Anda di halaman 1dari 9

JURNAL AWAL

PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR

GRAVIMETRI

PENENTUAN KADAR CU SEBAGAI CuO

Tanggal: 01 Maret 2021

Dosen Pengampu:
Drs. Hokcu Suhanda, M.Si.
Dra. Wiwi Siswaningsih, M.Si.

Nama : Muhammad Aldin Nur Zen


NIM : 1902598

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA
DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2021
A. Tujuan
1. Menjelaskan prinsip-prinsip dasar penentuan kadar Cu secara gravimetri
2. Menentukan kadar Cu dalam CuO
B. Dasar Teori
Gravimetri adalah metode analisis kuantitatif unsur atau senyawa berdasarkan
bobotnya yang diawali dengan pengendapan dan diikuti dengan pemisahan dan
pemanasan endapan dan diakhiri dengan penimbangan. Untuk memperoleh keberhasilan
pada analisis secara gravimetri, maka harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
unsur atau senyawa yang ditentukan harus terendapkan secara sempurna, bentuk endapan
yang ditimbang harus diketahui dengan pasti rumus molekulnya dan endapan yang
diperoleh harus murni dan mudah ditimbang.
(Khopkar, 2003 : 25)
Analisis gravimetri, atau analisis kuantitatif berdasarkan bobot adalah proses isolasi serta
penimbangan suatu unsur atau suatu senyawaan tertentu dari unsur tersebut, dalam bentuk
semurni mungkin. Unsur atau senyawa itu dipisahkan dari suatu porsi zat yang sedang
diselidiki, yang telah ditimbang. Sebagian besar penetapan-penentapan pada analisis
gravimetri menyangkut pengubahan unsur atau radikal yang akan ditetapkan menjadi
senyawa yang murni dan stabil, yag dapat dengan mudah diubah menjadi satu bentuk yang
sesuai untuk ditimbang. Lalu bobot unsur atau radikal itu dengan mudah dapat dihitung
dari pengetahuan kita tetang rumus senyawanya serta bobot atom unsur-
unsur penyusunnya.
(Basset, 1994 : 472)
Umumnya pengendapan dilakukan pada larutan yang panas sebab kelarutan
bertambah dengan bertambahnya temperatur. Pengendapan dilakukan dalam larutan
encer yang ditambahkan pereaksi perlahan-lahan dengan pengadukan yang teratur,
partikel yang terbentuk lebih dahulu berperan sebagai pusat pengendapan. Untuk
memperoleh pusat pengendapan yang besar suatu reagen ditambahkan agar kelarutan
endapan bertambah besar.
(Nurhadi, 2003 : 26)
Pemisahan endapan dari larutan tidak selalu menghasilkan zat murni. Kontaminasi endapan
oleh zat lain yang larut dalam pelarut disebut kopresipitasi. Hal ini berhubungan dengan
adsorpsi banyak terjadi pada endapan gelatin dan sedikit pada endapan
mikrokristal, misalnya AgI, pada perak asetat dan endapan BaSO 4 pada alkali nitrat.
Pengotoran dapat juga disebabkan oleh postpresipitasi, yaitu pengendapan yang terjadi
pada permukaan endapan pertama. Hal ini terjadi pada zat yang sedikit larut kemudian
membentuk larutan lewat jeuh. Zat ini mempunyai ion yang sejenis dengan endapan
primernya, misal: pengendapan CaC2O4 dengan adanya Mg. MgC2O4 akan terbentuk
bersama-sama dengan CaC2O4. Lebih lama waktu kontak, maka lebih besar endapan
yang terjadi.
(Saptorahardjo, 2003 : 27)
Persyaratan yang harus dipenuhi agar metode gravimetri berhasil adalah sebagai berikut:
Proses pemisahan hendaknya cukup sempurna sehingga kuantitas analit yang terendapkan
