Anda di halaman 1dari 38

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFERAT II

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2019


UNIVERSITAS PATTIMURA

INFEKSI TRAKTUS GENITALIA

Disusun oleh:
Raehana Zulkifli
NIM. 2018-84-054

Pembimbing :
dr. Danny Taliak, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya, referat dengan judul “Infeksi Traktus Genitalia”
dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan Terima Kasih yang sebesar-besarnya kepada yang
terhormat:
1. dr. Danny Taliak, Sp.OG sebagai pembimbing yang dengan penuh
ketulusan hati telah membimbing penulis, sehingga dapat membuka
cakrawala berpikir dan menambah pengetahuan penulis menjadi lebih
baik.
2. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan baik moril, maupun
materil.
3. Kepada seluruh teman-teman sejawat yang dengan tulus memberikan
semangat, khususnya kepada teman-teman sejawat dalam stase Obstetri
dan Ginekologi.
Penulis menyadari sungguh, referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran diharapkan untuk pengembangan referat ini
kedepannya.

Ambon, 22 Oktober 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................... 1


Daftar Isi......................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN
Infeksi traktus genitalia .................................................................................. 4
2.1. Pedikulosis pubis........................................................................... 7
2.2. Skabies .......................................................................................... 8
2.4. Moluskum kontagiosum ................................................................ 10
2.5 Vaginosis bakterial ........................................................................ 11
2.6. Trikomonas vaginalis .................................................................... 12
2.7. Kandida ......................................................................................... 13
2.8. Klamidia trakomatis ...................................................................... 14
2.9. Gonorea ......................................................................................... 15
2.10. Endometritis ................................................................................ 16
2.11. Penyakit radang panggul ............................................................. 18
2.12. Herpes genital.............................................................................. 24
2.13. Kankroid ...................................................................................... 28
2.14. Sifilis ........................................................................................... 30
2.15. Infeksi Saluran Kemih ................................................................ 33
BAB III KESIMPULAN ................................................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 36

2
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Traktus genetalia merupakan salah satu bagian organ genetalia wanita yang
rentan terkena penyakit infeksi. Infeksi saluran genitalia merupakan infeksi yang
terjadi sepanjang saluran reproduksi bawah dan atas. Saluran reproduksi bawah mulai
dari vulva, vagina dan serviks. Sedangkan saluran reproduksi atas meliputi uterus,
tuba falopii, ovarium dan peritoneum pelvis. Infeksi saluran genitalia pada wanita
sering tidak teratasi akibat sebagian besar gejalanya asimptomatik ataupun gejala
yang ada tidak khas. Berdasarkan penyebabnya, infeksi traktus genitalia dibagi
menjadi tiga macam yaitu, infeksi menular seksual (IMS), infeksi endogen dan
infeksi iatrogenik.1,2
Prevalensi infeksi saluran genitalia wanita sangat bervariasi. Berdasarkan data
CDC, pada wanita hamil di negara berkembang, perkiraan prevalensi gonore lebih
tinggi 10-15 kali lebih besar, klamidia 2-3 kali lebih besar dan sifilis 10-100 kali
lebih besar dibandingkan dengan wanita hamil di negara maju.1,2 Secara nasional
prevalensi infeksi saluran genitalia belum pernah dilaporkan di Indonesia.
Infeksi menular seksual merupakan penyebab kemandulan yang paling dapat
dicegah, terutama pada perempuan. Antara 10%-40% perempuan dengan infeksi
Chlamydia yang tidak diobati akan mengalami penyakit radang panggul (PRP).
Kerusakan tuba falopii pasca infeksi berperan dalam kasus kemandulan perempuan
(30%-40%). Terlebih lagi, perempuan dengan PRP berkemungkinan 6-10 kali
mengalami kehamilan ektopik dibandingkan dengan yang tidak menderita PRP, dan
40%-50% kehamilan ektopik disebabkan oleh PRP yang diderita sebelumnya.3
Lebih dari 30 jenis patogen dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan
manifestasi klinis bervarias. Meskipun infeksi menular seksual (IMS) terutama
ditularkan melalui hubungan seksual, namun penularan dapat juga terjadi dari ibu

3
kepada janin dalam kandungan atau saat kelahiran, melalui produk darah atau transfer
jaringan yang telah tercemar, kadang-kadang dapat ditularkan melalui alat kesehatan.3
Sekuel dari infeksi saluran genitalia yang tidak teratasi dengan tepat
memberikan efek, baik pada laki-laki maupun wanita. Pada laki-laki, sekuel infeksi
saluran genital seperti N. gonorrhea atau C. trachomatis, dapat menutup vas deferens
atau menyebabkan epididymitis, yang merupakan infeksi pada saluran berpindahnya
sperma dari testis menuju vas deferens. Sedangkan pada wanita, sekuel infeksi
saluran genitalia yang tidak teratasi terus menerus lebih fatal. Setiap tahunnya, ribuan
wanita meninggal akibat sekuel infeksi saluran genitalia, termasuk kanker serviks,
kehamilan ektopik, serta infeksi akut dan kronis pada uterus dan tuba falopii. Sekuel
lain yang dapat timbul seperti infertilitas, keguguran janin, bayi dengan berat lahir
rendah, kebutaan pada anak, pneumonia neonatal, bahkan retardasi mental.1

4
BAB II
PEMBAHASAN

Infeksi Traktus Genitalia


Infeksi saluran genitalia berdasarkan etiologi atau penyebabnya dibagi
menjadi tiga macam, yaitu:1
1. Infeksi Menular Seksual (IMS) seperti klamidia, gonore, trikomonas dan
kankroid
2. Infeksi endogen yang disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan organisme
flora normal yang terdapat pada saluran genital wanita, seperti bakterial
vaginosis dan vulvovaginal kandidiasis
3. Infeksi iatrogenik yang berhubungan dengan pelaksanaan prosedur medis
yang tidak tepat, seperti proses aborsi yang tidak aman dan proses persalinan
yang tidak higienis.
Sementara itu, yang akan dibahas pada referat ini adalah beberapa infeksi
saluran genitalia akibat infeksi menular seksual dan infeksi endogen.1

Tabel 1. Patogen penyebab infeksi traktus genitalia.3


Patogen Manifestasi Klinis dan Penyakit
Infeksi bakteri
Neisseria gonorrhoeae Gonore
Servisitis, endometritis, salpingitis, bartolinitis, penyakit
radang panggul (PRP), infertilitas, ketuban pecah dini
Chlamydia trachomatis Klamidiosis
Servisitis, endometritis, salpingitis, penyakit radang
panggul, infertilitas, ketuban pecah dini, umumnya
asimptomatis.
Treponema pallidum Sifilis

5
Ulkus durum, erupsi kulit, kondiloma lata, abortus, bayi
lahir mati, kelahiran prematur.
Haemophilus ducreyi Chancroid (ulkus mole)
Ulkus genitalis yang nyeri, dapat disertai dengan bubo
Infeksi virus
Human Infeksi HIV/AIDS
Immunodeficiency Virus Penyakit yang berkaitan dengan HIV/AIDS
(HIV)
Herpes Simplex Virus Herpes genitalis
(HSV) tipe 2 dan tipe 1 Lesi vesicular atau ulseratif di daerah genital atau anus,
herpes neonatus.
Virus hepatitis B Hepatitis virus
Hepatitis akut, sirosis hati, kanker hati
Virus moluskum Moluskum kontagiosum
kontagiosum Papul multipel, diskret, berumbilikasi di daerah genitalia
atau generalisata
Infeksi protozoa
Trichomonas vaginalis Trikomoniasis
Vaginitis dengan duh tubuh yang banyak dan berbusa,
kelahiran prematur, bayi dengan berat lahir rendah
Infeksi jamur
Candida albicans Kandidiasis
Vulvovaginitis dengan duh tubuh vagina bergumpal,
disertai gatal dan terbakar di daerah vulva
Infeksi parasit
Phthirus pubis Pedikulosis pubis
Papul eritematosa, gatal, terdapat kutu dan telur di
rambut pubis.

