Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH MIKROBIOLOGI

ANTIBIOTIK, ANTIFUNGI, DAN ANTIVIRUS

Disusun oleh:

NAMA : CICI AFRILIA RAHAYU


NIM : 2020112030
KELAS : A
PRODI : S1 FARMASI
DOSEN : RIA AFRIANTI

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
2022
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan, terkait dengan
banyaknya kejadian infeksi bakteri yang diderita oleh banyak orang. Disamping itu
penggunaan antibiotik dapat menimbulkan masalah resistensi dan efek obat yang
tidak dikehendaki ( Juwono, 2004)
Salah satu penyakit infeksi adalah demam tifoid, penyakit ini sering dijumpai
pada anak-anak dan dewasa muda. Frekuensi paparan lebih sering pada kelompok
ini, karena sering makan makanan dari luar dan belum menyadari pentingnya
higiene dan sanitasi. Kemungkinan lain adalah karena sistem kekebalan mereka
yang masih belum pernah atau sering terpapar kuman penyebab penyakit ini,
sehingga belum terbentuk kekebalan yang memadai pada kelompok ini ( Sekartini
dkk, 2003) Penyebab penyakit ini adalah bakteri golongan Salmonella yang
memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan. Ada dua sumber penularan
Salmonella typhi, yaitu pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering carrier.
Orang tersebut mengekskresi (mengeluarkan) 109 sampai 1011 kuman per gram
tinja. Di daerah endemik transmisi terjadi melalui air yang tercemar. Makanan yang
tercemar oleh carrier merupakan sumber penularan yang paling sering di daerah non
endemik ( Juwono, 2004).
Fungi dapat menyebabkan penyakit infeksi yang serius. Peningkatan infeksi
berakibat pada morbiditas dan mortalitas yang berlebihan. Di samping itu, populasi
yang berisiko terkena infeksi karena fungi akan meningkat secara signifikan (Aly et
al., 2011). Namun demikian, tidak semua populasi akan langsung merasakan
dampak atau gejala dari infeksi tersebut, sampai penyakit infeksi tersebut menjadi
semakin serius. Infeksi serius yang mengancam jiwa dilaporkan semakin meningkat
seiring dengan meningkatnya berbagai patogen, termasuk opportunistik Candida
albicans, Cryptococcus neoformans, dan Aspergillus fumigatus (Mirza et al., 2003).
Candida albicans merupakan spesies terpatogen dan menjadi penyebab utama
kandidiasis. Candida albicans tumbuh pada berbagai tubuh manusia (Suprihatin,
1982). Candida albicans dalam keadaan normal dapat hidup secara seimbang dengan
berbagai mikroba lain di dalam usus. Individu dengan sistem imun yang ditekan,
fungi normal tubuh dapat menyebabkan timbulnya penyakit (Kavanagh & Sullivan,
2004). Spesies Aspergillus ada yang patogen terhadap manusia dan hewan, dan
penyakit yang ditimbulkan disebut aspergilosis. Salah satu contoh Aspergillus
patogen adalah Aspergillus fumigatus (Dwidjoseputro, 1978). Aspergillus
fumigatus merupakan patogen opportunistik pada manusia dan menjadi penyebab
utama aspergilosis paru dengan angka kejadian 80-90%. Tingkat kematian infeksi
Aspergillus fumigatus lebih besar dibandingkan infeksi karena Candida albicans
