area proksimal yang
menyebabkan komplikasi lokal. Biasanya dirasakan panas pada orifisium uretra
eksterna, dysuria, pengeluaran discharge dari urethra dan rasa nyeri. Orifisium uretra
eksterna juga nampak eritema, edema, ektropion dan pada beberapa kasus terjadi
pembesaran kelenjar limfa pada inguinal. Pengeluaran discharge pada gonore biasanya
berupa pus (purulen). Kejadian gonore umumnya terjadi pada seseorang yang
melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan. Oleh karena itu,
melakukan hubungan seksual dengan aman seperti menggunakan kondom merupakan
hal yang sangat penting untuk dilakukan sebagai pencegahan, tidak hanya terjadinya
infeksi gonore namun juga HIV.
2. Informasi tujuan terapi
Pemberian nasehat kepada pasien agar dapat mempercepat proses penyembuhan
seperti:
 Istirahat yang cukup
 Mengonsumsi air putih yang cukup, khususnya mengonsumsi jus buah untuk
meningkatkan asam di urine. Urine yang mengandung asam dapat mengurangi
penyebaran infeksi.
 Sering mencuci tangan untuk menghindari penyebaran
 Tidak melakukan hubungan seks hingga dinyatakan pulih oleh dokter
 Hindari hubungan seks berisiko, gunakan kondom sebagai pengaman
 Jika pasangan seks terinfeksi, harus segera mendapatkan pengobatan untuk
menghindari ping-pong phenomenon
 Terapi simptomatik dengan antipiretik bila penderita mengeluh nyeri atau
demam.
3. Informasi obat dan penggunaan
Antibiotik Cefixime 1 x 400 mg dosis tunggal.
Paracetamol diminum untuk mengatasi nyeri atau demam (jika ada)

34
3.2.6 Monitoring dan Evaluasi

 Pasien dijelaskan untuk kontrol ulang ke poliklinik setelah 3 hari minum obat.
Mengevaluasi apakah terdapat resisten, efek samping atau efek toksik serta
konsistensi pemberian antibiotik.
 Diberikan KIE mengenai pencegahan, penularan dan pengobatan penyakit.
Penjelasan tentang penyakit HIV juga diberikan pada pasien ini.

35
BAB IV
PENUTUP

Adapun kesimpulan dari kasus pasien di atas antara lain:

4.1 Pasien menderita ureteritis gonore


4.2 Terapi farmakologis yang diberikan adalah antibiotik golongan sefalosporin,
cefixime 1x 400 mg dosis tunggal dan paracetamol untuk mengatasi nyeri
4.3 Terapi harus memperhatikan indikasi, kontraindikasi serta efek samping
pengobatan
4.4 Interaksi obat cefixime dapat terjadi dengan penggunaan bersama obat golongan
aminoglikosida dapat meningkatkan efek nefrotoksik, menimbulkan ptekie
universal bila digunakan bersamaan ofloxasin, penggunaan dengan warfarin dapat
memperpanjang waktu prothrombin

36
Daftar Pustaka
Gonorrhea: CDC's sexually transmitted diseases treatment guidelines 2010 chapter 7.
US Centers for Disease Control. . (2010). CDC.
Centers for Disease Control and Prevention: Sexualy Transmitted Diseases
Surveillance. MMWR Morb Mortal Wkly. (2011). CDC.
Bignell C, F. M. (2011). UK national guideline for the management of gonorrhea in
adults. Int J STD AIDS, 22:541.
Bignell C, U. M. (2012). European Guideline on the Diagnosis and Treatment of
Gonorrhoea in Adults. Departement of Microbiological Surveilance and
Research . Copenhagen, Denmark: Staten Serum Institut.
DP, N. (2012). Makalah Mata Kuliah Dasar-Dasar Patologi Umum Tentang Penyakit
Gonore. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. Semarang.
Hatta TH, A. M. (2012). Urethritis Gonorrhea in Homosexual. Department of
Dermatovenerology Medical Faculty of Hasanuddin University/Wahidin
Sudirohusodo Hospital . Makassar.
Kamanga G, M. C. (2010). View Point: Gentamicin for treatment of gonococcal
urethritis in Malawi. Malawi Medical Journal, 22(3):163-164.
Karnath, B. (2009). Manifestations of Gonorrhea and Clamydial Infection. University of
Texas Medical Branch at Galveston. Texas.

37

Anda mungkin juga menyukai