Anda di halaman 1dari 16

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/346474485

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Experiment Findings · November 2020

CITATIONS READS

0 36,852

1 author:

Indayana Ratna Sari


Universitas Negeri Yogyakarta
13 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Indayana Ratna Sari on 30 November 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Oleh:

INDAYANA RATNA SARI

NIM: 19728251019

Pendidikan Kimia C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2019
PERCOBAAN VII

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

I. Tujuan

Menentukan tingkat kemurnian dan nilai Rf senyawa organik hasil ekstraksi


menggunakan KLT.

II. Dasar Teori


a. Tanaman Kunyit
Kunyit memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta,
Subdivisi : Angiospermae,
Kelas : Monokotiledon,
Ordo : Zingiberales,
Keluarga : Zingiberaceae,
Genus :Curcuma,
Spesies :Curcuma longa L.
Kunyit tersebar di daerah tropis dan subtropis dan ditanam secara luas di negara-
negara Asia terutama, India dan Cina. Di Malaysia, Indonesia dan India, kunyit
telah diteliti dengan baik untuk kepentingan ekonomi negaran dan terjadi perubahan
sangat cepat di dalam ilmu obat–obatan, sejak kunyit ditemukan sebagai
antioksidan karena mengandung senyawa-senyawa fenolat (Araujo & Leon 2001).

Gambar 1. Tanaman Kunyit


Tabel 1. Komponen senyawa pada kunyit

Kurkuminoid termasuk kelompok senyawa fenolat yang terkandung dalam


rimpang tanaman famili Zingiberaceae, salah satunya adalah kunyit. Kurkuminoid
merupakan senyawa aktif dalam kunyit. Ekstrak murni kunyit mengandung
campuran tiga jenis kurkuminoid, yaitu kurkumin, demetoksikurkumin dan
bisdemetoksikurkumin dengan kadar berturut turut: 75-81%, 15-19%, dan 2,2-6,6%
(Jayaprakasha, dkk., 2005).
Kurkumin, demetoksikurkumin,bisdemetoksikurkumin mempunyai
rumus molekul berturut-turut: C21H20O6, C20H18O5, dan C19H16O4 dengan bobot
molekul berturut-turut: 368 g/mol, 338 g/mol, 308 g/mol. Kurkumin bersifat larut
dalam etanol, keton, asam asetat, dan kloroform, tetapi tidak larut dalam air. Dalam
suatu molekul kurkumin, rantai utamanya alifatik, tidak jenuh, gugus arilnya dapat
disubstitusi atau tidak (Arajuo & Leon 2001).
Struktur ketiga jenis kurkuminoid ini ditunjukkan pada gambar 2.

Gambar 2. Struktur 3 jenis kurkumin


Salah satu cara pengambilan kurkumin dari rimpangnya adalah dengan
cara ekstraksi. Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan berdasarkan
perbedaan kelarutan. Secara umum ekstraksi didefinisikan sebagai proses
pemisahan dan isolasi dari zat padat atau zat cair. Dalam hal ini fraksi padat yang
diinginkan bersifat larut dalam pelarut (solvent), sedangkan fraksi padat lainnya
tidak dapat larut. Proses tersebut akan menjadi sempurna jika solut dipisahkan dari
pelarutnya, misalnya dengan cara distilasi/penguapan (Wahyuni, 2004).
b. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-analit
dalam sampel terdistribusi antara dua fase yaitu fase diam dan gerak. Fase diam
dapat berupa bahan padat dalam bentuk molekul kecil atau dalam bentuk cairan
yang dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom.
Sedangkan fase gerak dapat berupa gas atau cairan. Jika gas digunakan sebagai fase
gerak maka prosesnya dikenal sebagai kromatografi gas. Dalam kromatografi cair
dan juga kromatografi lapis tipis, fase gerak yang digunakan berbentuk cair
(Rohman, 2009).
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah tipe kromatografi cair yang fase
diamnya berupa lapisan tipis sorben partikel yang seragam dalam bentuk pelat
gelas, aluminium foil, atau plastik. Dalam prosedur dasar KLT, larutan sampel
diaplikasikan ke dalam pelat, dan pelat dikembangkan dengan memasukkannya ke
dalam bejana tertutup dan bagian dasar dari bejana diisi dengan fase geraknya
(eluen) yang biasanya teridir dari campuran dari beberapa pelarut. Setelah
pengembangan, pelat di angkat dari bejana dan ditandai untuk dihitung nilai Rf-nya
(nisbah antara jarak pita yang terpisah dan jarak eluennya) (Sherma & Fried 2005).
Menurut Wulandari (2011), pemilihan eluen merupakan faktor yang paling
berpengaruh pada sistem KLT. Eluen dapat terdiri dari satu pelarut atau campuran
dua sampai enam pelarut. Campuran pelarut harus saling sampur dan tidak ada
tanda-tanda kekeruhan. Fungsi eluen dalam KLT :
1. Untuk melarutkan campuran zat,
2. Untuk mengangkat atau membawa komponen yang akan dipisahkan melewati
sorben fase diam sehingga noda memiliki Rf dalam rentang yang dipersyaratkan,
3. Untuk memberikan selektivitas yang memadai untuk campuran senyawa yang
akan dipisahkan.
Eluen juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Memiliki kemurnian yang cukup,
2. Stabil,
3. Memiliki viskositas rendah,
4. Memiliki partisi isotermal yang linier,
5. Tekanan uap yang tidak terlalu rendah atau tidak terlalu tinggi,
6. Toksisitas serendah mungkin.
Menurut Wulandari (2011), Faktor-faktor yang dapat mendorong dan
menghambat migrasi analit dalam kromatografi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Faktor-faktor yang dapat mendorong dan menghambat migrasi