(Kavanagh & Sullivan, 2004)
Virus adalah parasit intraselular yang tidak mempunyai metabolisme
independen dan dapat bereplikasi hanya dalam sel penjamu yang hidup (Neal M. J.,
2005). Virus dapat menyebabkan berbagai macam penyakit pada manusia mulai dari
penyakit ringan seperti flu hingga penyakit yang mematikan seperti Acquired
Immuno-Deficiency Syndrome (AIDS). Virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C
(HCV), dan human immunodeficiency virus (HIV) termasuk 10 penyebab utama
kematian penyakit menular di seluruh dunia. Di seluruh dunia, HBV menyumbang
sekitar 370 juta infeksi kronis, HCV sekitar 130 juta, dan HIV sekitar 40 juta. Pada
orang yang terinfeksi HIV, diperkirakan 2-4 juta memiliki co-infeksi HBV kronis
dan 4-5 juta memiliki co-infeksi HCV (Miriam J, 2006). Untuk pengendalian
penyakit virus, maka dilakukan tindakan secara imunologik, kemoprofilaktik atau
menggunakan interferon. Berbagai penyakit virus dapat dicegah dengan tindakan
imunologik dan berbagai obat antivirus berhasil pula dibuat. Antivirus merupakan
salah satu penggolongan obat yang secara spesifik digunakan untuk mengobati
infeksi virus. Obat-obat antivirus digunakan untuk mecegah replikasi virus dengan
menghambat salah satu dari tahap-tahap replikasi sehingga dapat menghambat virus
untuk bereproduksi (Joyce L, 1996).
Terapi antivirus harus diberikan dengan tepat mengingat obat-obat antivirus
mempunyai efek samping tertentu. Seperti ribavirin dapat menyebabkan anemia
hemolitik (61%), efavirenz dapat menyebabkan hepatotoksisitas (8%), pusing
(13%), kesulitan tidur tidur (7%), dan nevirapin dapat menyebabkan
hepatotoksisitas (16%) (Sulkowski, 2002). Wutzler, P. et al (2011) membuat laporan
bahwa obat antiretroviral (ARV) golongan analog nukleosida dan sejenisnya dapat
menyebabkan toksisitas kronis dan berpotensi karsinogenik. Aktifitas karsinogenik
obat ini dilakukan pada tikus di laboratorium (penelitian in vivo). Mekanisme obat
antivirus dapat menyebabkan kerusakan pada informasi genetik sebagian besar
masih berupa hipotetis karena tidak izinkannya penelitian 2 eksperimental secara
langsung pada manusia. Sehingga perlu dilakukan penelitian lain untuk mendukung
hipotesis tersebut. Hal tersebut yang mendasari dilakukannya penelitian ini
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI ANTIVIRUS
Perkembangan obat anti virus baik sebagai profilaksis ataupun terapi belum
mencapai hasil seperti apa yang diinginkan oleh umat manusia. Berbeda dengan anti
mikroba lainya, antiviral yang dapat menghambat atau membunuh virus juga akan
dapat merusak sel hospes dimana virus itu berada. Ini karena replikasi virus RNA
maupun DNA berlangsung didalam sel hospes dan membutuhkan enzim dan bahan
lain dari hospes. Tantangan bagi penelitian ialah bagaimana menemukan suatu obat
yang dapat menghambat secara spesifik salah satu proses replikasi virus seperti :
peletakan, uncoanting dan replikasi. Analisis biokimiawi dari proses sintesis virus
telah membuka tabir bagi terapi yang efektif untuk beberapa infeksi seperti : virus
hespes, beberapa virus saluran napas dan human immunodeficiency virus (HIV).
Dengan mencuatnya masalah penyakit acquired-immuno-deficiency-syndrom
(AIDS) maupun virus lainnya, maka kegiatan penelitian mencari obat anti viral telah
mendapat dukungan yang lebih luas dari berbagai pihak baik swasta maupun
pemerintah, terutama di Negara maju.
Sejumlah obat anti virus dapat dikembangkan didekade 50 dan 60 saat ini memiliki
pemamfaatan terbatas. Obat ini adalah idoksuridin, vidarabin dan sitarabin. Obat ini
bersifat tidak selektif dalam menghambat replikasi virus sehingga banyak fungsi sel
hospes juga dihambat. Toksisitas misalnya supresi sumsum tulang telah
menghalangi obat di atas digunakan secara parental kecuali vidarabin. Hanya
idoksuridin dan vidarabin yang saat ini masih dapat digunakan secara topikal
sebagai obat pilihan kedua dan ketiga pada herpes simplex keratin konjunctifitis.
Obat anti virus generasi baru pada umumnya bekerja lebih selektif terutama
asiklovir sehingga toksisitasnya lebih rendah.
2.1.1 Jenis Penyakit Antivirus
a. Influenza
Influenza, biasanya dikenali sebagai flu di masyarakat, adalah penyakit
menular burung dan mamalia yang disebabkan oleh virus RNA dari famili
Orthomyxoviridae (virus influensa). Penyakit ini ditularkan dengan
medium udara melalui bersin dari sipenderita. Pada manusia, gejala umum
yang terjadi adalah demam, sakit tenggorokan, sakit kepala, hidung
tersumbat dan mengeluarkan cairan, batuk, lesu serta rasa tidak enak
badan. Dalam kasus yang lebih buruk, influensa juga dapat menyebabkan
terjadinya pneumonia, yang dapat mengakibatkan kematian terutama pada
anak-anak dan orang berusia lanjut.
Masa penularan hingga terserang penyakit ini biasanya adalah 1 sampai 3
hari sejak kontak dengan hewan atau orang yang influensa. Virus influensa
cepat sekali bermutasi, sehingga setiap kali para ahli virus harus berusaha
menemukan penangkal yang baru. Wabah flu terbesar pertama adalah
pandemi flu spanyol (1918). Beberapa tahun yang lalu kita mengenal flu
Hong Kong dan pada tahun 2005 merebak flu burung. Semua ini
menunjukkan betapa sulitnya usaha penangkalan terhadap penyakit ini.
b. Herpes
Herpes zoster (Shingles) adalah suatu penyakit yang membuat sangat nyeri
(rasa sakit yang amat sangat). Penyakit ini juga disebabkan oleh virus
herpes yang juga mengakibatkan cacar air (virus varisela zoster). Seperti
virus herpes yang lain, virus varisela zoster mempunyai tahapan penularan
awal (cacar air) yang diikuti oleh suatu tahapan tidak aktif. Kemudian,
tanpa alasan virus ini jadi aktif kembali, menjadikan penyakit yang disebut
sebagai herpes zoster. Kurang lebih 20% orang yang pernah cacar air
lambat laun akan mengembangkan herpes zoster. Keaktifan kembali virus
ini kemungkinan akan terjadi pada orang dengan sistem kekebalan yang
lemah. Ini termasuk orang dengan penyakit HIV, dan orang di atas usia 50
tahun.

Herpes zoster hidup dalam jaringan saraf. Kejangkitan herpes zoster


dimulai dengan gatal, mati rasa, kesemutan atau rasa nyeri yang berat pada
daerah bentuk tali lebar di dada, punggung, atau hidung dan mata.
Walaupun jarang, herpes zoster dapat menular pada saraf wajah dan mata.
Ini dapat menyebabkan jangkitan di sekitar mulut, pada wajah, leher dan
kulit kepala, dalam dan sekitar telinga, atau pada ujung hidung.

Jangkitan herpes zoster hampir selalu terjadi hanya pada satu sisi tubuh.
Setelah beberapa hari, ruam muncul pada daerah kulit yang berhubungan
dengan saraf yang meradang. Lepuh kecil terbentuk, dan berisi cairan.
Kemudian lepuh pecah dan berkeropang. Jika lepuh digaruk, infeksi kulit
dapat terjadi. Ini membutuhkan pengobatan dengan antibiotik dan
mungkin menimbulkan bekas. Biasanya, ruam hilang dalam beberapa
minggu, tetapi kadang-kadang rasa nyeri yang berat dapat bertahan
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Kondisi ini disebut “neuralgia
pascaherpes”.

c HIV

HIV (human immunodeficiency virus) adalah sebuah retrovirus yang


menginfeksi sel sistem kekebalan tubuh manusia terutama Sel T CD4+
dan makrofaga, komponen vital dari sistem sistem kekebalan tubuh "tuan
rumah" dan menghancurkan atau merusak fungsi mereka. Infeksi dari HIV
menyebabkan pengurangan cepat dari sistem kekebalan tubuh, yang
menyebabkan kekurangan imun. HIV merupakan penyebab dasar AIDS.
HIV berbeda dalam struktur dengan retrovirus yang dijelaskan
sebelumnya. Besarnya sekitar 120 nm dalam diameter (seper 120 milyar
meter, kira-kira 60 kali lebih kecil dari sel darah merah) dan kasarnya
"spherical".
HIV menular melalui hubungan kelamin dan hubungan seks oral, atau
melalui anus, transfusi darah, penggunaan bersama jarum terkontaminasi
melalui injeksi obat dan dalam perawatan kesehatan, dan antara ibu dan
bayinya selama masa hamil, kelahiran dan masa menyusui. UNAIDS
transmission. Penggunaan pelindung fisik seperti kondom latex
dianjurkan untuk mengurangi penularan HIV melalui seks. Belakangan
ini, diusulkan bahwa penyunatan dapat mengurangi risiko penyebaran
virus HIV, tetapi banyak ahli percaya bahwa hal ini masih terlalu awal
untuk merekomendasikan penyunatan lelaki dalam rangka mencegah
HIV.
Pada akhir tahun 2004 diperkirakan antara 36 hingga 44 juta orang yang
hidup dengan HIV, 25 juta di antaranya adalah penduduk sub-Sahara
Afrika. Perkiraan jumlah orang yang terinfeksi HIV di seluruh dunia pada
tahun 2004 adalah antara 4,3 juta hingga 6,4 juta orang. (AIDS epidemic
update December 2004).
Di Asia, wabah HIV terutama disebabkan oleh para pengguna obat bius
lewat jarum suntik, hubungan seks baik antarpria maupun dengan pekerja
seks komersial, dan pelanggannya, serta pasangan seks mereka.
Pencegahannya masih kurang memadai.
2.2 DEFINISI ANTIBIOTIK
Antibiotik adalah zat kimiawi, yang dihasilkan oleh mikroorganisme secara
semisintesis, yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme lain terutama bakteri karena memiliki sifat toksik.
Sifat toksik senyawa-senyawa yang terbentuk mempunyai kemampuan
menghambat pertumbuhan bakteri (efek bakteriostatik) dan ada pula yang langsung
membunuh bakteri ( efek bakterisid).13 Antibiotik adalah obat yang digunakan
untuk mengobati infeksi bakteri. Permasalahan dalam penggunaan terapi antibiotik
adalah ketika bakteri sudah resistensi terhadap antibiotik. Pemilihan antibiotik harus
didasarkan atas spektrum antibiotik, efektivitas klinik, keamanan, kenyamanan dan
cocok tidaknya obat yang dipilih untuk pasien bersangkutan, biaya atau harga obat,
serta potensi untuk timbulnya resistensi dan risiko superinfeksi
2.3 DEFINISI ANTIFUNGSI
Jamur merupakan salah satu organisme yang tidak memiliki kelas tersendiri,
tidak ditempatkan sebagai kelas tumbuhan maupun kelas hewani. Sebagian besar
jamur adalah saprofilik yang berperan sebagai pengurai bahan organik, peragian
makanan dan produksi antibiotika.
Meskipun demikian, jamur juga memiliki aktivitas yang menyebabkan penyakit
infeksi yang disebut mikosis. Infeksi ini relatif jarang dibandingkan infeksi yang
disebabkan oleh bakteri atau virus. Infeksi oleh jamur biasanya baru terjadi
apabila ada kondisi yang menghambat salah satu mekanisme pertahanan.
Infeksi jamur atau mikosis dapat dikelompokkanmenjadi dua:
a) mikosis
Superfisial yang terdiri dari infeksi dermatofit dengan bagian infeksi pada
kulit,kuku, rambut, dan infeksi mukokutan dengan bagian infeksi pada selaput
lendir. Kemudian
b) mikosis
sistemik yang terdapat pada jaringan dan organ yang lebih dal
am.
Senyawa antifungi dapat digunakan dengan metode terapi
pada mikosis
superfisial berupa preparat lokal (dermatologi), kadang dengan obat sistemik.
Sedangkan
mikosis sistemik, terapi dapat dilakukan dengan obat sistemik jangka waktu
panjang.
Pada makalah
ini akan dibahas secara detail mengenai beberapa golongan obat
yakni golongan azol, golongan alilamin, golongan polien, golongan
ekinokandin, dan
beberapa golongan lain seperti flusitosin dan griseofulvin

Anda mungkin juga menyukai