6
Sarcoptes scabiei Skabies
Papul gatal ditempat predileksi, terutama malam hari.

2.1 Pedikulosis Pubis


Merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan kutu Pthirus pubis
dan paling mudah ditularkan melalui kontak dekat (seksual atau nonseksual),
memakai handuk atau sprei bersama. Biasanya terbatas di daerah vulva tetapi dapat
menginveksi kelopak mata dan bagian-bagian tubuh yang lain. Parasit menaruh telur
di dasar folikel rambut, parasit dewasa mengisap darah manusia dan berpindah
dengan pelan.4
Gejala klinis yang ditimbulkan adalah rasa gatal, yang terutama dirasakan di
daerah pubis dan sekitarnya. Rasa gatal ini dapat meluas sampai ke daerah abdomen
dan dada, pada lokasi tersebut didapatkan bercak-bercak makula dengan batas yang
tidak tegas dan berdiameter 0.5 - 1 cm serta berwarna abu-abu atau kebiruan yang
disebut sebagai macula serulae. Macula serulae ini terutama terdapat di badan dan
bagian dalam paha, dan kemungkinan disebabkan oleh pigmen darah yang
mengendap. Tanda ini dihubungkan dengan penyakit yang lebih kronik.3,10
Timbulnya rasa gatal pada paha, aksila, dan bulu mata atau alisdapat
membantu membedakan pediculosis pubis dari kutu kepala dan kutu badan. Kutu ini
dapat dilihat dengan kasat mata dan tidak mudah dilepaskan karena kepala kutu
tertanam ke dalam muara folikel rambut.10
Gejala klinis lainnya adalah black dot, yaitu adanya bercak-bercak hitam yang
tampak jelas pada celana dalam yang berwarna putih yang dilihat oleh penderita pada
saat bangun tidur.Bercak hitam ini merupakan krusta yang berasal dari darah dan
sering diinterpretasikan salah sebagai hematuria.3,10
Dari pemeriksaan fisis ditemukan kutu atau telur yang viable atau hidup.
Dibutuhkan mata yang terlatih untuk dapat melihat kutu yang bergantung pada
pangkal rambut, karena kadang warnanya sama dengan warna kulit atau terlihat

7
seperti krusta perdarahan. Pada tubuh pasien dapat ditemukan rata-rata 10 sampai 25
kutu atau bahkan lebih dari itu. Jika kutu tidak ditemukan, telur kutu dapat ditemukan
dekat pangkal rambut.10
Selain itu, bisa dilakukan pemeriksaan penunjang dengan menggunakan Wood
lamp. Pada daerah yang dicurigai akan memberikan fluoresensi kuning-hijau dari
kutu dan telurnya. Sisir bergigi rapat atau sisir kutu dapat digunakan untuk
mengeluarkan telur kutu atau kutu hidup. Plester dapat direkatkan pada daerah yang
terkena untuk merekatkan kutu dan diletakkan pada kaca objek mikroskop untuk
diperiksa.10
Terapi pedikulosis pubis membutuhkan obat yang dapat membunuh kutu
dewasa dan telurnya. Krim piretrin 5% atau losion 1% diaplikasikan kemudian
dibiarkan 10 menit lalu dicuci dengan air. Dipakai dua kali dengan jarak 10 hari
untuk membunuh telur yang baru menetas tetapi terapi tersebut merupakan indikasi
kontra pada pasien hamil atau menyusui. Pakaian berbahan linen harus dicuci dengan
air panas dan dikeringkan dengan cara dijemur/dipanaskan.4

Gambar 1. A. Gambaran klinis penderita pedikulosis pubis ditandai dengan macula serulae.
B. Gambaran pediculus pubis dilihat secara kasat mata.11

2.2 Skabies
Disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei dan ditularkan melalui kontak dekat
(seksual atau nonseksual) dan dapat menginfeksi setiap bagian tubuh, terutama

8
permukaan fleksural siku dan pergelangan tangan serta bergerak cepat melewati
kulit.4
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit seperti
pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang berulang menyebabkan
ruam dan gatal yang timbul hanya dalam beberapa hari. Gatal terasa lebih hebat pada
malam hari.4 Hal ini disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu
yang lebih lembab dan panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur
dan penderita menjadi gelisah. Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi
papul dan nodul yang sering ditemukan di daerah sela-sela jari, aspek volar pada
pergelangan tangan dan lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia dan
pada areola wanita.4
Lesi yang patognomonik adalah terowongan yang tipis dan kecil seperti
benang, berstruktur linear kurang lebih 1 hingga 10 mm, berwarna putih abu-abu,
pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel yang merupakan hasil dari
pergerakan tungau di dalam stratum korneum. Terowongan ini terlihat jelas kelihatan
di sela-sela jari, pergelangan tangan dan daerah siku.4
Diagnosis pasti dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala secara
mikroskopik. Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk
kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superficial secara menggunakan
pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut
diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan minyak mineral yang kemudian
diperiksa dibawah mikroskop.4

Terapi:4
 Krim permetrin 5% diaplikasikan ke seluruh permukaan kulit dari leher sampai
ibu jari kaki, dipakai selama 10 menit 2x sehari selama 2 hari.
 Krim linden 1% dipakai di daerah yang terkena seminggu sekali, jangan mandi
paling sedikit 24 jam setelah pengobatan.

9
 Bensil bensoat emulasi topical 25% dipakai di seluruh tubuh dengan interval 12
jam kemudian dicuci 12 jam setelah aplikasi terakhir.
 Asam salisiat 2% dan endapan belereng 4% dipakai di daerah yang terkena.
 Terapi diatas merupakan indikasi kontra pada pasien hamil atau menyusui
 Pakaian berbahan linen harus dicuci dengan air panas dan dikeringkan dengan
cara di jemur / dipanaskan.

2.3 Moluskum Kontagiosum


Adalah infeksi tidak berbahaya yang disebabkan oleh virus dari keluarga
poxvirus dan ditularkan melalui kontak dekat seksual atau nonseksual dan
otoinokulasi. Masa inkubasi berkisar beberapa minggu sampai berbulan-bulan.
Keluhan dan gejala-gejala berupa papula berkubah dengan lekukan dipusatnya
diameter berkisar 1 sampai 5 mm. Pada suatu saat dapat timbul sampai 20 lesi.4
Diagnosis dibuat dengan inspeksi kasar atau pemeriksaan mikroskopik material
putih seperti lilin yang keluar dari nodul. Diagnosis ditegakkan dengan pengecatan
Wright atau Giemsa untuk melihat benda-benda moluskum intrasitoplasmik.4
Terapi terdiri dari pengeluaran material putih, eksisi nodul dengan kuret dermal,
dan mengobati dasarnya dengan ferik subsulfat (larutan Mosel) atau asam
trikloroasetat 85%. Dapat juga digunakan krioterapi dengan nitrogen cair.4

