Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

“Odentifikasi senyawa minyak atsiri dan antakuinon”

Disusun oleh :

Nama : Zufiha Citra Utami Masdar

NIM : 1911102415129

Kelas :A

Dosen pengampu : Paula Mariana Kurniawan, M.Sc., Ph.D

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

2021
I. JUDUL PRAKTIKUM
Identifikasi senyawa minyak atsiri dan antrakuinon

II. TUJUAN PRAKTIKUM


Mahasiswa memiliki kemampuan dan keterampilan melakukan skrining
fitokimia kandungan yang ada pada simplisia dengan metode KLT,
reaksi warna dan pengendapan.

III. LATAR BELAKANG


Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu
penelitian fitokimia yang bertujuan memberi gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam tanaman yang diteliti titik
metode skrining fitokimia yang dilakukan dengan melihat reaksi
pengujian warna dengan menggunakan suatu pereaksi warna.(
Kristianti dkk, 2008). Skrining fitokimia merupakan cara untuk
mengidentifikasi bioaktif yang belum tampak melalui suatu tes yang
dapat dengan cepat memisahkan antara bahan alam yang memiliki
kandungan kimia tertentu dengan bahan alam yang tidak memiliki
kandungan fitokimia hal penting yang berperan dalam skrining
fitokimia adalah pemilihan pelarut dan metode ekstraksi titik skrining
fitokimia serbuk simplisia dan sampel dalam bentuk basah meliputi
pemeriksaan kandungan senyawa alkaloid flavonoid, terpenoid dan
steroid, saponin dan tanin. (Depkes, 1995)

Minyak atsiri dikenal dengan minyak terbang minyak eteris atau


minyak mudah menguap minyak atsiri dapat dihasilkan dari berbagai
tanaman seperti akar batang bunga dan buah. Minyak atsiri tanaman
diperoleh dari tanaman beraroma yang tersebar di seluruh dunia.
(Kardinan, 2005) minyak atsiri merupakan salah satu metabolit
sekunder minyak atsiri banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari
biasanya minyak atsiri digunakan sebagai obat-obatan untuk
memenuhi kebutuhan sebagian besar minyak atsiri diambil dari
tanaman penghasil minyak atsiri. (Rumondang, 2004)

Antrakuinon merupakan suatu senyawa yang memiliki


kerangka standar bercincin tiga yaitu antrasena. Struktur antrakuinon
biasanya terdapat sebagai turunan antrakuinon terhidroksilasi stilasi
atau korban mutilasi. Dapat pula diartikan senyawa antrakuinon
merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang termasuk ke
dalam golongan kuinolon fenolik yang dalam biosintesisnya berasal
dari turunan fenol. Senyawa antrakuinon merupakan senyawa kristal
bertitik leleh tinggi dapat larut dalam pelarut organik dan bisa dengan
membentuk warna violet merah. Senyawa antrakuinon dan turunannya
juga sering ditemukan berwarna kuning Ning sampai Jingga titik
senyawa antrakuinon memiliki beberapa fungsi dalam bidang
kesehatan yaitu sebagai antijamur, antimalaria antibakteri antikanker
dan juga terdapat antioksidan. (Masker et al, 2010)

Kromatografi lapis tipis adalah kromatografi adsorpsi dan


absorpsi dan bertindak sebagai fase stasioner atau fase diam. Fase
diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil
dengan diameter partikel antara 10-30 mcg. Kromatografi adalah
teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan
perambatan komponen dalam medium tertentu titik prinsip dari KLT
dimana suatu analisis bergerak melintasi lapisan fase diam di bawah
pengaruh fase gerak yang bergerak melalui fase diam semakin polar
fase gerak semakin besar partisi ke dalam fase diam. (Watson, 2005)

Dalam kromatografi fase diam dapat diartikan sebagai yang


dilalui oleh fase gerak untuk memisahkan komponen-komponen yang
ada di campuran sampel. Jenis dari fase diam di antaranya yaitu silica
gell, alumni dan kelselguhr. silika dan alumina merupakan adsorben
atau fase diam yang dapat digunakan di berbagai campuran atau
serba guna sedangkan kelselguhr dapat digunakan untuk absorbent
senyawa-senyawa yang sangat polar. (Johnson,1991)

Jenis-jenis pada fase gerak yaitu kromatografi cair kromatografi


gas kromatografi partisi dan kromatografi adsorpsi.
Beberapa kelebihan kromatografi lapis tipis :
1. Kromatografi lapis tipis lebih banyak digunakan untuk
tujuan analisis.
2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan
dengan warna fluoresensi atau dengan radiasi
menggunakan sinar ultraviolet.
3. Dapat dilakukan elusi secara mekanik menurun atau
dengan cara ilusi dua dimensi
4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena
komponen yang akan ditentukan merupakan bercak
yang tidak bergerak.
5. Hanya membutuhkan sedikit larut
6. Biaya yang dibutuhkan terjangkau
7. Jumlah perlengkapan yang dibutuhkan sedikit.
8. Preparasi sampel yang mudah
9. Dapat memisahkan senyawa hidroponik.

Kekurangan kromatografi lapis tipis yaitu :

1. Butuh kesabaran untuk mendapatkan bercak atau noda


yang di harapkan pada saat pengujiaan.
2. Butuh sistem trial dan error untuk menentukan sistem eluen.
3. Membutuhkan waktu yang lama jika tidak tekun. (Gandjar,
2007)

Tujuan diamati pada lampu UV 254 nm dan 366 nm adalah


untuk melihat noda pada lempeng KLT sehingga dapat diidentifikasi
senyawa yang ada titik maksud angka 254 adalah plat akan
menampakan noda atau bercak pada saat disinari dengan Sinar sinar
UV 254 nm dan jika disinari dengan Sinar sinar UV 366 nm maka akan
nampak gelap dan noda pun akan nampak gelap pula atau buram
yang dihasilkan dalam percobaan.

Dalam kromatografi faktor retardasi didefinisikan sebagai fraksi


analit dalam fase gerak suatu sistem kromatografi titik terdapat nilai
perhitungan yaitu nilai RF yang digunakan sebagai nilai perbandingan
relatif antara sampel. Nilai RF juga menyatakan derajat suatu
komponen dalam fase diam sehingga nilai RF sering disebut retensi.
Nilai RF memiliki rumus sebagai berikut yaitu :

RF:

Semakin besar nilai RF maka semakin besar pula jarak


bergeraknya senyawa tersebut pada plat klt nilai RF akan besar Jika
senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan absorbent
polar dari plat kromatografi lapis tipis. (Gandjar, 2007)
IV. PROSEDUR KERJA
A. Alat dan Bahan
 Alat
 TLC chamber
 Pipa kapiler
 Lampu UV 254nm dan 366nm
 Alat gelas
 Alat penyemprot untuk penampak bercak / noda
 Pinset
 Bahan
 Ekstrak eter (non polar)
 Fraksi kloroform (semi polar)
 Plat klt silica gel gf 254
 Tolven
 Etil asetat
 Pereaksi ansaldehid
 H2SO4 pekat
 N-propanol
 Aquadest (air)
 Pereaksi koh 5%
 Methanol
B. Cara Kerja
a) Identifikasi golongan senyawa dengan metode KLT
frakasi di totolkan lempeng klt dengan jarak penotolan
1cm (jenis fraksi dan lempeng KLT di sesuaikan dengan
golongan senyawa yang akan di analisis

evaluasi dengan fase gerak yang sesuai

visualisasi dengan penampak noda yang sesuai

keringkan pada suhu kamar

amati seluruh noda termasuk warna noda dan hitung RF


yang positif
b) Identifikasi senyawa minyak atsiri menggunakan KLT penampak
noda
c) Identifikasi senyawa antrakuinon menggunakan KLT penampak
noda
V. HASIL DAN PERHITUNGAN
NO Minyak atsiri Antrakuinon / antron
1. 4,8 2,8
2. 5,4 3,3
3. 6,6 5,2
4. 7,2 6,1
5. 7,6 7,3

