Anda di halaman 1dari 108

MAKALAH PERBAIKAN MATERNITAS II

“INFEKSI MATERNAL”

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah
Keperawatan Maternitas II

Di Susun Oleh :

Fitria Budi Rochmawati KHGC17102


Lazuardi Imani KHGC 17040
Ilma Septianti KHGC17088
Muhammad Ilham Fathurahman KHGC17045
Yusril Muchtar Fadil KHGC17038

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil 'alamin, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam
yang telah menganugerahkan keimanan, keislaman, kesehatan, dan kesempatan
sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan baik. Makalah dengan judul
"Infeksi Maternal" ini disusun dalam rangka memenuhi tugas semester pendek mata
kuliah Keperawatan Maternitas II.

Penyusunan makalah ini tak lepas dari campur tangan berbagai pihak yang
telah berkontribusi secara maksimal. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya.

Meski demikian, penulis meyakini masih banyak yang perlu diperbaiki dalam
penyusunan makalah ini, baik dari segi dalil, sumber hukum, tata bahasa, dan bahkan
tanda baca sehingga sangat diharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian sebagai
bahan evaluasi penulis.

Demikian, besar harapan penulis agar makalah ini dapat menjadi bacaan
menarik bagi pembaca.

Garut, 14 Agustus 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan
Infeksi dalam kehamilan bertanggung jawab untuk morbiditas dan mortalitas
signifikan. Beberapa akibat infeksi maternal berlangsung seumur hidup,
seperti infertilitas dan sierilitas. Kondisi-kondisi lain, seperti infeksi yang
didapat secara kongenital, seringkali mempengaruhi lama dan kualitas hidup.
Kehamilan dianggap sebagaia kondisi immunosupresi. Perubahan respon
imun dalam kehamilan dapat menurunkan kemampuan ibu melawan infeksi.
Selain itu, perubahan traktus pada genetalia juga dapat mempengaruhi
kerentanan terhadap suatu infeksi.
Infeksi maternal disebabkan karena berbagai virus dan bakteri yang
menginvasi baik secara endogen maupun secara eksogen. Berbagai penyakit
bisa timbul karena infeksi maternal tersebut, klasifikasi dari macam macam
penyakit yang ditimbulkan karena infeksi antar lain :
1. Penyakit Menular Seksual (PMS)
2. Infeksi TORCH
3. Human Papiloma Virus
4. Infeksi Traktus Genetalia
5. Infeksi Pasca Partum
B. Tujuan
Untuk mengetahui jenis jenis infeksi maternal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. GONORE
1. Pengertian
Kencing nanah atau gonore (bahasa Inggris: gonorrhea atau
gonorrhoea) adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
Neisseria gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher
rahim, rektum, tenggorokan, dan bagian putih mata (konjungtiva).
Gonore bisa menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lainnya,
terutama kulit dan persendian. Pada wanita, gonore bisa menjalar ke
saluran kelamin dan menginfeksi selaput di dalam pinggul sehingga
timbul nyeri pinggul dan gangguan reproduksi.
2. Etiologi
a. Kuman : Neisseria gonorrhoea
b. Perantara : manusia
c. Tempat kuman keluar : penis, vagina, anus, mulut
d. Cara penularan : kontak seksua langsung
e. Tempat kuman masuk : penis, vagina, anus, mulut
f. Yang bisa terkena : orang yang berhubungan seks tak aman

Penyebab gonore adalah gonokok yang di temukan oleh NEISSER


pada tahun 1879 dan baru diumumkan apada tahun 1882. Kuman
tersebut termasuk dalam grup Neisseria dan dikenal ada 4 spesies,
yaitu: N. gonorrhoeae dan N. meningitidis yang bersifat patogen, serta
N. cattarrhalis dan N. pharyngis sicca yang bersifat komensal.
Keempat spesies ini sukar dibedakan kecuali dengan tes fermentasi.

N. gonorrhoeae adalah bakteri yang tidak dapat bergerak, tidak


memiliki spora, jenis diplokokkus gram negatif dengan ukuran 0,8 –
1,6 mikro. Bakteri gonokokkus tidak tahan terhadap kelembaban, yang
cenderung mempengaruhi transmisi seksual.

Bakteri ini bersifat tahan terhadap oksigen tetapi biasanya


memerlukan 2-10% CO2 dalam pertumbuhannya di atmosfer. Bakteri
ini membutuhkan zat besi untuk tumbuh dan mendapatkannya melalui
transferin, laktoferin dan hemoglobin. Organisme ini tidak dapat hidup
pada daerah kering dan suhu rendah, tumbuh optimal pada suhu 35-
37o dan pH 7,2-7,6 untuk pertumbuhan yang optimal.

Gonokokkus terdiri dari 4 morfologi, type 1 dan 2 bersifat


patogenik dan type 3 dan 4 tidak bersifat patogenik. Tipe 1 dan 2
memiliki pili yang bersifat virulen dan terdapat pada permukaannya,
sedang tipe 3 dan 4 tidak memiliki pili dan bersifat non-virulen. Pili
akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi
radang. Daerah yang paling mudah terinfeksi ialah daerah dengan
mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang
(immature), yakni pada wanita sebelum pubertas.

Galur N. gonorrhoeae penghasil penisilinase (NGPP) merupakan


galur gonokokus yang mampu menghasilkan enzim penisilinase atau
beta-laktamase yang dapat merusak penisilin menjadi senyawa inaktif,
sehingga sukar diobati dengan penisilin dan derivatnya, walaupun
gejala dengan peninggian dosis.

Faktor dalam penelitiannya menjelaskan beberapa faktor resiko


penularan infeksi gonore antara lain:

1. Usia muda (18-39 tahun)


2. Berganti-ganti pasangan seksual
3. Homoseksual
4. Status sosial ekonomi yang rendah
5. Mobilitas penduduk yang tinggi
6. Tidak menggunakan kondom
7. Seks anal
8. Memiliki riwayat penyakit menular seksual
3. Klasifikasi
Centers for Disease Control and Prevention (2015) mengklasifikasikan
gonore menjadi 4 golongan yaitu:
a. Infeksi gonokokal non komplikasi/ Uncomplicated Gonococcal
Infections. Infeksi gonokokal yang termasuk dalam golongan ini
adalah infeksi gonokokal urogenital (serviks, uretra dan rektum),
faring dan gonokokal konjungtivitis.
b. Infeksi gonokokal diseminasi/ Disseminated Gonococcal
Infections. Infeksi gonokokal diseminasi ditandai dengan
munculnya lesi pada kulit, arthritis dan seringkali komplikasi
perihepatitis, endokarditis dan meningitis.
c. Infeksi gonokokal pada neonatus/ Gonococcal Infections Among
Neonates. Infeksi gonokokal dapat menjadi masalah serius bagi ibu
hamil yang terinfeksi dikarenakan dapat mengakibatkan ophtalmia
neonatorum/ infeksi konjungtivitis pada bayi baru lahir sehingga
terjadi kebutaan pada bayi baru lahir. Infeksi gonokokal pada
neonatus terdiri dari ophtalmia neonatorum dan gonococcal scalp
abscesses.
d. Infeksi gonokokal pada bayi dan anak/ Gonococcal Infections
Among Infants and Children. Golongan klasifikasi ini sama
dengan golongan infeksi gonokokal non komplikasi dan infeksi
gonokokal diseminasi, tetapi golongan ini dibuat untuk
memberikan panduan pengobatan yang lebih efektif berdasarkan
usia.
4. Patofisiologi
Setelah melekat, gonokokus berpenetrasi ke dalam sel epitel
dan melalui jaringan sub epitel di mana gonokokus ini terpajan ke
system imun (serum, komplemen, immunoglobulin A(IgA), dan lain-
lain), dan difagositosis oleh neutrofil. Virulensi bergantung pada
apakah gonokokus mudah melekat dan berpenetrasi ke dalam sel
penjamu, begitu pula resistensi terhadap serum, fagositosis, dan
pemusnahan intraseluler oleh polimorfonukleosit. Faktor yang
mendukung virulensi ini adalah pili, protein, membrane bagian luar,
lipopolisakarida, dan protease IgA.
Bakteri secara langsung menginfeksi uretra, endoserviks,
saluran anus, konjungtiva dan farings. Infeksi dapat meluas dan
melibatkan prostate, vas deferens, vesikula seminalis, epididimis dan
testis pada pria dan kelenjar skene, bartholini, endometrium, tuba
fallopi dan ovarium pada wanita.
5. Pathway
6. Penatalaksanaan
Berdasarkan rekomendasi dari Centers for Disease Control
(CDC) untuk pengobatan gonore dengan pemberian seftriakson 250
mg dosis tunggal secara intramuskuler dan sefiksim 400 mg dosis
tunggal secara oral sebagai regimen alternatif apabila terapi dengan
seftriakson gagal.3 Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014 penatalaksanaan gonore adalah
sebagai berikut :
a. Memberitahu pasien untuk tidak melakukan kontak seksual hingga
dinyatakan sembuh dan menjaga kebersihan genital.
b. Pemberian farmakologi dengan antibiotik: Tiamfenikol, 3,5 gr per
oral (p.o) dosis tunggal, atau ofloksasin 400 mg (p.o) dosis
tunggal, atau Kanamisin 2 gram Intra Muskular (I.M) dosis
tunggal, atau spektinomisin 2 gram I.M dosis tunggal. Catatan:
tiamfenikol, ofloksasin dan siprofloksasin merupakan
kontraindikasi pada kehamilan dan tidak dianjurkan pada anak dan
dewasa muda.
Dari data tersebut dapat menjadi pertimbangan untuk melakukan
penelitian sensitivitas antibiotik siprofloksasin sebagai salah satu
pilihan obat alternatif yang dapat digunakan untuk pengobatan
penyakit gonore.
7. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Identitas
Nama, Umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, pekerjaan,
pendidikan, status perkawinan, alamat, tanggal masuk Rumah
Sakit.
2. Keluhan Utama
Biasanya nyeri saat kencing
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Tanyakan penyebab terjadinya infeksi, bagaimana gambaran
rasa nyeri, daerah mana yang sakit, apakah menjalar atau tidak,
ukur skala nyeri dan kapan keluhan dirasakan.
4. Riwayat Penyakit Dulu
Tanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit parah
sebelumnya, (sinovitis, atritis)
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah dikeluarga klien ada yang menderita
penyakit yang sama dengan klien.
6. Pengkajian Pola Fungsional
a. Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Biasanya pasien tidak menyadari bahwa ia telah menderita
penyakit gonorhea. Dia akan menyadari setelah penyakit
tersebut telah parah.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Biasanya kebutuhan nutrisi tidak terganggu, namun apabila
infeksi terjadi pada tenggrokan maka pasien akan
merasakan nyeri pada tenggorokannya sehingga ia akan
sulit makan.
c. Pola eliminasi
Penderita akan mengalami gejala seperti desakan untuk
berkemih, nyeri ketika berkemih dan keluar cairan pada
alat kelamin. Kaji frekwensi, warna dan bau urin d.
d. Pola latihan /aktivitas
Tanyakan bagaiman pola aktivitas klien. Biasanya aktivitas
klien tidak begitu terganggu.
e. Pola istirahat tidur
Tanyakan bagaimana pola tidur klien, apakah klien merasa
terganggu dengan nyeri yang dirasakannya.
f. Pola persepsi kognitif
Biasanya pola ini tidak terganggu, namun apabila terjadi
infeksi pada mata pasien maka kita harus mengkaji
peradangan pada konjunctiva pasien.
g. Pola persepsi diri
Tanyakan kepada klien bagaimana ia memandang penyakit
yang dideritanya. Apakah klien bisa menerima dengan baik
kondisi yang ia alami saat ini. Tanyakan apakah sering
merasa marah, cemas, takut, depresi, karena terjadi
perubahan pada diri pasien. Biasanya klien merasa cemas
dan takut terhadap penyakitnya.
h. Pola Koping dan toleransi stress
Kaji bagaimana pola koping klien, bagaimana tingkat stres
klien, apakah stres yang dialami mengganggu pola lain
seperti pola tidur, pola makan dan lain-lain. Tanyakan apa
yang dilakukan klien dalam menghadapi masalah dan
apakah tindakan tersebut efektif untuk mengatasi masalah
tersebut atau tidak. Apakah ada orang lain tempat berbagi
dan apakah orang tersebut ada sampai sekarang. Apakah
ada penggunaan obat untuk penghilang stress
i. Pola peran hubungan
Bagaimana peran klien dalam keluarga dan masyarakat.
Apakah hubungan klien dengan keluarga dan masyarakat.
Apakah klien mampu bergaul dengan masyarakat dengan
baik. Tanyakan tentang sistem pendukung dalam
kehidupan klien seperti: pasangan, teman, dll. Biasanya
klien merasa kesepian dan takut tidak diterima dalam
lingkungannya.
j. Pola reproduksi seksual
Perawat perlu mengkaji bagaimana pola reproduksi seksual
klien. Berapa jumlah anak klien. Tanyakan masalah seksual
klien yang berhubungan dengan penyakitnya.
k. Pola keyakinan
Tanyakan apa keyakinan atau agama klien, bagaimana
aktivitas ibadah klien, apakah klien taat beibadah.
Tanyakan apakah ada pengaruh agama dalam kehidupan.
7. Diagnosa dan Intervensi
a. Diagnosa Keperawatan : Nyeri berhubungan dengan
reaksi infalamasi Tujuan Perawatan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan:
1. Mengenali faktor penyebab
2. Menggunakan metode pencegahan non analgetik untuk
mengurangi nyeri
3. Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan
4. Melaporkan nyeri yang sudah terkontrol
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi,
karakteristik, dan onset, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas/beratnya nyeri, dan faktorfaktor presipitasi.
2. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari
ketidaknyamanan, khususnya ketidakmampuan untuk
komunikasi secara efektif.
3. Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat
mengekspresikan nyeri
4. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
5. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon klien terhadap ketidaknyamanan
(ex.: temperatur ruangan, penyinaran, dll)
6. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologik
(misalnya : relaksasi, guided imagery, terapi musik,
distraksi, aplikasi panas – dingin, massage, TENS, hipnotis,
terapi aktivitas)
7. Berikan analgesik sesuai anjuran
8. Tingkatkan tidur atau istirahat yang cukup
9. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
yang telah digunakan.
b. Diagnosa Keperawatan : Hipertermi berhubungan
dengan proses inflamasi.
Tujuan Kepertawatan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan:
a Suhu dalam rentang normal
b Nadi dan RR dalam rentang normal
c Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
IntervensiKeperawatan :
a Monitor vital sign
b Monitor suhu minimal 2 jam
c Monitor warna kulit
d Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
e Selimuti klien untuk mencegah hilangnya panas tubuh
f Kompres klien pada lipat paha dan aksila
g Berikan antipiretik bila perlu
c. Diagnosa Keperawatan : inkontinensia urin
berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan Keperawatan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan:
a Urin akan menjadi kontinens
b Eliminasi urin tidak akan terganggu: bau, jumlah,
warna urin dalam rentang yang diharapkan dan pengeluaran
urin tanpa disertai nyeri

Intervensi Keperawatan :
a Pantau eliminasi urin meliputi: frekuensi, konsistensi,
bau, volume, dan warna dengan tepat.
b Pantau spesimen urine pancar tengah untuk urinalisis.
c Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala
inferksi saluran kemih.
d Sarankan pasien untuk minum sebanyak 3000 cc per
hari.
e Rujuk pada ahli urologi bila penyebab akut ditemukan.
d. Diagnosa Keperawatan : Kurang Pengetahuan
berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat
tentang program pengobatan
Tujuan Keperawatan :
Klien memiliki tingkat pemahaman tentang program
pengobatan penyakit gonorrhoe
Intervensi Keperawatan :
a Kaji pemahaman klien tentang program pengobatan
penyakit gonorrhoe
b Lakukan penilaian tingkat pengetahuan klien tentang
program pengobatan penyakit gonorrhoe.
c Tentukan kemampuan klien untuk menerima informasi
kesehatan yang akan diberikan
d Berikan pengajaran sesuai kebutuhan tentang program
pengobatan penyakit gonorrhoe.
e Lakukan evaluasi terhadap progran pengajaran yang
telah diberikan

e. Diagnosa Keperawatan : Risiko penularan


berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang sifat
menular dari penyakit
Tujuan keperawatan :
Dapat meminimalkan terjadinya penularan penyakit pada
orang lain
Intervensi Keperawatan :
Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dengan
menjelaskan tentang :
Bahaya penyakit menular, pentingnya memetuhi
pengobatan yang diberikan, jelaskan cara penularan PMS
dan perlunya untuk setia pada pasangan dan hindari
hubungan seksual sebelum sembuh dan memakai kondom
jika tidak dapat menghindarinya.