Gambar 2. Lesi Moluskum Kontagiosum.12

10
2.4 Vaginosis Bakterial (Vaginitis Nonspefisik)
Vaginosis bacterial (VB) adalah penyebab vaginitis paling sering. Vaginosis
bakterial (VB) adalah suatu keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang ditandai
adanya konsentrasi Lactobacillus sebagai flora normal vagina digantikan oleh
konsentrasi tinggi bakteri anaerob, terutama Bacteroides sp., Mobilluncus sp.,
Gardnerella vaginalis, dan Mycoplasma hominis.5
Umumnya tidak dianggap sebagai penyakit menular seksual karena pernah
dilaporkan kejadiannya pada perempuan muda yang secara seksual tidak aktif. Tidak
ada penyebab infeksi tunggal tetapi lebih merupakan pergeseran komposisi flora dan
vagina normal dengan peningkatan bakteri anerobik sampai sepuluh kali dan
kenaikan dalam konsentrasi Gardnerela vaginalis. Dalam waktu yang bersamaan
terjadi penurunan konsentrasi laktobasilli.1,4
VB dapat meningkatkan terkenanya dan penularan HIV. VB juga
meningkatkan risiko penyakit radang panggul (PID). VB lebih sering dijumpai pada
pemakai AKDR disbanding kontrasepsi lain (OR 2,0;IK 95% 1.1-3.8) dan
meningkatkan resiko penyakit menular seksual (OR 1,7; IK 95% 1.1-2.9) pada Ibu
hamil dengan VB meningkatkan infeksi klamidia dua kali (19,5% vs 8,2%) dan dan
gonorea enam kali lipat (3,2% vs 0,5%). Disamping itu, ada hubungan kuat antara
VB yang di diagnosis pada umur kehamilan 16 sampai 20 minggu dengan kelahiran
premature (umur kehamilan kurang dari 37 minggu) (OR 2,0; IK 1,0-3-9).4
Keluhan dan gejala, ciri-ciri keputihan VB adalah tipis, homogen, warna putih
abu-abu dan berbau amis. Keputihannya bisa banyak sekali dan pada pemeriksaan
dengan speculum lengket di dinding vagina. Pruritus atau iritasi vulva dan vagina
jarang terjadi. Diagnosa dibuat dengan cara sebagai berikut:1,4
 Identifikasi miskroskopik sel-sel clue pada usapan basah (lebih dari 20%). Sel-sel
clue adalah sel-sel epitel vagina dengan kerumunan bakteri menempel pada
membran sel. tampak juga beberapa sel radang atau laktobasili.
 pH cairan vagina sama atau lebih dari 4,5

11
 Uji tebbif positif yang berarti keluar bau seperti anyir (amis) pada waktu
ditambahkan larutan postatium hidroksida (KOH) 10% sampai 20% pada cairan
vagina.
 Eriterna vagina jarang.

Terapi:4
 Metronidazol 500 mg per oral 2x sehari selama 7 hari
 Metronidazol per vagina 2x sehari selama 5 hari
 Krim klindasimin 2% per vagina 1x sehari selama 7 hari

2.5 Vaginosis trikomonas


Infeksi trikomonas adalah infeksi protozoa Trichomonas vaginalis yang
ditularkan secara seksual. Merupakan sekitar 25% vaginitis karena infeksi.
Trikomonas adalah organisme yang tahan dan mampu hidup dalam handuk basah
atau permukaan lain. Masa inkubasinya berkisar 4 sampai 28 hari.4
Keluhan dan gejala bisa sangat bervariasi. klasik cairan vagina berbuih, tipis,
berbau tidak enak dan banyak. Warnanya bisa abu-abu, putih atau kuning kehijauan.
Mungkin ada eritema atau edema vulva dan vagina. Mungkin serviks juga tampak
eritematus dan rapuh.4

Diagnosis:4
 Preparat kaca basah memperlihatkan protozoon fusiformis uniseluar yang sedikit
lebih besar disbanding sel darah putih, ia mempunyai flagella dan dalam sperimen
dapat dilihat gerakannya. biasanya ada banyak sel radang.
 Cairan vagina mempunyai pH 5,0 sampai 7,0
 Pasien yang terinfeksi tapi tidak ada keluhan mungkin diketahui terinfeksi dengan
diketemukannya Trichomonas pada usapan Pap.

12
2.6 Vulvovagintis kandida
Vulvovaginitis kandida bukan infeksi seksual karena candida merupakan flora
vagina normal. Pada 25% perempuan bahkan dijumpai rektrum dan rongga mulut
dalam persentase yang lebih besar. Candida albicans menjadi pathogen pada 80%
sampai 95% kasus kandidiasis vulvaginalis dan sisanya adalah C. glabrata dan C.
tropicalis. Faktor risiko infeksi meliputi imunosupresi, diabetes melltus, perubahan
hormonal (misal kehamilan), terapi antibiotika spektrum luas dan obsesitas.4,6
Keluhan dan gejala, beratnya keluhan tidak ada hubungannya dengan jumlah
organisme, keluhan yang menonjol adalah pruritus, seringkali disertai iritasi vagina,
disuria atau keduanya. Cairan vagina klasik berwarna putih seperti susu yang
menjendal dan tidak berbau. Pemeriksaan speculum seringkali memperlihatkan
ertema dinding vulva dan vagina, kadang-kadang dengan plak yang menempel.4,6
Diagnosa dibuat kalau preparat KOH cairan vagina menunjukan hife dan
kuncup (larutan KOH 10% sampai 20% menyebaban lisis sel darah merah dan putih
sehingga mempermudah identifikasi jamur). Mungkin diperlukan untuk melihat
banyak lapangan pandangan agar dapat menemukan pathogen. Preparat KOH negatif
tidak mengesampingkan infeksi. pasien dapat diterapi berdasar gambaran klinis, dapat
dibuat biakan dan hasilnya bisa diperoleh dalam waktu 24 sampai 72 jam.4,6
Terapi terdiri dari aplikasi topical imidasol atau triasol, seperti mikonasol, klori
masol, butokonassol atau terjanasol. obat-obat ini dapat diresepkan sebagai krim,
supositroia atau keduanya. Lama pengobatan bervariasi tergantung obat yang dipilih
dosis tunggal flukonasol 150 mg dan per oral mempunyai tingkat kemanjuran
tinggi.4,6

13
Tabel 2. Diagnosis banding infeksi endogen pada vagina.4
Sindroma
Kriteria
Vaginosis Vaginosis Vulvovaginitis
Diagnotik Normal
Bakterial Trikomonas Kandida
pH Vagina 3,8 - 4,2 > 1,5 > 4,5 > 4,5 (ussualy)
Cairan Putih, jernih, Tipis, homogen, Kuning, hijau, Putih seperti
vagina halus Putih abu-abu, berbuih, lengket, Keju, kadang-
Lengket seringkali tambah tambah banyak kadang
banyak tambah
banyak

Bau amis Tidak Ada Ada (Amis) Mungkin ada Tidak ada
(KOH) uji (amis)
whiff
Tidak Ada Keputihan, bau busuk Keputihan berbuih, Gatal/panas
(mungkin tambah tidak enak bau busuk, pruritus keputihan
setelah sanggama) vulva, disuria
kemungkinan gatal
Mikroskopik Laktobasilli Sel-sel clue dengan bakteri Trikomonas, lekosit Kuncup jamur,
Sel-sel epitel kokoid yang melekat tidak >10 lapangan hife psedohife
ada lekosit pandangan kuat (preparat
basah dengan
KOH)
1 Laktobasilli 3 sel clue 4 trikomonas 6 kuncup
2 epitel 5 lekosit jamur
7 psedhife

2.7 Klamidia Trakomatis


Merupakan organisme yang paling sering ditularkan secara seksual. Secara
epidemiologi didapatkan angka kejadian infeksi klamidia diantara peserta KB di
Jakarta Utara pada Tahun 1997 sebesar 9,3% sementara diantara perempuan yang
tinggal di daerah rusal di Bali angka kejadiannya sebesar 5,6%. Faktor risikonya
antara lain meliputi umur dibawah 25 tahun dan aktif secara seksual, status sosial
ekonomi rendah, pasangan seksial banyak dan status tidak kawin.4,7

14
Mikrobiologi C. trachomatis adalah organism intraseluler wajib yang lebih
menyukai menginfeksi sel-sel Skuamokolumner, yaitu pada zona transisi serviks,
keluhan dan gejala. Infeksi klamidia tidak menimbulkan keluhan pada 30% sampai
50% kasus dan dapat menetap selama beberapa tahun. pasien dengan servistis
mungkin mengeluh karena cairan vagina, bercak darah, atau perdarahan
pascaanggama. Pada pemeriksaan serviks mungkin tampak erosi dan rapuh. Mungkin
ada cairan mukopurulean berwarna kuning hijau. Pengecetan gram memperlihatkan
lebih dari 10 lekosit polimorfonuklear per lapangan pencelupan minyak.4
Diagnosis dengan biakan adalah yang paling optimal tetapi cara ini makan waktu,
memerlukan keterampilan teknis tinggi, dan fasilitas biakan sel yang memadai.
Terapi:4
 Azitromisin 1 g per oral (dosis tunggal) atau
 Doksisiklin 100 mg per oral 2 x sehari selama 7 hari
Terapi Alternatif:4
 Eritromisin basa 500 mg per oral 4x sehari selama 7 hari atau
 Eritromisisn etilsuksinat 800 mg 4x sehari selama 7 hari atau
 Ofloksasin 300 mg per oral 2x sehari selama 7 hari atau
 Levofloksasin 500 mg per oral 1x sehari selama 7 hari
 Pasangan seks harus dirujuk ke klinik atau dokter untuk mendapatkan pengobatan
uji kesembuhan hanya diperlukan pada pasien hamil atau jika tetap ada keluhan.