secara analitis tidak dapat terdeteksi (biasanya 0,1mg atau kurang, dalam menetapkan
penyusunan utama dari suatu). Zat yang ditimbang hendaklah mempunyai susunan yang pasti
dan hendaknya murni, atau sangat hampir murni. Bila tidak diperoleh hasil yang galat.
Persyaratan kedua itu lebih sukar dipenuhi oleh para analis. Galat-galat yang
disebabkan oleh faktor-faktor seperti kelarutan endapan umumnya dapat
diminimumkan dan jarang menimbulkan galat yang signifikan. Misalnya memperoleh
endapan murni dan dapat disaring itulah yang menjadi problem utama. Banyak penelitian
telah dilakukan mengenai pembentukan dan sifat-sifat endapan, dan telah diperoleh
banyak pengetahuan yang memungkinkan analisis serta meminimumkan masalah
kontaminasi endapan.
(Day, 2002 : 68)
Dalam prosedur gravimetri apa saja yang melibatkan pengendapan, orang akhirnya harus
mengubah zat yang dipisahkan menjadi suatu bentuk yang cocok untuk ditimbang. Hal ini perlu
bahwa zat yang ditimbang murni, stabil, dan susunanya pasti agar hasil analisis itu tepat. Bahkan
jika kopresipitasi telah diminimalkan, masih tinggal masalah penyingkiran air dan elektrolit apa
saja yang ditambahkan ke dalam air pencuci. Beberapa endapan ditimbang dalam bentuk kimia
yang sama dengan waktu diendapkan. Endapan lain mengalami perubahan kimia selama
pemanggangan, dan reaksi-reaksi ini haruslah berjalan sempurna agar hasilnya tidak salah.
Prosedur yang digunakan dalam tahap terakhir ini bergantung baik pada sifat-sifat endapan
maupun pada kuatnya molekul-molekul air yang diikat oleh zat padat itu.
(Day, 2002 : 90)
Untuk menghitung analit dari berat endapan sering diperlukan suatu faktor
gravimetri. Faktor ini di definisikan sebagai jumlah gram (atau ekivalen dari 1 g) dari
endapan. Perkalian berat endapan P dengan faktor gravimetri memberikan jumlah gram
analit di dalam, contoh :
Berat A = berat P x faktor gravimetri
Maka,
% A= (berat P x faktor gravimetri)/(berat contoh) x 100%
(Underwood, 1999 : 68)
Garam tembaga yang paling dikenal adalah terusi atau kaprisulfat pentahidrat,
CuSO4.5H2O. Penentuan tembaga secara gravimetri dapat dilakukan dengan cara
menambahkan asam ke dalam larutan kupri dari larutan tembaga dalam suasa asam, yang
akan menghasilkan endapan biru pucat yaitu kupri hidroksida. Endapan ini tidak melarut
lagi dalam pereaksi berlebih. Bila campuran yang mengandung endapan tersebut
dididihkan, kupri hidroksida akan diubah menjadi kupri oksida yang berwarna hitam.
(Tim PKAD, 2020 : 2)
C. Alat dan Bahan
Alat
- Cawan krus : 1 buah
- Tang krus : 1 buah
- Neraca analitik : 1 set
- Gelas kimia 400 ml : 2 buah
- Kaki tiga : 1 buah
- Pipet tetes : 2 buah
- Segitiga : 1 buah
- Pembakar Bunsen : 1 set
- Desikator : 1 buah
- Pipet volume 10 ml : 1 buah
- Gelas ukur 10 ml : 1 buah
- Kasa : 1 buah
- Plat tetes : 1 buah
- Batang pengaduk : 1 buah
- Corong : 1 buah
- Ball filler : 1 buah
- Furnische : 1 buah
- Statif corong : 1 buah
Bahan
- Larutan Cu2+ : 10 ml
- Aquades : secukupnya
- Larutan NaOH 1 M : secukupnya
- Larutan BaCl2 : ± 1 ml
- Kertas saring bebas abu : 1 buah
- Larutan H2SO4 1M : secukupnya
D. Prosedur, Hasil dan Pengamatan
Hasil dan Pengamatan
Prosedur
Identifikasi ion halida: Cl-, Br-, dan I-
Cawan Krus

