JUDUL PERCOBAAN
Pemisahan Ion Logam dengan Teknik Kromatografi Kertas
2. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan dapat memisahkan
dan mengidentifikasi campuran ion logam dengan kromatografi kertas.
3. DASAR TEORI
Kromatografi kertas termasuk dalam kromatografi planar (flat-bed
chromatography) yang sering disebut juga dengan kromatografi bidang. Kertas
memiliki bahan dasar selulosa yang merupakan polimer glukosa. Dengan
banyaknya keberadaan gugus hidroksil di permukaan , maka selulosa mempunyai
afinitas sangat besar terhadap air dan pelarut-pelarut organik lainnya karena
adanya ikatan hidrogen. diharapkan pelarut dapat masuk ke dalam jaringa benang-
benang selulosa dan menyebabkan kertas sedikit mengembang. Dalam air, kertas
akan menjadi elektronegatif. Selain itu, kertas juga memiliki sifat penukar anion
yang lemah.
Pada kromatografi kertas, dengan satu tetes analit di atas kertas atau lapisan
tipis yang bertindak sebagai fasa diam, sistem pemisahan yang analog dengan
kromatografi kolom dapat terjadi. Kromatografi bidang sebagai sebuah metode
memiliki tingkat keterulangan (reproducibility) yang tinggi. Selain kebutuhan
sampel yang sangat sedikit, rancangan sederhana, dan analit yang terpisah dengan
mudah didapatkan kembali, kromatografi lapis tipis dapat menerima elusi lebih
dari sekali dengan pelarut pengembang yang berbeda. Jadi, dua set kromatogram
dapat dikembangkan dengan mudah.
Dalam kromatografi, komponen-komponen terdistribusi dalam dua fase yaitu
fase gerak dan fase diam. Transfer massa antara fase bergerak dan fase diam
terjadi bila molekul-molekul campuran terserap pada permukaan partikel-partikel.
Setelah sistem ini terserap oleh kertas, sebagai akibat dari gaya kapiler akan
merambat sepanjang kertas tersebut. Rambatan ini dapat diusahakan dalam modus
naik atau menurun. Selama proses pemisahan dilakukan, sistem secara
keseluruhannya disimpan dalam tempat tertutup, ruang didalamnya telah jenuh
dengan uap sistem pelarut.
Prinsip pemisahan pada kromatografi bidang terjadi secara berkesinambungan
(successive equillibration) dari komponen analit antara fasa diam dan fasa gerak
(Wonorahardjo, 2013). Pemisahan terjadi karena perbedaan distribusi senyawa
analit dalam dua fasa yang sama-sama tipis. Perbandingan jarak migrasi tiap
komponen dengan jarak migrasi eluen didefinisikan sebagai faktor retensi. Waktu
retensi dalam kromatografi bidang dinyatakan dalam faktor retardasi (Retardation
Factor, Rf) yang dapat dituliskan sebagai persamaan berikut.
jarak senyawa analit
Rf = jarak pelarut
Adapun jarak yang diukur adalah jarak dari garis awal sampai dengan ujung
depan noda analit. Walaupun demikian, karena noda biasanya memanjang, yang
diperhitungkan adalah jarak dari awal sampai ke tengah noda karena kerapatan
analit paling besar. Jarak pelarut dapat terlihat dengan jelas setelah sistem
mengering. Harga Rf dipengaruhi oleh perbedaan kertas atau lapis tipis (dalam hal
ukuran pori dan diameter kapiler), metode dan arah pengembangan (arah elusi),
jenis sampel dan pelarut, konsentrasi dan ukuran sampel, serta jarak tempuh noda
komponen analit. Oleh sebab itu, biasanya untuk mengidentifikasi senyawa dalam
sampel maka enyawa standar juga diaplikasikan dan dikembangkan dalam kondisi
yang sama dengan sampel. Harga Rf juga berhubungan dengan perhitungan
kuantitatif dari konsentrasi senyawa komponen dalam campuran analit. Jika lapis
tipis digambarkan penampang melintangnya, tampak bahwa semakin jauh
senyawa berpindah dari titik awal dan terjerap di fase diam maka kesempatan
untuk melebar karena difusi longitudinal semakin besar. Secara skematis,
kromatografi planar dapat digambarkan sebagai berikut.
4. METODOLOGI
4.1. Alat-alat
1. 2 buah gelas kimia 400 mL atau 600 10. Pipa kapiler
mL
11. Gunting
2. Plastik
3. Kertas saring kasar 12. Hair dryer
4.2. Bahan-bahan
1. Larutan HCl 6,0 M 6. Larutan Ni(II) 0,5 M
2. Larutan aseton 7. Larutan NH3 pekat
3. Larutan DMG 10% dalam alkohol 8. Larutan NaOH 0,25 M
4. Larutan Fe(III) 0,5 M 9. Larutan K4Fe(CN)6
5. Larutan Cu(II) 0,5 M 10. Larutan etanol
1. diambil sebanyak 6 mL
2. dimasukkan ke dalam gelas kimia
3. ditambahkan 19 mL aseton
4. ditutup gelas kimia dengan plastik
Hasil
1. diambil 10 tetes
2. dimasukkan pelat tetes
3. ditambahkan 10 tetes larutan Ni(II) 0,5 M
Hasil
1. diambil 10 tetes
2. dimasukkan pelat tetes
3. ditambahkan 10 tetes larutan Ni(II) 0,5 M
Hasil
Cokelat ++ 10,4
4. Campuran standar
Biru ++ 12,8
Cokelat ++ 10,5
5. Sampel A
Biru ++ 12,7
6. Sampel B
5.3 Kertas Saring Halus I diuji dengan DMG 10% (Ada Ni) dan
K4[Fe(CN)6] (Tidak ada Ni)
3. Standar Ni(II)
Coklat 9,0
4. Campuran standar
Biru 11,4
5. Sampel A
Coklat 8,7
6. Sampel B
Biru 11,8
5.4 Kertas Saring Kasar II Dilembabkan dengan Amonia Pekat, diuji
dengan DMG 10% (Ada Ni) dan K4[Fe(CN)6] (Tidak ada Ni)
1. Standar Fe(III)
2. Standar Cu(II)
(merah)
Pada percobaan ini, eluen yang digunakan dalam percobaan yaitu campuran
dari 6 mL larutan HCl 8 M dan 19 mL aseton. Aseton merupakan senyawa
organik yang bersifat volatil, sehingga bejana kromatografi yang telah berisi eluen
perlu ditutup dengan plastik hingga siap digunakan untuk proses pemisahan, agar
eluen tidak menguap. Medium yang digunakan dalam percobaan ini ada dua
macam, yaitu kertas saring kasar dan kertas saring halus. Masing-masing kertas
saring diberi garis sesuai dengan petunjuk prosedur kerja menggunakan pensil,
karena pensil yang merupakan senyawa grafit terbuat dari unsur karbon yang
bersifat inert. Dengan demikian, garis-garis yang ada di kertas saring tidak akan
luntur karena larut dalam eluen, sehingga tidak mempengaruhi hasil pemisahan.
Setiap sampel yang akan diidentifikasi ditotolkan pada suatu garis tepi yang
ada di kertas kromatografi. Penotolan dilakukan dengan menggunakan pipa
kapiler dan diusahakan tidak melebihi 10 kali penotolan, karena jika demikian,
noda yang timbul akan melebar. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
tumpang tindih antara noda dari suatu ion dengan noda dari ion yang lain,
sehingga hasil pemisahan yang diperoleh kurang bagus. Masing-masing kertas
kromatografi yang telah ditotol dengan sampel dimasukkan ke dalam bejana
kromatografi, kemudian bejana ditutup kembali dengan menggunakan plastik. Hal
tersebut bertujuan agar ruangan tempat terjadinya pemisahan menjadi jenuh,
sehingga eluen tidak menguap dan proses pemisahan berlangsung secara
maksimal.
Jarak senyawa analit diukur dari titik awal sampel hingga pusat noda. Jarak
pelarut merupakan panjang lintasan yang ditempuh eluen ketika mengelusi
sampel, sehingga terjadi pemisahan ion-ion logam. Jarak pelarut diukur dari titik
awal sampel hingga garis akhir eluen bergerak.
a. Kertas Saring Kasar I dan Halus I Diuji Langsung dengan Larutan DMG 10%
dalam Alkohol dan K4Fe(CN)6.
No. Sampel Kertas Kasar Kertas Halus
3. Standar Ni(II)
12,8 11,4
Rf Fe3+= 14
= 0,91 Rf Fe3+= 14
= 0,81
5. Sampel A 10,5
Rf Cu2+= = 0,75
14
12,7
Rf Fe3+= = 0,91
14
6. Sampel B 8,7
Rf Cu2+= = 0,62
14
11,8
Rf Fe3+= = 0,84
14
b. Kertas Saring Kasar II dan Halus II Diuji dengan Larutan DMG 10% dalam
Alkohol dan K4Fe(CN)6 setelah Dilembabkan dengan Uap Amonia
10,45 10,15
Rf Cu2+ = = 0,75 Rf Cu2+= = 0,73
14 14
10,3 10,15
Rf Cu2+= = 0,74 Rf Cu2+= = 0,73
14 14
Campuran standar terbukti mengandung ion Ni2+, Fe3+, dan Cu2+. Sampel A
diduga mengandung ion Ni2+ dan Fe3+, sedangkan Sampel B diduga mengandung
ion Ni2+ dan Cu2+. Adanya noda Fe3+ di daerah sampel B atau adanya noda Cu3+
di daerah sampel A kemungkinan disebabkan oleh pelebaran noda ion Fe3+ dan
Cu2+ atau pergerakan eluen yang tidak linier, sehingga menyebabkan noda Fe3+
muncul di daerah sampel B dan/atau noda Cu3+ muncul di daerah sampel A.
7. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan dan data pengamatan serta analisa data, maka
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemisahan ion logam dapat dilakukan dengan metode kromatografi kertas.
2. Campuran standar mengandung ion Ni2+, Fe3+, dan Cu2+.
3. Sampel A mengandung ion Ni2+ dan Fe3+, sedangkan sampel B mengandung
ion Ni2+ dan Cu2+.
4. Noda Fe3+ di daerah sampel B dan noda Cu3+ di daerah sampel A
disebabkan oleh pelebaran noda ion Fe3+ dan Cu2+ atau pergerakan eluen
yang tidak linier.
8. DAFTAR PUSTAKA
Arief, Munzil, dkk. 2017. Petunjuk Praktikum Pemisahan Kimia. Malang:
Universitas Negeri Malang.