Anda di halaman 1dari 16

1.

JUDUL PERCOBAAN
Pemisahan Ion Logam dengan Teknik Kromatografi Kertas

2. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan dapat memisahkan
dan mengidentifikasi campuran ion logam dengan kromatografi kertas.

3. DASAR TEORI
Kromatografi kertas termasuk dalam kromatografi planar (flat-bed
chromatography) yang sering disebut juga dengan kromatografi bidang. Kertas
memiliki bahan dasar selulosa yang merupakan polimer glukosa. Dengan
banyaknya keberadaan gugus hidroksil di permukaan , maka selulosa mempunyai
afinitas sangat besar terhadap air dan pelarut-pelarut organik lainnya karena
adanya ikatan hidrogen. diharapkan pelarut dapat masuk ke dalam jaringa benang-
benang selulosa dan menyebabkan kertas sedikit mengembang. Dalam air, kertas
akan menjadi elektronegatif. Selain itu, kertas juga memiliki sifat penukar anion
yang lemah.
Pada kromatografi kertas, dengan satu tetes analit di atas kertas atau lapisan
tipis yang bertindak sebagai fasa diam, sistem pemisahan yang analog dengan
kromatografi kolom dapat terjadi. Kromatografi bidang sebagai sebuah metode
memiliki tingkat keterulangan (reproducibility) yang tinggi. Selain kebutuhan
sampel yang sangat sedikit, rancangan sederhana, dan analit yang terpisah dengan
mudah didapatkan kembali, kromatografi lapis tipis dapat menerima elusi lebih
dari sekali dengan pelarut pengembang yang berbeda. Jadi, dua set kromatogram
dapat dikembangkan dengan mudah.
Dalam kromatografi, komponen-komponen terdistribusi dalam dua fase yaitu
fase gerak dan fase diam. Transfer massa antara fase bergerak dan fase diam
terjadi bila molekul-molekul campuran terserap pada permukaan partikel-partikel.
Setelah sistem ini terserap oleh kertas, sebagai akibat dari gaya kapiler akan
merambat sepanjang kertas tersebut. Rambatan ini dapat diusahakan dalam modus
naik atau menurun. Selama proses pemisahan dilakukan, sistem secara
keseluruhannya disimpan dalam tempat tertutup, ruang didalamnya telah jenuh
dengan uap sistem pelarut.
Prinsip pemisahan pada kromatografi bidang terjadi secara berkesinambungan
(successive equillibration) dari komponen analit antara fasa diam dan fasa gerak
(Wonorahardjo, 2013). Pemisahan terjadi karena perbedaan distribusi senyawa
analit dalam dua fasa yang sama-sama tipis. Perbandingan jarak migrasi tiap
komponen dengan jarak migrasi eluen didefinisikan sebagai faktor retensi. Waktu
retensi dalam kromatografi bidang dinyatakan dalam faktor retardasi (Retardation
Factor, Rf) yang dapat dituliskan sebagai persamaan berikut.
jarak senyawa analit
Rf = jarak pelarut

Adapun jarak yang diukur adalah jarak dari garis awal sampai dengan ujung
depan noda analit. Walaupun demikian, karena noda biasanya memanjang, yang
diperhitungkan adalah jarak dari awal sampai ke tengah noda karena kerapatan
analit paling besar. Jarak pelarut dapat terlihat dengan jelas setelah sistem
mengering. Harga Rf dipengaruhi oleh perbedaan kertas atau lapis tipis (dalam hal
ukuran pori dan diameter kapiler), metode dan arah pengembangan (arah elusi),
jenis sampel dan pelarut, konsentrasi dan ukuran sampel, serta jarak tempuh noda
komponen analit. Oleh sebab itu, biasanya untuk mengidentifikasi senyawa dalam
sampel maka enyawa standar juga diaplikasikan dan dikembangkan dalam kondisi
yang sama dengan sampel. Harga Rf juga berhubungan dengan perhitungan
kuantitatif dari konsentrasi senyawa komponen dalam campuran analit. Jika lapis
tipis digambarkan penampang melintangnya, tampak bahwa semakin jauh
senyawa berpindah dari titik awal dan terjerap di fase diam maka kesempatan
untuk melebar karena difusi longitudinal semakin besar. Secara skematis,
kromatografi planar dapat digambarkan sebagai berikut.