analit dalam kromatografi
III. Metode Penelitian
3.1 Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah chamber, pipet
tetes, pipet ukur, pro pipet, penggaris, silet, gunting, pensil, spiritus, lumpang-alu,
plat KLT, pipa kapiler, kertas saring dan lampu UV.
Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Larutan
diklorometana, metanol, dan kunyit.
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Persiapan pipa kapiler
Ujung kedua pipa kapiler dipanaskan sebentar menggunakan spiritus,
kemudian salah satu ujungnya dipotong menggunakan gunting hingga terbentuk
lubang.
3.2.2 Persiapan plat KLT
Plat KLT ukuran 1 x 7 cm digaris dengan pensil dengan jarak bagian atas 0,5
cm dan bagian bawah sebesar 1 cm.
3.2.3 Preparasi sampel kunyit
Kunyit yang telah dikupas kulitnya dipotong kecil-kecil, kemudian ditumbuk
halus menggunakan lumpang alu dan diekstraksi menggunakan 1 mL etanol.
3.2.4 Persiapan fase gerak
Fase gerak yang dibuat adalah 2 macam. Fase gerak 1 dibuat dengan
mengambil sebanyak 4,5 mL diklorometana, dimasukkan ke dalam chamber dan
ditambahkan dengan 0,5 mL etanol. Chamber ditutup, kemudian dilakukan
penjenuhan dengan memasukkan kertas saring ke dalam chamber. Penjenuhan
dilakukan sekitar 2 menit. Sedangkan untuk fase gerak 2 dibuat dengan mengambil
sebanyak 4 mL diklorometana, dimasukkan ke dalam chamber dan ditambahkan
dengan 1mL etanol. Penjenuhan juga dilakukan terhadaf fase gerak 2 dengan
perlakuan yang sama seperti pada fase gerak 1.
3.2.5 Pemisahan senyawa ekstrak kunyit menggunakan KLT
Plat KLT 1 yang telah ditotoli sampel ekstrak kunyit dimasukkan ke dalam
chamber yang berisi fase gerak 1. Chamber kemudian ditutup. Didiamkan beberapa
menit hingga fase gerak mencapai garis batas atas plat KLT. Setelah itu, plat KLT
diangkat dan dibiarkan kering. Kemudian noda yang terbentuk diamati
menggunakan lampu UV. Perlakuan yang sama dilakukan terhadap plat KLT 2
dengan fase gerak 2.
IV. Data Pengamatan
No Sampel Perbandingan Jarak Eluen Jarak Rf
ekstrak Eluen (cm) Komponen
Kunyit (Diklometana (cm)
: Metanol)
1 Plat 1 9:1 5,5 5,1 0,9272
2 Plat 2 4: 1 5,6 4,8 0,8727