2.8 Gonorea
Mikrobiologi N. Gonorrhoeae adalah diplokokus gram negatif yang
menginfeksi epitel kolumner atau pseudostratified. Oleh karena itu traktus
urogenitalis merupakan tempat infeksi yang biasa. Manifestasi lain infeksi adalah
gonorea faringeal atau menyebar. Masa inkubasi 3 sampai 5 hari. Meskipun insidensi
gonorea pada populasi secara keseluruhan lebih tinggi pada laki-laki dengan rasio 1,5
dibanding 1 risiko penularan laki-laki ke perempuan sebesar 80% sampai 90%

15
sedangkan risiko penularan dari perempuan ke laki-laki lebih kurang 25%. Keluhan
dan gejala, seperti infeksi klamidia seringkali pasien tidak mempunyai keluhan tetapi
mungkin mereka datang dengan cairan vagina, disuria, atau perdarahan uterus
abnormal.4
Diagnosis. Biakan dengan medium selektif merupakan uji terbaik untuk
gonorea. Kapas lidi steril dimasukan ke dalam kanal endoserviks selama 15 sampai
30 detik kemudian spesimen diusap pada medium. dapat juga digunakan kulturet
tetapi mungkin sensitiftiasnya lebih rendah. Diagnosis ditegakkan jika pada
pengecetan gram terlihat diplokoki intraseluler tetapi sensitivnya hanya sekitar 60%.
Rekomendasi terapi menurut CDC:4
 Seftriakson 125 mg i.m (dosis tunggal) atau
 Sefiksim 400 mg per oral (dosis tunggal) atau
 Siprofloksasin 500 mg per oral (dosis tunggal) atau
 Ofloksasin 400 mg per oral (dosis tunggal) atau
 Levofloksasin 250 mg per oral (dosis tunggal) atau
Terapi untuk klamidia jika infeksi klamidia tidak dapat dikesampingkan
penelitian untuk menguji kerentanan antiobiotika dilakukan pada 122 isolat N.
gonorrohoaea yang diperoleh dari 400 pekerja seks komersial di Jakarta. didapatkan
kerentanan terhadap siprofloksasin, sefuroksim, sefoksitin, sefotaksim, seftriakson,
kloramfenikol dan spektinomisin tetapi semua isolate resisten terhadap tetrasiklin.
Penurunan kerentanan terlihat pada eritormisin, tiamfenikol, kanamisin, penisilin,
gentamisin, dan norfloksasin.4

2.9 Endometritis (Nonpuerperal)


Patofisiologi penyakit ini disebabkan oleh bakteri patogen yang naik dari
serviks ke endometrium. Bakteri pathogen meliputi C, trachomatis, N, gonorrhoae,
Streptococus agalactiae, cytomegalovirus, HVS dan Mycoplasma hominis.
Organisme yang menyebabkan vagionosis bacterial dapat juga menyebabkan

16
endometritis histologik meskipun pada perempuan tanpa keluhan. Endometritis
merupakan komponen penting penyakit radang panggul (PID) dan mungkin menjadi
tahapan antara dalam penyebaran infeksi ke tuba fallopi.4

Keluhan dan Gejala


 Endometritis Kronik
Banyak perempuan dengan endometritis kronik tidak mempunyai keluhan.
Keluhan klasik Endometritis kronik adalah perdarahan vagina intermenstrual.
dapat juga terjadi perdarahan pascanggama dan menoragia. Perempuan lain
mungkin mengeluh nyeri tumpul diperut bagian bawah terus menerus.
Endometritis menjadi penyebab infertilitas yang jarang.4
 Endometritis Akut
Jika Endometritis terjadi bersama PID akut maka biasa terjadi nyeri tekan uterus,
sulit untuk menentukan apakah radang tuba atau endometritis yang menyebabkan
rasa tidak enak dipanggul.4

Diagnosis
Diagnosis endometritis kronik ditegakkan dengan biopsi dan biakan
endometritis. Gambaran histologik klasik endometritis kronik berupa reaksi radang
monosit dan sel-sel plasma di dalam stroma endometritis (lima sel plasma per
lapangan pandangan kuat). Tidak ada korelasi antara adanya sejumlah kecil sel
lekosit polimorfornuklear dengan endometritis kronik. Pola infitrat radang limfosit
dan sel-sel plasma yang tersebar di seluruh stroma endometritis terdapat pada kasus
Endometritis berat. Kadang-kadang bahkan terjadi nekrosis stroma.4

Terapi
Terapi pilihan endometritis kronik adalah doksisiklin 100 mg per oral 2x
sehari selama 10 hari. Dapat pula dipertimbangkan cakupan yang lebih luas untuk

17
organism anerobik terutama kalau ada vaginosis bacterial. Jika terkait dengan PID
akut terapi harus focus pada organism penyebab utama termasuk N, gonorhoae dan C,
trachomatis demikian pula cakupan polimikrobial yang lebih luas.4

2.10. Penyakit Radang Panggul


Penyakit Radang Panggul (PID; Pelvic Inflammatory Disease) adalah infeksi
pada alat genital atas. Proses penyakitnya dapat meliputi endometrium, tuba falopi,
ovarium, miomentrium, parametria, dan peritoneum panggul. PID adalah infeksi yang
paling penting dan merupakan komplikasi infeksi menular seksual yang paling biasa.4
Patofisiologi dan mikrobiologi seperti endometritis PID disebabkan
penyebaran infeksi melalui serviks. meskipun PID terkait dengan infeksi menular
seksual alat genital bawah tetapi prosesnya polimikrobial. Salah satu teori
patofisiologi adalah bahwa organisme menular seperti gonorrhoae atau S. trachomatis
memulai proses inflamasi akut yang menyebabkan kerusakan jaringan sehingga
memungkinkan akses oleh organism lain dari vagina atau serviks ke alat genital atas. 4
Aliran darah menstruasi dapat mempermudah infeksi pada alat genital atas
dengan menghilangkan sumbat lender serviks, menyebabkan hilangnya lapisan
Endometrum kerusakan jaringan sehingga memungkinkan medium biakan yang baik
untuk bakteri yaitu darah menstruasi. Biakan endoserviks yang positif untuk pathogen
tertentu tiidak selalu ada kaitannya dengan biakan intraabdominal yang positif. 4
Isolat yang diperoleh dari alat genital atas meliputi berbagai macam bakteri
termasuk, C, trachmatis N, gonorrhoae dan banyak bacteria aerobic dan anaerobic
lainnya. Pencegahan lebih ditekankan pada terapi agresif terhadap infeksi alat genital
bawah dan terapi agresif dini terhadap infeksi alat genital atas. Ini akan mengurangi
insidensi akibat buruk jangka panjang, tetapi pasangan seks dan pendidikan penting
untuk mengurangi angka kejadi kekambuhan infeksi. Baik penelitian klinis maupun
laboratories telah menunjukan bahwa pemakaian konstrasepsi mengubah risiko
relative terjadinya PID. Metode kontrasepsi mekanis memberikan obstruksi mekanis
ataupun rintangan kimiawi. Bahan kimia yang dipakai sebagai spermisida bersifat

18
letal baik untuk bacterial maupun virus. Ada hubungan antara pemakaian kontrasepsi
pil dengan insidensi PID yang lebih rendah dan perjalanan infeksi yang lebih ringan
kalau terjadi infeksi. Efek protetifnya tidak jelas, tetapi mungin terkait dengan
perubahan pada konsistensi lender serviks, menstruasi yang lebih pendek atau atropi
Endometrium. 4

Faktor Risiko4
Riwayat PID sebelumnya
 Banyak pasangan seks,didefenisikan lebih dari dua pasangan dalam waktu 30
hari, sedangkan pada pasangan monogami serial tidak didapatkan risiko yang
meningkat.
 Infeksi oleh organisme menular seksual dan sekitar 15% pasien dengan gonorea
genital tanpa komplikasi akan berkembang menjadi PID pada akhir atau segera
sudah menstruasi.
 Pemakaian AKDR dapat meningkatkan risiko PID tiga sampai lima kali, risiko
PID terbesar terjadi pada waktu pemasangan AKDR dan dalam 3 minggu pertama
setelah pemasangan.

