1. DEFINISI
2. EPIDEMIOLOGI
3. ETIOLOGI
4. PATOFISIOLOGI
5. TERAPI NON FARMAKOLOGI
6. TERAPI FARMAKOLOGI
7. KASUS PRAKTEK FARMAKOTERAPI
8. PEMBAHASAN KASUS
8.1 SUBJEKTIF
8.2 OBJEKTIF
8.3 ASSESSMENT
8.4 PLAN
8.5 DAFTAR PUSTAKA
1. DEFINISI
a. Gonore
Gonore merupakan suatu infeksi pada mukosa yang disebabkan oleh
bakteri kokus gram negatif Neisseria gonorrhoeae yang dapat ditularkan
melalui hubungan seksual atau perinatal. Gonore merupakan infeksi
menular seksual tersering kedua di seluruh dunia yang berpengaruh besar
terhadap morbiditas dan pengeluaran biaya ekonomi. Hal ini
dimungkinkan karena adanya faktor-faktor penunjang yang dapat
memberikan kemudahan dalam penyebarannya antara lain hubungan
seksual diluar nikah, pemakaian obatobat telarang, dan kurangnya
pengetahuan mengenai IMS (Infeksi Menular Seksual) (Pitasari dan
Martodiharjo, 2019).
b. Herpes Simpleks Genitalis
Herpes simpleks genitalis merupakan infeksi menular seksual yang
disebabkan Herpes simplex virus (HSV) tipe 2. Gejala klinis herpes
simpleks genitalis khas, berupa vesikel berkelompok, diatas dasar
eritematosa, umumnya bersifat rekurenInfeksi primer HSV-2 dan HSV-1
genital sering ditandai dengan gejala sistemik dan lokal yang lama. Gejala
sistemik muncul dini berupa demam, nyeri kepala, malaise, dan mialgia
(Bonita dan Murtiastutik, 2017).
2. EPIDEMIOLOGI
a. Gonore
Gonore merupakan suatu infeksi yang terjadi pada mukosa yang
disebabkan oleh bakteri kokus gram negatif Neisseria gonorrhoeae yang
dapat ditularkan melalui hubungan seksual atau perinatal. Gonore
merupakan infeksi menular seksual yang banyak terjadi kedua di seluruh
dunia yang berpengaruh besar terhadap morbiditas dan pengeluaran biaya
ekonomi. Insidensi Gonore semakin meningkat, dimana menurut World
Health Organization (WHO) diperkirakan 78 juta kasus baru ditemukan
setiap tahunnya. Kemudian pada kasus umum diperkirakan 27 juta kasus
terjadi pada tahun 2012, yang menunjukkan prevalensi global gonore
0,8% di antara wanita dan 0,6% di antara laki-laki berusia 15- 49 tahun,
dengan prevalensi tertinggi di Pasifik Barat dan Daerah Afrika. Sedangkan
data dari The Centers for Disease Control and Prevention (CDC), penyakit
ini menyerang hampir 700.000 orang setiap tahun. Tingginya prevalensi
tersebut dimungkinkan akibat karena adanya faktor-faktor penunjang yang
dapat memberikan kemudahan dalam penyebarannya antara lain hubungan
seksual diluar nikah, pemakaian obatobat telarang, dan kurangnya
pengetahuan mengenai IMS (Infeksi Menular Seksual). Selain itu
beberapa sifat gonokokus, seperti mudah menular, tidak memberikan
kekebalan, dan masa inkubasi yang pendek, serta banyaknya galur
Neisseria gonorrhoeae penghasil Penisillinase (NGPP) yang resisten
terhadap penisilin dan galur yang resisten terhadap antibiotik lain juga
merupakan faktor penunjang. Koinfeksi dengan Chlamydia trachomatis
terdeteksi di 10-40% orang dengan gonore (Pitasari dan Martodiharjo, 2019).
3. ETIOLOGI
a. Gonore
Neisseria gonorrhoeae merupakan salah satu jenis bakteri penyebab
IMS (Infeksi Menular Seksual) yang merupakan bakteri gram negatif
berbentuk diplokokus yang merupakan penyebab infeksi saluran
urogenitalis. Bakteri ini bersifat fastidious dan untuk tumbuhnya perlu
media yang lengkap serta baik. Akan tetapi, ia juga rentan terhadap suhu
panas dan kekeringan sehingga tidak dapat bertahan hidup lama di luar
host-nya. Penularan umumnya terjadi secara kontak seksual dan masa
inkubasi terjadi sekitar 2–5 hari, dengan gejala dan tanda pada laki-laki
dapat muncul 2 hari setelah pajanan dan mulai dengan uretritis, diikuti
oleh secret purulen, disuria dan sering berkemih serta melese. Secara
morfologik gonokok terdiri dari empat tipe, dimana tipe 1 dan 2 yang
mempunyai protein pili yang bersifat virulen, sedangkan pada tipe 3 dan 4
mereka tidak mempunyai protein pili dan bersifat nonvirulen. Protein pili
merupakan alat yang mirip seperti rambut yang menjulur ke luar beberapa
mikrometer dari permukaan gonokokus yang dibentuk oleh tumpukan
protein pilin. Protein pili membantu pelekatan pada sel inang dan
resistensi terhadap fagositosis. (Arjani, 2019).
4. PATOFISIOLOGI
a. Gonore
Neisseria gonorrhoeae dapat ditularkan melalui kontak seksual atau
melalui penularan vertikal pada saat melahirkan. Bakteri ini terutama
mengenai epitel kolumnar dan epitel kuboidal manusia. Patogenesis
gonore terbagi menjadi 5 fase. Fase 1 adalah bakteri Neisseria
gonorrhoeae menginfeksi permukaan selaput lendir dapat ditemukan di
uretra, endoserviks dan anus. Fase 2 adalah bakteri ke microvillus sel
epitel kolumnar untuk kolonisasi selama infeksi, bakteri dibantu oleh
fimbriae, pili. Fimbriae terutama terdiri dari protein pilin oligomer yang
digunakan untuk melekatkan bakteri ke sel-sel dari permukaan selaput
lendir. Protein membran luar PII 9 Oppacity associated protein (OPA)
kemudian membantu bakteri mengikat dan menyerang sel inang. Fase 3
adalah masuknya bakteri ke dalam sel kolumnar dengan proses yang
disebut endositosis di mana bakteri yang ditelan oleh membran sel
kolumnar, membentuk vakuola. Fase 4 adalah vakuola ini kemudian
dibawa ke membran basal sel inang, dimana bakteri berkembang biak
setelah dibebaskan ke dalam jaringan subepitel dengan proses eksositosis.
Peptidoglikan dan bakteri LOS (Lipo Oligo Sakharida) dilepaskan selama
infeksi. Gonococcus dapat memiliki dan mengubah banyak jenis antigen
dari Neisseria LOS. LOS merangsang tumor necrosis factor, atau TNF,
yang akan mengakibatkan kerusakan sel. Fase 5 adalah reaksi inflamasi
yang dihasilkan menyebabkan infiltrasi neutrofil. Selaput lendir hancur
mengakibatkan akumulasi Neisseria gonorrhoeae dan neutrofil pada
jaringan ikat subepitel. Respon imun host memicu Neisseria gonorrhoeae
untuk menghasilkan protease IgA ekstraseluler yang menyebabkan
hilangnya aktivitas antibodi dan mempromosikan virulensi (Daili et al.,
2001).
6. TERAPI FARMAKOLOGI
a. Gonore
Pengobatan gonore diperumit oleh kemampuan N. gonorrhoeae untuk
mengembangkan resistensi terhadap antimikroba. Rekomendasi
pengobatan gonokokal dan telah berkembang karena pergeseran pola
resistensi antimikroba. Pedoman pengobatan merekomendasikan terapi
ganda untuk gonore dengan sefalosporin ditambah azitromisin atau
doksisiklin, bahkan jika NAAT untuk C. trachomatis negatif pada saat
pengobatan
8. PEMBAHASAN KASUS
8.1 SUBJEKTIF
a. Hubungan seksual beresiko tinggi
Faktor yang mempengaruhi hubungan seksual (sexual
intercourse) berisiko tinggi apabila memiliki pasangan seksual lebih
dari satu, pernah mengalami infeksi menular seksual, dan perilaku
seksual berisiko tinggi. Perilaku seksual yang berisiko yaitu hubungan
seks anogenital tanpa kondom, orogenital dan serosorting. hubungan
seks anogenital tanpa kondom, menjadi salah satu cara transmisi
terjadinya IMS dan HIV yang paling efisien karena lapisan rektum
sangat rentan, tipis, dan mudah robek, sehingga jika terdapat mikrolesi
saja sudah memungkinkan menjadi jalan masuk infeksi. LSL (Laki–
laki berhubungan Seksual dengan Laki-laki) merupakan salah satu
kelompok risiko tinggi untuk tertular IMS dan HIV. Hal ini berkaitan
dengan aktivitas seks yang mereka lakukan umumnya adalah seks anal
dan oral. Berhubungan seksual per anal mempunyai risiko perlukaan
pada daerah tersebut dikarena daerah anal/anus bersifat tidak elastis,
sehingga ketika ada luka di daerah anus dan pasangan seksual terkena
IMS dan HIV maka akan lebih mudah ditularkan (Wahdah et al.,
2020).
b. Discharge
Adanya discharge dapat menjadi penanda infeksi pada pasien
ini. Discharge dapat dikaitan dengan urethritis dengan gejala pada
gonococcal urethritis maupun non gonococcal urethritis berupa disuria
atau gatal-gatal pada alat kelamin yang berhubungan dengan keluarnya
cairan dari uretra. Sekitar 75% pria dengan GCU memiliki sekret
purulen, sedangkan NGU lebih mungkin bermanifestasi dengan sekret
mukoid atau jernih. Organisme penyebab utama adalah Neisseria
gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis . Gonokokus menyerang
membran mukosa terutama mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng
yang belum berkembang (imatur) dari saluran genitourinaria, mata,
rektum dan tenggorokan. Gonokokus akan melakukan penetrasi
permukaan mukosa dan berkembang biak dalam jaringan subepitelial
serta menghasilkan berbagai produk ekstraseluler yang dapat
mengakibatkan kerusakan sel. (Harningtyas, 2017). Selain itu,
berdasarkan pewarnaan gram yang telah dilakukan pasien
menunjukkan adanya bakteri gram negatif diplokokus, sehingga dapat
diketahui pasien mengalami gonorrhoeae akibat bakteri Neisseria
gonorrhoeae
e. Demam
Demam adalah kondisi ketika suhu tubuh berada di atas angka
38 derajat celsius. Demam merupakan bagian dari proses kekebalan
tubuh yang sedang melawan infeksi akibat virus, bakteri, atau parasit.
8.2 OBJEKTIF
8.2 ASSESSMENT
8.4 PLAN
a. Terapi Farmakologi
Eksresi: sisanya
diekskresikan dalam
empedu dan pada tahap
akhirnya ditemukan dalam
feses.