Pada kromatografi planar, sejumlah tertentu larutan contoh ditempatkan


dengan cara menotolkannya di dekat salah satu sisi dari kertas kromatografi.
Teknik kromatografi kertas bermacam-macam, salah satunya adalah dengan
menempatkan kertas di dalam suatu bejana tertutup (bejana pengembang) yang
telah dijenuhkan dengan uap pelarut yang akan digunakan sebagai eluen. Ketika
pelarut (fase gerak) mencapai titik sampel (spot), komponen dalam tiap titik akan
terdistribusi baik ke dalam fase gerak ataupun ke fase diam, sehingga dapat terjadi
pemisahan.

Elusi kromatografi bidang dapat dilakukan di bak tertutup ataupun terbuka.


Ada dua jenis elusi yang sering digunakan untuk kromatografi kertas yaitu teknik
naik (ascending) dan teknik turun (descending). Pada tipe kromatografi kertas
teknik ascending atau disebut juga dengan pengembangan vertikal, keberadaan
gaya kapiler akan mengakibatkan pelarut bergerak ke atas sepanjang kertas
dengan membawa serta komponen-komponen terlarut dari contoh yang telah
ditotolkan sebelumnya. Pada tipe kromatografi kertas teknik descending, tempat
pelarut diletakkan di bagian atas kamar elusi dan kertas yang telah diberi sampel
dielusi dari atas. Teknik descending kurang menguntungkan karena menaikkan
pengembang pada dasarnya lebih mudah daripada menurunkannya. Jika terdapat
perbedaan interaksi dari masing-masing komponen yang akan dipisahkan dengan
pelarut, maka komponen-komponen tersebut akan bermigrasi dengan kecepatan
yang berbeda-beda pula. Perbedaan kecepatan migrasi tersebut menyebabkan
terjadinya pemisahan.
Pemisahan yang optimum memerlukan pertimbangan pemilihan campuran
pengembangnya. Semakin banyak komponen pengembang yang digunakan,
semakin sulit mempertahankan kejenuhan uap pada bak pengembang. Pelarut
yang sangat volatil menyebabkan perubahan komposisi pada campuran dengan
cepat dan hal tersebut berpengaruh pada Rf dari masing-masing noda. Pelarutyang
sangat tidak volatil bisa tertinggal seperti noda yang seakan-akan berasal dari
campuran. Hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah untuk membuat
sebuah sistem fase diam dan fase gerak yang benar-benar tidak dapat bercampur
(immiscible) yang mana komponen-komponen yang harus terpisah memiliki
kelarutan tinggi, tetapi berbeda pada kedua fase. Dengan demikian, komponen-
komponen dapat mencapai derajat keterpisahan maksimum pada kurun waktu
tertentu.
Pada dasarnya, pelarut yang lebih polar seperti air, alkohol, atau formamida
akan dipilih sebagai fase diam dan pelarut yang lebih tidak polar akan megalir
sebagai fase gerak. Adapun campuran fase diam polar juga mungkin dijerapkan
pada selulosa kertas. Hal penting yang memengaruhi proses pemisahan dalam
kromatografi bidang adalah kepolaran dari fase diam dan fase gerak serta
besarnya ukuran partikel senyawa komponen yang dipisahkan. Kesanggupan
mengelusi berhubungan dengan polaritas pelarut yag bersangkutan. Jadi, pelarut
yang dipilih disesuaikan dengan campuran analit yang hendak dipisahkan.
Semakin polar sebuah pelarut, semakin rentan pengembang tersebut terhadap
interaksi kimia dengan senyawa analit dan bahkan dengan fase diam.
Komponen-komponen yang telah terpisah dapat diidentifikasi dengan
menggunakan pereaksi spesifik. Biasanya dilakukan dengan penyemprotan atau
pencelupan reagen, sehingga menimbulkan noda. Dengan identifikasi ini,
senyawa yang tidak berwarna sekalipun akan menampakkan nodanya.