V. Analisa Data
a. Plat 1
𝑱𝒂𝒓𝒂𝒌 𝑲𝒐𝒎𝒑𝒐𝒏𝒆𝒏
Rf =
𝑱𝒂𝒓𝒂𝒌 𝑬𝒍𝒖𝒆𝒏
𝟓,𝟏 𝒄𝒎
=
𝟓,𝟓 𝒄𝒎

= 0,9272
b. Plat 2
𝑱𝒂𝒓𝒂𝒌 𝑲𝒐𝒎𝒑𝒐𝒏𝒆𝒏
Rf =
𝑱𝒂𝒓𝒂𝒌 𝑬𝒍𝒖𝒆𝒏
𝟒,𝟖 𝒄𝒎
=
𝟓,𝟔 𝒄𝒎

= 0,8727
VI. Pembahasan
Praktikum ini dilakukan pada hari Jum’at, 18 Oktober 2019 tentang
penentuan tingkat kemurnian dan nilai Rf senyawa organik hasil ekstraksi
menggunakan Kromatografi lapis Tipis (KLT). Sampel yang digunakan adalah
kunyit karena kunyit mempunyai senyawa zat warna alami yaitu kurkumin.
Kurkumin inilah yang kemudian nanti akan dianalisis nilai Rf-nya.
Pertama, dilakukan preparasi sampel. Kunyit yang dipotong kecil-kecil
ditumbuk menggunakan lumpang alu, hal ini dilakukan untuk lebih memudahkan
proses ekstraksi sampel. Sebab semakin halus kunyit, luas permukaannya semakin
besar sehingga memudahkan proses ektraksi. Kunyit yang telah dihaluskan
ditambahkan dengan 1 mL etanol. Etanol berfungsi sebagai pelarut yang digunakan
pada proses ektraksi. Sesuai teori bahwa kurkumin dapat larut pada pelarut etanol.
Setelah proses ekstraksi, maka akan diperoleh ekstrak kurkumin berwarna
kuning. Sebelum proses pemisahan, dilakukan proses penjenuhan fase gerak 1 yang
berisi pelarut diklorometana 4,5 mL dan etanol 0,5 mL dalam chamber. Eluen yang
terdiri dari pelarut dengan titik didih rendah dan sangat mudah menguap dapat
menyebaban terjadinya efek tepi dan melengkungnya bentuk garis depan eluen. Hal
ini dikarenakan penguapan tidak hanya terjadi dari atas kebawah tapi juga dari
samping tepi chamber ke tengah chamber. Hal inilah yang menjadi penyebab
kenapa harus dilakukan penjenuhan terlebih dahulu sebeluk dimasukkannya plat
KLT yang berisi sampel. Penjenuhan dilakukan dengan menggunakan kertas sorben
(kertas saring). Penjenuhan dapat dilakukan selama 2-15 menit tergantung pelarut
yang digunakan. Penjenuhan ditandai dengan berhentinya fase gerak mengenai
kertas saring dan kertas saring mengering. Setelah proses penjenuhan maka
dilakukan proses pemisahan menggunakan KLT.
Ekstrak kurkumin ditotolkan pada garis batas bagian bawah plat KLT yang
telah disiapkan. Setelah itu dimasukkan ke dalam chamber 1 yang berisi fase gerak
1 (pelarut diklorometana 4,5 mL dan etanol 0,5 mL). Fenomena awal yang terjadi
dalam chamber adalah terjadinya keseimbangan antara fase eluen dan fase uap
eluen dalam chamber. Ketika lempeng dimasukkan ke dalam chamber, lempeng
langsung kontak dengan uap eluen, terjadi interaksi antara sorben lempeng KLT
dengan molekul uap pelarut. Interaksi yang terjadi tergantung dari kejenuhan
chamber. Secara bersamaan pelarut bergerak melewati sorben lempeng KLT
melalui gaya kapilaritas dan berinteraksi dengan uap eluen secara simultan.
Di dalam lempeng terjadi interaksi antara fase uap eluen, fase eluen,
kelembaban yang teradsorbsi dalam lempeng, dan sorben lempeng itu sendiri.
Adanya analit atau sampel yang ditotolkan dalam lempeng akan menambah jumlah
interaksi yang terjadi. Gambar 4. dan Gambar 5. adalah gambaran fenomena yang
terjadi dalam chamber.