Gejala dan Diagnosis


Keluhan/gejala yang paling sering dikemukakan adalah nyeri
abdominopelvik, keluhan lain bervariasi antara lain keluarnya cairan vagina atau
perdarahan, demam dan mengigil serta mual dan disuria. Demam terlihat pada 60%
sampai 80% kasus.4
Diagnosis PID sulit karena keluhan dan gejala-gejala yang dikemukakan
sangat bervariasi, pada pasien dengan nyeri tekan serviks, uterus dan adneksa, PID
didiagnosis dengan akurat hanya sekitar 65% karena akibat buruk PID terutama
infertilitas dan nyeri panggul kronik, maka PID harus dicurigai pada perempuan

19
berisiko dan diterapi secara agresif. Kriteria diagnostic dari CDC dapat membantu
akurasi diagnosis dan ketetapan terapi.4
Kriteria minimum untuk diagnosis klinis adalah sebagai berikut (ketiga-
tiganya harus ada):4
 Nyeri gerak serviks
 Nyeri tekan uterus
 Nyeri tekan adneksa
Kriteria tambahan seperti berikut dapat dipakai untuk menambah spesifitas
kriteria minimum dan mendukung diagnosis PID.
 Suhu oral >38,3C
 Cairan serviks atau vagina tidak normal mukopurulean
 Lekosit dalam jumlah banyak pada pemeriksaan mikroskop secret vagina dengan
salin
 Kenaikan laju lendap darah
 Protein rektif-C meningkat
 Dokumentasi laboratorium infeksi serviks oleh N, gonorrhoae atau C,
trachomatis.

Kriteria diagnosis PID paling spesifik meliputi:4


 Biopsi endometrium disertai bukti histopatologis endometritis
 USG transvaginal atau MRI memperlihatkan tuba menebal penuh berisi cairan
dengan atau tanpa cairan bebas di panggul atau kompleks tubo-ovarial atau
pemeriksaan Dopler menyarankan infeksi panggul (misalnya: hiperemi tuba)
 Hasil pemeriksaan laparoskopi yang konsisten dengan PID.
Beberapa ahli menganjurkan bahwa pasien dengan PID dirawat inap agar
dapat segera dimulai istirahat baring dan pemberian antibiotika paranteral dalam
pengawasan, akan tetapi untuk pasien-pasien PID ringan atau sedang rawat jalan
dapat memberikan kesudahan jangka pendek dan panjang yang sama dengan rawat

20
inap, keputusan untuk rawat inap ada di tangan dokter yang merawat, disarankan
memakai kriteria rawat inap sebagai berikut:4
 Kedaruratan bedah (misalnya: apendisitis) tidak dapat dikesampingkan
 Pasien sedang hamil
 Pasien tidak memberi respons klinis terhadap antimikrobia oral
 Pasien tidak mampu mengikuti atau mentaati pengobatan rawat jalan
 Pasien menderita sakit berat, mual dan muntah atau demam tinggi
 Ada absen tuboovarial

Terapi
Terapi PID harus ditunjukan untuk mencegah kerusakan tuba yang
menyebabkan fertilitas dan kehamilan ektopik, serta pencegahan infeksi kronik.
Banyak pasien yang berhasil diterapi dengan rawat jalan dan terapi rawat jalan dini
harus menjadi pendekatan terapeutik permulaan. Pemilihan antibiotika harus
ditujukan pada organism etiologi utama (N, gonorrhoase atau C, trachomatis), tetapi
juga harus mengarah pada sifat polimikrobial PID.4
Untuk pasien dengan PID ringan atau sedang terapi oral dan parenteral
mempunyai daya guna klinis yang sama. Sebagian besar klinis menganjurkan terapi
parenteral paling tidak selama 48 jam kemudian dilanjutkan dengan terapi oral 24 jam
setelah ada perbaikan klinis.4

Rekomendasi terapi dari CDC:4


Terapi Parenteral
 Rekomendasi terapi parental A
- Sefotetan 2 g intravena setiap 12 jam atau
- Sefoksitin 2 g intravena setiap 6 jam ditambah
- Doksisiklin 100 mg oral atau parenteral setiap 12 jam

21
 Rekomendasi terapi parental B
- Klindamisin 900 mg setiap 8 jam di tambah
- Gentamisin dosis muatan intravena atau intramuskuler (2 mg/kg berat badan)
diikuti dengan dosis pemeliharaan (1,5 mg/kg berat badan) setiap 8 jam.
Dapat diganti dengan dosis tunggal harian.
 Terapi Parental Alternatif
Tiga terapi alternatif telah dicoba dan mereka mempunyai cakupan spectrum yang
luas.
- Levofloksasin 500 mg intravena 1xsehari dengan atau tanpa metronidazzol
500 mg intravena setiap 8 jam atau
- Ofloksasin 400 mg intravena setiap 12 jam dengan atau tanpa tanpa
metronidazol 500 mg intravena setiap 8 jam atau
- Ampisilin/Sulbaktam 3 g mg intravena setiap 6 jam ditambah doksisilin 100
mg oral atau intravena setiap 12 jam

Terapi Oral
Terapi Oral dapat dipertimbangkan untuk penderita PID ringan atau sedang
karena kesudahan klinisnya sama dengan terapi parental. Pasien yang mendapat terapi
oral dan tidak menunjukan perbaikan setelah 72 jam harus dievaluasikan untuk
memastikan diagnosisnya dan diberikan terapi parenteral baik dengan rawat jalan
maupun inap.4
 Rekomendasi Terapi A
- Levofloksasin 500 mg oral 1 x setiap hari selama 14 hari atau ofloksasin 400
mg 2x sehari selama 14 hari, dengan atau tanpa
- Metronidazol 500 mg oral 2 x sehari selama 14 hari

22
 Rekomendasi Terapi B
- Sefriakson 250 mg intramuskuler dosis tunggal ditambah doksisiklin oral 2x
sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazzol 500 mg oral 2x sehari
selama 14 hari,atau
- Sefoksitin 2 g intramuskuler dosis tunggal dan probenesid ditambah
doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazoll 500
mg oral 2x sehari selama 14 hari,atau
- Sefalosporin generasi ketiga (missal sefitzoksim atau sefoataksim) ditambah
doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazzol 500
mg oral 2x sehari selama 14 hari,atau

Akibat Buruk

Sekitar 25% pasien PID mengalami akibat buruk jangka panjang, infertilitas
terjadi sampai 20% perempuan dengan riwayat PID mempunyai 6 sampai 10 kali
lebih tinggi risiko kehamilan ektopik. Telah dilaporkan terjadinya nyeri panggul
kronik dan dispareunia.4

Sindroma Fitz-Hugh-Curtis adalah terjadinya perlengketan fibrosa perihpetik


akibat proses peradangan PID. Ini dapat menyebabkan nyeri akut dan nyeri tekan
kuadran kanan atas.4

Komplikasi lanjut penyakit radang panggul dapat terjadi karena:8


1. Penyakit menahun dengan keluhan ketidaknyamanan di daerah kemaluan,
gangguan menstruasi (dismenorea), nyeri saat berhubungan seks (dispareunia), dan
keputihan (leukorea) yang sulit sembuh.
2. Adanya infeksi penyakit hubungan seks atau melakukan pengguran kandungan
yang tidak sesuai prosedur.
3. Pengobatan penyakit hubungan seksual yang gagal, yang mengakibatkan
gangguan fungsi alat genital bagian dalam.