4. METODOLOGI
4.1. Alat-alat
1. 2 buah gelas kimia 400 mL atau 600 10. Pipa kapiler
mL
11. Gunting
2. Plastik
3. Kertas saring kasar 12. Hair dryer

4. Kertas saring halus 13. Penggaris


5. Cawan petri dan tutup
14. Pensil
6. Pelat tetes
7. Gelas ukur 15. Staples
8. Pipet tetes
16. Corong kaca
9. Botol semprot untuk reagen
17. Cawan porselin

18. Kaki tiga dan kawat kassa

4.2. Bahan-bahan
1. Larutan HCl 6,0 M 6. Larutan Ni(II) 0,5 M
2. Larutan aseton 7. Larutan NH3 pekat
3. Larutan DMG 10% dalam alkohol 8. Larutan NaOH 0,25 M
4. Larutan Fe(III) 0,5 M 9. Larutan K4Fe(CN)6
5. Larutan Cu(II) 0,5 M 10. Larutan etanol

4.3. Prosedur Kerja


4.3.1 Pembuatan Eluen
Larutan HCl 8,0 M

1. diambil sebanyak 6 mL
2. dimasukkan ke dalam gelas kimia
3. ditambahkan 19 mL aseton
4. ditutup gelas kimia dengan plastik
Hasil

4.3.2 Pembuatan Bidang sebagai Medium Kromatografi Kertas


Kertas Saring Halus

1. dipotong ukuran 11x18 cm


2. dibuat garis berjarak 2 cm dari tepi bawah dan 2 cm dari tepi atas
menggunakan pensil
3. diberi jarak 2,5 cm dari sisi kiri
4. dibuat 5 titik
5. diberi jarak 2,5 cm tiap titik
Hasil

Kertas Saring Kasar

1. dipotong ukuran 11x18 cm


2. dibuat garis berjarak 2 cm dari tepi bawah dan 2 cm dari tepi atas
menggunakan pensil
3. diberi jarak 2,5 cm dari sisi kiri
4. dibuat 5 titik
5. diberi jarak 2,5 cm tiap titik
Hasil
4.3.3 Pembuatan Sampel A
Larutan Fe(III) 0,5 M

1. diambil 10 tetes
2. dimasukkan pelat tetes
3. ditambahkan 10 tetes larutan Ni(II) 0,5 M
Hasil

4.3.4 Pembuatan Sampel B


Larutan Cu(II) 0,5 M

1. diambil 10 tetes
2. dimasukkan pelat tetes
3. ditambahkan 10 tetes larutan Ni(II) 0,5 M
Hasil

4.3.5 Pemisahan Ion Logam dengan Teknik Kromatografi Kertas


Larutan Fe(III)

1. diambil dengan pipa kapiler


2. ditotolkan di tiap titik sebanyak 10 kali
3. ditunggu hingga kering
4. ditangkupkan ujung-ujung kertas sehingga berbentuk silinder
5. ditautkan dengan staples
6. dibersihkan pipa kapiler dengan etanol
7. dikeringkan pipa kapiler dengan tisu
8. dimasukkan kertas saring ke dalam gelas kimia berisi eluen
9. diusahakan kertas tegak lurus (tidak bengkok)
10. dibiarkan bagian tepi bawah kertas menyentuh larutan pengembang,
tetapi tidak menyentuh titik sampel
11. ditutup kembali gelas kimia
12. dibiarkan fase gerak mencapai garis atau tepi atas
13. dikeluarkan kertas saring
14. dikeringkan kertas saring dengan hair dryer
15. diambil cawan porselin diameter 8-10 cm sembari menunggu kertas
saring kering
16. diisi cawan dengan 100 mL NH3 pekat
17. dipanaskan dengan pemanas spiritus di dalam lemari asam
18. dilembapkan kertas saring hasil kromatografi yang kering di atas uap
amonia
19. diamati timbulnya noda
20. disemprotkan larutan DMG 10% pada kertas saring yang telah lembab
21. ditandai noda
22. dihitung harga Rf
23. diamati kertas saring lain
24. disemprotkan reagen pengidentifikasi apabila noda tidak tampak
25. dipotong-potong kertas saring lain dimana tiap bagian terdapat satu
sampel dan satu standar
26. diuji secara langsung tiap bagian dengan K4Fe(CN)6 untuk ion Fe(III)
dan Cu(II) serta DMG untuk Ni(II)
27. ditentukan komponen khusus untuk sampel A dan sampel B
28. dibandingkan hasil percobaan pemisahan ion-ion dengan teknik
kromatografi kertas jika digunakan kertas saring halus dan kasar
Hasil
5. DATA HASIL PENGAMATAN
5.1 Uji Pendahuluan Pada Sampel

Sampel Wujud Warna

HCl 8,0 M larutan Tidak berwarna

Aseton larutan Tidak berwarna

DMG 10% dalam alkohol larutan tidak berwarna

Fe(III) 0,5 M larutan kuning

Cu(II) 0,5 M larutan biru

Ni(II) 0,5 M larutan hijau

NH3 pekat larutan Tidak berwarna

NaOH 0,25 M larutan Tidak berwarna

K4Fe(CN)6 larutan kuning

Etanol larutan Tidak berwarna

Campuran standar larutan hijau pupus

Sampel A larutan hijau muda

Sampel B larutan hijau


5.2 Kertas Saring Kasar I diuji dengan DMG 10% (Ada Ni) dan
K4[Fe(CN)6] (Tidak ada Ni)

No. Sampel Warna Noda Jarak Noda (cm)

1. Standar Fe(III) Biru ++ 13,5

2. Standar Cu(II) Cokelat ++ 11

3. Standar Ni(II) Merah Muda

Cokelat ++ 10,4
4. Campuran standar
Biru ++ 12,8

Cokelat ++ 10,5
5. Sampel A
Biru ++ 12,7

6. Sampel B

5.3 Kertas Saring Halus I diuji dengan DMG 10% (Ada Ni) dan
K4[Fe(CN)6] (Tidak ada Ni)

No. Sampel Warna Noda Jarak Noda (cm)

1. Standar Fe(III) Biru ++ 12,4

2. Standar Cu(II) Cokelat 9,3

3. Standar Ni(II)

Coklat 9,0
4. Campuran standar
Biru 11,4

5. Sampel A

Coklat 8,7
6. Sampel B
Biru 11,8
5.4 Kertas Saring Kasar II Dilembabkan dengan Amonia Pekat, diuji
dengan DMG 10% (Ada Ni) dan K4[Fe(CN)6] (Tidak ada Ni)

No. Sampel Warna Noda Jarak Noda (cm)

1. Standar Fe(III)

2. Standar Cu(II)

3. Standar Ni(II) Merah muda 5,3

Merah muda 5,3


4. Campuran standar
Cokelat 10,45

5. Sampel A Merah Muda 5,0

Merah Muda 5,25


6. Sampel B
Cokelat 10,3

5.5 Kertas Saring Halus II Dilembabkan dengan Amonia Pekat, diuji


dengan DMG 10% (Ada Ni) dan K4[Fe(CN)6] (Tidak ada Ni)

No. Sampel Warna Noda Jarak Noda (cm)

1. Standar Fe(III) Biru 10,7

2. Standar Cu(II) Cokelat 7,7

3. Standar Ni(II) Merah Muda 3,95

Merah Muda 5,45


4. Campuran standar
Cokelat 10,15

5. Sampel A Merah Muda 6,0

Merah Muda 5,4


6. Sampel B
Cokelat 10,15
6. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Percobaan dengan judul “Pemisahan Ion Logam dengan Teknik Kromatografi


Kertas” bertujuan untuk memisahkan dan mengidentifikasi campuran ion logam
dengan menggunakan metoda kromatografi kertas. Kromatografi tersebut
menggunakan medium kertas untuk memisahkan komponen sampel. Ion-ion
logam dalam suatu sampel yang ditotolkan di daerah tertentu pada medium akan
memisah setelah dielusi dengan eluen, ditandai dengan timbulnya noda pada jarak
tertentu dari titik awal sampel. Sampel yang akan diidentifikasi yaitu larutan
standar Fe3+, Cu2+, Ni2+, campuran dari larutan standar, sampel A (campuran ion
Fe3+ dan Ni2+), dan sampel B (campuran ion Cu2+ dan Ni2+). Ion-ion logam
tersebut memberikan perbedaan warna ketika direaksikan dengan pereaksi
spesifik, sehingga dapat dibedakan satu sama lain. Ion Ni(II) akan memberikan
warna merah jika bereaksi dengan larutan DMG 10% dalam alkohol. Ion Fe(III)
akan memberikan warna biru Prusia dan ion Cu(II) akan memberikan warna
coklat jika keduanya bereaksi dengan larutan K4[Fe(CN)6]. Persamaan reaksinya
yaitu sebagai berikut.

a. 4Fe3+(aq) + [Fe(CN)6]4-(aq) → Fe4[Fe(CN)6]3(s) (biru Prusia)


b. 2Cu2+(aq) + [Fe(CN)6]4-(aq)→ Cu2[Fe(CN)6](s) (cokelat)
c.

(merah)

Pada percobaan ini, eluen yang digunakan dalam percobaan yaitu campuran
dari 6 mL larutan HCl 8 M dan 19 mL aseton. Aseton merupakan senyawa
organik yang bersifat volatil, sehingga bejana kromatografi yang telah berisi eluen
perlu ditutup dengan plastik hingga siap digunakan untuk proses pemisahan, agar
eluen tidak menguap. Medium yang digunakan dalam percobaan ini ada dua
macam, yaitu kertas saring kasar dan kertas saring halus. Masing-masing kertas
saring diberi garis sesuai dengan petunjuk prosedur kerja menggunakan pensil,
karena pensil yang merupakan senyawa grafit terbuat dari unsur karbon yang
bersifat inert. Dengan demikian, garis-garis yang ada di kertas saring tidak akan
luntur karena larut dalam eluen, sehingga tidak mempengaruhi hasil pemisahan.

Setiap sampel yang akan diidentifikasi ditotolkan pada suatu garis tepi yang
ada di kertas kromatografi. Penotolan dilakukan dengan menggunakan pipa
kapiler dan diusahakan tidak melebihi 10 kali penotolan, karena jika demikian,
noda yang timbul akan melebar. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
tumpang tindih antara noda dari suatu ion dengan noda dari ion yang lain,
sehingga hasil pemisahan yang diperoleh kurang bagus. Masing-masing kertas
kromatografi yang telah ditotol dengan sampel dimasukkan ke dalam bejana
kromatografi, kemudian bejana ditutup kembali dengan menggunakan plastik. Hal
tersebut bertujuan agar ruangan tempat terjadinya pemisahan menjadi jenuh,
sehingga eluen tidak menguap dan proses pemisahan berlangsung secara
maksimal.