Gambar 4. Proses yang terjadi dalam chamber


Gambar 5. Efek penjenuhan pada Chamber N tak jenuh (A) dan
penjenuhan pada chamber N jenuh (B)

Pada proses pemisahan, di bagian atas chamber terjadi adsorbsi uap eluen
oleh lempeng KLT kering (bagian lempeng yang tidak terbasahi eluen) sehingga
uap eluen semakin tak jenuh. Penguapan dari eluen yang ada dalam lempeng
menuju ruangan dalam chamber menyebabkan kecepatan alir eluen berkurang.
Setelah proses pemisahan selesai, plat KLT diangkat dan dikeringkan.
Kemudian dilakukan analisis untuk mengetahui bentuk kromatogramnya. Analisis
dilakukan menggunakan lampu UV. Dari hasil kromatogram akan terlihat noda
senyawa kurkumin yang terpisahkan dari analit dan selanjutnya dihitung nilai Rf-
nya. Analit yang mendekati batas depan eluen akan mengalami perubahan bentuk
noda dari bulatan menjadi pita tipis. Pada percobaan ini terlihat dari hasil
kromatogram bahwa analit berbentuk pipa tipis.
Nilai Rf merupakan parameter karakteristik kromatografi kertas dan
kromatografi lapis tipis. Nilai Rf merupakan ukuran kecepatan pergerakan suatu
senyawa pada kromatogram dan pada kondisi konstan merupakan besaran
karakteristik dan reprodusibel. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara
jarak senyawa dari titik awal dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal. Rf = Jarak
titik tengah noda dari titik awal / Jarak tepi muka pelarut dari titik awal. Nilai Rf
yang diperoleh pada plat KLT 1 yaitu 0,9272.
Plat KLT 2 dilakukan dengan sampel sama dan perlakuan yang sama, namun
dengan perbandingan fase gerak berbeda yaitu 4 mL diklorometana dan 1 mL
etanol. Nilai Rf yang diperoleh pada plat KLT 2 adalah 0,8727.
Nilai Rf yang baik adalah sekitar 0,2. Namun dari hasil percobaan terlihat
nilai Rf nya jauh di atas 0,2. Hal ini bisa disebabkan karena pada proses penjenuhan
dilakukan terlalu cepat. Pelarut dalam chamber belum mengalami penjenuhan
secara sempurna, namun plat KLT dimasukkan ke dalam chamber. Sehingga ketika
belum mengalami penjenuhan secara sempurna, pergerakan pelarut terlalu cepat.

VII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa nilai Rf sampel
senyawa hasil isolasi kunyit pada plat KLT 1 adalah 0,9272 dan pada plat KLT 2
adalah 0,8727. Serta dapat disimpulkan bahwa tingkat kemurnian sampel sangat
rendah atau terjadi pemisahan tidak sempurna.
Daftar Pustaka

Arajuo CAC, Leon LL. 2001. Biological activities of Curcuma longa L. Mem Inst
Oswaldo Cruz. 96 (5): 723-728.

Jayaprakasha GK, Jaganmohan Rao L, Sakariah KK. 2005. Chemistry and


biological activities of Curcuma longa. Trends in Food Science &
Technology. 16:533-548.

Rohman, Abdul dan Ibnu Gholib G. 2006. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Sherma J, Fried B. 2005. Thin layer chromatographic analysis of biological sampel.


Journal of Liquid Chromatography & Related Technologies. 28: 2297-
2314.

Wahyuni, dkk. 2004. Ekstraksi Kurkumin dari Kunyit. Prosiding Seminar Nasional
Rekayasa Kimia dan Proses. ISSN : 1411-4216.

Wulandari, Lestyo. 2011. Kromatografi Lapis Tipis. Jember: PT. Taman Kampus
Presindo.
Lampiran- Lampiran

Lampiran 1. Bahan- bahan yang digunakan

Lampiran 2. Alat-alat yang digunakan


Lampiran 3. Hasil Isolasi Kunyit setelah Penambahan Larutan

Lampiran 4. Proses KLT


Lampiran 5. Kromatogram Plat KLT ketika diberi sinar UV
a. Plat 1 (Eluen 9:1)

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai