Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISA KIMIA INSTRUMEN


“Analisa Kromatografi Lapis Tipis”

Disusun oleh :
Auria Latiefa 11980
Bagus Rahardian 11988
Elsa Aprilia Christanti 12059
Evi Desyani 12073

Guru Pembimbing : Rani Fitriani, S.Si

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH


DINAS PENDIDIKAN AN KEBUDAYAAN
JURUSAN KIMIA ANALISIS
SMK NEGERI 1 TEMANGGUNG
Jalan Kadar Maron, No 104, Sidorejo Temanggung
Telp (0293) 4901639, Kode Pos 56221
2022/2023

Kromatografi Lapis Tipis


I. TUJUAN
1. Siswa mampu mempraktekan kromatografi lapis tipis
2. Siswa mampu menghitung nilai rf

II. DASAR TEORI


Kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi kertas tergolong "kromatografi
planar" KLT adalah yang metode kromatografi paling sederhana yang banyak digunakan.
Peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pemisahan dan analisis sampel
dengan metode KLT cukup sederhana yaitu sebuah bejana tertutup (chamber) yang berisi
pelarut dan lempeng KLT. Dengan optimasi metode dan menggunakan instrumen
komersial yang tersedia, pemisahan yang efisien dan kuantifikasi yang akurat dapat
dicapai. Kromatografi planar juga dapat digunakan untuk pemisahan skala preparatif yaitu
dengan menggunakan lempeng, peralatan, dan teknik khusus.

Prinsip kerja kromatografi lapis tipis adalah pemisahan sampel berdasarkan


perbedaan kepolaran dari sampel versus pelarut fase gerak yang digunakan. Teknik KLT
menggunakan fase diam dalam bentuk plat tipis silika dan fase geraknya bisa berupa air
atau pelarut organik. Pemilihan fase gerak ini tergantung dengan jenis sampel yang akan
dipisahkan.
Eluen merupakan larutan/larutan campuran yang digunakan untuk sebagai fase
gerak. Bila sampel semakin mendekati kepolaran eluen maka sampel akan lebih terbawa
dan terpisah oleh fase gerak.
Pada dasarnya, pemisahan senyawa-senyawa dalam kromatogram dipengaruhi oleh
bagaimana kelarutan senyawa dalam pelarut, tergantung pada bagaimana besar antaraksi
antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut serta bagaimana senyawa melekat pada
fasa diam yang tergantung pada antaraksi senyawa dengan fasa diam. Dalam proses
analisis spot/pemisahan zat, chamber yang berisi eluen dijenuhkan dan ditutup dengan
tujuan agar pelarut yangdigunakan tidak menguap, karena hal itu nantinya dpat
mempengaruhi proses pemisahan.
Untuk membantu mengidentifikasi zat-zat yang ada dapat dihitung nilai Rf
(Retardation factor) dari masing-masing zat yang ada pada kromatogram. Nilai Rf dapat
dihitung denganrumus sebagai berikut :

jarak komponen
Nilai Rf :
jarak pelarut

Persamaan tersebut dapat dijabarkan dengan pendekatan sebagai berikut: Menurut


Cremer dan Muller, jika molekul zat terlarut tertentu dalam keadaan terus-menerus
bergerak dari fasa diam ke fasa bergerak dan sebaliknya,beberapa molekul karena tidak
sama energinya, akan tinggal lebih lama dari yang lainnya dalam fasa bergerak ataupun
ada yang tinggal lebih sebentar. Ini akan menghasilkan suatu pita yang merupakan kurva
konsentrasi karakteristik, mirip dengan kurva distribusi.

III. ALAT DAN BAHAN


Alat :
1. Gelas Kromatografi
2. Pipa Kapiler
3. Pipet ukur 10 ml
4. Rubber bulb
5. Pipet tetes
6. Botol Semprot
7. Pensil, penggaris
8. Tali, penjepit
9. Pinset
10. Pipa kapiler
11. Lampu spirtus

Bahan :
1. Aquadest
2. Butanol
3. Aseton
4. Kertas whatmann no1
5. Pewarna makanan (tartrazine 100 ppm, eritrosine 100ppm)
6. Sampel pewarna makanan : jingga dan merah
7. Aquadest
8. Plastik wrap

IV. CARA KERJA


1. Buat pelarut
a. Aquades-butanol-aseton : 7,5 ml -12 ml-3 ml
b. Masukkan dalam bejana dan jenuhkan dengan menutup bejana

2. Buat penotol pipa kapiler

3. Analisa dengan kromatografi


a. Menggunting klt 5x15
b. Membuat batas atas dan bawah kertas saring dengan jarak sekitar 2 cm dengan
pensil
c. Membaginya dengan pensil menjadi 4 bagian
d. Menotolkan sampel pada batas bawah masing masing area sampel dengan pipa
kapiler
e. Mengeringkan bercak noda
f. Langkah 3-4 di ulang hingga 3 sampai 4 x
g. Memasukkan sandarkan kertas saring dalam bejana berisi eluen yang telah jenuh
h. Mengelusikan hingga batas atas tercapai

V. DATA PENGAMATAN
a. Warna Sekunder (Jingga)
• Kuning : 0,8 cm
• Pink : 6,3 cm

b. Warna Standar
• Kuning : 1 cm
• Merah : 5,9 cm

c. Jarak pelarut : 7 cm

VI. PERHITUNGAN
jarak komponen
Nilai Rf :
jarak pelarut

 Nilai Rf Jingga

0,8
Kuning =
7
= 0,114 cm

6,3
Pink =
7
= 0,900 cm

 Nilai Rf Kuning
1
= 0,143 cm
7

 Nilai Rf Merah
5,9
= 0,843
7

VII. PEMBAHASAN

Prinsip Umum Kromatografi, Fasa Diam & Fasa Gerak

Kromatografi adalah metode untuk memisahkan senyawa organik dengan anorganik.


Metode kromatografi memisahkan dua atau lebih senyawa atau ion berdasarkan
perbedaan migrasi dan distribusi senyawa ion-ion tersebut dalam dua fasa yang berbeda.
Zat terlarut di dalam fasa gerak mengalir pada suatu fasa diam. Zat terlarut memiliki
afinitas terhadap fasa gerak yang lebih besar akan tertahan lebih lama pada fasa gerak,
dan sebaliknya jika afinitasnya terhadap fasa gerak kecil, zat terlarut akan lebih lama
tertahan di fasa diam. Sehingga senyawa dapat dipisahkan akibat perbedaan migrasi pada
fasa gerak dan fasa diam.
Pada semua metode kromatografi terdapat fasa diam dan fasa gerak. Fasa diam
adalah fasa yang tidak bergerak dan fasa gerak adalah fasa yang bergerak melalui fasa
diam dan membawa komponen-komponen senyawa yang akan dipisahkan. Pada posisi
yang berbeda, senyawa akan tertahan pada fasa diam, dan kemudian satu-persatu akan
terbawa kembali oleh fasa gerak yang melaluinya.

Fasa diam yang biasa digunakan dalam kromatografi adalah silika gel (SiO2). Pada
permukaan silika gel terdapat atom-atom oksigen yang terikat pada proton (gugus
hidroksil) sehingga permukaannya sangat polar. Akibatnya analit organik yang polar akan
berikatan dengan kuat pada permukaan silika gel, dan analit nonpolar berikatan lemah.
Molekul polar dapat berikatan dengan silika gel melalui ikatan hidrogen dan interaksi
dipol- dipol.

Fasa gerak yang digunakan pada kromatografi yang memakai silika gel sebagai fasa
diam adalah suatu pelarut organik atau campuran beberapa pelarut organik. Saat fasa
gerak melalui permukaan silika gel, fasa gerak akan membawa analit organik melalui
partikel-partikel pada fasa diam. Kuatnya ikatan analit dengan permukaan silika gel
ditentukan oleh kepolaran pelarut. Jika pelarut yang digunakan sangat polar pelarut akan
berinteraksi kuat dengan permukaan silika gel, sehingga analit hanya akan sedikit terikat
pada permukaan silika gel dan akan cepat melewati fasa diam dan keluar dari kolom
tanpa pemisahan. Begitu juga gugus polar pelarut akan berinteraksi kuat dengan gugus
kuat analit, sehingga analit tidan berinteraksi dengan silika gel dan cepat melewati fasa
diam.

Tujuan & aplikasi KLT Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu cara
memisahkan senyawa. Pada KLT, digunakan suatu material adsorben pada pelat kaca,
plastik, ataupun aluminium tipis sebagai fasa diamnya, dan fasa gerak atau eluen yang
digunakan adalah campuran beberapa pelarut organik. Metode KLT digunakan karena
mudah dan cepat untuk menguji kemurnian suatu senyawa organik.

Pada KLT, fasa diam yang digunakan adalah pelat tipis, dan pada kromatografi
kolom digunakan silika gel sebagai fasa diam. Fasa gerak yang digunakan pada keduanya
adalah pelarut organik. Semakin besar polaritas suatu zat, semakin sulit ia terbawa pelarut
karena ikatannya yang kuat dengan fasa diam. Kebalikannya, semakin nonpolar suatu zat,
semakin mudah ia terbawa pelarut

Pemisahan komponen pewarna dilakukan secara kromatografi lapis tipis dengan


eluen aquadest – etanol – butanol (7,5 ml-12 ml- 3 ml). Diketahui bahawa zat yang
memiliki kepolaran tinggi akan tertahan lebih lama pada fasa diam, saat ini ditunjukkan
oleh pewarna jingga. Kepolaran lebih rendah diikuti oleh pewarna jingga (warna kuning)
dan jarak terjauh diperoleh oleh pewarna jingga ditunjukkan warna merah muda..

Dari hasil isolasi pewarna jingga, didapat 2 noda beda yang berwarna kuning dan
merah muda. Dari hasil penghitungan, Rf warna merah muda adalah 0,900 dan Rf warna
kuning 0,114. Dari hasil perhitungan yang dihasilkan dari warna jingga terbukti bahwa
yang paling nonpolar dan warna kuning dari warna jingga yang paling polar. Karena
semakin besar Rf, semakin nonpolarlah suatu senyawa.
Dari hasil pemisahan zat pewarna kuning dan Merah, warna yang didapat berturut-
turut adalah warna kuning dan warna merah muda. Dari hasil perhitungan Rf, didapat
bahwa Rf warna kuning adalah 0,143 dan Rf warna merah muda adalah 0,842.
Berdasarkan Rf yang didapat, warna kuning lebih polar dari warna merah muda karena
Rf-nya yang lebih kecil.

VIII. KESIMPULAN
 Diperkirakan dari sampel yang dianalisa mengandung pewarna tartrazine, hal ini
dikarenakan selisih nilai Rf sampel dengan nilai Rf pewarna sekunder tidak lebih dari
0.05 (0,143-0,114 : 0,029)
 Diperkirakandari sampel yang dianalisa mengandung pewarna eritrosin, hal ini
dikarenakan selisih nilai Rf sampel dengan nilai Rf pewarna sekunder tidak lebih dari
0,05 (0,900-0,843 : 0,057)

IX. REFERENSI
 https://www.academia.edu/12295418/
Laporan_Kimia_Organik_4_Kromatografi_Kolom_and_Kromatografi_Lapis_Tipis_Isolasi_
Kurkumin_dan_Pemisahan_Zat_Pewarna_Makanan
 https://www.academia.edu/9198570/
KROMATOGRAFI_KOLOM_and_KROMATOGRAFI_LAPIS_TIPIS_ISOLASI_KURKU
MIN_DARI_KUNYIT_Curcuma_longa_L_DAN_PEMISAHAN_ZAT_PEWARNA_MAK
ANAN
 https://www.researchgate.net/publication/
346474485_LAPORAN_PRAKTIKUM_KIMIA_KROMATOGRAFI_LAPIS_TIPIS
 https://repository.unmul.ac.id/bitstream/handle/123456789/6733/3.%20Kromatografi
%20lapis%20tipis%20%3B%20metode%20sederhana%20dalam%20analisis%20kimia
%20tumbuhan%20berkayu.pdf?sequence=1&isAllowed=y

X. PENGESAHAN
Mengetahui, Temanggung, 26 Februari 2023
Guru Pembimbing Praktikan

Rani Fitriana, S.Si


Persiapan Sampel Pewarna Makanan untuk
Analisa Kromatografi

I. TUJUAN : Siswa mampu menerapkan persiapan sampel makanan untuk


analisa kromatografi

II. DASAR TEORI


A. Persiapan Sampel
Pewarna buatan untuk minuman diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan
yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna
alami melalui ekstraksi secara kimiawi. Beberapa contoh pewarna buatan yaitu:
a. Warna kuning : tartrazin, sunset yellow
b. Warna merah : allura, eritrosin, amaranth
c. Warna biru : biru berlian
Zat pewarna adalah bahan tambahan yang dapat memperbaiki atau memberi
warna pada minuman. Penambahan warna pada minuman yang dimaksudkan untuk
memperbaiki warna minumanyang berubah menjadi pucat selama proses pengolahan
atau untukmemberi warna pada minuman yang berwarna agar kelihatan lebih menarik
(Winarno, 1995). Kualitas bahan minuman ditentukan antara lain oleh citarasa, warna,
tekstur dan nilai gizi Akan tetapi sebagian besar konsumen sebelum
mempertimbangkan cita rasa dan nilai gizi akan lebih tertarik pada tampilan atau
warna minuman serta pengolahannya (Baliwati, 2004).
Preparasi sampel merupakan proses persiapan sampel sebelum sampel
diinjeksikan ke sistem kromatografi. Tujuan preparasi sampel yaitu untuk
meminimalkan adanya pengotor yang akan mengganggu proses analisis dengan
mengeliminasi komponen-komponen selain analit. Efisien tidaknya suatu metode
preparasi sampel dapat dilihatdari nilai perolehan kembali atau recovery dengan nilai
keberterimaan ±100%.
Proses preparasi sampel adalah salah satu tahapan yang sangat penting akan
sangat mempengaruhi keakuratan hasil analisis. Zat warna akan menyerap warna pada
bulu domba dalam suasana asam dan akan melepaskan warna itu kembali dalam
suasana basa.

III. ALAT DAN BAHAN


Alat :
a. Gelas beaker
b. Hot plate
c. Penangas air
d. Corong gelas
e. Pipet tetes
f. Botol Semprot

Bahan :
a. Benang wol bebas lemak
b. Asam asetat glasial
c. Amonia
d. Petroleum eter
e. Kertas saring
f. Sampel minuman berwarna
g. Aquadest

IV. CARA KERJA


A. Persiapan benang wol
1. Benang wol direndam dengan petroleum eter

B. Penarikan pewarna dengan benang wol


2. Cek pH, jika belum asam tambahkan asam asetat hingga Ph sekitar 4
3. Ambil 30-50 ml sampel minuman
4. Masukan benang wol kedalam minuman
5. Panaskan selama 10 menit
6. Ambil benang wol dan cuci
7. Masukan benang wol dalam gelas beaker 100 ml
8. Tambahkan larutan ammonia encer
9. Panaskan hingga warna luntur seluruhnya
10. Ambil benang wol dan saring
11. Pekatkan pewarna diatas penangas air

V. DATA PENGAMATAN

Warna yang dihasilkan : Biru


Volume yang dihasilkan : ± 10 ml
Sampel minuman : Big Cola rasa blueberry
Identifikasi label : pewarna sintetik brilian blue FCF CI
No.42090

VI. PEMBAHASAN
Pada persiapan sampel kali ini digunakan bulu domba sebagai pengikat zat warna
pada sampel. Pada persiapannya bulu domba direndam dalam petroleum eter untuk
menghilangkan lemak pada bulu domba. Agar zat warna sampel dapat diikat oleh bulu
domba maka pH larutan harus dalam suasana asam oleh karena itu pengecekan pH dan
penambahan asam asetat perlu dilakukan. Pemanasan dilakukan untuk mengurangi kadar
air larutan dan memperpekat larutan sehingga mudah terikat pada bulu domba. Pencucian
benang wol bertujuan menghilangkan kandungan lain pada minuman selain zat warna.
Penambahan larutan ammonia encer bertujuan membuat suasana basa karena zat warna
yang terikat pada bulu domba akan luntur pada suasana basa, pemanasan bertujuan untuk
mempercepat proses dan memperpekat larutan zat warna yang dihasilkan.

VII. KESIMPULAN
Pada praktikum kali ini diperoleh larutan zat warna pada sampel berwarna biru sebanyak
± 10 ml.

VIII. REFERENSI
https://www.academia.edu/20338824/
IDENTIFIKASI_PEWARNA_MAKANAN_DAN_MINUMAN_METODE_KROMATOGRAFI

IX. PENGESAHAN
Mengetahui, Temanggung, 26 Februari 2023
Guru Pembimbing Praktikan

Rani Fitriana, S.Si


Kromatografi Lapis Tipis Minuman Berwarna

I. TUJUAN : Mengetahui cara identifikasi pewarna minuman dengan metode


kromatografi lapis tipis

II. DASAR TEORI


Saat ini kita dengan mudahnya mendapatkan berbagai jenis produk olahan makanan

dan minuman. Dimana banyak jenis produk olahan tersebut memiliki berbagai macam
variasi yang menarik mulai dari bentuk, rasa dan warnanya. Hal ini sangat berbeda
dengan masyarakat pada masa lalu, dimana pengolahan makanan dan minuman di
lakukan dengan menggunakan alat yang sangat sederhana.

Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan dan
minuman antara lain; warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam
makanan dan minuman. Oleh karena itu, warna menimbulkan banyak pengaruh terhadap
konsumen dalam memilih suatu produk makanan dan minuman sehingga produsen
makanan sering menambahkan pewarna dalam produk olahannya (deMan, 1997).

Ada dua jenis zat warna yang biasa digunakan dalam pengolahan pangan, yaitu
pewarna alami dan sintetis. Semua zat pewarna alami dapat digunakan dalam pengolahan
pangan, tetapi tidak begitu dengan pewarna sintetis. Pewarna sintetis yang biasa
digunakan dalam pengolahan pangan biasa disebut dengan Food Colour.

A. Pewarna Makanan Alami (Food Colour)


Pewarna alami merupakan pewarna yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau
hewan yang lebih aman untuk dikonsumsi. Contohnya karotenoid adalah kelompok zat
warna yang meliputi warna kuning, oranye, dan merah. Biasanya terdapat pada tomat,
wortel, cabai merah, dan jeruk. Sedangkan dari hewan terdapat dalam lobster dan kulit
udang.

B. Pewarna Sintesis (Non Food Colour)


Pewarna buatan/sintetis adalah pewarna yang biasanya dibuat dipabrik-pabrik
dan berasal dari suatu zat kimia. Pewarna ini digolongkan kepada zat berbahaya
apabila dicampurkan ke dalam makanan.
Proses pembuatan zat pewarna sintetik biasanya melalui perlakuan pemberian
asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam
berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai
produk akhir, harus melalui suatu senyawa antara yang kadang-kadang berbahaya dan
sering kali tertinggal dalam hasil akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang
berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan
arsen tidak boleh lebih dari 0,00014 persen dan timbal tidak boleh lebih dari 0,001
persen, sedangkan logam berat lainnya tidak boleh ada.
Kelarutan pewarna sintetik ada dua macam yaitu dyes dan lakes. Dyes adalah
zat warna yang larut air dan diperjual-belikan dalam bentuk granula, cairan, campuran
warna dan pasta. Digunakan untuk mewarnai minuman berkarbonat, minuman ringan,
roti, kue-kue produk susu, pembungkus sosis, dan lain-lain. Lakes adalah pigmen yang
dibuat melalui pengendapan dari penyerapan dyes pada bahan dasar, biasa digunakan
pada pelapisan tablet, campuran adonan kue, cake dan donat.

Jenis-jenis pewarna sintetis antara lain :

A. Rhodamin B
Rhodamin B adalah salah satu pewarna sintetik yang tidak boleh dipergunaan
untuk makanan. Rhodamin B memiliki rumus molekul C28H31N2O3Cl, dengan
berat molekul sebesar 479.000. Rhodamin B berbentuk kristal hijau atau serbuk-
unggu kemerah-merahan, sangat mudah larut dalam air yang akan menghasilkan
warna merah kebiru-biruan dan berflourensi kuat. Larut dalam air, alkohol, HCl
dan NaOH. Rhodamin B ini biasanya dipakai dalam pewarnaan kertas, di dalam
laboratorium digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg,
dan Th.

B. Metanil Yellow
Metanil Yellow juga merupakan salah satu zat pewarna yang tidak diizinkan
untuk ditambahkan ke dalam bahan makanan. Metanil Yellow digunakan sebagai
pewarna untuk produk-produk tekstil (pakaian), cat kayu, dan cat lukis. Metanil
juga biasa dijadikan indikator reaksi netralisasi asam basa.

C. Tartrazine (E102 atau Yellow 5)


Tartrazine adalah pewarna kuning yang banyak digunakan dalam makanan
dan obat-obatan. Selain berpotensi meningkatkan hiperaktivitas anak, pada sekitar
1 - 10 dari sepuluh ribu orang, tartrazine menimbulkan efek samping langsung
seperti urtikaria (ruam kulit), rinitis (hidung meler), asma, purpura (kulit lebam)
dan anafilaksis sistemik (shock). Intoleransi ini tampaknya lebih umum pada
penderita asma atau orang yang sensitif terhadap aspirin.

D. Sunset Yellow (E110, Orange Yellow S atau Yellow 6)


Sunset Yellow adalah pewarna yang dapat ditemukan dalam makanan seperti
jus jeruk, es krim, ikan kalengan, keju, jeli, minuman soda dan banyak obat-
obatan. Untuk sekelompok kecil individu, konsumsi pewarna aditif ini dapat
menimbulkan urtikaria, rinitis, alergi, hiperaktivitas, sakit perut, mual, dan
muntah.

E. Ponceau 4R (E124 atau SX Purple)


Ponceau 4R adalah pewarna merah hati yang digunakan dalam berbagai
produk, termasuk selai, kue, agar-agar dan minuman ringan. Selain berpotensi
memicu hiperaktivitas pada anak, Ponceau 4R dianggap karsinogenik (penyebab
kanker) di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, Norwegia, dan Finlandia.

F. Allura Red (E129)


Allura Red adalah pewarna sintetis merah jingga yang banyak digunakan
pada permen dan minuman. Allura Red sudah dilarang di banyak negara lain,
termasuk Belgia, Prancis, Jerman, Swedia, Austria dan Norwegia.
H. Quinoline Yellow (E104)
Pewarna makanan kuning ini digunakan dalam produk seperti es krim dan
minuman energi. Zat ini sudah dilarang di banyak negara, termasuk Australia,
Amerika, Jepang dan Norwegia karena dianggap meningkatkan risiko
hiperaktivitas dan serangan asma.

Metode kromatografi yang dilakukan adalah pemeriksaan larutan uji dan larutan
pembanding yang ditotolkan pada lempeng dengan menggunakan teknik Kromatografi
Lapis Tipis (KLT). Menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1979) Kromatografi Lapis
Tipis (KLT) umumnya lebih berguna untuk uji identifikasi karena cara ini khas dan
mudah dilakukan untuk zat dengan jumlah sedikit. Kromatografi merupakan metode yang
umum dilakukan sebagai pemeriksaan awal suatu senyawa atau zat serta memberikan
resolusi yang kurang baik dan kadang-kadang bercak atau noda tidak terbentuk dengan
baik. Metode kromatografi tidak sebaik metode spektrofotometri yang memiliki tingkat
keakuratan yang tinggi

Kromatografi merupakan suatu


proses pemisahan yang mana
analit-analit
dalam sampel terdistribusi
antara dua fase yaitu fase diam
dan gerak. Fase diam
dapat berupa bahan padat
dalam bentuk molekul kecil
atau dalam bentuk cairan
yang dilapiskan pada
pendukung padat atau
dilapiskan pada dinding
kolom.
Sedangkan fase gerak dapat
berupa gas atau cairan. Jika
gas digunakan sebagai fase
gerak maka prosesnya dikenal
sebagai kromatografi gas.
Dalam kromatografi cair
dan juga kromatografi lapis
tipis, fase gerak yang
digunakan berbentuk cair
(Rohman, 2009).
Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-analit dalam
sampel terdistribusi antara dua fase yaitu fase diam dan gerak. Fase diam dapat berupa
bahan padat dalam bentuk molekul kecil atau dalam bentuk cairan yang dilapiskan
pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom. Sedangkan fase gerak
dapat berupa gas atau cairan. Jika gas digunakan sebagai fase gerak maka prosesnya
dikenal sebagai kromatografi gas. Dalam kromatografi cair dan juga kromatografi lapis
tipis, fase gerak yang digunakan berbentuk cair (Rohman, 2009).
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah tipe kromatografi cair yang fase
diamnya berupa lapisan tipis sorben partikel yang seragam dalam bentuk pelat
gelas, aluminium foil, atau plastik. Dalam prosedur dasar KLT, larutan sampel
diaplikasikan ke dalam pelat, dan pelat dikembangkan dengan memasukkannya ke dalam
bejana tertutup dan bagian dasar dari bejana diisi dengan fase geraknya (eluen)
yang biasanya teridir dari campuran dari beberapa pelarut. Setelah pengembangan,
pelat di angkat dari bejana dan ditandai untuk dihitung nilai Rf-nya (nisbah antara jarak
pita yang terpisah dan jarak eluennya) (Sherma & Fried 2005).

III. ALAT DAN BAHAN


Alat
a. Beaker glass
b. Plat KLT
c. Pipa kapiler
d. Chamber

Bahan
a. Sampel (Big Cola Blueberry)
b. Aquades
c. Butanol
d. Aseton

IV. PROSEDUR KERJA


A. Buat Pelarut
aquades - butanol - aseton ; 7,5 ml - 12 ml - 3 ml
B. Buat Penotol Pipa Kapiler
C. Analisa dengan Kromatografi
1. Menggunting plat KLT ukuran 5x15 cm
2. Membuat batas atas dan bawah plat KLT dengan jarak sekitar 2 cm
3. Membaginya dengan pensil menjadi 2 cm
(satu titik biru (sampel) dan satu titik biru (briliant blue))
4. Menotolkan sampel pada batas bawah masing-masing area sampel dengan pipa
kapiler.
5. Mengeringkan bercak noda
6. Langkah 3-4 diulang hingga 2x
7. Memasukkan (sandarkan) plat KLT dalam bejana yang berisi eluen yang telah
jenuh
8. Mengelusikan hingga batas atas tercapai

V. DATA PENGAMATAN
Jarak pelarut : 6,2 cm
Jarak pigmen :
 Standar : 2,5 cm
 Sampel : 3,5 cm

VI. PERHITUNGAN

jarak komponen
Nilai Rf :
jarak pelarut

2,5
Nilai rf standar =
6,2
= 0,403

3,5
Nilai rf sampel =
6,2
= 0,564

VII. PEMBAHASAN

Praktikum ini dilakukan pada


hari Jum’at, 18 Oktober
2019 tentang
penentuan tingkat kemurnian
dan nilai Rf senyawa
organik hasil ekstraksi
menggunakan Kromatografi
lapis Tipis (KLT). Sampel
yang digunakan adalah
kunyit karena kunyit
mempunyai senyawa zat
warna alami yaitu kurkumin.
Kurkumin inilah yang
kemudian nanti akan dianalisis
nilai Rf-nya.
Praktikum ini dilakukan pada
hari Jum’at, 18 Oktober
2019 tentang
penentuan tingkat kemurnian
dan nilai Rf senyawa
organik hasil ekstraksi
menggunakan Kromatografi
lapis Tipis (KLT). Sampel
yang digunakan adalah
kunyit karena kunyit
mempunyai senyawa zat
warna alami yaitu kurkumin.
Kurkumin inilah yang
kemudian nanti akan dianalisis
nilai Rf-nya.
Praktikum ini dilakukan pada
hari Jum’at, 18 Oktober
2019 tentang
penentuan tingkat kemurnian
dan nilai Rf senyawa
organik hasil ekstraksi
menggunakan Kromatografi
lapis Tipis (KLT). Sampel
yang digunakan adalah
kunyit karena kunyit
mempunyai senyawa zat
warna alami yaitu kurkumin.
Kurkumin inilah yang
kemudian nanti akan dianalisis
nilai Rf-nya.
Pada praktikum kali ini dilakukan penentuan tingkat kemurnian dan nilai Rf
senyawa organik hasil ekstraksi menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Sampel yang digunakan adalah Big Cola Blueberry karena minuman ini diperkirakan
mempunyai senyawa zat warna sintetis yaitu Briliant Blue. Briliant Blue inilah yang
kemudian nanti akan dianalisis nilai Rf-nya.
Sebanyak 30 - 50 ml sampel berupa minuman berwarna dilakukan penarikan zat
warna dengan bulu domba, setelah itu diuapkan dengan cara dipanaskan dengan
menggunakan spritus. Pemanasan akan membantu mempercepat reaksi penarikan warna
dengan benang wol bebas lemak, kemudian dicuci dengan aquades. Setelah dilakukan
preparasi sampel maka dapat dilakukan penotolan pada plat KLT.
Pelarut pada praktikum kali ini menggunakan aquades, butanol, aseton dengan
perbandingan 7,5 ml : 12 ml : 3 ml. Setelah itu dijenuhkan . Fungsi dari penjenuhan
adalah untuk memastikan partikel fase gerak terdistribusi merata pada seluruh bagian
chamber sehingga proses pergerakan spot diatas fase diam oleh fase gerak berlangsung
optimal, dengan kata lain penjenuhan digunakan untuk mengoptimalkan naiknya eluen.
Kemudian dilakukan penotolan pewarna standar dan sampel menggunakan pipa kapiler.
Tujuannya yaitu supaya diperoleh hasil penotolan yang kecil, karena dalam kromatografi
kertas penotolan yang baik diusahakan sekecil mungkin untuk menghindari pelebaran
spot dan jika sampel yang digunakan terlalu banyak akan menurunkan resolusi. Lalu plat
dimasukkan dengan hati-hati ke dalam chamber tertutup yang berisi fase gerak dengan
posisi fase gerak berada dibawah garis. Fase gerak perlahan- lahan bergerak naik, setelah
mencapai jarak tempuh, kertas diangkat dan dibiarkan kering diudara untuk menguapkan
sisa pelarut.

Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik
dikerjakan dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi-reaksi warna. Tetapi lazimnya untuk
identifikasi menggunakan harga Rf (Sastrohamidjojo, 1991). Derajat retensi pada
kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai faktor retensi, Rf:

jarak komponen
Nilai Rf :
jarak pelarut

Diperoleh nilai Rf untuk pembanding yaitu 0,403 sedangkan untuk sampel yaitu
0,564. Hasil yang diperoleh telah memenuhi syarat yaitu selisih nilai Rf antara baku
pembanding dan sampel yaitu lebih dari 0,05 (0,564 - 0,403 = 0,161). Sampel
diperkirakan tidak mengandung pewarna brilliant blue sehingga aman untuk dikonsumsi.

VIII. KESIMPULAN
Diperkirakan pada sampel yang dianalisa tidak mengandung pewarna brilliant blue, hal
ini disebabkan karena selisih nilai rf dengan nilai rf pewarna pembanding (brilliant blue)
lebih dari 0,05

IX. REFERENSI
 Jobsheet
 http://repositori.uin-alauddin.ac.id/3017/1/RINI%20ASTUTI%20NUR%20RIDWAN.pdf
 https://www.studocu.com/id/document/universitas-agung-podomoro/akuntansi/
kromatografilapistipis/26141163

X. PENGESAHAN
Mengetahui, Temanggung, 26 Februari 2023
Guru Pembimbing Praktikan

Rani Fitriana, S.Si


Analisa Kromatografi Kolom
I. TUJUAN
1. Memisahkan dan mendapatkan senyawa yang terkandung pada ekstrak daun
bayam
2. Memahami dan mengetahui cara pemisahan senyawa yang terkandung dalam
ekstrak daun bayam
3. Mengidentifikasi senyawa yang dihasilkan dari pemisahan senyawa yang
terkandung dalam ekstrak daun bayam
II. DASAR TEORI
Kromatografi adalah cara pemisahan zat khasiat dan zat lain yang ada dalam
sediaan dengan jalan pencarian berfraksi, penyerapan, atau penukaran ion pada zat
berpori, menggunakan cairan atau gas yang mengalir. Kromatografi digunakan untuk
memisahkan campuran dari substansinya menjadi komponen-komponennya. Seluruh
bentuk kromatografi bekerja berdasarkan prinsip yang sama. Seluruh bentuk
kromatografi memiliki fase diam berupa padatan atau cairan yang didukung pada padatan
dan fase gerak cairan atau gas. Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa
komponen-komponen dari campuran bersama-sama. Komponen-komponen yang berbeda
akan bergerak pada laju yang berbeda pula. Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan
campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium
tertentu. Pada kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah
fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase
gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada
fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan
bergerak lebih cepat.
Kromatografi kolom menunjukkan adanya prinsip yang sama yang digunakan
dalam kromatografi lapis tipis yang dapat diterapkan pada skala besar untuk pemisahan
campuran. Kromatografi kolom seringkali digunakan untuk pemurnian senyawa di
laboratorium. Berbagai ukuran kolom dapat digunakan, dimana hal utama yang
dipertimbangkan adalah kapasitas yang memadai untuk menerima sampel-sampel tanpa
melalui fasa diamnya. Merupakan aturan praktis yang umum bahwa panjang kolom harus
sekurang-kurangnya 10 kali ukuran diameternya. Jika kita mempunyai kolom dengan
panjang 20 cm, dan diameternya 1 atau 2 cm. Bahan pengemasnya suatu adsorben
(seperti alumina atau resin penukar ion), dimasukkan dalam bentuk suspensi kedalam
porsi fasa bergerak dan dibiarkan diam didalam hamparan basah dengan sedikit cairan.
Kromatografi kolom digunakan untuk memisahkan suatu campuran senyawa. Kolom
yang terbuat dari gelas diisi dengan fase diam berupa serbuk penyerap seperti selulosa,
silika gel, poliamida. Fase diam dialiri (dielusi) 1 dengan fase gerak berupa pelarut.
Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi klasik yang masih banyak
digunakan. Kromatografi kolom digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam
jumlah yang banyak berdasarkan adsorpsi dan partisi. Kemasan adsorben yang sering
digunakan adalah silika gel G-60, kieselgur, Al2O3, dan diaion. Cara pembuatannya ada
dua macam :
a. Cara kering yaitu silika gel dimasukkan ke dalam kolom yang telah diberi kapas
kemudian ditambahkan cairan pengelusi.
b. Cara basah yaitu silika gel terlebih dahulu disuspensikan dengan cairan
pengelusi yang akan digunakan kemudian dimasukkan ke dalam kolom melalui dinding
kolom secara continue sedikit demi sedikit hingga masuk semua, sambil kran kolom
dibuka. Eluen dialirkan hingga silika gel mapat, setelah silika gel mapat eluen dibiarkan
mengalir sampai batas adsorben kemudian kran ditutup dan sampel dimasukkan yang
terlebih dahulu dilarutkan dalam eluen sampai diperoleh kelarutan yang spesifik.
Kemudian sampel di pipet dan dimasukkan ke dalam kolom melalui dinding kolom
sedikit demi sedikit hingga masuk semua, dan kran dibuka dan diatur tetesannya, serta
cairan pengelusi ditambahkan. Tetesan yang keluar ditampung sebagai fraksi-fraksi.
Sebagian besar prinsip pemisahan kromatografi kolom didasarkan pada afinitas
kepolaran analit dengan fase diam, sedangkan fase gerak selalu memiliki kepolaran yang
berbeda dengan fase diam. Ada sebagian besar kromatografi kolom menggunakan fase
diam yang bersifat polar dengan fase gerak yang non polar dengan begitu waktu retensi
akan menjadi lebih singkat. Semakin cepat pergerakan fase gerak akan meminimalkan
waktu yang diperlukan untuk bergerak di sepanjang kolom. Laju aliran kolom dapat
ditingkatkan dengan memperluas aliran eluen di dalam kolom dengan mengisi fase diam
pada bagian bawah atau dikurangi dengan mengontrol keran. Laju aliran yang lebih baik
dapat dicapai dengan menggunakan pompa atau dengan menggunakan gas dengan
kompresi (misalnya udara, nitrogen,argon) untuk mendorong pelarut melalui kolom.
Kolomnya (tabung gelas) diisi dengan bahan seperti alumina, silika gel atau pati yang
dicampur dengan adsorben, dan pastanya diisikan kedalam kolom. Larutan sampel
kemudian diisikan kedalam kolom dari atas sehingga sampel diasorbsi oleh adsorben.
Kemudian pelarut (fasa mobil: pembawa) ditambahkan tetes demi tetes dari atas kolom.
Partisi zat terlarut berlangsung di pelarut yang turun ke bawah fasa mobil dan pelarut
yang teradsorbsi oleh adsorben fasa stationer. Selama perjalanan turun, zat terlarut akan
mengalami proses adsorpsi dan partisi berulang-ulang. Laju penurunan berbeda untuk
masing-masing zat terlarut dan bergantung pada koefisien partisi masing-masing zat
terlarut. Akhirnya, zat terlarut akan terpisahkan membentuk beberapa lapisan. Akhirnya,
masing-masing lapisan dielusi dengan pelarut yang cocok untuk memberikan spesimen
murninya. Nilai R didefinisikan untuk tiap zat terlarut dengan persamaan berikut. R =
(jarak yang ditempuh zat terlarut)/(jarak yang ditempuh pelarut/fasa mobil).

III. ALAT DAN BAHAN


1. Gelas beaker 50 ml (6 buah)
2. Kolom kromatografi dengan plat masir
3. Batang pengaduk
4. Statif dan klem
5. Corong bubuk
6. Kapas bebas lemak (0,5 gram untuk diameter kolom 1 cm, 1 gram untuk diameter
kolom 5 cm)
7. Silica gel 60 (0,063-0,2 mm)
8. Silica gel 60 (0,2-0,5 mm)
9. Pasir
10. Petroleum eter
11. Aseton
12. Metanol
13. Natrium sulfat anhidrat
14. Daun bayam

IV. CARA KERJA


1. Preparasi kolom
a. Kolom gelas dipasang lurus pada statif
b. Letakkan kapas bebas lemak pada dasar kolom
c. Masukkan ditambah pasir/silica gel 60 (0,2-0,5) setinggi 0,5 mm
d. Isi kolom dengan 3 ml PE (diameter 1 cm), 15 ml PE (diameter 5 cm)
e. Silica gel (0,063-0,2 mm) 3/15 gram ditambah petroleum eter 10/50 ml dalam
gelas beaker
f. Tuang bubur silica dalam kolom hingga ketinggian 10 cm, kolom diketuk-ketuk
dengan karet
g. Bilas sisa silica dengan 3/15 ml PE
h. Ditambah pasir/silica gel 60 (0,2-0,5 mm) setinggi 0,5 mm

2. Ekstraksi daun bayam


a. Timbang 5 gram bayam
b. Haluskan bayam dengan mortar dan alu
c. Tambahkan 2,5 ml : Methanol + 5 ml petroleum eter
d. Saring
e. Tambahkan 1 gram silica gel (0,2-0,5mm)
f. Campurkan hingga larut

3. Elusi sampel
a. Bubur sampel dituang dalam kolom
b. Elusi dengan penambahan PE 20 ml
c. Elusi dengan penambahan aseton 20 ml
d. Elusi dengan penambahan etanol 20 ml : Aquadest 10 ml

V. DATA PENGAMATAN
a. Elusi pertama dengan penambahan PE 20 ml menghasilkan warna bening (tidak
berwarna)
b. Elusi kedua dengan penambahan aseton 20 ml menghasilkan warna hijau ± 5 ml
c. Elusi ketiga dengan penambahan etanol 20 ml dan Aquadest 10 ml menghasilkan warna
bening ± 10 ml

VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum pemisahan zat warna ini kami menggunakan metode kromatografi
kolom. Kromatografi kolom merupakan salah satu dari kromatografi partisi yang
digunakan luas karena sangat efisien untuk pemisahan senyawa organic(Takeuchi,2009).
Kromatografi kolom sering kali digunakan untuk memurnikan senyawa di laboratorium.
Kromatografi kolom bekerja berdasarkan skala yang lebih besar menggunakan material
terpadatkan pada sebuah kolom gelas vertikal. Kromatografi kolom merupakan teknik
pemisahan berdasarkan pada perbedaan daya adsorpsi suatu adsorben tertentu terhadap
suatu senyawa baik pengotor maupun senyawa hasil isolasi. Prinsip dari kromatografi
kolom ini adalah adsorpsi (Takeuchi, 2010).Cara kerja kromatografi ini yaitu : Kolomnya
(tabung gelas) diisi dengan bahan seperti alumina, silika gel atau pati yang dicampur
dengan adsorben, dan diisikan ke dalam kolom. Larutan sampel kemudian diisikan ke
dalam kolom dari atas sehingga sampel diasorbsi oleh adsorben. Kemudian pelarut (fasa
gerak; pembawa) ditambahkan tetes demi tetes dari atas kolom. Partisi zat terlarut
berlangsung di pelarut yang turun ke bawah (fasa gerak) dan pelarut yang teradsorbsi oleh
adsorben (fasa diam). Selama perjalanan turun, zat terlarut akan mengalami proses
adsorpsi dan partisi berulang-ulang. Laju penurunan berbeda untuk masing-masing zat
terlarut dan bergantung pada koefisien partisi masing-masing zat terlarut. Akhirnya, zat
terlarut akan terpisahkan membentuk beberapa lapisan. Akhirnya, masing-masing lapisan
dielusi dengan pelarut yang cocok untuk memberikan spesimen murninya.
Sampel yang berupa daun bayam yang terlebih dahulu dicampur dan dilarutkan
dengan pelarut yaitu etanol, karena fase geraknya berupa etanol dan etanol merupakan
pelarut non polar. Kolom yang digunakan adalah buret, dalam mempersiapkan kolom hal
pertama yang dilakukan adalah memasang penahan pada kolom, penahan yang
dipergunakan adalah glass wool dan kapas, hal ini dilakukan karena glas wool dan kapas
memiliki kemampuan menyaring dan menahan penyerap. Proses memasukkan glas wool
kedalam corong pisah dilakukan dengan menggunakan pinset, karena selain dapat
menyebabkan gatal pada tangan, glas wool juga berbahaya jika terhirup. Jumlah glas wool
yang ditambahkan secukupnya dan glas wool yang sudah masuk dalam kolom tidak boleh
dipadatkan begitu pula dengan kapas.
Penyerap yaitu silica gel dimasukkan dalam kolom kira-kira hingga 7 cm dalam
buret. Proses memasukkan penyerap ini dilakukan dengan menggunakan corong.
Selanjutnya dilakukan proses pencucian sekaligus berfungsi untuk menjenuhkan fasa diam
dengan fasa gerak, hal ini dilakukan agar proses elusi nantinya menjadi lebih cepat.
Kemudian dimasukkan atau ditambahkan kembali fasa gerak yaitu etanol hingga 1 cm di
atas permukaan fasa diam. Proses penambahan fase gerak dilakukan sebaik mungkin dan
homogen serta hindari terdapatnya gelembung udara, karena gelembung udara dapat
menyebabkan putusnya penyerap dalam kolom.
Sampel dimasukkan ke dalam kolom dan kran dibuka bersamaan dengan
dihidupkannya stopwatch untuk mengetahui waktu yang diperlukan setiap komponen
untuk terelusi sempurna. Setiap fase gerak sudah hampir 1 cm di atas permukaan fasa diam
ditambahkan lagi fasa geraknya. Pelarut yang ditambahkan akan turun perlahan kebagian
penyerap dan membentuk pita-pita warna sesuai dengan jenis zat warna yang terkandung
dalam contoh. Pelarut tersebut akan turun dan keluar dengan membawa zat pewarna yang
terlarut tersebut. Pelarut etanol merupakan fasa geraknya yang bersifat non polar dan fasa
diamnya yaitu silica gel bersifat polar. Senyawa atau sampel yang bersifat polar akan
tertarik pada fasa diam polar melalui ikatan hydrogen atau tarikan dipol-dipol. Akibatnya
senyawa bergerak sangat lambat. Sedangkan senyawa-senyawa non polar akan keluar dari
kolom pertama kali karena senyawa senyawa-senyawa ini bergerak lebih cepat dibanding
senyawa polar karena mengikuti fasa geraknya yang bersifat non polar. Biasanya proses
kromatografi diawali dengan pelarut kurang polar terlebih dahulu untuk mengeluarkan
senyawa-senyawa non polar, kemudian disusul dengan pelarut-pelarut lebih polar untuk
memisahkan dan mendorong senyawa-senyawa polar.
Pada percobaan kromatografi kolom, fase diamnya adalah silica gel dan fase
geraknya adalah hasil impregnasi antara ekstrak dan silica gel. Langkah pertama yang
kami lakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Di dalam kolom
kromatografi yang telah di bersihkan dimasukkan kapas bebas lemak. Kemudian
dimasukkan silika gel dan pasir selanjutnya dimasukkan sampel daun bayam yang sudah
dihaluskan serta sudah ditambahkan metanol dan petroleum eter. Larutan 1-PE 20 ml
kemudian dibuka keran kolomnya dan di biarkan cairan dalam kolom akan turun
membawa komponen-komponen campurannya. Proses ini di teruskan hingga semua
komponen keluar dari kolom dan di tampung di tempat yang berbeda. Dan setelah
ditunggu beberapa menit didapat fraksi2 nya. Yaitu, fraksi pertama berwarna ungu bening
dengan penambahan PE 20 ml, yang kedua berwarna hijau dengan penambahan aseton 20
ml, sedangkan fraksi yang ke 3 berwarna bening/tidak berwarna dengan penambahan
etanol 20 ml dan Aquadest 10 ml.
Pada fraksi pertama tidak menghasilkan warna diduga karena pelarut yang
digunakan adalah non polar tetapi komponen yang dikandung bersifat lebih polar sehingga
warna belum muncul. Fraksi kedua warna yang dihasilkan berwarna hijau hal ini mungkin
dipicu oleh penambahan aseton yang bersifat semi polar yang dapat memunculkan sedikit
warna yang dikandung komponen. Sedangkan fraksi ketiga hasil kembali tidak berwarna
saat penambahan etanol, ini disebabkan karena etanol bersifat polar dan warna yang
dikandung telah habis turun oleh pelarut semi polar sehingga warna tidak muncul lagi.

VII. KESIMPULAN
Pada praktikum ini diperoleh hasil warna hijau ± 5 ml pada elusi kedua, sedangkan pada
elusi pertama dan ketiga tidak menghasilkan larutan berwarna.

VIII. REFERENSI
https://www.scribd.com/document/347643608/Laporan-praktikum-kromatografi-kolom

IX. PENGESAHAN
Mengetahui, Temanggung, 26 Februari 2023
Guru Pembimbing Praktikan

Rani Fitriana, S.Si

Anda mungkin juga menyukai