Ketika eluen hendak mencapai batas akhir kertas kromatografi, elusi


dihentikan dengan membuka bejana kromatografi dan mengambil kertas saring.
Bejana kromatografi kemudian ditutup kembali dengan plastik agar eluen tidak
ada yang menguap. Berdasarkan hasil pengamatan, laju eluen yang bergerak di
kertas saring halus lebih lambat daripada kertas saring kasar. Hal tersebut
dikarenakan pori-pori dalam kertas saring halus lebih kecil daripada kertas saring
kasar, sehingga jumlah eluen yang mampu terserap dalam kertas saring halus
lebih sedikit daripada kertas saring kasar. Kertas saring yang telah digunakan
untuk memisahkan ion-ion logam dalam sampel kemudian dikeringkan dengan
menggunakan dryer untuk menguapkan eluen yang masih tertinggal, sehingga
tidak ada pelarut yang dapat bereaksi dengan reagen pengidentifikasi yang dapat
mempengaruhi pembentukan noda dari ion-ion logam.

Reagen pengidentifikasi disemprotkan pada kertas saring yang telah


digunakan dalam proses pemisahan. DMG 10% dalam alkohol untuk larutan
standar Ni(II) dan larutan K4[Fe(CN)6] untuk larutan standar Fe(III) dan Cu(II),
sedangkan campuran larutan standar, sampel A, dan sampel B diidentifikasi
dengan menggunakan kedua pereaksi tersebut. Identifikasi dilakukan dengan dua
cara. Cara pertama yaitu menyemprotkan langsung reagen pengidentifikasi. Cara
kedua yaitu melembabkan kertas saring terlebih dahulu dengan menggunakan uap
amonia sebelum disemprot dengan reagen pengidentifikasi. Noda yang timbul
kemudian ditentukan Rf-nya dengan menggunakan persamaan berikut.

jarak senyawa analit


Rf = jarak pelarut

Jarak senyawa analit diukur dari titik awal sampel hingga pusat noda. Jarak
pelarut merupakan panjang lintasan yang ditempuh eluen ketika mengelusi
sampel, sehingga terjadi pemisahan ion-ion logam. Jarak pelarut diukur dari titik
awal sampel hingga garis akhir eluen bergerak.

a. Kertas Saring Kasar I dan Halus I Diuji Langsung dengan Larutan DMG 10%
dalam Alkohol dan K4Fe(CN)6.
No. Sampel Kertas Kasar Kertas Halus

1. Standar Fe(III) 13,5 12,4


Rf = = 0,96 Rf = = 0,88
14 14

2. Standar Cu(II) 11 9,3


Rf = 14 = 0,78 Rf = = 0,66
14

3. Standar Ni(II)

4. Campuran standar Rf Cu2+= 10,4 = 0,74 9,0


Rf Cu2+= 14 = 0,64
14

12,8 11,4
Rf Fe3+= 14
= 0,91 Rf Fe3+= 14
= 0,81

5. Sampel A 10,5
Rf Cu2+= = 0,75
14

12,7
Rf Fe3+= = 0,91
14

6. Sampel B 8,7
Rf Cu2+= = 0,62
14
11,8
Rf Fe3+= = 0,84
14

b. Kertas Saring Kasar II dan Halus II Diuji dengan Larutan DMG 10% dalam
Alkohol dan K4Fe(CN)6 setelah Dilembabkan dengan Uap Amonia