B. SIFILIS

1. Pengertian

Sifilis adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri

spiroset Treponema pallidum sub-spesies pallidum. Rute utama

penularannya melalui kontak seksual; infeksi ini juga dapat ditularkan dari

ibu ke janin selama kehamilan atau saat kelahiran, yang menyebabkan

terjadinya sifilis kongenital. Penyakit lain yang diderita manusia yang


disebabkan oleh Treponema pallidum termasuk yaws (subspesies

pertenue), pinta (sub-spesies carateum), dan bejel (sub-spesies endemicum)

(Anonim, 2014).

Sifilis atau penyakit Raja Singa adalah salah satu penyakit menular

seksual (PMS) yang kompleks, disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema

pallidum. Perjalanan penyakit ini cenderung kronis dan bersifat sistemik.

Hampir semua alat tubuh dapat diserang, termasuk sistem kardiovaskuler

dan saraf. Selain itu wanita hamil yang menderita sifilis dapat menularkan

penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis kongenital yang dapat

menyababkan kelainan bawaan atau bahkan kematian. Jika cepat terdeteksi

dan diobati, sifilis dapat disembuhkan dengan antibiotika. Tetapi jika tidak

diobati, sifilis dapat berkembang ke fase selanjutnya dan meluas ke bagian

tubuh lain di luar alat kelamin (Hartono Olivia R, 2008: 2).

Asal penyakit ini tidak jelas. Sebelum tahun 1492, penyakit ini

belum dikenal di Eropa. Ada yang berpendapat bahwa penyakit ini

berasal dari penduduk indian yang dibawa oleh anak buah Christopher

Colombus sewaktu mereka kembali ke Spanyol dari benua Amerika pada

tahun 1492. Pada tahun 1494 terjadi epidemi di Napoli, Italia. Pada abad

ke 18 baru diketahui bahwa penyebaran sifilis dan gonore terutama

disebabkan oleh senggama dan keduanya dianggap sebagai infeksi yang

sama. Dengan berjalannya waktu, akhirnya diketahui bahwa kedua


penyakit itu disebabkan oleh jenis kuman yang berbeda dan gejala

klinisnyapun

2. Etiologi

Etiologi dari penyakit sifilis, antara lain: Penyebab sifilis ditemukan

oleh SCHAUDINN dan HOFMAN ialah Treponema palidum yang

termasuk ordo, Spirochaetaceae dan genus Treponema bentuknya spiral

panjang antara 6-15 um dan lebar 0,15 um terdiri atas 8-24 lekukan.

Geraknya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan

pembuka botol membiak secara pembelahan melintang, pada stadium

aktif terjadi setiap 30 jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat

dilakukan diluar badan. Diluar badan kuman tersebut mudah mati

sedangkan dalam darah untuk transfusi dapat hidup sampai 72 jam.

3. Klasifikasi

Klasifikasi dari Penyakit Sifilis secara khusus, antara lain:

a. Sifilis Stadium 1 : Terjadi efek primer berupa papul, tidak nyeri

(indolen). Sekitar 3 minggu kemudian terjadi penjalaranke kelenjar

ingunial medial. Timbul lesi pada lesi pada alat kelamin,ekstragenital

seperti bibir,lidah,tonsil,puting susu,jari dan anus,misalnya pada

penularan ekstrakoital.
b. Sifilis Stadium II : Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, subfebris,

anoreksia, nyeri pada tulang ,leher, timbul macula, papula, pustul dan

rupia. Kelainan selaput lendir dan limfadenitis yang generalisata.

c. Sifilis Stadium III : Terjadi guma setelah 3-7 tahun setelah

infeksi.Guma dapat timbul pada semua jaringan dan organ,membentuk

nekrosis sentral juga ditemukan di organ dalam,yaitu lambung,paru-

paru ,dll. Nodus di bawah kulit 9dapat berskuma). tidak nyeri.

d. Sifilis Kongenital :

1) Sifilis Kongenital Dini: Dapat muncul beberapa minggu (3

minggu) setelah bayi dilahirkan. Kelainan berupa vesikel, bula, pemfigus

sifilitika, papul, skuma, secret hidung yang sering bercampur darah,

adanya osteokondritis pada foto roentgen.

2) Sifilis Koegenital Lanjut : Terjadi pada usia 2 tahun lebih. Pada

usia7-9 tahun dengan adanya keratitis intersial (menyebabkan kebutaan),

ketulian, gigi hutchinson, paresis, perforasi palatum durum, serta kelainan

tulang tibia dan frontalis.

3) Sifilis Stigma : Terdapat garis-garis pada sudut mulut yang

jalannya radier, gigi Hutchinson, gigi molar pertama berbentuk murbai

dan penonjoan tulang frontal kepala (frontal bossing)

e. Sifilis Kardiovaskular : Umumnya bermanifestasi selama 10-20

tahun setelah infeksi. Biasanya disebabkan oleh nekrosis aorta yang


berlanjut ke arah katup dan ditandai oleh insufisiensi aorta atau

ancureksma, berbentuk kantong pada aorta torakal.

f. neurosifilis:

1) neurosifilis asimtomatik: pada sifilis ini tidak ada tanda dan

gejala kerusakan susunan saraf pusat, pemeriksaan sumsum tulang

belakang menunjukkan kenaikan sel, protein total dan tes serologis

reaktif.

2) nerosifilis meningovaskuler: adanya tanda kerusakan susunan

saraf pusat yakni kerusakan pembuluh darah serebrum, infark dan

ensefalomalasia, pemeriksaan sumsum tulang belakang menunjukan

kenaikan sel, protein total dan tes serologis reaktif.

3) neurosifilis parekimatosa yang terdiri dari paresis dan tabes

dorsalis: gejala dan tanda paresis sangatlah banyak dan menunjukan

penyebaran kerusakan parekimatosa, gejala tabes dorsalis, yaitu

parestesia, ataksia, arefleksia, gangguan kandungan kemih, impotensi dan

perasaan nyeri.

4. Patofisiologi

Bakteri Treponema pallidum masuk ke dalam tubuh manusia

mengalami kontak, organisme dengan cepat menembus selaput lendir

normal atau suatu lesi kulit dalam beberapa jam. Kuman akan memasuki

limfatik dan darah dengan memberikan manifestasi infeksi sistemik. Pada

tahap sekunder, SSP merupakan target awal infeksi, pada pemeriksaan


menunjukkan bahwa lebih dari 30% dari pasien memiliki temuan

abnormal dalam cairan cerebrospinal (CSF).

Selama 5-10 tahun pertama setelah terjadinya infeksi primer tidak diobati,

penyakit ini akan menginvasi meninges dan pembuluh darah, sehingga

dapat mengakibatkan neurosifilis meningovaskuler. Kemudian parenkim

otak dan sumsun tulang belakang mengalami kerusakan sehingga terjadi

kondiri parenchymatos neurosifilis. Terlepas dari tahap penyakit dan

lokasi lesi, hispatologi dari sifilis menunjukkan tanda-tanda

endotelialarteritis. Endotelialarteritis disebabkan oleh peningkatan

spirochaeta dengan sel

endotel yang dapat sembuh dengan jaringan parut.

5. Pathway
6. Penatalaksanaan

a. penatalaksanaan medis : penderita sifilis diberi antibiotik penisilin

(paling efektif), bagi yang alergi penisilin diberikan tetrasiklin 4x500

ml/hr, atau eritomisin 4x500 mg/hr, atau doksisiklin 2x100 mg/hr. Lama

pengobatan selama 15 hari pagi S I & S II dan 30 hari untuk stadium

laten. Eritromisin diberikan bagi ibu hamil, efektifitas meragukan.

Doksisiklin memiliki tingkat absorpsi lebih baik dari tertrasiklin yaitu 90-

100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%.

1. sifilis primer dan sekunder

a. penilaian pensatin G dosis 4,8juta unit IM (2,4juta unit /kali) dan

diberikan 1x seminggu

b. penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi

IM sehari selama 10 hari


c. penisilin prokain + 2% alumunium monostearat, dosis total 4,8

juta unit, diberikan 2,4juta unit/kali sebanyak 2 kali seminggu

2. sifilis laten

a. penisilin pensatin G dosis total 7,2 juta unit

b. penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 12juta unit

(600.000 sehari).

c. penisilin prokain +2% alumunium monostearat,dosis total 7,2

juta unit(diberikan 1,2 juta unit/kali,dua kali seminggu).

3. sifilis III

a) penisilin benzatin G dosis total 9,6 juta unit

b) penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta unit

(600.000 unit)

c) penisiln prokain = 2 % alumunium monosterat,dosis total 9,6

juta unit(diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali semingu).

4. untuk pasien sifilis I dan II yang elergi terhadap penisilin,dapat

diberikan:

a. tatrasiklin 500 mg/oral,4x sehari selama 15 hari

b. ritromisin 500/ oral, 4x sehari selama 15 hari.

5. untuk pasien sifilis laten lanjut (>1 thn) yang elergi terhadap

penisilin, dapat diberikan:

a. tatrasiklin 500 mg/oral,4x sehari selama 30hari


b. eritromisin 500/ oral, 4x sehari selama 30 hari.

b. Penatalaksanaan keperawatan

Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan hal – hal

sebagai berikut:

1) Bahaya PMS dan komplikain

2) Pentingnya mamatuhi pengobatan yang diberikan

3) Cara penularan PMS dan penobatan untuk pasangan seks tetapnya

4) Hindari hubungan seks sebelum sembuh dan memakai kondom jika

tidak dapat dihindari lagi

5) Pentingnya personal hygiene khususnya pada alat kelamin

6) Cara –cara mnghindari PMS di masa mendatang.

7. Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Biodata

a. Identitas Pasien

Di dalam identitas hal-hal yang perlu di kaji antara lain nama

pasien, alamat pasien, umur pasien biasnya kejadian ini mencakup

semua usia antara anak-anak sampai dewasa, tanggal masuk ruma sakit

penting untuk di kaji untuk melihat perkembangan dari pengobatan,

penanggung jawab pasien agar pengobatan dapat di lakukan dengan

persetujuan dari pihak pasien dan petugas kesehatan.

b. Riwayat Kesehatan
 Keluhan Utama

(keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian).

Apakah ada gejala: keputihan tidak biasa jumlah banyak atau terus

keluar warna tidak biasa, rasa gatal, bau busuk amis atau asam.

 Riwayat penyakit Sekarang

(riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit).

Apakah ada gejala: keputihan tidak biasa jumlah banyak atau terus

keluar warna tidak biasa, rasa gatal, bau busuk amis atau asam.

Apakah nyeri saat BAK, apakah ada pembengkakan kelenjar lipat

paha, nyeri perut bagian bawah (nyeri berkepanjangan, hanya saat

haid, hanya saat hubungan seksual), apakah ada daging atau kutil

pada alat kelamin, gangguan menstruasi, kapan terjadi haid

terakhir (sedang haid sekarang atau sedang hamil)

c. Riwayat penyakit keluarga

(adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota

keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetis

maupun tidak).

Apakah ada anggota keluarga yang juga pernah terkena penyakit

tumor mata, tumor lain, atau penyakit degeneratif lainnya

d. Riwayat penyakit dahulu


(riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah

diderita oleh pasien). Apakah klien ada riwayat terkena penyakit

menular seksual.

Faktor resiko (pasien sendiri bukan pasangannya) lebih dari satu

pasangan seksual dalam satu bulan terakhir, hubungan seksual

dengan pekerja seks dalam 1 bulan terakhir, mengalami 1 atau

lebih episode PMS dalam 1 tahun terakhir, pekerjaan suami

beresiko tinggi.

1. Pemeriksaan Fisik

a. Sistem integument

Kulit : biasanya terdapat lesi. Berupa papula, makula, postula.

b. Kepala dan Leher

1) Kepala : Biasanya terdapat nyeri kepala

2) Mata : Pada sifilis kongenital terdapat kelainan pada mata (keratitis

inter stisial).

3) Hidung : Pada stadium III dapat merusak tulang rawan pada hidung

dan palatum.

4) Telinga : Pada sifilis kengenital dapat menyebabkan ketulian.

5) Mulut : Pada sifilis kongenital, gigi Hutchinson (incisivus I atas

kanan dan kiri bentuknya seperti obeng).


6) Leher : Pada stadium II biasanya terdapat nyeri leher.

c. Sistem Pernafasan : kelelahan terus menerus, kaku kuduk, malaise. Tanda

(kelemahan, perubahan tanda-tanda vital)

d. Sistem kardiovaskuler : Kemungkinan adanya hipertensi, arteriosklerosis

dan penyakit jantung reumatik sebelumnya.

e. Sistem penceranaan : Biasanya terjadi anorexia pada stadium II.

f. Sistem musculoskeletal : Pada neurosifilis terjadi athaxia.

g. Sistem Neurologis : Biasanya terjadi parathesia.

h. Sistem perkemihan : penurunan berkemih, nyeri pada saat kencing,

kencing keluat nanah. Tanda : kencing bercampur nanah, nyeri pada saat

kencing.

i. Sistem Reproduksi : Biasanya terjadi impotensi.

3. Pengkajian 11 Fungsional Gordon

1. Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan

a. Tanyakan pada klien bagaimana pandangannya tentang penyakit

yang dideritanya dan pentingnya kesehatan bagi klien?

b. Kaji apakah klien merokok atau minum alkohol?

c. Apakah klien mengetahui tanda dan gejala penyakitnya?

2. Pola nutrisi metabolik

a. Tanyakan kepada klien bagaimana pola makannya sebelum sakit

dan pola makan setelah sakit?


b. Apakah ada perubahan pola makan klien?

c. Kaji apa makanan kesukaan klien?

d. Kaji riwayat alergi makanan maupun obat-obatan tertentu.

e. Biasanya klien mengalami gejala: anoreksia, nausea

f. Tanda: vomiting

3. Pola eliminasi

a. Kaji bagaimana pola miksi dan defekasi klien apakah mengalami

gangguan?

b. Kaji apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi nya?

c. Apakah klien merasakan nyeri saat BAK dan BAB?

d. Apakah penyakit ini mengganggu kenyamanan saat BAK dan

BAB?

e. Biasanya klien mengalami gejala: penurunan berkemih, nyeri pada

saat kencing, kencing keluar Nanah.

f. Tanda: kencing bercampur nanah,nyeri pada saat kencing.

4. Pola aktivas latihan

a. Kaji bagaimana klien melakukan aktivitasnya sehari-hari sebelum

menghadapi pembedahan, apakah klien dapat melakukannya

sendiri atau malah dibantu keluarga?

b. Apakah aktivitas terganggu karena penyakit yang dihadapinya?

c. Biasanya klien mengalami gejala: kelelahan terus- menerus, kaku

kuduk, malaise.
d. Tanda: kelemahan, perubahan tanda- tanda vital (tekanan darah

kadang-kadang naik)

5. Pola istirahat tidur

a. Kaji perubahan pola tidur klien, berapa lama klien tidur dalam

sehari?

b. Apakah klien mengalami gangguan dalam tidur, seperti nyeri ?

6. Pola kognitif persepsi

a. Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan

pada panca indra?

b. Bagaimana kemampuan berkomunikasi, memahami serta

berinteraksi klien terhadap orang lain?

7. Pola persepsi diri dan konsep diri

a. Kaji bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang

dideritanya apakah klien merasa rendah diri ?

b. Apakah sering merasa marah, cemas, takut, depresi, karena

penyakit yang dideritanya?

c. Apakah klien merasa kurang percaya diri karena penyakitnya?

8. Pola peran hubungan

a. Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan

selama dirawat di Rumah Sakit dan bagaimana hubungan sosial klien

dengan masyarakat sekitarnya?


b. Biasanya klien akan kurang percaya diri bergaul dengan

masyarakat

9. Pola reproduksi dan seksualitas

a. Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan?

b. Apakah ada perubahan kepuasan pada seksualitas klien

c. Kaji pasien, apakah saat berhubungan memakai alat pelindung?

d. Apakah klien mengganti-ganti pasangannya?

e. Biasanya pada pemeriksaan alat kelamin bagian luar ditemukan:

1) Ulkus genital: sakit bila disentuh, tepi luka jelas atau tepi

mengantong

Pembengkakan Kelenjar Inguinal: sakit bila disentuh, bekas luka

kelenjar lipat paha

2) Kutil Genital: vulva vagina, anus.

3) Keputihan tidak biasa jumlah banyak atau terus keluar warna

tidak biasa, rasa gatal, bau busuk amis atau asam, ada daging atau

kutil pada alat kelamin

10. Pola koping dan toleransi stress

a. Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah?

b. Apakah klien menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan

stres?

11. Pola nilai dan kepercayaan


a. Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi

penyakitnya?

b. Apakah ada pantangan agama dalam proses penyembuhan klien?

Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi pembedahan?

B. Diagnosis Keperawatan

1. Nyeri akut b.d kerusakan jaringan sekunder.

2. Hipertermi b.d respon sistemik ulkus mole

3. Gangguan integritas jaringan kulit b.d adanya ulkus pada genitalia.

C. Intervensi
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
1. Setelah dilakukan asuhan 1.  Kaji tanda- 1.  Tanda-tanda
keperawatan selama …x… jam, tanda vital; (TD, vital dapat
diharapkan nyeri N, RR) menunjukkan
berkurang/hilang,dengan 2.  Kaji keluhan, tingkat
kriteria hasil : lokasi, intensitas, perkembangan
 Pasien tidak mengeluh frekuensi dan pasien
nyeri waktu terjadinya 2.  mengindikasikan
 Skala nyeri 0-1 (0-4) nyeri (PQRST) kebutuhan untuk
 Pasien tidak gelisah intervensi dan
3.  Lakukan dan tanda-tanda
awasi latihan perkembangan atau
rentang gerak aktif resolusi komplikasi
dan pasif 3.  Mengalihkan
4.  Dorong perhatian terhadap
ekspresi, perasaan nyeri
tentang nyeri
5. Ajarkan teknik 4.  Pernyataan
relaksasi, distraksi, memungkingkan
massage pengungkapan
6.    Jelaskan dan emosi dan dapat
bantu pasien meningkatkan
dengan tindakan mekanisme koping
pereda nyeri 5.  Memfokuskan
nonfarmakologi kembali perhatian
dan noninvasive rasa control yang
dapat menurunkan
ketergantungan
farmakologis
6.  Pendekatan
dengan
menggunakan
relaksasi dan
nonfarmakologi
lainnya telah
menunjukkan
keefektifan dalam
mengurai nyeri.

2. Setelah dilakukan asuhan 1.  Pantau suhu 1.  Suhu 38,9-41


keperawatan selama 12 jam, pasien (derajat dan derajat C
diharapkan suhu tubuh rentang pola) menunjukkan
normal, dengan kriteria hasil : 2.  Berikan proses infeksius
1.Suhu tubuh normal (36-37 C) kompres hangat 2.  Membantu
2.Kulit tidak panas, tidak 3.  Anjurkan mengurangi demam
kemerahan. pasien untuk 3.  Untuk
3.Turgor kulit elastic banyak minum mengganti cairan
4.Mukosa bibir lembab 1500-2000 cc/hari tubuh yang hilang
4.  Anjurkan akibat evaporasi
pasien untuk 4.  Memberikan
menggunakan rasa nyaman dan
pakaian yang tipis pakaian yang tipis
dan mudah mudah menyerap
menyerap keringat keringat dan tidak
5.  Kolaborasi merangsang
dalam pemberian peningkatan suhu
cairan intravena tubuh
dan antipretik 5.  Pemberian
cairan sangat
penting bagi pasien
dengan suhu tubuh
yang tinggi.
Antipiretik untuk
menurunkan panas
tubuh pasien.

3. Setlah dilakukan asuhan 1.  Kaji kerusakan 1.  Menjadi data


keperawatan 1-2 minggu, kulit yang terjadi dasar untuk
diharapkan integritas kulit pada klien memberikan
membaik secara optimal, 2.  Catat ukuran informasi intervensi
dengan kriteria hasi : atau warna, perawatan luka,
1.  Pertumbuhan jaringan kedalam luka dan alkat apa yang akan
meningkat kondisi sekitar dipakai dan jenis
2.  Keadaan luka membaik luka. larutan apa yang
3.  Luka menutup 3.  Lakukan akan digunakan.
4.  Mencapai penyembuhan perawatan luka 2.  Memberikan
luka tepat wakt dengan Teknik informasi dasar
steril tentang kebutuhan
4. Bersihkan area dan petunjuk
perianal dengan tentang sirkulasi
membersihkan 3.  Perawtan luka
feses dengan teknik steril
menggunakan air. dapat Mengurangi
5. Tingkatkan kontaminasi kuman
asupan nutrisi langsung ke area
6. Anjurkan pasien luka.
untuk menjaga 4. Mencegah
kebersihan kulit meserasi dan
dengan cara mandi menjaga perianal
sehari 2 kali tetap kering
7. Kolaborasi 5.  Diet TKTP
dalam pemberian diperlukan untuk
obat antibiotika meningkatkan
topical. asupan dari
kebutuhan
pertumbuhan
jaringan
6. Menjaga
kebersihan kulit
dan mencegah
komplikasi
8. Mencegah atau
mengontrol infeksi

C. HERPES
1. Pengertian
Herpes merupakan nama kelompok virus herpesviridae yang dapat

menginfeksi manusia. Infeksi virus herpes dapat ditandai dengan

munculnya lepuhan kulit dan kulit kering. Jenis virus herpes yang paling

terkenal adalah herpes simplex virus atau HSV. Herpes simplex dapat

menyebabkan infeksi pada daerah mulut, wajah, dan kelamin (herpes

genitalia).

Genital herpes, juga umumnya disebut "herpes" adalah infeksi virus

oleh herpes simplex virus (HSV) yang ditularkan melalui kontak intim

dengan lapisan-lapisan yang ditutupi lendir dari mulut atau vagina atau

kulit genital. Virus memasuki lapisan-lapisan atau kulit melalui

robekan-robekan mikroskopik. Sekali didalam, virus berjalan ke akar-

akar syaraf dekat sumsum tulang belakang (spinal cord) dan berdiam

disana secara permanen.

Ketika seseorang yang terinfeksi mempunyai perjangkitan herpes,

virus berjalan menuruni serabut-serabut syaraf ke tempat dari asal

infeksi. Ketika ia mencapi kulit, kemerahan dan lepuhan-lepuhan

(blisters) yang khas terjadi. Setelah perjangkitan awal, perjangkitan-

perjangkitan yang berikut cenderung menjadi sporadik. Mereka

mungkin terjadi mingguan atau bahkan tahunan berpisahan. (Whitley,

Richard and Baines, Joel, 2018).

2. Etiologi
Herpes genitalis disebabkan oleh HSV atau herpes virus hominis

(HVH), yang merupakan anggota dari famili herpesviridae. Adapun

tipe-tipe dari HSV :

Herpes simplex virus tipe I : pada umunya menyebabkan lesi atau

luka pada sekitar wajah, bibir, mukosa mulut, dan leher.

Herpes simplex virus tipe II : umumnya menyebabkan lesi pada

genital dan sekitarnya (bokong, daerah anal dan paha).

Herpes simplex virus tergolong dalam famili herpes virus, selain

HSV yang juga termasuk dalam golongan ini adalah Epstein Barr

(mono) dan varisela zoster yang menyebabkan herpes zoster dan

varicella. Sebagian besar kasus herpes genitalis disebabkan oleh HSV-2,

namun tidak menutup kemungkinan HSV-1 menyebabkan kelainan yang

sama.

Pada umumnya disebabkan oleh HSV-2 yang penularannya secara

utama melalui vaginal atau anal seks. Beberapa tahun ini, HSV-1 telah

lebih sering juga menyebabkan herpes genital. HSV-1 genital menyebar

lewat oral seks yang memiliki cold sore pada mulut atau bibir, tetapi

beberapa kasus dihasilkan dari vaginal atau anal seks. ( Sutardi, 2012 )

3. Patofisiologi

Patofisiologi herpes simpleks dimulai dengan infeksi virus, namun

cara transmisi virus sedikit berbeda antara Herpes simplex virus (HSV)
tipe 1 dan tipe 2. Infeksi virus HSV tipe 1 terutama ditularkan melalui

kontak langsung dengan saliva yang terkontaminasi atau sekret tubuh

orang yang terinfeksi. Sementara HSV Tipe 2 terutama menular saat

hubungan seksual.

Virus HSV sangat pandai mengelabui sistem imun tubuh manusia

melalui beberapa mekanisme. Salah satunya adalah dengan menginduksi

terakumulasinya molekul CD1d pada antigen presenting cells.

Normalnya, molekul-molekul CD1d akan ditransportasikan ke

permukaan sel, dimana antigen dipresentasikan sebagai reaksi dari

stimulasi natural killer T-cells yang kemudian memediasi respon imun.

Ketika molekul CD1d terkumpul di dalam sel, respon imun menjadi

terhalang.

HSV juga memiliki beberapa mekanisme lain yang dapat menurunkan

regulasi berbagai macam sel imun dan sitokin. HSV mampu

menyebabkan infeksi cytolytic, sehingga terjadi perubahan patologis

karena nekrosis sel dan reaksi inflamasi. Cairan berkumpul di antara

lapisan epidermis dan dermis, sehingga terjadi pembentukan vesikel.

Cairan kemudian diabsorbsi dan meninggalkan keropeng. Penyembuhan

dapat terjadi tanpa meninggalkan parut. Dapat pula terbentuk ulkus

dangkal akibat ruptur vesikel pada membran mukosa. (Melissa, 2017).


4. Pathway
5. Penatalaksanaan

Sampai sekarang belum ada obat yang memuaskan untuk terapi

herpes genitalis, namun pengobatan secara umum perlu diperhatikan,

seperti :

1) menjaga kebersihan lokal

2) menghindari trauma atau faktor pencetus

Penggunaan idoxuridine mengobati lesi herpes simpleks secara lokal

sebesar 5% sampai 40% dalam dimethyl sulphoxide sangat bermanfaat.

Namun, pengobatan ini memiliki beberapa efek samping, di antaranya

pasien akan mengalami rasa nyeri hebat, maserasi kulit dapat juga terjadi.

Meskipun tidak ada obat herpes genital, penyediaan layanan kesehatan

anda akan meresepkan obat anti viral untuk menangani gejala dan

membantu mencegah terjadinya outbreaks. Hal ini akan mengurangi

resiko menularnya herpes pada partner seksual. Obat-obatan untuk

menangani herpes genital adalah :

1) Asiklovir

Pada infeksi HVS genitalis primer, asiklovir intravena (5 mg/kg

BB/8 jam selama 5 hari), asiklovir oral 200 mg (5 kali/hari saelama 10-14

hari) dan asiklovir topikal (5% dalam salf propilen glikol) dsapat mengurangi

lamanya gejala dan ekskresi virus serta mempercepat penyembuhan (4,5).


2) Valasiklovir

Valasiklovir adalah suatu ester dari asiklovir yang secara cepat

dan hampir lengkap berubah menjadi asiklovir oleh enzim hepar

dan meningkatkan bioavaibilitas asiklovir sampai 54%.oleh karena

itu dosis oral 1000 mg valasiklovir menghasilkan kadar obat dalam

darah yang sama dengan asiklovir intravena. Valasiklovir 1000 mg

telah dibandingkan asiklovir 200 mg 5 kali sehari selama 10 hari

untuk terapi herpes genitalis episode awal.(4,5,9)

3) Famsiklovir

Adalah jenis pensiklovir, suatu analog nukleosida yang efektif

menghambat replikasi HSV-1 dan HSV-2. Sama dengan asiklovir,

pensiklovir memerlukan timidin kinase virus untuk fosforilase

menjadi monofosfat dan sering terjadi resistensi silang dengan

asiklovir. Waktu paruh intrasel pensiklovir lebih panjang daripada

asiklovir (>10 jam) sehingga memiliki potensi pemberian dosis satu

kali sehari. Absorbsi peroral 70% dan dimetabolisme dengan cepat

menjadi pensiklovir. Obat ini di metabolisme dengan baik.

( Saenang, 2004 )
6.Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

1) Biodata :

a) Umur : dapat terjadi pada segala umur.

b) Pekerjaan : bagi orang-orang yang sering berganti-ganti

pasangan seks.

2) Keluhan Utama :

Nyeri atau gatal di area alat kelamin atau bokong, nyeri saat buang

air kecil

3) Riwayat Penyakit

a) Sekarang : Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan

klien. Pada beberapa kasus,timbul lesi/vesikel perkelompok pada

penderita yang mengalami demam atau penyakit yang disertai

peningkatan suhu tubuh atau pada penderita yang mengalami

trauma fisik maupun psikis. Penderita merasakan nyeri yang hebat,

terutama pada aera kulit yang mengalami peradangan berat dan

vesikulasi hebat.

b) Dahulu : Sering diderita kembali oleh klien yang pernah

mengalami penyakit herpessimplek atau memiliki riwayat penyakit

seperti ini.

c) Keluarga : Ada anggota keluarga atau teman dekat yang


terinfeksi virus ini.

4) Kebutuhan Psikososial

Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada pada

bagian muka atau yang dapat dilihat oleh orang, biasanya mengalami

gangguan konsep diri. Hal itu meliputi perubahan citra tubuh, ideal

diri tubuh, ideal diri, harga diri,penampilan peran, atau identitas diri.

Reaksi yang mungkin timbul adalah:

a) Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian

tubuh.

b) Menarik diri dari kontak sosial.

c) Kemampuan untuk mengurus diri berkurang.

5) Kebiasaan Sehari-hari

Dengan adanya nyeri, kebiasaan sehari-hari klien juga dapat

mengalami gangguan, terutama untuk istirahat/tidur dan aktivitas.

Terjadi gangguan BAB dan BAK pada herpes simpleks genitalis.

Penyakit ini sering diderita oleh klien yang mempunyai kebiasaan

menggunakan alat-alat pribadi secara bersama-sama atau klien yang

mempunyai kebiasaan melakukan hubungan seksual dengan

berganti-ganti pasangan.
6) Pemeriksaan fisik

a) Kedaaan Umum : luas, lokasi timbulnya lesi, dan daya tahan

tubuh klien. Pada kondisi awal/ saat proses peradangan,dapat

terjadi peningkatan suhu tubuh atau demam dan perubahan tanda-

tanda vital yang lain.

b) Kulit : adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri, edema

di sekitar lesi, dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder.

c) Genetalis :

Inpeksi : Pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu

diperhatikan adalah bagian glans penis, batang penis, uretra, dan

daerah anus. Sedangkan pada wanita, daerah yang perlu

diperhatikan adalah labia mayora dan minora, klitoris, introitus

vagina, dan serviks. Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran /

luas,warna, dan keadaan lesi.

Palpasi : kelenjar limfe regional, periksa adanyapembesaran; pada

beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar limferegional.

b. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Nyeri Akut b/d Agens Cedera Biologis, adanya infeksi virus.

2) Kerusakan Integritas Kulit b/d ulkus pada kulit

3) Resiko infeksi b/b masuknya virus Herpes

4) Hipertermia b/d penyakit

5) Keletihan b/d malaise


6) Ansietas b/d gelisah

7) Defisiensi Pengetahuan b/d Kurangnya pajanan informasi

c. Analisa Data

Ds : Nyeri atau gatal di area alat kelamin atau bokong, dan nyeri saat

buang air kecil.

Do : adanya papul pada kulit berisi cairan, ruam merah disekitar

papul, terdapat ulkus bekas garukan.

d. Rencana Keperawatan

1) Diagnosa I : Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

kriteria hasil:

a) Mengetahui faktor penyebab nyeri

b) Mengetahui permulaan terjadinya nyeri

c) Menggunakan tindakan pencegahan

d) Melaporkan gejala

e) Melaporkan kontrol nyeri

Intervensi

a) Lakukan pengkajian nyeri secara menyeluruh meliputi lokasi, durasi,

kualitas, keparahan nyeri dan factor pencetus nyeri.

b) Observasi ketidaknyamanan non verbal.


c) ajarkan untuk teknik nonfarmakologi misal relaksasi, guide imajeri,

terapi musik, distraksi.

d) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon

pasien terhadap ketidak nyamanan misal suhu, lingkungan, cahaya,

kegaduhan.

e) Kolaborasi : pemberian Analgetik sesuai indikasi

2) Diagnosa II : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ulkus

pada kulit

Kriteria hasil :

a) integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi,

elastisitas, temperatur, hidrasi dan pigmentasi)

b) tidak ada luka / lesi pada kulit

c) perfusi jaringan yang baik

d) menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah

terjadinya sedera berulang

e) mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan

perawatan alami

f) menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka

Intervensi

a) anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.

b) hindari kerutan pada tempat tidur


c) jaga kebersihan kulit ag ar tetap bersih dan kering

d) mobilisasi pasien (ubah posisi pasien ) setiap 2 jam sekali

e) monitor kulit akan adanya kemerahan

f) oleskan lotion atau minyak / baby oil pada daerah yang tertekan

g) monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

D. HIV AIDS Pada Maternal


1. Pengertian HIV/AIDS

HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang merusak

sistem kekebalan tubuh, dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4.

Semakin banyak sel CD4 yang dihancurkan, kekebalan tubuh akan semakin

lemah, sehingga rentan diserang berbagai penyakit. Sindrom Imunodefisiensi

didapat (Acquired Immunodeficiency Syndrome, AIDS) didefinisikan sebagai

bentuk paling berat dalam rangkaian penyakit yang disebabkan oleh infeksi

virus hiv( Human Immunodeficiency Virus). AIDS adalah kumpulan gejala

penyakit yang ditimbulkan karena sistem kekebalan tubuh manusia telah

terserang human immune deficiency virus (HIV). AIDS juga merupakan

sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan

tubuh yang diakibatkan oleh beberapa faktor luar mulai dari kelainan ringan

hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang

dapat membawa kematian.

2. Etiologi
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan penyakit

yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV

disebabkan oleh sekelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus. Virus

ini membawa materi genetic merea dalam bentuk asam ribonukleat (RNA)

dan bukan asam deoksiribonukleat (DNA). Infeksi HIV terjadi ketika virus

memasuki sel CD4 (T) Pejamu dan menyebabkan sel ini mereplikasi RNA

virus dan protein virus, yang pada akhirnya menyerang sel CD4 lain.

Di negara maju, risiko MTCT adalah sekitar 2% karena tersedianya

layanan optimal pencegahan penularan HIV terutama dari ibu ke bayi. Di

negara berkembang ataupun negara miskin tanpa akses terhadap fasilitas

tersebut, risiko meningkat hingga 45%.1 Pencegahan MTCT dapat dicapai

apabila: (1) terdeteksi dini, (2) terkendali (ibu melakukan perilaku hidup

sehat, ibu mendapat ARV profilaksis teratur, ANC teratur, dan petugas

kesehatan menerapkan pencegahan infeksi sesuai kewaspadaan standar),

(3) pemilihan rute persalinan yang aman (seksio sesarea), (4) pemberian

PASI (susu formula) yang memenuhi syarat, (5) pemantauan ketat tumbuh-

kembang bayi dan balita dari ibu HIV positif, dan (6) dukungan tulus dan

perhatian berkesinambungan kepada ibu, bayi, dan keluarganya.

3. Patofisiologi

Perjalanan klinis pasien dari tahap infeksi HIV sampai tahap AIDS,

sejalan dengan penurunan derajat imunitas pasien, terutama seluler dan

menunjukan gambaran penyakit yang kronis. Penurunan imunitas biasanya


diikuti adanya peningkatan risiko dan derajat keparahan infeksi

oportunistik serta penyakit keganasan. Dari semua orang yang terinfeksi

HIV, sebagian berkembang menjadi AIDS pada tiga tahun pertama, 50%

menjadi AIDS sesudah sepuluh tahun, dan hampir 100% pasien HIV

menunjukan gejala AIDS setelah 13 tahun. Infeksi HIV akan

menghancurkan sel-T, sehingga Thelper tidak dapat memberikan induksi

kepada sel-sel efektor sistem imun. Tanda dan gejala tersebut biasanya

terjadi 2-4 minggu setelah infeksi, kemudian hilang atau menurun setelah

beberapa hari. Selain infeksi primer jumlah limfosit CD4⁺ dalam darah

menurun dengan cepat. Target virus ini adalah limfosit CD4⁺ pada nodus

limfa dan tymus. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV

asimptomatik (tanpa gejala) masa tanpa gejala bisa berlangsung selama 8-

10 tahun.
4. Pathway
5. Penatalaksanaan

Selama kontak awal pada wanita yang terinfeksi HIV, tanyakan apa

yang ia ketahui tentang infeksi HIV. Pastikan bahwa wanita tersebut

ditangani oleh dokter atau pada fasilitas pelayanan yang ahli dalam

menangani orang dengan infeksi HIV. Rujukan psikologis juga mungkin

diperlukan sumber-sumber konseling untuk bantuan finansial,

perantaran hukum, pencegahan bunuh diri dan kematian mungkin

diperlukan. Semua wanita pengguna obat-obat terlarang harus dirujuk

pada program penghentian penyalahgunaan obat. Focus utama dari

konseling meliputi pencegahan penularan HIV kepada pasangan.

6. Asuhan Keperawatan

1. PENGKAJIAN

1) Identitas Pasien

2) Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Masa lalu

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

3) Keluhan Utama

4) Data Psikologi

Kondisi ibu hamil dengan HIV /AIDS takut akan penularan

pada bayi yang dikandungnya. Bagi keluarga pasien cenderung untuk

menjauh sehingga akan menambah tekanan psikologis pasien.


5) Pemeriksaan fisik

a. Breating

Kaji pernafasan bumil, apabila ibu telah terinfeksi sistem pernafasan maka

sepanjang jalur pernafasan akan mengalami gangguan. Misal RR

meningkat, kebersihan jalan nafas.

b. Blood

Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan virus HIV/AIDS. Penurunan sel

T limfosit; jumlah sel T4 helper; jumlah sel T8 dengan perbandingan 2:1

dengan sel T4; peningkatan nilai kuantitatif P24 (protein pembungkus

HIV); peningkatan kadar IgG, Ig M dan Ig A; reaksi rantai polymerase

untuk mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer

monoseluler; serta tes PHS (pembungkus hepatitis B dan antibodi,sifilis,

CMV mungkin positif).

c. Brain

Tingkat kesadaran bumil dengan HIV/AIDS terkadang mengalami

penurunan karena proses penyakit. Hal itu dapat disebabkan oleh

gangguan imunitas pada bumil.

d. Bowel

Keadaan sisitem pencernaan pada bumil akan mengalami gangguan.

Kebanyakan gangguan tersebut adalah diare yang lama. Hal itu

disebabkan oleh penurunan sistem imun yang berada di tubuh sehingga


bakteri yang ada di saluran pencernaan akan mengalami gangguan. Hal itu

dapat menyebabkan infeksi saluran pencernaan.

e. Bladder

Kaji tingkat urin klien apakah ada kondisi patologis seperti perubahan

warna urin, jumlah dan bau. Hal itu dapan mengidentifikasikan bahwa ada

gangguan pada sistem perkemian. Biasanya saat imunitas menurun resiko

infeksi pada uretra klien.

f. Bone

Kaji respon klien, apakah mengalami kesulitan bergerak,reflek

pergerakan. pada ibu hamil kebutuhan akan kalsium meningkat,periksa

apabila ada

resiko osteoporosis. Hal itu dapat memburuk dengan bumil HIV/AIDS.

6) Analisa Data

No. Data Etiologi Problem


1. DS: - Sistem imun ibu Resiko infeksi
DO: - terganggu

2. DS: biasanya pasien mengeluh Mual, muntah dan Ketidakseimbangan


lemas diare yang kurang dari
DO: pasien terlihat kurus berlebihan kebutuhan
3. DS: biasanya pasien mengeluh Kekurangan volue Kerusakan
nyeri pada bagian perut cairan integritas kulit
DO :
P: nyeri meningkat ketika
beraktifitas
Q: nyeri
R: nyeri di daerah abdomen
kuadran kiri bawah
S: skala nyeri 8
T: nyeri hilang timbul Infeksi
virus HIV pada usus
4. DS: - Terkena HIV Penurunan koping
DO: - keluarga

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Resiko infeksi

2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

3) Kerusakan integritas kulit

4) Penurunan koping keluarga


3. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Perencanaan


1. Resiko infeksi NOC Infection Control (Kontrol infeksi)
- Immune Status - Bersihkan lingkungan setelah dipakai
- Knowledge : Infection control pasien lain
- Risk control - Pertahankan teknik isolasi
Kriteria Hasil: - Batasi pengunjung bila perlu
- Klien bebas dari tanda dan gejala - Instruksikan pada pengunjung untuk
infeksi mencuci tangan saat berkunjung dan
- Mendeskripsikan proses penularan setelah berkunjung meninggalkan pasien
penyakit, faktor yang mempengaruhi - Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
penularan serta penatalaksanaannya tangan
- Menunjukkan kemampuan untuk - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
mencegah timbulnya infeksi tindakan keperawatan
- Jumlah leukosit dalam batas normal - Gunakan baju, sarung tangan sebagai
- Menunjukkan perilaku hidup sehat alat pelindung
- Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
- Ganti letak IV perifer dan line central
dan dressing sesuai dengan petunjuk
umum
- Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
- Tingktkan intake nutrisi
- Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi terhadap
infeksi)
- Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
- Monitor kerentangan terhadap infeksi
- Pertahankan teknik aspesis pada pasien
yang beresiko
- Dorong masukkan nutrisi yang cukup
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif
2. Ketidakseimbangan nutrisi NOC Nutrition Management
kurang dari kebutuhan - Nutritional Status
- Nutritional Status : food and Fluid - Kaji adanya alergi makanan
Intake - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
- Nutritional Status: nutrient Intake menentukan jumlah kalori dan nutrisi
- Weight control yang dibutuhkan pasien.
Kriteria Hasil : - Anjurkan pasien untuk meningkatkan
- Adanya peningkatan berat badan intake Fe
sesuai dengan tujuan - Anjurkan pasien untuk meningkatkan
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi protein dan vitamin C
badan - Yakinkan diet yang dimakan
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan mengandung tinggi serat untuk
nutrisi mencegah konstipasi
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi - Berikan makanan yang terpilih (sudah
- Menunjukkan peningkatan fungsi dikonsultasikan dengan ahli gizi)
pengecapan dan menelan - Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
- Tidak terjadi penurunan berat badan kalori
yang berarti - Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
Nutrition Monitoring
- BB pasien dalam batas normal
- Monitor adanya penurunan berat badan
- Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah
- Monitor mual dan muntah
- Monitor pertumbuhan dan perkembangan
- Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
- Monitor kalori dan intake nutrisi
- Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
- Catat jika lidah berwarna magenta,
scarlet
3. Kerusakan integritas kulit NOC Pressure Management
- Tissue Integrity : Skin and Mucous - Anjurkan pasien untuk menggunakan
Membranes pakaian yang longgar
- Hemodyalis akses - Hindari kerutan pada tempat tidur
Kriteria Hasil : - Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
- Integritas kulit yang baik bisa dan kering
dipertahankan (sensasi, elastisitas, - Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
temperatur, hidrasi, pigmentasi) setiap dua jam sekali
- Tidak ada luka/lesi pada kulit - Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Perfusi jaringan baik - Oleskan lotion atau minyak/baby oil
- Menunjukkan pemahaman dalam pada daerah yang tertekan
proses perbaikan kulit dan mencegah - Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
terjadinya cedera berulang - Monitor status nutrisi pasien
- Mampu melindungi kulit dan - Memandikan pasien dengan sabun dan
mempertahankan kelembaban kulit air hangat
dan perawatan alami
4. Penurunan koping keluarga NOC Coping Enhancement :
- Caregiver Stressors - Dukungan Pemberi Asuhan :
- Family Coping, Disable Menyediakan informasi penting,
- Parenting, Impaired advokasi, dan dukungan yang
- Parental Role, Conflict dibutuhkan untuk memfasilitasi
- Therapeutic Regimen Management, perawatan primer pasien selain dari
Ineffective profesional kesehatan
Kriteria Hasil : - Peningkatan koping: membantu pasien
- Keluarga tidak mengalami penurunan beradaptasi dengan persepsi stresor,
koping keluarga perubahan, atau ancaman yang
- Hubungan pasien-pemberi kesehatan menggangu pemenuhan tuntutan dan
adekuat peran hidup
- Kesejahteraan emosi pemberi asuhan - Dukungan emosi : memberikan
kesehatan keluarga penenangan, penerimaan, dan dorongan
- Koping keluarga meningkat selama periode stress
- Normalisasi keluarga yang - Promosi keterlibatan keluarga :
memuaskan memfasilitasi partisipasi keluarga
- Performa yang baik pemberi asuhan dalamperawatan emosi dan fisik pasien
Iangsung dan tidak langsung - Mobilitas Keluarga : penggunaan
kekuatan keluarga untuk mempengaruhi
kesehatan pasien kearah yang positif
- Pemeliharaan proses keluarga :
meminimalkan dampak gangguan proses
keluarga
- Dukungan keluarga : meningkatkan nilai,
minat, dan tujuan keluarga
- Panduan Sistem Kesehatan:
memfasilitasi lokal pasien dan
penggunaan pelayanan kesehatan yang
sesuai
- Fasilitas pembelajaran : meningkatkan
kemampuan untuk memproses dan
memahami informasi
- Membantu orang tua dan keluarga lain
anak sakit kronis atau yang mengalami
ketunandayaan kronis dalam
memberikan pengalaman hidup normal
untuk anak dan keluarga mereka .
- Rawat rehat : memberikan perawatan
jangka pendek
E. INFEKSI POST PARTUM

1. Pengertian

Infeksi adalah berhubungan dengan berkembangbiaknya mikroorganisme

dalam tubuh manusia yang disertai dengan reaksi tubuh terhadapnya (Zulkarnain

Iskandar, 1998),

Infeksi pascapartum (sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan) ialah

infeksi klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau

persalinan(Bobak,2004).

2. Etiologi

Infeksi ini terjadi setelah persalinan, kuman masuk dalam tubuh pada saat

berlangsungnya proses persalinan. Diantaranya, saat ketuban pecah sebelum

maupun saat persalinan berlangsung sehingga menjadi jembatan masuknya kuman

dalam tubuh lewat rahim. Jalan masuk lainnya adalah dari penolong persalinan

sendiri, seperti alat-alat yang tidak steril digunakan pada saat proses persalinan.

Infeksi bisa timbul akibat bakteri yang sering kali ditemukan didalam vagina

(endogenus) atau akibat pemaparan pada agen pathogen dari luar vagina

(eksogenus) (Bobak, 2004). Namun biasanya infeksi ini tidak menimbulkan

penyakit pada persalinan, kelahiran, atau pascapersalinan. Hampir 30 bakteri telah

diidentifikasi ada disaluran genital bawah (vulva, vagina dan sevik) setiap saat

(Faro 1990). Sementara beberapa dari padanya, termasuk beberapa fungi,

dianggap nonpatogenik dibawah kebanyakan lingkungan, dan sekurang-


kurangnya 20, termasuk e.coli, s. aureus, proteus mirabilis dan clebsiela

pneumonia, adalah patogenik (Tietjen, L; Bossemeyer, D, & McIntosh, N, 2004).

Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti

eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam

tubuh) dan endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih

dari 50% adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai

penghuni normal jalan lahir.

Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah :

1. Streptococcus haemoliticus anaerobic

Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya

eksogen (ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan

penolong, infeksi tenggorokan orang lain).

2. Staphylococcus aureus

Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai

penyebab infeksi di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang

nampaknya sehat. Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun

kadang-kadang menjadi sebab infeksi umum.

3. Escherichia Coli

Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas

pada perineum, vulva, dan endometriurn. Kuman ini merupakan sebab penting dari

infeksi traktus urinarius


4. Clostridium Welchii

Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya.

Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh

dukun dari luar rumah sakit.

3. Patofisiologi

Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum. Pada

infeksi dengan reaksi umum akan melibatkan syaraf dan metabolik pada saat itu

terjadi reaksi ringan limporetikularis diseluruh tubuh, berupa proliferasi sel fagosit

dan sel pembuat antibodi (limfosit B). Kemudian reaksi lokal yang disebut inflamasi

akut, reaksi ini terus berlangsung selama menjadi proses pengrusakan jaringan oleh

trauma. Bila penyebab pengrusakan jaringan bisa diberantas, maka sisa jaringan yang

rusak disebut debris akan difagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi

dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reksi sel fagosit kadang berlebihan

sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses

atau bekumpul dijaringan tubuh yang lain membentuk flegman (peradangan yang

luas dijaringan ikat). (Sjamsuhidajat, R, 1997 ).


4. Pathway
5. Jenis-jenis infeksi post partum

1.      Infeksi uterus

a.      Endometritis

Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim).

infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi

tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim (Anonym, 2008).

Endometritis adalah infeksi yang berhubungan dengan kelahiran anak, jarang

terjadi pada wanita yang mendapatkan perawatan medis yang baik dan telah

mengalami persalinan melalui vagina yang tidak berkomplikasi. Infeksi pasca

lahir yang paling sering terjadi adalah endometritis yaitu infeksi pada

endometrium atau pelapis rahim yang menjadi peka setelah lepasnya plasenta,

lebih sering terjadi pada proses kelahiran caesar, setelah proses persalinan yang

terlalu lama atau pecahnya membran yang terlalu dini. Juga sering terjadi bila ada

plasenta yang tertinggal di dalam rahim, mungkin pula terjadi infeksi dari luka

pada leher rahim, vagina atau vulva.

Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal infeksi, sedikit

demam, nyeri yang samar-samar pada perut bagian bawah dan kadang-kadang

keluar dari vagina berbau tidak enak yang khas menunjukkan adanya infeksi pada

endometrium. Pada infeksi karena luka biasanya terdapat nyeri dan nyeri tekan

pada daerah luka, kadang berbau busuk, pengeluaran kental, nyeri pada perut atau

sisi tubuh, gangguan buang air kecil. Kadang-kadang tidak terdapat tanda yang

jelas kecuali suhu tunbuh yang meninggi. Maka dari itu setiap perubahan suhu

tubuh pasca lahir harus segera dilakukan pemeriksaan.


Infeksi endometrium dapat dalam bentuk akut dengan gejala klinis yaitu

nyeri abdomen bagian bawah, mengeluarkan keputihan, kadang-kadang terdapat

perdarahan dapat terjadi penyebaran seperti meometritis (infeksi otot rahim),

parametritis (infeksi sekitar rahim), salpingitis (infeksi saluran tuba), ooforitis

(infeksi indung telur), dapat terjadi sepsis (infeksi menyebar), pembentukan

pernanahan  sehingga terjadi abses pada tuba  atau indung telur (Anonym, 2008).

Terjadinya infeksi endometrium pada saat persalinan, dimana bekas

implantasi plasenta masih terbuka, terutama pada persalinan terlantar dan

persalinan dengan tindakan pada saat terjadi keguguran, saat pemasangan alat

rahim yang kurang legeartis (Anonym, 2008).

Kadang-kadang lokia tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput

ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiametra dan dapat menyebabkan kenaikan

suhu. Uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri pada perabaan dan

lembek.

Pada endometritis yang tidak meluas, penderita merasa kurang sehat dan

nyeri perut pada hari-hari pertama. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi

cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang

lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali.

Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau.

Hal ini tidak boleh dianggap infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-

kadang disertai oleh lokia yang sedikit dan tidak berbau.

Untuk mengatasinya biasanya dilakukan pemberian antibiotik, tetapi harus

segera diberikan sesegera mungkin agar hasilnya efektif. Dapat pula dilakukan
biakkan untuk menentukan jenis bakteri, sehingga dapat diberikan antibiotik yang

tepat.

b.   Miometritis (infeksi otot rahim)

Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan miometrium adalah

tunika muskularis uterus. Gejalanya berupa demam, uterus nyeri tekan,

perdarahan vaginal dan nyeri perut bawah, lokhea berbau, purulen.

Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi postpartum.

Penyakit ini tidak brerdiri sendiri akan tetapi merupakan bagian dari infeksi yang

lebih luas yaitu merupakan lanjutan dari endometritis. Kerokan pada wanita

dengan endometrium yang meradang dapat menimbulkan metritis akut. Pada

penyakit ini miometrium menunjukkan reaksi radang berupa pembengkakan dan

infiltarsi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe atau lewat

tromboflebitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.

Metritis kronik adalah diagnosa yang dahulu banyak dibuat atas dasar

menometroragia dengan uterus lebih besar dari bisa, sakit pnggang, dan leukore.

Akan tetapi pembesaran uterus pada multipara umumnya disebabkan oleh

pemanbahan jaringan ikat akibat kehamilan. Terapi dapat berupa antibiotik

spektrum luas seperti amfisilin 2gr IV per 6 jam, gentamisin 5 mg kg/BB,

metronidasol mg IV per 8 jam, profilaksi anti tetanus, efakuasi hasil konsepsi.

c.   Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim).

Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig latum. Radang

ini biasanya unilatelar. Tanda dan gejala suhu tinggi dengan demam tinggi, Nyeri
unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah. Penyebab

Parametritis yaitu :

1.      Endometritis dengan 3 cara yaitu :

-          Per continuitatum : endometritis → myometritis → parametitis

-          Lymphogen

-          Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis

2.      Syok bakteremia

Infeksi kritis, terutama yuang disebabkan oleh bakteri yang melepaskan

endotoksin, bisa mempresipitasi syok bakteremia (septic). Ibu hamil, terutama

mereka yang menderita diabetes mellitus atau ibu yang memakai obat

imunosupresan, berada pada tingkat resiko tinggi, demikian juga mereka yang

menderita endometritis selama periode pascapartum.

Demam yang tinggi dan mengigil adalh bukti patofisiologi sepsis yang

serius. Ibu yang cemas dapat bersikap apatis. Suhu tubuh sering kali sedikit turun

menjadi subnormal. Kulit menjadi dingin dan lembab. Warna kulit menjadi pucat

dan denyut nadi menjadi cepat. Hipotensi berat dan sianosis peripheral bisa

terjadi. Begitu juga oliguria.

Temuan laboratorium menunjukkan bukti-bukti infeksi. Biakan darah

menunjukian bakteremia, biasanya konsisten dengan hasil enteric gram negative.

Pemeriksaan tambahan bisa menunjukkan hemokonsentrasi, asidosis, dan

koagulopati. Perubahan EKG menunjukkan adanya perubahan yang

mengindikasikan insufisiensi miokard. Bukti-bukti hipoksia jantung, paru-paru,

ginjal, dan neurologis bisa ditemukan.


Penatalaksanaan terpusat pada antimicrobial, demikian juga dukungan

oksigen untuk menghilangkan hipoksia jaringan dan dukungan sirkulasi untuk

mencegah kolaps vascular. Fungsi jantung, usaha pernafasan, dan fungsi ginjal

dipantau dengan ketat. Pengobatan yang cepat terhadap syok bakteremia membuat

prognosis menjadi baik. Dan morbiditas dan mortilitas maternal diturunkan

dengan mengendalikan distrees pernafasan, hipotensi  dan DIC (Bobak,

Lowdermilk & Jensen, 2004).

3.      Peritonitis

           Pritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga

ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika.

Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan

nanahnya ke rongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis.

         Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah

pelvis. Gejala-gejalanya tidak seberapa berat seperti pada peritonitis umum.

Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Pada

pelvioperitonitis bisa terdapat pertumbuhan abses. Nanah yang biasanya

terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan kolpotomia posterior

untuk mencegah keluarnya melalui rektum atau kandung kencing.

         Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan

merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil,

perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita, yang mula-

mula kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin; terdapat

apa yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas peritonitis umum tinggi.


4.      Infeksi saluran kemih

Infeksi saluran kemih (ISK) terjadi pada sekitar 10% wanita hamil,

kebanyakan terjadi pada masa prenatal. Mereka yang sebelumnya mengalami ISK

memiliki kecenderungan mengidap ISK lagi sewaktu hamil. Servisitis, vaginitis,

obstruksi ureter yang flaksid, refluks vesikoureteral, dan trauma lahir

mempredisposisi wanita hamil untuk menderita ISK, biasanya dari escherichia

coli. Wanita dengan PMS kronis, trutama gonore dan klamidia, juga memiliki

resiko. Bakteriuria asimptomatik terjadi pada sekitas 5% nsampai 15% wanita

hamil. Jika tidak diobati akan terjadi pielonefritis pada kira-kira 30% pada wanita

hamil. Kelahiran dan persalinan premature juga dapat lebih sering terjadi.

Biakan dan tes sensitivitas urin harus dilakukan di awal kehamilan, lebih

disukai pada kunjungan pertama, specimen diambil dari urin yang diperoleh

dengan cara bersih. Jika didiagnosis ada infeksi, pengobatan dengan antibiotic

yang sesuai selama dua sampai tiga minggu, disertai peningkatan asupan air dan

obat antispasmodic traktus urinarius.

5.       Septicemia dan piemia

Pada septicemia kuman-kuman yang ada di uterus, langsung masuk ke

peredaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum. Adanya septicemia dapat

dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah. Pada piemia

terdapat dahulu tromboflebitis pada vena-vena diuterus serta sinus-sinus pada

bekas tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar ke vena uterine, vena

hipogastrika, dan/atau vena ovarii (tromboflebitis pelvika). Dari tempat-tempat


thrombus itu embolus kecil yang mengandung kuman-kuman dilepaskan. Tiap

kali dilepaskan, embolus masuk keperedaran darah umum dan dibawa oleh aliran

darah ketempat-tempat lain, antaranya ke paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan

sebagainya, dan mengakibatkan terjadinya abses-abses ditempat-tempat tersebut.

Keadaan ini dinamakan piemia.

Kedua-duanya merupakan infeksi berat namun gejala-gejala septicemia lebih

mendadak dari piemia. Pada septicemia, dari permulaan penderita sudah sakit dan

lemah. Sampai tiga hari postpartum suhu meningkat dengan cepat, biasanya

disertai menggigil. Selanjutnya, suhu berkisar antara 39 - 40°C, keadaan umum

cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140 - 160 kali/menit atau lebih). Penderita

meninggal dalam enam sampai tujuh hari postpartum. Jika ia hidup terus, gejala-

gejala menjadi seperti piemia.

Pada piemia, penderita tidak lama postpartum sudah merasa sakit, perut

nyeri, dan suhu agak meningkat. Akan tetapi gejala-gejala infeksi umum dengan

suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman-kuman dengan embolus

memasuki peredaran darah umum. Suatu ciri khusus pada piemia   ialah  

berulang-ulang   suhu  meningkat  dengan  cepat  disertai menggigil, kemudian

diikuti oleh turunnya suhu. Ini terjadi pada saat dilepaskannya embolus dari

tromboflebitis pelvika. Lambat laun timbul gejala abses pada paru-paru,

pneumonia dan pleuritis. Embolus dapat pula menyebabkan abses-abses di

beberapa tempat lain.


6. Penatalaksanaan

a. Pencegahaan

1. Masa persalinan

1. Hindari pemeriksaan dalam berulang, lakukan bila ada indikasi

dengan sterilitas yang baik, apabila bila ketuban telah pecah.

2. Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama

3. Jagalah sterilitas kamar salin dan pakailah masker, alat-alat harus

cuci lama

4. Perlukaan-perlukaan jalan lahir larena tindakan baik pervaginan

maupun perabdominal diberasihkan, dijahit sebaik-baiknya dan

menjaga sterilitas

5. Pakaian dan barang-barang atau alat-alat yang berhubungan

dengan penderita harus menjaga kesuci-hamaannya

6. Dll

2. Masa Kehamilan

Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti

anemia, malnutrisi dan kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit

yang diderita ibu. Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada

indikasi yang perlu. Begitu pula koitus pada hamil tua hendaknya

dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-hati karena dapat


menyebabkan pecahnya ketuban , kalau ini terjadi infeksi akan mudah

masuk dalam jalan lahir.

b. Pencegahan infeksi postpartum

1. Anemia diperbaiki selama kehamilan. Berikan diet yang baik. Koitus pada

kehamilan tua sebaiknya dilarang.

2. Mebatasi masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan. Jaga

persalinan agar tidak berlarut-larut. Selesaikan persalinan dengan trauma

asedikit mungkin. Cegah perdarahan banyak dan penularan penyakit

dalam kamar bersalin. Alat-alat persalinan harus asteril dan dilakukan

pemeriksaan hanya bila perlu dan atas indikasi yang tepat

3. Selama nifas, rawat higiene perlukan jalan lahir. Jangan merawat pasien

dengan tanda-tanda infeksi nifas bersama dengan wanita sehat yang

berada dalam masa nifas.

c. Pencegahaan umum

1. Antisipasi setiap kondisi ( Faktor predisposisi dan masalah dalam proses

persalinan ) yang dapat berlanjut menjadi penyuit/ komplikasi dalam masa

nifas.

2. Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami

infeksi nifas.

3. Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalash atau infeksi

yang dikenali pada saat kehasmilan ataupun persalinan

4. Jangan pulasngkan pendeita apanila masa kritis belum terlampaui


5. Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan

gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan

dengan segera.

6. Lakukan tindakan dan peraqwatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari

ibu yasng mengalami infeksi pada saat persalinan. Dan berikan hidrasi

oral/IV secukupnya.

d. Penanganan infeksi postpartum

1. Suhu harus dari muut sedikitnya 4 kali sehari

2. Berikan terapi antibiotik, perhatikan diet. Lakukan tranfusi darah bila

perlu. Hati-hati bila abses, jaga supaya nanah tidak masuk ke dalam

rongga perineum.

7. Asuhan Keperawatan

I. Pengkajian

II. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang mungkin muncul adalah

1. Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi

nasokomial.

2. Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi

3. Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan

III. Rencana Keperawatan

1. Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan

infeksi nasokomial.
Tujuan 1: Mencegah dan mengurangi infeksi.

Intervensi:

a.       Kaji data pasien dalam ruang bersalin.Infeksi perineum (menggunakan

senter yang baik), catat warna, sifat episiotomi dan warnanya. Perkiraan pinggir

epis dan kemungkinan “perdarahan” / nyeri

b.       Kaji tinggi fundus dan sifat.

c.         Kaji lochia: jenis, jumlah, warna dan sifatnya. Hubungkan dengan data

post partum.

d.        Kaji payudara: eritema, nyeri, sumbatan dan cairan yang keluar (dari

puting). Hubungkan dengan data perubahan post partum masing-masing dan catat

apakah klien menyusui dengan ASI.

e.         Monitor vital sign, terutama suhu setiap 4 jam dan selama kondisi klien

kritis. Catat kecenderungan demam jika lebih dari 38o C pada 2 hari pertama

dalam 10 hari post partum. Khusus dalam 24 jam sekurang-kurangnya 4 kali

sehari.

f.         Catat jumlah leukosit dan gabungkan dengan data klinik secara lengkap.

g.       Lakukan perawatan perineum dan jaga kebersihan, haruskan mencuci

tangan pada pasien dan perawat. Bersihkan perineum dan ganti alas tempat tidur

secara teratur

h.       Pertahankan intake dan output serta anjurkan peningkatan pemasukan

cairan.

i.          Bantu pasien memilih makanan. Anjurkan yang banyak protein, vitamin C

dan zat besi.


j.        Kaji bunyi nafas, frekwensi nafas dan usaha nafas. Bantu pasien batuk

efektif dan nafas dalam setiap 4 jam untuk melancarkan jalan nafas.

k.        Kaji ekstremitas: warna, ukuran, suhu, nyeri, denyut nadi dan parasthesi/

kelumpuhan. Bantu dengan ambulasi dini. Anjurkan mengubah posisi tidur secara

sering dan teratur.

l.         Anjurkan istirahat dan tidur secara sempurna.

Tujuan 2 : Identifikasi tanda dini infeksi dan mengatasi penyebabnya.

Intervensi:

a.        Catat perubahan suhu. Monitor untuk infeksi.

b.       Atur obat-obatan berikut yang mengindikasikan setelah perkembangan dan

test sensitivitas antibiotik seperti penicillin, gentamisin, tetracycline, cefoxitin,

chloramfenicol atau metronidazol. Oxitoksin seperti ergonovine atau methyler

gonovine.

c.        Hentikan pemberian ASI jika terjadi mastitis supuratif.

d.      Pertahankan input dan output yang tepat. Atur pemberian cairan dan

elektrolit secara intravena, jangan berikan makanan dan minuman pada pasien

yang muntah

e.       Pemberian analgetika dan antibiotika.

a)      Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi

Tujuan : Nyeri berkurang/terkontrol

Intervensi :

a.        Selidiki keluhan pasien akan nyeri;perhatikan intensitas (0-10),lokasi,dan

faktor pencetus
b.       Awasi tanda vital,perhatikan petunjuk non-verbal,misal: tegangan otot,

gelisah.

c.       Berikan lingkungan yang tenang dan kurangi rangsangan penuh stress.

d.      Berikan tindakan kenyamanan (missal : pijatan / masase punggung)

e.       Dorong menggunakan tekhnik manajemen nyeri , contoh : latihan relaksasi /

napas dalam , bimbingan imajinasi , visualisasi)

f.        Kolaborasi :

 Pemberian obat analgetika.

Catatan: hindari produk mengandung aspirin karena mempunyai potensi

perdarahan

 Pemberian Antibiotika

2.      Cemas / ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman

kematian

Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan

mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang.

Intervensi :

a.        Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan

Rasional : Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya

b.       Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )

Rasional : Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis

c.       Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung

Rasional : Memberikan dukungan emosi


d.      Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan

Rasional : Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak

diketahui

e.        Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya

Rasional : Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas

f.       Kaji mekanisme koping yang digunakan klien

Rasional : Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping

yang tepat.

F. HUMAN PAPILOMAVIRUS

1. Pengertian

Human Papilloma Virus (HPV) adalah jenis virus yang cukup lazim.
Jenis yang berbeda dapat menyebabkan kutil atau pertumbuhan sel yang
tidak normal dalam atau disekitar leher rahim atau dubur yang dapat
menyebabkan kanker leher rahim atau dubur. Kutil-kutil ini pada umumnya
tumbuh dipermukaaan kulit yang lembab dan didaerah sekitar alat kelamin,
sehingga disebut kutil kulit atau kutil kelamin. Infeksi HPV pada alat
kelamin dapat disebarkan melalui hubungan seks, sedangkan penularan
kutil kulit pada tangan atau kaki dapat terjadi tanpa hubungan seks
(penularan dapat melalui sentuhan atau penggunaan barang secara
bersama). Penyebab HPV adalah virus human papillomavirus tipe 6, 11,
16, dan 18, yang menyebabkan kutil kelamin dan kanker serviks.
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim
atau serviks yang terdapat pada bagian terendah rahim yang menempel
pada puncak vagina. Kanker ini biasanya paling sering terjadi pada wanita
yang berumur 35 tahun, tetapi bukti statistik menunjukkan bahwa kanker
serviks dapat juga menyerang wanita yang berumur antara 20 sampai 30
tahun. Sedangkan menurut Mitayani (2011) Kanker Serviks adalah
perubahan sel-sel serviks dengan karakteristik histologi. Proses perubahan
pertama menjadi tumor ini mulai terjadi pada sel-sel squamocolummar
junction. Kanker serviks ini terjadi paling sering pada usia 30 tahun sampai
45 tahun,tetapi dapat terjadi pada usia dini yaitu 18 tahun.

2. Etiologi

Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui, namun ada beberapa


faktor resiko tertentu yang lebih besar kemungkinannya untuk
menderita kanker serviks sebagai berikut :
1) Usia Perempuan yang rawan mengidap kanker serviks adalah mereka
yang berusia 35-50 tahun, terutama yang telah aktif secara seksual
sebelum usia 16 tahun. Hubungan seksual pada usia terlalu dini bisa
meningkatkan resiko terserang kanker serviks sebesar dua kali dibanding
perempuan yang melakukan hubungan seksual setelah usia 20 tahun.
2) Sering berganti pasangan. Semakin banyak berganti-ganti pasangan
maka tertularnya infeksi HPV juga semakin tinggi. Hal ini disebabkan
terpaparnya sel-sel mulut rahim yang mempuanyai pH tertentu dengan
sperma-sperma yang mempunyai pH yang berbeda-beda pada multi-
patner sehingga dapat merangsang terjadinya perubahan ke arah
displasia.
3) Merokok Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah serviks 56
kali lebih tinggi dibandingkan didalam serum, efek langsung bahan
tersebut pada serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga
dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus.
4) Hygiene dan Sirkumsisi. Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya
kanker serviks pada wanita yang pasangannya belum disirkumsisi. Hal
ini karena pada pria non sirkum hygiene penis tidak terawat sehingga
banyak kumpulankumpulan smegma.
5) Status sosial ekonomi. Karsinoma serviks banyak dijumpai pada
golongan sosial ekonomi rendah dan kemungkinan faktor sosial
ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan
perorangan. Pada golongan sosialekonomi rendah umumnya kuantitas
dan kualitas makanan kurang hal ini yang mempengaruhi imunitas
tubuh.
6) Terpapar virus Human immunodeficiency virus (HIV) atau penyebab
AIDS merusak sistem kekebalan tubuh pada perempuan. Hal ini dapat
menjelaskan peningkatan risiko kanker serviks bagi perempuan dengan
AIDS. Para ilmuwan percaya bahwa sistem kekebalan tubuh adalah
penting dalam menghancurkan sel-sel kanker dan memperlambat
pertumbuhan serta penyebaran. Pada perempuan HIV, kanker pra
serviks bisa berkembang menjadi kanker yang invasif lebih cepat dari
biasanya.
Faktor genetik Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks

yang menyebabkan terjadinya kanker serviks pada wanita dan dapat

diturunkan melalui kombinasi genetik dari orang tua ke anaknya.

3. Patofisiologi

Karsinoma sel skuamosa biasanya muncul pada taut epitel


skuamosa dan epitel kubus mukosa endoserviks (persambungan
skuamokolumnar atau zona transformasi). Pada zona transformasi serviks
memperlihatkan tidak normalnya sel progresif yang akhirnya berakhir
sebagai karsinoma servikal invasif. Displasia servikal dan karsinoma in
situ (HSIL) mendahului karsinoma invasif. Karsinoma seviks invasif
terjadi bila tumor menginvasi epitelium masuk ke dalam stroma serviks.
Kanker servikal menyebar luas secara langsung ke dalam jaringan para
servikal. Pertumbuhan yang berlangsung mengakibatkan lesi yang dapat
dilihat dan terlibat lebih progresif pada jaringan servikal. Karsinoma
servikal invasif dapat menginvasi atau meluas ke dinding vagina,
ligamentum kardinale dan rongga endometrium, invasi ke kelenjar getah
bening dan pembuluh darah mengakibatkan metastase ke bagian tubuh
yang jauh.
Tidak ada tanda atau gejala yang spesifik untuk kanker servik.
Karsinoma servikal invasif tidak memilki gejala, namun karsinoma invasif
dini dapat menyebabkan sekret vagina atau perdarahan vagina. Walaupun
perdarahan adalah gejala yang signifikan, perdarahan tidak selalu muncul
pada saat awal, sehingga kanker dapat sudah dalam keadaan lanjut pada
saat didiagnosis. Jenis perdarahan vagina yang paling sering adalah pasca
coitus atau bercak antara menstruasi. Bersamaan dengan tumbuhnya
tumor, gejala yang muncul kemudian adalah nyeri punggung bagian
bawah atau nyeri tungkai akibat penekanan saraf lumbosakralis, frekuensi
berkemih yang sering dan mendesak, hematuri atau perdarahan rektum.
4. Pathway

5. Penatalaksanaan

1) Penatalaksanaan Medis
a. Operasi atau pembedahan
Pembedahan merupakan pilihan untuk perempuan dengan kanker
serviks stadium I dan II.
a) Trakelektomi radikal (Radical Trachelectomy)
Mengambil leher rahim, bagian dari vagina, dan kelenjar getah
bening di panggul. Pilihan ini dilakukan untuk perempuan
denga tumor kecil yang ingin mencoba untuk hamil di
kemudian hari.
b) Histerektomi total
Mengangakat leher rahim dan rahim.
c) Histerektomi radikal
Mengangkat leher rahim, beberapa jaringan di sekitar leher
rahim, rahim, dan bagian dari vagina.
d) Saluran telur dan ovarium
Mengangkat kedua saluran tuba dan ovarium. Pembedahan ini
disebut salpingo-ooforektomi.
e) Kelenjar getah bening
Mengambil kelenjar getah bening dekat tumor untuk melihat
apakah mengandung leher rahim. Jika sel kanker telah
histerektomy total dan radikal mencapai kelenjar getah bening,
itu berarti penyakit ini mungkin telah menyebar ke bagian lain
dari tubuh.
b. Radioterapi
Radioterapi adalah salah satu pilihan bagi perempuan yang menderita
kanker serviks dengan stadium berapa pun. Perempuan dengan kanker serviks
tahap awal dapat memilih terapi sebagai pengganti operasi. Hal ini juga dapat
digunakan setelah operasi untuk menghancurkan sel-sel kanker apa pun yang
masih di daerah tersebut. Perempuan dengan kanker yang menyerang bagian-
bagian selain kenker serviks mungkin perlu diterapi radiasi dan
kemoterapi.Terapi radiasi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk
membunuh sel-sel kanker. Terapi ini mempengaruhi sel-sel di daerah yang
diobati.
c. Kemoterapi
Kemoterapi telah digunakan untuk pengobatan kanker sejak tahun
1950-an dan diberikan sebelum operasi untuk memperkecil ukuran kanker
yang akan di operasi atau sesudah operasi untuk membersihkan sisa-sisa sel
kanker, kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi tapi kadang juga tidak.
Kemoterapi ini biasanya diberikan dalam tablet/pil, suntikan, atau infus.
Jadwal pemberian ada yang setiap hari, sekali seminggu atau bahkan sekali
sebulan. Efek samping yang terjadi terutama tergantung pada jenis obat-
obatan yang diberikan dan seberapa banyak.kemoterapi membunuh sel-sel
kanker yang tumbuh cepat, terapi juga dapat membahayakan sel-sel normal
yang membelah dengan cepat

d. Penatalaksanaan Keperawatan
Asuhan keperawatan meliputi pemberian edukasi dan informasi untuk
meningkatkan pengetahuan pasien dan mengurangi kecemasan serta ketakutan
pasien. Perawat mendukung kemampuan pasien dalam perawatan diri untuk
meningkatkan kesetahan dan mencegah komlipakai. Perawat perlu
mengidentifikasi bagaimana pasien dan pasangannya memandang
kemampuan reproduksi wanita dan memaknai setiap hal yang berhubungan
dengan kemampuan reproduksinya. Bagi sebagian wanita, masalah harga diri
dan citra tubuh yang berat dapat muncul saat mereka tidak dapat lagi
mempunyai anak.
Intervensi berfokus pada upaya membantu pasien dan pasangannya
untuk menerima berbagai perubahan fisik dan psikologis akibat masalah
tersebut serta menemukan kualitas lain dalam diri wanita sehingga ia dapat di
hargai. Bahkan, sekalipun kehilangan uterus dan kemampuan reproduksi tidak
terlalu mempengaruhiharga diri dan cintra tubuhnya, wanita tetap memerlukan
penguatan atas peran lainnya yang berharga sebagai seorang manusia. Wanita
yang mengalami nyeri hebat ketika menstruasi dan sangat mengganggu
aktivitas rutinnya menganggap penanggulanagn seperti histerektomi, sebagai
pemecahan masalah.
6. Asuhan Keperawatan

1. PENGKAJIAN
1) Anamnesis
a. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat/tanggal lahir, umur, jenis
kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, asal suku bangsa,
tanggal masuk rumah sakit, no medical record (MR), nama orang tua,
dan pekerjaan orang tua.
b. Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pekerjaan dan hubungan dengan pasien.
2) Keluhan utama
Biasaya pasien datang kerumah sakit dengan keluhan seperti
pendarahan intra servikal dan disertai keputihan yang menyerupai air
dan berbau (Padila, 2015). Pada pasien kanker serviks post
kemoterapi biasanya datang dengan keluhan mual muntah yang
berlebihan, tidak nafsu makan, anemia.
3) Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien pada stadium awal tidak merasakan keluhan
yang mengganggu, baru pada stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4
timbul keluhan seperti keputihan yang berbau busuk, perdarahan
setelah melakukan hubungan seksual, rasa nyeri disekitar vagina,
nyeri pada panggul. Pada pasien kanker serviks post kemoterapi
biasanya mengalami keluhan mual muntah yang berlebihan, tidak
nafsu makan, dan anemia.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pada pasien kanker serviks memiliki riwayat
kesehatan dahulu seperti riwayat penyakit keputihan, riwayat
penyakit HIV/AIDS (Ariani, 2015). Pada pasien kanker serviks
post kemoterapi biasanya ada riwayat penyakit keputihan dan
riwayat penyakit HIV/AIDS.

c. Riwayat kesehatan keluarga


Biasanya riwayat keluarga adalah salah satu faktor yang
paling mempengaruhi karena kanker bisa dipengaruhi oleh
kelainan genetika. Keluraga yang memiliki riwayat kanker
didalam keluarganya lebih berisiko tinggi terkena kanker dari pada
keluraga yang tidak ada riwayat didalam keluarganya.
d. Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien dengan
kanker serviks yang perlu diketahui adalah:
a) Keluhan haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab
kanker serviks tidak pernah ditemukan sebelumnya menarche
dan mengalami atropi pada masa menopose. Siklus
menstruasi yang tidak teratur atau terjadi pendarahan diantara
siklus haid adalah salah tanda gejala kanker serviks.
b) Riwayat kehamilan dan persalinan
Jumlah kehamilan dan anak yang hidup karna kanker
serviks terbanyak pada wanita yang sering partus, semakin
sering partus semakin besar kemungkinan resiko
mendapatkan karsinoma serviks (Aspiani, 2017).
e. Riwayat Psikososial
Biasanya tentang penerimaan pasien terhadap penyakitnya
serta harapan terhadap pengobatan yang akan dijalani, hubungan
dengan suami/keluarga terhadap pasien dari sumber keuangan.
Konsep diri pasien meliputi gambaran diri peran dan identitas.
Kaji jugaekspresi wajah pasien yang murung atau sedih serta
keluhan pasien yang merasa tidak berguna atau menyusahkan
orang lain (Reeder, dkk, 2013). Pada pasien kanker serviks post
kemoterapi biasanya mengalami keluhan cemas dan ketakutan.

4) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: biasanya pasien kanker serviks post kemoterapi
sadar,lemah dan tanda-tanda vital normal (120/80 mmHg).
b. Head to toe
- Kepala : Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi
mengalami rambut rontok, mudah tercabut.
- Mata : Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi mengalami
konjungtiva anemis dan skelera ikterik.
- Leher : Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi tidak ada
kelainan
- Thoraks:
Dada : biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi tidak ada
kelainan
Jantung : biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi tidak ada
kelainan
- Abdomen : biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi tidak
ada kelainan
- Genetalia : Biasanya pada pasien kanker serviks mengalami sekret
berlebihan, keputihan, peradangan, pendarahan dan lesi. Pada pasien
kanker serviks post kemoterapi biasanya mengalami perdarahan
pervaginam.
- Ekstermitas : Biasanya pada pasien kanker serviks yang stadium lanjut
mengalami udema dan nyeri.
Pada pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya mengalami
kesemutan atau kebas pada tangan dan kaki.

5) Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan hematologi
Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi mengalami
anemia karna penurunan Haemoglobin. Nilai normalnya Haemoglobin
wanita (12-16 gr/dl).

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (penekanan sel syaraf)
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurang asupan makanan
3) Ansietas berhubungan dengan status kesehatan menurun
4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agens farmaseutikal
5) Disfungsi seksual berhubungan dengan gangguan struktur tubuh
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Perencanaan
1. Nyeri akut NOC Pain Management
berhubungan - Pain Level, - Lakukan pengkajian
dengan agen - Pain control nyeri secara
cedera biologis - Comfort level komprehensif
(penekanan sel Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
syaraf) - Mampu mengontrol karakteristik, durasi
nyeri (tahu penyebab frekuensi, kualitas
nyeri, mampu dan faktor presipitasi
menggunakan tehnik - Observasi reaksi
nonfarmakologi nonverbal dan
untuk mengurangi ketidaknyamanan
nyeri, mencari - Gunakan teknik
bantuan) komunikasi
- Melaporkan bahwa terapeutik untuk
nyeri berkurang mengetahui
dengan menggunakan pengalaman nyeri
manajemen nyeri pasien
- Mampu mengenali - Kontrol lingkungan
nyeri (skala, yang dapat
intensitas, frekuensi mempengaruhi nyeri
dan tanda nyeri) seperti suhu
- Menyatakan rasa ruangan,
nyaman setelah nyeri pencahayaan dan
berkurang kebisingan
- Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
inter personal)
- Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
- Berikan anaIgetik
untuk mengurangi
nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil.
2. Ketidakseimba NOC Nutrition Management
ngan nutrisi - Nutritional Status : - Kaji adanya alergi
kurang dari - Nutritional Status : makanan
kebutuhan food and Fluid Intake - Kolaborasi dengan
tubuh - Nutritional Status: ahli gizi untuk
berhubungan nutrient Intake menentukan jumlah
dengan kurang - Weight control kalori dan nutrisi
asupan Kriteria Hasil : yang dibutuhkan
makanan - Adanya peningkatan pasien.
berat badan sesuai - Anjurkan pasien
dengan tujuan untuk meningkatkan
- Berat badan ideal intake Fe
sesuai dengan tinggi - Anjurkan pasien
badan untuk meningkatkan
- Mampu protein dan vitamin
mengidentifikasi C
kebutuhan nutrisi - Berikan substansi
- Tidak ada tanda- gula
tanda malnutrisi - Yakinkan diet yang
- Menunjukkan dimakan
peningkatan fungsi mengandung tinggi
pengecapan dan serat untuk
menelan mencegah konstipasi
- Tidak terjadi - Berikan makanan
penurunan berat yang terpilih (sudah
badan yang berarti dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
- Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
Nutrition Monitoring
- BB pasien dalam
batas normal
- Monitor adanya
penurunan berat
badan
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
- Monitor mual dan
muntah
- Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
3. Ansietas berhubungan NOC Anxiety Reduction
dengan status kesehatan - Anxiety self-control (penurunan kecemasan)
menurun - Anxiety level - Gunakan pendekatan
- Coping yang menenangkan
Kriteria Hasil : - Nyatakan dengan
- Klien mampu jelas harapan
mengidenti fikasi dan terhadap pelaku
mengungkapkan pasien
gejala cemas. - Jelaskan semua
- Mengidentifikasi, prosedur dan apa
mengungkapkan dan yang dirasakan
menunjukkan tehnik selama prosedur
untuk mengontol - Pahami prespektif
cemas. pasien terhadap
- Vital sign dalam situasi stres
batas normal. - Temani pasien untuk
- Postur tubuh, memberikan
ekspresi wajah, keamanan dan
bahasa tubuh dan mengurangi takut
tingkat aktivfitas - Lakukan back / neck
menunjukkan rub
berkurangnya - Dengarkan dengan
kecemasan. penuh perhatian
- Identifikasi tingkat
kecemasan
- Bantu pasien
mengenal situasi
yang menimbulkan
kecemasan
- Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
- Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
- Berikan obat untuk
mengurangi
kecemasan
4. Hambatan mobilitas fisik NOC Exercise therapy :
berhubungan dengan - Joint Movement : ambulation
agens farmaseutikal Active - Monitoring vital
- Mobility level sign
- Self care : ADLs sebelum/sesudah
- Transfer performance latihan dan lihat
Kriteria Hasil: respon pasien saat
- Klien meningkat latihan
dalam aktivitas fisik - Konsultasikan
- Mengerti tujuan dan dengan terapi fisik
peningkatan tentang rencana
mobilitas ambulasi sesuai
- Memverbalisasikan dengan kebutuhan
perasaan dalam - Bantu klien untuk
meningkatkan menggunakan
kekuatan dan tongkat saat berjalan
kemampuan dan cegah terhadap
berpindah cedera
- Memperagakan - Ajarkan pasien atau
penggunaan alat tenaga kesehatan
- Bantu untuk lain tentang teknik
mobilisasi (walker) ambulasi
- Kaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
- Latih pasien dalam
pemenuhan
kebutuhan ADLs
secara mandiri
sesuai kemampuan
- Dampingi dan Bantu
pasien saat
mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan
ADLs pasien.
- Berikan alat bantu
jika klien
memerlukan.
- Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan.
5. Disfungsi seksual Kriteria Hasil : - Kaji faktor/stresor
berhubungan dengan - Mampu yang mempengaruhi
gangguan struktur tubuh memvisualisasikan disfungsi seksual.
dengan kata-kata - Kaji pengetahuan
tentang anatomi dan pasien tentang
fisiologi dari sistem anatomi dan
reproduksi dan tiap fisiologi dari
perubahan yang bisa anatomi sistem
menganggu fungsi reproduksi
normalnya. - Berikan informasi
- Mengidentifikasi yang faktual tentang
stresor yang keadaan pasien
mempengaruhi - Sediakan lingkungan
disfungsi seksual. yang tidak
mengancam, dan
dorong klien untuk
bertanya tentang
seksualitas pribadi.
- Berikan kesempatan
klien
mengungkapkan
perasaan secara
terbuka dalam
lingkungan yang
tidak mengancam.
- Anjurkan klien
untuk
mendiskusikan
keluhannya dengan
suami atau istri atau
pasangan

G. INFEKSI TORCH

1. Pengertian

TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis

penyakit infeksi yaitu Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes.

Penyakit TORCH ini dikenal karena menyebabkan kelainan dan berbagai

keluhan yang bisa menyerang siapa saja, mulai anak-anak sampai orang dewasa,

baik pria maupun wanita. Bagi ibu yang terinfeksi saat hamil dapat menyebabkan

kelainan pertumbuhan pada bayinya, yaitu cacat fisik dan mental yang beraneka

ragam. Beberapa jenis infeksi yang umum dialami oleh wanita yang akan

ataupun sedang hamil dan infeksi ini biasanya ditularkan ke calon bayi sehingga
menyebabkan cacat. Oleh sebab itu, sangat penting dilakukan diagnosis dini agar

dapat dilakukan pencegahan atau pengobatan lebih awal. Proses diagnosis dapat

dilakukan langsung kepada dokter atau bidan, namun sering terjadi hambatan-

hambatan seperti: keterbatasan waktu, keadaan fisik yang tidak memungkinkan

untuk meninggalkan rumah, masalah keuangan, keterbatasan tenaga dokter atau

bidan, dan lain-lain. (Evaliata, 2016)

2. Etiologi

- Toxoplasma Gondii
Toxoplasma gondii merupakan protozoa intraselular obligat yang
tergolong dalam filum Apicomplexa dan secara taksonomi mempunyai
kekerabatan dengan Plasmodium, penyebab malaria dan Pneumocystis,
penyebab pneumonia. Hospes definitif Toxoplasma gondii adalah kucing
dan hospes sementara adalah burung dan mamalia, termasuk manusia.
(Saiful, 2017)
Rubela disebabkan oleh suatu RNA virus, genus Rubivirus, family
togaviridae. Secara fisikokimiawi, virus ini sama dengan anggota virus lain
dari famili tersebut. Tetapi secara serologi, virus rubela berbeda. Sindrom
rubela konginetal merupakan penyakit yang sangat menular yang
penularannya melalui oral droplet, dari nasofaring atau rute pernafasan dan
selanjutnya memasuki aliran darah. Namun, terjadi erupsi di kulit dan belum
diketahui patogenesisnya. Virus rubela hanya menjangkiti manusia saja dan
penularan dapat terjadi biasanya sejak 7 hari sebelum hingga 5 hari sesudah
timbulnya erupsi, daya tular tertinggi terjadi pada akhir masa erupsi,
kemudian menurun hingga cepat dan berlangsung hingga hilangnya erupsi.
( Amin Huda.2015 )
- Cyto Megalo Virus
CMV merupakan virus litik yang menyebabkan efek sitopatik in vivo dan
in vitro.tanda patologi dari infeksi CMV adalah sebuah pembesaran sel
dengan tubuh yang terinfeksi virus.sel yang menunjukan cytomegaly biasanya
terlihat pada infeksi yang disebabkan oleh betaherpesvirinae lain.meskipun
berdasarkan pertimbangan diagnosa,penemuan histological tersebut
kemungkinannya minimal atau tidak ada pada organ yang trinfeksi. Ketika
inang telah terinfeksi,DNA CMV dapat di deteksi oleh polymerase chain
reaction (PCR) di dalam semua keturunan sel atau dan sistem organ didalam
sistem tubuh.pada permulaannya, CMV menginfeksi sel epitel dari kelenjar
saliva, menghasilkan infeksi yang terus menerus dan pertahanan virus.infeksi
dari sistem genitif memberi kepastian klinik yang tidak konsekuen.meskipun
replikasi virus pada ginjal berlangsung terusmenerus,disfungsi ginjal jarang
terjadi pada penerima transplantasi ginjal (Bayu Fajar, 2018)`
3. Patofisiologi

Toxoplasma gondii merupakan protozoa intraselular obligat yang tergolong

dalam filum Apicomplexa dan secara taksonomi mempunyai kekerabatan dengan

Plasmodium, penyebab malaria dan Pneumocystis, penyebab pneumonia.

Hospes definitif Toxoplasma gondii adalah kucing dan hospes sementara adalah

burung dan mamalia, termasuk manusia. Toksoplasma gondii mempunyai 3

bentuk, (1) Ookista, yang dibentuk dalam mukosa usus kucing (2) Takizoit

(tropozoit yang membelah dengan cepat), merupakan bentuk yang ditemukan

pada infeksi akut dalam tubuh hospes perantara. (3) Kista (mengandung

bradizoit, tropozoit yang membelah lebih lambat), yang terdapat dalam jaringan

hospes perantara, terutama di otak, otot rangka dan otot jantung. Kista dapat

bertahan lama dan menyebabkan infeksi menahun. Siklus hidup Toksoplasma

gondii memiliki 2 fase, yaitu seksual dan aseksual. Fase seksual terjadi dalam

tubuh hospes definitif. Pada fase ini terjadi pembentukan ookista dalam mukosa

usus halus kucing yang akan dikeluarkan lewat tinja. Ookista sangat stabil pada

lingkungan yang lembab dan hangat, tetapi tidak mampu bertahan terhadap iklim

dingin dan kering. Ookista juga resisten terhadap banyak desinfektan. Ookista

dapat menyebar ke lingkungan dan mengkontaminasi air, tanah, buah-buahan,

dan sayur-sayuran, sehingga dapat tertelan oleh binatang lain dan manusia. Babi,

sapi, atau kambing yang terinfeksi dapat menyebabkan infeksi sekunder pada
manusia yang memakan daging yang tidak dimasak. Fase aseksual terjadi dalam

tubuh hospes perantara. Pada fase ini terbentuk takizoit yang masuk dalam

peredaran darah dan menyebar ke seluruh tubuh sehingga menyebabkan infeksi

akut. Daya tahan tubuh akan menghambat proses infeksi dan takizoit berubah

menjadi bentuk kista yang mengandung bradizoit, yang dapat bertahan seumur

hidup. Toksoplasmosis umumnya ditularkan melalui 3 cara: menelan bentuk

ookista Toksoplasma dari kotoran kucing yang melekat di tangan, memakan

makanan mentah seperti sayuran atau buah yang tidak dicuci atau daging yang

kurang matang, dan dari ibu kepada janin melalui plasenta. Penularan juga bisa

terjadi melalui tranfusi darah dan transplantasi organ Ookista atau kista yang

ditelan akan pecah dalam usus dan mengeluarkan tropozoit yang akan menyerang

sel tubuh dan berkembang biak dalamnya.


4. Pathway

5. Penatalaksanaan

- Toxoplasma Gondii
Wanita hamil dan bayi yang terinfeksi, baik yang menunjukkan gejala
atau tidak, mempunyai indikasi untuk mendapat pengobatan spesifik
Toksoplasma gondii secepatnya setelah diagnosis ditegakkan. Beberapa
obat terbukti efektif terhadap bentuk takizoit Toxoplasma gondii, tetapi
belum ada obat yang efektif terhadap bentuk bradizoit.Pengobatan terpilih
toksoplasmosis kongenital adalah kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin.
WHO dan CDC merekomendasikan protokol terapi terhadap wanita hamil
yang terinfeksi Toksoplasma berupa kombinasi pirimetamin (dosis dewasa
25100 mg/hari, selama 3-4 minggu), sulfadiazin (dosis dewasa 1-1,5 gr 4x
sehari selama 3-4 minggu), dan asam folat (leucovorin, 10-25 mg/hari
selama 3-4 minggu) untuk mencegah depresi sumsum tulang.Pirimetamin
tidak dapat diberikan pada trimester pertama dan kedua kehamilan karena
efek teratogeniknya. Obat yang dapat diberikan untuk wanita pada
kehamilan trimester pertama dan kedua adalah sulfadiazin.
Spiramisin juga digunakan untuk mengobati wanita yang mendapat
infeksi selama kehamilan. Obat ini dapat mengurangi resiko terjadinya
toksoplasmosis kongenital bila diberikan pada fase awal penyakit.
Spiramisin memiliki konsentrasi yang tinggi dalam jaringan, terutama
plasenta. Dosis yang diberikan pada infeksi maternal akut adalah 3-4
gr/hari per oral yang dibagi dalam 4 dosis selama 3-4 minggu. Belum ada
laporan efek teratogenik obat ini pada hewan dan manusia.
Derouin dkk. menyampaikan bahwa kotrimoksazol merupakan obat
yang lebih baik dibandingkan spiramisin untuk mengobati toksoplasmosis
selama kehamilan, tetapi kurang efektif dibandingkan kombinasi
pirimetaminsulfadiazin. Obat ini tidak boleh diberikan pada trimester I
kehamilan. Pengobatan pada bayi penderita toksoplasmosis kongenital
dapat berlangsung selama 1 tahun. Pada 6 bulan pertama dapat diberikan
sulfadiazin (80-100 mg/kgbb/hari) dan pirimetamin (1-2 mg/kgbb/hari)
ditambah kalsium leukovorin (5 mg/3 hari), untuk mengatasi efek samping
depresi sumsum tulang. Jika terdapat gejala korioretinitis aktif, dapat
diberikan terapi streoid (1 mg/kgbb/hari). Setelah 6 bulan terapi,
kombinasi terapi diatas dapat diberikan bergantian setiap bulan dengan
spiramisin (100 mg/kgbb/hari). (Saiful Basri 2017 ).
- Rubella
Untuk tahap penyembuhan sebenarnya tidak ada obat yang spesifik.
Berikut beberapa penanganan yang dilakukan jika terinfeksi :
a. Farmakologi : Acetaminopen atau ibuprofen dapat mengurangi
demam dan nyeri
b. Pengobatan rawat jalan
Dikarenakan penyakit rubela merupakan penyakit yang ringan
(jika menyerang anak-anak dan orang dewasa). Seseorang yang
menderita rubela bisa dijaga di rumah, tetapi tetap menjaga suhu
tubuh pasien
c. Pengobatan untuk wanita yang hamil
Pada wanita hamil jika terserang virus ini maka sebaiknya segera
diperiksa ke dokter dan kemungkinannya dokter memberikan
suntikan immunoglobulin. Ig tidak dapat menghilangkan virus
rubela tetapi dapat membantu dalam meringankan gejala yang
diberikan oleh virus ini dan dapat mengurangi risiko pada janin
Walaupun tidak ada obat yang spesifik, namun dapat diberikan
pencegaha, yaitu dengan vaksin dalam bentuk vaksin kombinasi
yang sekaligus digunakan untuk mencegah infeksi campak dan
gondongan dikenal dengan vaksin MMR
( Amin Huda.2015 )

6. Asuhan Keperawatan

I. Pengkajian
a. Keluhan utama :
Merasakan nyeri di ekstermitas, demam
b. Riwayat kesehatan:
• Suhu tubuh meningkat
• Malaise
• Sakit tenggorokan
• Mual dan muntah
• Nyeri otot
c. Riwayat kesehatan dahulu:
1. Pasien sering berkontak langsung dengan binatang
2. Pasien sering mengkonsumsi daging setengah matang 3.
Pasien pernah mendapatkan tranfusi darah
d. Pemeriksaan fisik
• Mata : Nyeri
• Perut : Diare, mula dan muntah
• Integument: suka berkeringat malam, suhu tubuh meningkat,
timbulnya rash pada kulit
• Muskuloskletal: Nyeri dan kelemahan

II. Diagnosa Keperawatan


a. Risiko infeksi b.d takazoid yang masuk ke dalam tubuh
b. Hipertermi b.d masa prodromal
c. Risiko infeksi b.d masuknya virus rubela dalam tubuh
d. Kurang pengetahuan b.d keterbatasan paparan
e. Pola nafas tidak efektif b.d suplai oksigen tidak adekuat
f. Gangguan citra b.d struktur kulit berubah dengan ulkus mole
g. Hipertermi b.d respon sistemik tubuh
III. Intervensi
Intervensi
a. Dx : Risiko infeksi b.d takazoid yang masuk ke dalam tubuh
NOC
 Immune Status
 Knowledge : Infection control
 Risk control
Kriteria Hasil:
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
 Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan
serta penatalaksanaannya
 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
 Jumlah leukosit dalam batas normal
 Menunjukkan perilaku hidup sehat.
Intervensi :
 Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
 Pertahankan teknik isolasi
 Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan pasien
 Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
 Berikan terapi antibiotik bila perlu
 Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
 Monitor kerentangan terhadap infeksi
 Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko

b. Dx : Hipertermi b.d masa prodromal


NOC
 Thermoregulasi
Kriteria Hasil :
 Suhu tubuh dalam rentang normal
 Nadi dan RR dalam rentang normal
 Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada yang mendorong
Intervensi :
 Monitor suhu sesering mungkin
 Monitor tekanan darah, nadi dan RR
 Monitor penurunan tingkat kesadaran
 Berikan anti piretik.
 Berikan pengobatan untuk mengatasi demam
 Berikan pengobatan untuk menggigil.
 Monitor suhu minimal setiap 2 jam.
 Rencanakan pemantauan.
 Pantau warna dan suhu kulit.
 Pantau tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
 Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi.
 Selimuti pasien untuk mencegah pemulihan kehangatan tubuh

 Immune Status
 Knowledge : Infection control
 Risk control
Kriteria Hasil:
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
 Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan
serta penatalaksanaannya
 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
 Jumlah leukosit dalam batas normal
 Menunjukkan perilaku hidup sehat.
Intervensi :
 Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
 Pertahankan teknik isolasi
 Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan pasien
 Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
 Berikan terapi antibiotik bila perlu
 Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
 Monitor kerentangan terhadap infeksi
 Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko

d. Kurang pengetahuan b.d keterbatasan paparan


NOC:
 Knowledge : disease process
 Knowledge : health
Kriteria Hasil:
 Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis
dan program pengobatan.
 Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar.
 Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya.
Intervensi :
 Kaji tingkat pengetahuan pasien dan Keluarga.
 Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
 Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang
tepat.
 Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
 Identifikasi kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat.
 Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat.
 Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
e. Pola nafas tidak efektif b.d suplai oksigen tidak adekuat
NOC
 Respiratory status: ventilation
 Respiratory status: airway patency
 Vital sign status Kriteria Hasil:
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum mampu bernafas dengan mudah, tidak
ada pursed lips)
 Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
 Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernfasan)
Intervensi
 Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
 lakukan fisioterapi dada bila perlu
 keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
 berikan bronkodilator bila perlu
 atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
 monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
 Monitor ratarata kedalaman, iram dan usaha respirasi
 catat pergerakan dada, amati keseimetrisan, penggunaa otot tambahan,retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
 monitor suara nafas, seperti dengkur
 monitor pola nafas: bradipnea, takipnea, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes,
biot.
 catat lokasi trakea
 monitor kelelahan otot diafragma (gerakan paradoksis)
 auskultasi suara nafas, catat area penurunan/tidak adanya ventilasi dan suara
tambahan
 tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
 auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya.
f. Gangguan citra b.d struktur kulit berubah dengan ulkus mole
NOC
 Body image
 Self esteem
Kriteria Hasil :
 Body image positif
 Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
 Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh
 Mempertahankan interaksi sosial
Intervensi :
 Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya.
 Monitor frekuensi mengkritik dirinya.
 Melaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit.
 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
 Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu.

f.Hipertermi b.d respon sistemik tubuh


NOC
 Thermoregulasi
Kriteria Hasil :
 Suhu tubuh dalam rentang normal
 Nadi dan RR dalam rentang normal
 Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada yang mendorong
Intervensi :
 Monitor suhu sesering mungkin
 Monitor tekanan darah, nadi dan RR
 Monitor penurunan tingkat kesadaran
 Berikan anti piretik.
 Berikan pengobatan untuk mengatasi demam
 Berikan pengobatan untuk menggigil.
 Monitor suhu minimal setiap 2 jam.
 Rencanakan pemantauan.
 Pantau warna dan suhu kulit.
 Pantau tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
 Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi.
 Selimuti pasien untuk mencegah pemulihan kehangatan tubuh
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

C.Smeltzer Susan.2017. Keperawatan Medikal Bedah Edisi Brunner& Suddarth Edisi


12.Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran

Diah, 2012. Materi Konsep Dasar Kehamilan


http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/materi-konsep-dasar-kehamilan-
lengkap.html (19/05/20)

Handayani,2014. GAMBARAN PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA IBU HAMIL DENGAN HIV
https://www.academia.edu/16347926/9_-

_ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_IBU_HAMIL_DENGAN_HIV_jurna
l?auto=download (20/05/20)

Hartanto,2019. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam Kehamilan


https://kalbemed.com/DesktopModules/EasyDNNNews/
DocumentDownload.ashx?po
rtalid=0&moduleid=471&articleid=656&documentid=651 (19/05/20)

Huriati ,2014.HIV /AIDS Pada Anak


http://journal.uinalauddin.ac.id/index.php/sls/article/download/1318/1275
(20/05/20)
Douglas, Fleming, Quillan M, Johnson E.R, Nahmias A.J, Aral SO, et al. Herpes

Simplex Virus Type 2 in the United States 1976 – 1994. In the New England

Journal of Medicine, Vol.337(Number 16), Massachutes : Massachutes

Medical Society, Oktober 16 1997, p 1105-11.

Sutardi H. Herpes Simplex Manifestasi Klinis dan Pengobatan. Dalam: Ebers papyrus

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Univ.Tarumanagara,

Vol 4 No.1 1998. Jakarta: Fakultas Kedokteran Tarumanagara; 1998.p.31-41.


Saenang RH, Djawad K, Amin S. Herpes Genetalis. Dalam: Amiruddin MD,

editor. Penyakit Menular seksual. Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan Kulit

dan Kelamin Fakultas Kedoktera Univesitas Hasanuddin; 2004. hal.179-

196.

Whitley, Richard and Baines, Joel. Clinical management of herpes simplex virus

infections: past, present, and future. Version 1. F1000Res. 2018; 7: F1000

Faculty Rev-1726. Available from :

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6213787/ Kohn, Melissa.

Herpes Simplex in Emergency Medicine Clinical Presentation. 2017.

Available from : https://emedicine.medscape.com/article/783113-

clinical#b4

Wilkinson. 2015. Diagnosa Keperawatan- Nanda. Edisi: 10. Jakarta: EGC

Bulecek, Buther, dan Dochterman. 2013. Nursing Intervention Classification

(NIC). Edisi: 5. Yogyakarta: mocomedia.

Moohed, Johnson, dan Maas. 2013. Nursing Outcomes Classificatoin (NOC).

Edisi: 6. Yogyakarta: EGC

Hambatan mobilitas fisik NANDA NIC NOC, 2018.

https://www.perawatkitasatu.com/2017/09/hambatan-mobilitas-fisik-

nanda-nic-noc.html

Ansietas NANDA NIC NOC, 2019


https://www.perawatkitasatu.com/2017/09/ansietas-nanda-nic-noc.html

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh NANDA NIC NOC, 2018.
https://www.perawatkitasatu.com/2017/10/ketidakseimbangan-nutrisi-kurang-
dari.html

Nyeri akut NANDA NIC NOC, 2018.


https://www.perawatkitasatu.com/2017/10/nyeri-akut-nanda-nic-noc.html

Alodokter, 2018, HPV. https://www.alodokter.com/hpv

Anda mungkin juga menyukai