Rumus RF :

hRf :

untuk jarak eluen 10cm – 2 cm ( batas atas 1cm dan bawah 1cm) =
8cm
1. Minyak atsiri
Rf : Rf :

Rf : Rf :

Rf : Rf :

Rf : Rf :

Rf : Rf :

2. Antrakuinon
Rf : Rf :
Rf : Rf :
Rf : Rf :
Rf : Rf :
Rf : Rf :
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum fitokimia kali ini dilakukan pengujian identifikasi
senyawa minyak atsiri dan antrakuinon dengan tujuan dapat
melakukan skrining fitokimia kandungan yang ada pada simplisia
dengan metode KLT, reaksi warna dan pengendapan. Skrining
fitokimia merupakan cara untuk mengidentifikasi bioaktif yang belum
tampak melalui suatu tes yang dapat dengan cepat memisahkan
antara bahan alam yang memiliki kandungan kimia tertentu dengan
bahan alam yang tidak memiliki kandungan fitokimia.
Dalam praktikum identifikasi kali ini menggunakan metode
penampak noda karena dalam pendeteksian sennyawa akan lebih
mudah karena dapat menghasilkan warna sebagai gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dari bahan yang diidentifikasi.
Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel
akan tampak berwarna gelap.Penampakan noda pada lampu UV 254
nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan
indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng sedankan Pada UV
366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap.
Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya
daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat
oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. (Gibbons, 2006).
Fase gerak adalah medium angkut dan terdiri atas satu atau
beberapa pelarut. Fase gerak bergerak di dalam fase diam yaitu suatu
lapisan berpori, karena ada gaya kapiler. Pelarut yang digunakan
hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan, sistem
pelarut multikomponen ini harus berupa suatu campuran sesederhana
mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen (Stahl, 1985).
Pemilihan fase gerak dapat ditentukan melalui eksperimen trial and
error hingga didapatkan kromatogram yang diinginkan. Pada
kromatografi fase terbalik, fase gerak bersifat polar dan akan terlelui
lebih dulu. Sedangkan pada fase normal fase gerak berisfat kurang
polar dan akan terelusi lebih dulu (Dong, 2006)
Reaksi kimia adalah perubahan yang mengubah identitas zat
dalam suatu materi. Pada perubahan kimia terbentuk zat baru.
Terjadinya suatu reaksi kimia dapat diketahui dari perubahan yang
diakibatkan oleh reaksi tersebut. Beberapa perubahan tersebut adalah
terbentuknya endapan, terjadinya perubahan warna, terbentuknya gas,
dan adanya perubahan suhu. dikarenakan ekstraksi partisi yang
menggunakan pelarut etil asetat untuk memisahkan produk dari
pengotornya. Perlakuan penambahan pereaksi penampak noda
dengan penyemprotan atau pencelupan terkadang diperlukan untuk
menghasilkan turunan senyawa yang berwarna atau berfluoresensi.
Pada umumnya senyawa aromatik terkonjugasi dan beberapa
senyawa tak jenuh dapat menyerap sinar UV. Senyawa-senyawa ini
dapat dianalisis dengan KLT dengan fase diam yang diimpregnasi
indikator fluoresensi dan deteksi dapat dilakukan hanya dengan
pemeriksaan di bawah sinar UV 254 nm (Lestyo Wulandari, 2011).
Tujuan diamati pada lampu UV 254 nm dan 366 nm adalah
untuk melihat noda pada lempeng KLT sehingga dapat diidentifikasi
senyawa yang ada titik maksud angka 254 adalah plat akan
menampakan noda atau bercak pada saat disinari dengan Sinar sinar
UV 254 nm dan jika disinari dengan Sinar sinar UV 366 nm maka akan
nampak gelap dan noda pun akan nampak gelap pula atau buram
yang dihasilkan dalam percobaan. Fluoresensi cahaya yang tampak
merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut
ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat
energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil
melepaskan energi (Sudarmadji, 1996).
Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang
ditotolkan paling sedikit 0,5 μl. Jika volume sampel yang akan
ditotolkan lebih besar dari 2-10 μl maka penotolan harus dilakukan
secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan
(Wulandarim, 2011) Penotolan sampel yang tidak tepat akan
menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak ganda.
Perhitungan yaitu nilai RF yang digunakan sebagai nilai
perbandingan relatif antara sampel. Nilai RF juga menyatakan derajat
suatu komponen dalam fase diam sehingga nilai RF sering disebut
retensi. Semakin besar nilai RF maka semakin besar pula jarak
bergeraknya senyawa tersebut pada plat klt nilai RF akan besar Jika
senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan absorbent
polar dari plat kromatografi lapis tipis. (Gandjar, 2007)
Dalam praktikum fitokimia identifikasi senyawa minyak atsiri dan
antrakuinon kali ini Kesalahan yang mungkin terjadi saat yaitu pada
penotolan yang dilakukan berulang-ulang dan letaknya tidak tepat,
kemudian pada kandungan senyawanya yang terlalu asam atau basa
serta pada lempengnya tidak rata (Astriani, 2014). kandungan
senyawa yang teralalu asam atau basa, lempeng atau plat yang tidak
rata sehingga noda yang dihasilkan tidak maksimal.

VII. KESIMPULAN
Dalam praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa fitokimia
merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian fitokimia yang
bertujuan memberi gambaran tentang golongan senyawa yang
terkandung dalam tanaman yang diteliti. simplisia dikatakan
mengandung minyak atsiri apabila memberikan noda biru, hijau,
merah, ataupun coklat sedangkan untuk senyawa antrakuinon akan
memberikan noda yang berfluoresensi merah dan berwarna kuning
pada sinar tampak jika mengandung antron dan antranol.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Kristianti, A.N., Aminah, N.S., Tanjung, M. dan Kurniadi, B., 2008. Buku ajar
fitokimia. Surabaya: Jurusan Kimia Laboratorium Kimia Organik FMIPA
Universitas Airlangga.

Rumondang, B., 2004, Esterifikasi Patchouli Alkohol Hasil Isolasi Dari Minyak
Daun Nilam (Patchouli Oil), Universitas Sumatera Utara.

Madje, B. R.; Shelke, K. F.; Sapkal, S. B.; Kakade, G. K. and Shingare, M. S.,
2010, An Efficient One-Pot Synthesis of Anthraquinone Derivates
Catalyzed by Alum in Aqueous Media, Green Chem. Let. and Rev., 3:
269-273

Watson, D. (2005). Analisis Farmasi. Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara kromatografi dan Mikroskopi,


diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, 3-17,
ITB, Bandung.

Gunther, E., 1990. Minyak Atsiri. Jilid III A. Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.

Gandjar, I. G. dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka


Pelajar, Yogyakarta.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar. Hal. 419, 425.

Wulandari, Lestyo. 2011. Kromatografi Lapis Tipis. Jember : PT Taman


Kampus Presindo.

Dong, M.W. 2006. Modern HPLC for Practicing Scientist. Canada: A John
Wiley & Sons, Inc. Hal. 1-13.

Lux, P.E. 2004. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam Bidang Farmasi.
Gibbons, S., 2006, An Intoduction to Planar Chromatography, Humana Press,
Totowa New Jersey.

Sudarmadji, slamat.dkk.1996. analisa bahan makanandan pertanian .


yogyakarta. Liberty.

Anda mungkin juga menyukai