No. Sampel Kertas Kasar Kertas Halus

1 Standar Fe(III) 10,7


Rf = = 0,76
14

2 Standar Cu(II) 7,7


Rf = = 0,55
14

3 Standar Ni(II) 5,3 3,95


Rf = = 0,38 Rf = = 0,28
14 14

4 Campuran standar Rf Ni2+= 5,3 = 0,38 Rf Ni2+=


5,45
= 0,39
14 14

10,45 10,15
Rf Cu2+ = = 0,75 Rf Cu2+= = 0,73
14 14

5 Sampel A 5,0 6,0


Rf Ni2+ = = 0,36 Rf Fe3+= = 0,43
14 14

6 Sampel B 5,25 5,4


Rf Ni2+= = 0,38 Rf Ni2+= = 0,39
14 14

10,3 10,15
Rf Cu2+= = 0,74 Rf Cu2+= = 0,73
14 14

Berdasarkan data hasil pengamatan, diketahui bahwa waktu retensi


kromatografi kertas dengan medium kertas saring kasar lebih cepat daripada
kertas saring halus. Hal tersebut ditandai dengan nilai Rf suatu noda dari ion yang
sama pada kertas saring kasar yang cenderung lebih besar daripada kertas saring
halus. Dengan demikian, kertas saring halus mampu memisahkan ion-ion logam
dengan lebih baik daripada kertas saring kasar karena pori-pori dalam kertas
saring halus lebih kecil daripada kertas saring kasar, sehingga ion-ion logam
penyusun suatu sampel terserap lebih banyak dalam fase gerak dan proses
pemisahan dapat dilakukan dengan maksimal.
Larutan standar yang digunakan dalam percobaan berfungsi sebagai
pembanding antara harga Rf standar dengan harga Rf ion-ion logam yang ada di
dalam sampel. Berdasarkan data hasil pengamatan, diketahui bahwa ion Ni2+
memisah terlebih dahulu, kemudian disusul dengan ion Fe3+, dan yang terakhir
yaitu ion Cu2+. Beberapa ion-ion logam tidak teridentifikasi dalam percobaan. Hal
tersebut kemungkinan disebabkan oleh kesalahan praktikan, diantaranya sebagai
berikut.

1. Penotolan yang dilakukan melebihi 10 kali penotolan, sehingga terjadi


tumpang tindih noda dan ion-ion logam tidak dapat diidentifikasi.
2. Tidak cekatan dalam menutup kembali bejana kromatografi yang berisi eluen,
sehingga terdapat eluen yang menguap.
3. Bejana kromatografi terlalu sering dipindahtempatkan, sehingga pergerakan
eluen dalam kertas saring tidak konstan dan terdapat beberapa ion yang tidak
dapat dipisahkan.

Campuran standar terbukti mengandung ion Ni2+, Fe3+, dan Cu2+. Sampel A
diduga mengandung ion Ni2+ dan Fe3+, sedangkan Sampel B diduga mengandung
ion Ni2+ dan Cu2+. Adanya noda Fe3+ di daerah sampel B atau adanya noda Cu3+
di daerah sampel A kemungkinan disebabkan oleh pelebaran noda ion Fe3+ dan
Cu2+ atau pergerakan eluen yang tidak linier, sehingga menyebabkan noda Fe3+
muncul di daerah sampel B dan/atau noda Cu3+ muncul di daerah sampel A.

7. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan dan data pengamatan serta analisa data, maka
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemisahan ion logam dapat dilakukan dengan metode kromatografi kertas.
2. Campuran standar mengandung ion Ni2+, Fe3+, dan Cu2+.
3. Sampel A mengandung ion Ni2+ dan Fe3+, sedangkan sampel B mengandung
ion Ni2+ dan Cu2+.
4. Noda Fe3+ di daerah sampel B dan noda Cu3+ di daerah sampel A
disebabkan oleh pelebaran noda ion Fe3+ dan Cu2+ atau pergerakan eluen
yang tidak linier.

8. DAFTAR PUSTAKA
Arief, Munzil, dkk. 2017. Petunjuk Praktikum Pemisahan Kimia. Malang:
Universitas Negeri Malang.

Puspita, Anggie. 2013. Pemisahan Ion Logam dengan Teknik Kromatografi


Kertas. (Online), (https://www.scribd.com/doc/181987685/PEMI
SAHAN-ION-LOGAM-DENGAN-TEKNIK-KROMATOGRAFI-
KERTAS), diakses 6 November 2017.

Wonorahardjo, Surjani. 2016. Metode-metode Pemisahan Kimia. Jakarta:


PT.Indeks.

Anda mungkin juga menyukai