23
2.11. Herpes Genital
Herpes genitalis merupakan penyakit menular seksual dengan prevalensi
yang tinggi di dunia. HSV tipe I dan II merupakan virus herpes homonis yang
merupakan virus DNA. Virus herpes simpleks hanya menginfeksi manusia. Terdapat
dua tipe virus herpes simpleks, yaitu HSV-1, yang biasanya menyebabkan infeksi
herpes nongenital (orofacial); dan HSV-2, yang biasanya menyebabkan infeksi herpes
genital pada laki-laki dan perempuan akan tetapi kedua tipe virus tersebut dapat
menginfeksi baik pada area orofacial maupun genital dan dapat menyebabkan infeksi
akut dan rekuren.4,9
Penularan herpes genitalis diperlukan kontak langsung dengan jaringan atau
sekret dari penderita infeksi HSV. Kebanyakan infeksi pada alat genital didapatkan
dari partner dengan infeksi subklinis. Pasangan yang aktif secara seksual dan sama-
sama terinfeksi HSV tidak akan mengalami reinfeksi satu sama lain. Belum ada bukti
penelitian bahwa HSV dapat menular melalui fomites, penggunaan pakaian atau
handuk secara bersama ataupun dari lingkungan. Penularan perinatal kepada bayi
baru lahir dapat terjadi, terutama jika infeksi baru terjadi pada kehamilan trimester
akhir.4,9
Masa inkubasi herpes genitalis biasanya berkisar antara 3-5 hari untuk infeksi
primer yang simtomatik, kadang 10 hari, jarang mencapai 3 minggu.4

Gejala Klinis
1. Primary Genital Herpes
Lesi pada daerah genital atau perianal multipel, biasanya bilateral. Umumnya
dapat ditemukan vaginal discharge. Urethral discharge umum ditemukan pada
laki-laki, biasanya disertai dengan disuria berat. Lesi kutaneus muncul setelah 7-
15 hari berupa papul, menjadi vesikel, menjadi pustul, menjadi ulkus, lalu
menjadi krusta.4

24
Lesi pada mukosa atau permukaan yang lembab (misalnya introitus vagina,
labia minor, uretra, rektum) mengalami ulserasi lebih awal, sering disertai dengan
nyeri yang berat dan tidak berubah menjadi krusta. Nyeri dan bengkak pada
daerah inguinal juga sering ditemukan, biasanya bilateral. Infeksi yang didapatkan
melalui seks secara anal dapat dirasakan nyeri pada rektum, keluar cairan,
tenesmus, dan beberapa gejala dari proctitis. Demam, malaise, nyeri kepala juga
sering ada, dan kadang-kadang fotofobia dan kaku pada leher.4

Gambar 3. A. Infeksi Primer Herpes Genitalis dengan Vesikel; B. Vulvitis Herpetik


(Sumber: Primer Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed.)12

2. First Episode Nonprimary Genital Herpes


Lesi yang ditemukan pada tipe ini biasanya lebih sedikit daripada infeksi primer.
Biasanya terjadi selama 10-20 hari. Nyeri dan bengkak pada daerah inguinal lebih
jarang ditemukan daripada infeksi primer.4

25
3. Recurrent Genital Herpes
Pada herpes genitalis rekuren biasanya terbentuk lesi berkelompok yang terdiri
dari 2-10 lesi, lokasinya di bagian lateral dari garis tengah dan hanya terdapat di
satu sisi tubuh. Lesi tersebut biasanya timbul 2-3 cm dari lokasi lesi sebelumnya.
Gejala infeksi rekuren selain dapat terjadi di genital dan perianal, juga dapat
terjadi di daerah bokong, paha, dan perut bagian bawah (disebut juga area “boxer
shorts”). Lesi yang paling sering ditemukan adalah lesi ulseratif atipikal, tanpa
didahului oleh periode vesikular ataupun pustular. Gejala neurologis prodormal
biasanya muncul 1-2 hari sebelum timbul lesi, biasanya berupa parestesia (rasa
terbakar, kesemutan), atau hypesthesia pada daerah lesi atau di sepanjang
perjalanan nervus sakralis. Gejala sistemik dan pembengkakan daerah inguinal
jarang ditemukan.4,9

Gambar 4. A. Herpes genitalis rekuren pada penis. Vesikel berkelompok dengan


krusta di bagian sentral, dasar yang meninggi dan berwarna merah; B. Herpes
genitalis rekuren pada vulva. Erosi berukuran besar dan sangat nyeri di labia.
(Sumber: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed.)12

26
Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa metode pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan
untuk menunjang penegakan diagnosis infeksi HSV, tentunya dengan spesifisitas dan
sensitivitas yang beragam. Metode-metode tersebut antara lain:4,9
1. Pemeriksaan sitologi
Pemeriksaan sitologi dilakukan dengan Tzanck smears, pewarnaan
Papanicolaou atau Romanovsky, dan imunofluoresens. Tzanck smears dengan
pewarnaan Giemsa menggunakan bahan dari kerokan lesi kulit atau mukosa.
Dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear.(1)Ini
merupakan pemeriksaan yang murah, namun spesifisitas dan sensitivitas nya
rendah
Pewarnaan Papanicolaou atau Romanovsky menggunakan bahan dari hasil
biopsi, sedangkan deteksi sel yang terinfeksi dengan imunofluoresens
menggunakan hasil kerokan dasar vesikel. Pemeriksaan ini murah dan cepat,
spesifisitas dan sensitivitas nya lebih tinggi daripada Tzanck smears.
2. Kultur virus
Kultur virus digunakan untuk menentukan tipe virus, sudah lama menjadi
landasan untuk penegakan diagnosis infeksi HSV selama dua dekade terakgir dan
sudah ditentukan sebagai gold standard diagnosis laboratoris untuk infeksi HSV.
Sampel diambil dari swab, kerokan lesi kulit, cairan dari vesikel, eksudat dari
dasar vesikel, atau dari mukosa yang tanpa lesi. Pemeriksaan ini cukup mahal,
tidak lebih sensitif dari PCR, sensitivitasnya bervariasi dari rendah ke tinggi
tergantung keadaan klinis pasien dan spesifisitasnya cukup tinggi.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan umum untuk herpes genitalis adalah membersihkan area
yang bersangkutan (terdapat lesi) dengan normal saline, pemberian analgesik
(sistemik maupun lokal, seperti lidokain gel), dan perawatan infeksi sekunder oleh
bakteri. Selain itu juga diberikan terapi antiviral spesifik.4,9

27
Rekomendasi terapi oral untuk infeksi herpes genitalis primer (diberikan
selama lima hari) adalah sebagai berikut:4
1. Aciclovir 200 mg lima kali sehari, atau
2. Aciclovir 400 mg tiga kali sehari, atau
3. Famciclovir 250 mg tiga kali sehari, atau
4. Valaciclovir 500 mg dua kali sehari

2.12. Kankroid
Chancroid adalah infeksi menular seksual akut yang disebabkan oleh
Haemophilus ducreyi, biasa dijumpai di negara berkembang infeksi terjadi lima
sampai sepuluh kali lebih sering pada laki-laki dibanding perempuan dan dapat
mempermudah penularan HIV. Chancroid adalah penyakit menular seksual (PMS)
yang akut, ulseratif, dan biasanya terlokalisasi di genitalia atau anus dan sering
disertai pembesaran kelenjar di daerah inguinal. Chancroid diketahui menyebar dari
satu orang ke orang lain melalui hubungan seksual. Biasanya disebut soft chancre,
ulkus mole, soft sore.1,4
Masa inkubasi berkisar antara 1-14 hari, pada umumnya kurang dari 7 hari
atau 4-7 hari. Lesi kebanyakan multiple, jarang soliter, biasanya pada daerah genital,
jarang pada daerah ekstragenital. Mula-mula kelainan kulit berupa papul, kemudian
menjadi vesiko-pustul pada tempat inokulasi, cepat pecah menjadi ulkus. Terdapat
limfadenopati. Kebanyakan gejala pada wanita asimptomatik walaupun kadang
muncul gejala yang kurang jelas, seperti disuria, dispareunia, sekret vagina, nyeri
defekasi, atau perdarahan rektal. Gejala konstitusi seperti malaise dan demam ringan
kadang-kadang terlihat.4

28
Gambar 5. Kankroid pada vulva.
(Sumber: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed.)12

Tempat predileksi pada laki-laki ialah permukaan mukosa preputium, sulkus


koronarius, frenulum penis, dan batang penis. Dapat juga timbul lesi di dalam uretra,
scrotum, perineum,atau anus. Pada wanita ialah labia, klitoris, fourchette, vestivuli,
anus, dan serviks.

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan sediaan hapus
Diambil bahan pemeriksaan (spesimen) dari tepi ulkus yang tergaung dengan
menggunakan apusan kapas, di buat hapusan pada gelas alas, Pemeriksaan
langsung ini dapat dilakukan dengan pewarnaan gram, giemsa atau mikroskop
elektron. Identifikasi yang cepat dapat dengan pewarnaan methylgreenpyronine
pappenheim dan Unna, juga dapat dilaksanakan dengan pewarnaan blue dan
wright. Namun pemeriksaan langsung tersebut dapat menyesatkan oleh karena
banyaknya flora polimikrobial ulkus genital. Hanya pada 30-50% kasus
ditemukan basil berkelompok atau berderet seperti rantai.4

29
2. Biakan kuman
H. ducreyi merupakan mikroorganisme yang sulit dikultur. Pemeriksaan
kultur merupakan gold standard untuk mendeteksi H. ducreyi. H. Ducreyi tumbuh
pada suhu terbaik 33oC kelembaban atmosfer yang mengandung karbondioksida
5%.(14) Untuk mendapatkan sensitivitas yang tinggi pada isolasi primer,
dirokemendasikan penggunaan 2 media sekaligus yang ditambahkan dengan
hemoglobin dan serum.4

Terapi
Tablet kotrimoksazol, ialah kombinasi sulfametoksazol 400 mg dengan
trimetroprim 80 mg, diberikan dengan dosis 2 x 2 tablet selama 10 hari. Bila
pengobatan berhasil, perlu dilakukan drainase, dorsmsisi pada preputium. Pada bubo
yang mengalami supurasi dilakukan aspirasi melalui kulit yang sehat.

2.13.Sifilis
Adalah infeksi kronik disebabkan oleh Treponema pallidum, dianggap
sebagai peniru akbar (the great imitator) dalam bidang kedokteran (terutama sebelum
ada AIDS) karena banyaknya manifestasi klinis. Merupakan penyakit menular sedang
dengan angka infektivitas 10% untuk setiap kali hubungan seksual dengan pasangan
yang terinfeksi individu dapat menularkan penyakit pada stadium primer dan
sekunder sampai tahun pertama stadium laten.4
Sifilis mempunyai banyak manifestasi yang bukan ginekologis, organism
dapat menembus kulit atau membrane mukosa dan masa inkubasinya 10 sampai 90
hari.4
a. Sifilis Primer
Ditandai dengan ulkus keras dan tidak terasa nyeri yang biasanya soliter dan
dapat timbul di vulva, vagina atau serviks, dapat terjadi lesi ekstragenital. Ulkus
sembuh secara spontan terjadi adenopati regional yang tidak nyeri tekan. Lesi di
vagina atau serviks sembuh tanpa diketahui.4

30
b. Sifilis Sekunder
Adalah penyakit sistemik yang terjadi setelah penyebaran hematogen
organism dari 6 minggi sampai 6 bulan setelah ulkus primer. Ada banyak manifestasi
termasuk ruam makulopapular yang klasik di telapak tangan dan telapak kaki. Di
vulva dapat timbul bercak-bercak mukosa dan kondiloma lata, lesi putih abu-abu
yang meninggi dan besar. Biasanya tidak terasa nyeri dan mungkin juga disertai
dengan adenopati yang tidak terasa nyeri. Gejala-gejala ini dapat hilang dalam waktu
2 sampai 6 minggu.4
Sifilis stadium laten terjadi seletelah stadium sekunder yang tidak diobati dan
dapat berlangsung 2 sampai 20 tahun. Gejala-gejala sifilis sekunder dapat timbul
kembali.4
c. Sifilis Tersier
Terjadi pada sepertiga pasien yang tidak diobati atau diobati tidak sempurna.
Penyakit dapat mengenai sistem kardiovaskular, syaraf pusat, dan musculoskeletal,
berakibat gangguan yang bermacam-macam seperti aneurisma aorta, tabes dorsalis,
paresis generalisata, perubahan satatus mental, atrofi optic, gummata kulit dan tulang,
serta endarteritis.4
Pemeriksaan medan gelap dan uji antibody fluorescent langsung (DFA)
eksudat lesi atau jaringan untuk identifikasi spiroketa (organism yang sangat tipis,
memanjang, berbentuk spiral) merupakan metode yang definitif untuk mendiagnosis
sifilis awal. Diagnosis presumtif dimungkinkan dengan memakai dua macam uji
serologis.4
 Uji nontreponemal (missal VDRL dan RPR)
 Uji treponemal (missal fluorescent treponemal antibody absorbed [FTA-ABS]
dan i. pallidum particle agglutination [TPP-PA])
Pemakaian hanya salah satu macam uji serologis tidak cukup untuk diagnosis
sebab uji nontreponemal positif palsu seringkali terjadi pada bermacam-macam
kondisi medis yang tidak ada hubunganya dengan sifilis.

31
Rekomendasi Terapi Oleh CDC: 4
 Sifilis Primer dan Sekunder
Bensatin penisilin G 2.4 juta unit intramuskuler dalam dosis tunggal. Alergi
penisilin (tidak hamil); doksisiklin 100 mg per oral 2x sehari selama 2 minggi
atau tetrasiklin 500 mg per oral 4x sehari selama 2 minggu.
 Sifilis laten
Sifilis laten awal (<1tahun); Bensatin penisilin G 2,4 juta unit intramuskuler
dalam dosisi tunggal.
Sifilis laten akhir (> 1 tahun) atau tidak diketahui lamanya; Bensatin penisilin G
total 7,2 juta unit diberikan dalam 3 dosis masing-masing 2,4 juta unit
intramuskuler dengan interval 1 minggu.
Alergi penisilin (tidak hamil) doksisiklin 10 mg per oral 2x sehari atau
tetransiklin 500 mg per oral 4x sehari, keduanya diberikan selama 2 minggu kalau
sifilis laten < 1 tahun, kalau > 1 tahun selama 4 minggu.
 Sifilis tersier
Bensatin penisilin G total 7,2 juta unit diberikan dalam 3 dosis masing-masing
2,4 juta unit intramuskuler dengan interval 1 minggu.
Alergi penisilin: sama seperti untuk sifilis laten akhir.
 Neurosifilis
Penisilin G kristalin aqua 18-24 juta unit setiap hari, diberikan dalam 3-4 juta
unit intravena setiap 4 jam atau infuse berkelanjutan selama 10-14 hari.
Alternatif (kalau ketaatan terjamin); 2,4 juta unit prokain penisilin intramuskuler
setiap hari, ditambah probenesid 500 mg per oral 4x sehari, keduanya selama 10-
14 hari.
 Sifilis dalam kehamilan
Terapi penisilin sesuai dengan stadium sifilis perempuan hamil. Bebrapa
pakar merekomendasikan terapi tambahan (missal dosis kedua bensatin penisilin
2,4 juta unit intramuskuler) 1 minggu setelah dosis inisial, terutama untuk

32
perempuan pada trimester ketiga dan untuk mereka yang menderita sifilis
sekunder selama kehamilan. Alaergi penisilin; seorang perempuan hamil dengan
riwayat alergi penisilin harus ditetapi dengan penisilin setelah desensitisasi.
 Sifilis pada pasien yang terinfeksi virus HIV
Sifilis primer dan sekunder. Bensatin penisilin 2,4 juta unit intramuskuler.
Beberapa pakar merekomendasikan terapi tambahan seperti bensatin penisilin G
banyak dosis seperti untuk sifilis akhir. Pasien yang alergi penisilin harus
didesensitisasi dan diberi terapi dengan penisilin. Sidilis laten (pemeriksaan
cairan serebrospinal normal) bensatin penisilin G 7,2 juta unit dibagi dalam dosis
3 mingguan masing-masing 2,4 jam.4
Tindak lanjut serelah terapi sifilis awal maka perlu diperiksa VDRi, atau titer
reagen plasma cepat setiap 3 bulan selama 1 tahun (uji sebaiknya dikerjakan oleh
laboratorium yang sama). Titer harus turun empat kali dalam satu tahun. Jika
tidak maka diperlukan pengobatan kembali. Bila pasien telah terinfeksi lebih dari
1 tahun maka titer harus diikuti selama 2 tahun. Uji FTA-ABS yang spesifik akan
tetap positif selamanya.4
Neurosifilis harus dikesampingkan pada mereka yang penyakitnya lebih dari 1
tahun. Caitan serebrospinal harus diperiksa untuk melihat reaktivitas FTA-ABS-
nya.4

2.14.Infeksi Khusus
Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih bagian bawah (uretra dan kandung kemih) dialami 10%
sampai 20% perempuan dewasa setiap tahunnya. Perempuan lebih mudah terkena
karena saluran uretra lebih pendek dan kolonisasi bakteri di bagian distal uretra dari
vestibulum vulva, UTI ditandai dengan disuria, sering kemih dan dorongan untuk
berkemih serta kemungkinan nyeri tekan suprapublik. Hasil pemeriksaan meliputi

33
sistitis bakerial akut dengan organism lebih dari 10 per ml. pathogen yang biasa
adalah Escherichia coli dan Staphylococcus saprophyticus.4

Diagnosis
Untuk pemeriksaan mikroskopik, biakan dan uji sensitivitas diperlukan
spesimen urin yang bersih, aliran di tengah (harus dibiakkan atau dimasukkan lemari
pendingin dalam waktu 2 jam). Baku emas untuk diagnosis adalah organism lebih
dari 10 per ml, tetapi jumlah organism serendah 10 per ml dapat menegakkan
diagnosis sistitis. Pemeriksaan panggul dilakukan untuk mengesampingkan
vulvovaginitis, servisitis, dan sebab-sebab lain.4

Terapi4
 Terapi dosis tunggal : Sulfametoksasol dan trimetoprim kekuatan ganda (160
mg/800 mg).
 Terapi 3 hari : sulfametoksasol dan trimetoprim kekuatan ganda (160 mg/800 mg)
2x sehari, nitrofurantoin 100 mg setiap 6 jam, siprofloksasin 250 mg 2x sehari.
 Tetapi 7-14 hari : digunakan antibiotika seperti diatas pada pasien yang hamil,
imunosupresi, diabetes, kelainan anatomi dan yang gagal pada tetapi sebelumnya.

Pencegahan
Untuk perempuan dengan UTI pascasanggama kambuh-kambuhan, dianjurkan
pemberian antibiotika profilaktik pascasenggama dan segera mengosongkan kandung
kemih setelah melakukan hubungan seks.4

34
BAB III
KESIMPULAN

Infeksi saluran genitalia merupakan infeksi yang terjadi sepanjang saluran


reproduksi bawah dan atas. Saluran reproduksi bawah mulai dari vulva, vagina dan
serviks. Sedangkan saluran reproduksi atas meliputi uterus, tuba falopii, ovarium dan
peritoneum pelvis. Infeksi saluran genitalia pada wanita sering tidak teratasi akibat
sebagian besar gejalanya asimptomatik ataupun gejala yang ada tidak khas.
Sekuel dari infeksi saluran genitalia yang tidak teratasi dengan tepat
memberikan efek baik pada laki-laki maupun wanita. Pada laki-laki, sekuel infeksi
saluran genital seperti N. gonorrhea atau C. trachomatis, dapat menutup vas deferens
atau menyebabkan epididymitis, yang merupakan infeksi pada saluran berpindahnya
sperma dari testis menuju vas deferens. Sedangkan pada wanita, sekuel infeksi
saluran genitalia yang tidak teratasi terus menerus lebih fatal. Setiap tahunnya, ribuan
wanita meninggal akibat sekuel infeksi saluran genitalia, termasuk kanker serviks,
kehamilan ektopik, serta infeksi akut dan kronis pada uterus dan tuba falopii.
Lebih dari 30 jenis patogen dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan
manifestasi klinis bervariasi menurut jenis kelamin dan umur. Meskipun infeksi
menular seksual (IMS) terutama ditularkan melalui hubungan seksual, namun
penularan dapat juga terjadi dari ibu kepada janin dalam kandungan atau saat
kelahiran, melalui produk darah atau transfer jaringan yang telah tercemar, kadang-
kadang dapat ditularkan melalui alat kesehatan.
Infeksi saluran genitalia yang dapat terjadi antara lain radang pada vulva
(pedikulosis pubis, scabies dan moluskum kontagiosum), vagina (vaginosis bakterial,
trikomonas dan kandida), serviks uteri (klamidia trakomatis dan gonorea), korpus
uteri (endometritis), adneksa dan jaringan di sekitarnya (penyakit radang panggul),
kelainan-kelainan lain pada alat genital (herpes genital, kankroid dan sifilis), infeksi
saluran kemih.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Patel AD, et. al. Reproductive tract infections. Georgia: CDC, 2003.
2. Pellati D, et.al. Genital tract infections and infertility. European Journal of
Obstetrics and Gynecology and Reproductive Biology, 2016. 140 (1) p. 3-11.
3. Anonim. Buku pedoman nasional tatalaksana infeksi menular seksual 2016.
Jakrta: Kementerian Kesehatan RI, 2016.
4. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Ed 3.Anwar M, Baziad A, Prabowo P, editor.
Jakarta: EGC, 2017.
5. Siahaan R E, Niode N J, Pandaleke T A. Profil vaginosis bakterial di Poliklinik
Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou manado periode Januari 2011-
Desember 2015. Universitas Sam Ratulangi Manado Juli-Desember 2016 4(2):1-
6. [cited 2019 March 28]. Available from:
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/view/14502
6. Darwish AM. Genital infections and infertility. Croatia: InTech, 2016.
7. Sweet RL, Gbibbs RS. Infectious disease of the female genital tract. 5th Ed. USA:
Lippincott Williams & Wilkins, 2010.
8. Manuaba I A, Manuaba B G. Memahami kesehatan reproduksi wanita. Ed.3.
Ester M, editor. Jakarta: EGC; 2009.
9. Hema DA, Kurniati ID, Ratnaningrum K. Ilmu obstetric dan ginekologi.
Semarang: Unimus Press, 2017.
10. Handoko RP. Pedikulosis. Dalam : Djuanda A, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin edisi V. Jakarta : FKUI; 2007, h. 119 - 25.
11. Herman MJ. Penyakit Hubungan Seksual akibat Jamur, Protozoa, dan Parasit.
[online]. 2001. [cited 2011 May 30th]. Available from URL :
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/fdes/cdk_130_kulit_dan_kelamin.pdf

36
12. Tom W., Friedlander SF., In : Wolff L., Goldsmith LA., Katz SI., Gilchrest BA.,
Paller AS., Leffell DJ. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Poxvirus
infections. 7th edition. New York : McGraw-Hill Medicine 2008.

37

Anda mungkin juga menyukai