 Memanaskan sampai pijar


 Mendiningkan dalam desikator
 Menimbang di neraca analitik
 Mengulangi percobaan ini
sampai berat cawan krus tetap

Hasil

Larutan cuplikan

 Memipet dan mengencerkan


sampai volume 150 mL
 Menambahkan beberapa
tetes larutan H2SO4 1 M bila
larutan kurang jernih
 Menambahkan tetes demi
tetes larutan NaOH sampai
Cu mengendap
 Memanaskan campuran
sambil diaduk sampai
warnanya berubah menjadi
hitam
 Mendekantasi cairan yang
terdapat diatas endapan, lalu
endapannya disaring
 Mencuci endapan dengan
aquades

Hasil

Air Hasil Pencucian Endapan


Meneteskan 2-3 tetes diatas
plat tetes
 menguji dengan BaCl2, jika
terdapat endapan putih
menunjukkan bahwa dalam
endapan masih terdapat ion
SO42
 Mencuci kembali hingga
Hasil endapan tersebut bebas ion
SO42-
Kertas Saring dan Endapan

mengeringkan, mengabukan
dan memijarkan dalam cawan yang telah diketahui beratnya diatas bunsen
Dilakukan pemijaran dalam
furnace (T=400oC)

 Melakukan pendinginan
dalam desikator

Menimbangbeberapakali
sampai beratnya konstan
Hasil

E. Perthitungan dan Persamaan Reaksi


1. Perhitungan
a. Menghitung massa endapan CuO
massa endapan CuO = (massa cawan krus + tutup + isi) – (massa cawan krus +
tutup)
b. Menghitung faktor gravimetri
Ar Cu
Faktor gravimetri =
Mr CuO
c. Menghitung massa Cu
massa Cu = faktor gravimetri × massa CuO
d. Menghitung kadar Cu dalam ppm
massa Cu
kadar Cu =
V sampel
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎 𝑛 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑔𝑟𝑎𝑣𝑖𝑚 𝑒𝑡𝑟𝑖
e. %𝐶𝑢 = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑙 𝑥100%
f. Menghitung persen kesalahan
kadar Cu teoritis −kadar Cu percobaan
% kesalahan = | kadar Cu percobaan | × 100%
2. Persamaan Reaksi
Cu2+(aq) + H2SO4(aq) → CuSO4(aq) + 2H+
(aq) Tb Tb Tb Tb
CuSO4(aq) + NaOH(aq) → Cu(OH)2(s) + Na2SO4(aq)
Biru Tb biru Tb
𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠
Cu(OH)2(s) → CuO(s) + H2O(l)
Biru Hitam Tb
BaCl2(aq) + SO4-(aq) → BaSO4 (s) + 2Cl-
(aq) Tg Tb Putih Tb
F. Daftar Pustaka
Basset, J dkk.(1994). Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kualitatif Anorganik Edisi 4.
Jakarta: EGC
Day, R. A.(2002). Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga
Khopkar, S. M.(2003). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Erlangga
Nurhadi, Agus.(2003). Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press
Saptorahardjo.(2003). Kimia Analitik. Jakarta: UI Press
Tim Praktikum Kimia Analisis Dasar.(2017). Petunjuk Praktikum Dasar-dasar Analisis
Kimia. Bandung: Departemen Pendidikaan Kimia FPMIPA UPI
Underwood, A.L.(1999). Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga
G. Pralab
1. Mengapa proses pendinginan dilakukan dalam desikator?
2. Mengapa larutan cuplikan harus diencerkan?
3. Mengapa kedalam larutan cuplikan ditambah H2SO4?
4. Senyawa apa yang berwarna hitam pada proses pengendapan?
5. Bagaimana menguji keberadaan ion SO42-?
6. Apa fungsi penambahan NaOH? Bagaimana kalau diganti dengan NH4OH?
7. Bagaimana mengetahui bahwa Cu2+sudah mengendap semua?
8. Suatu cuplikan mengandung 9,20% timah; 5,45% timbal; 4,30% seng dan 81,05%
tembaga. Unsur-unsur ini ditetapkan secara gravimetri dengan menimbang endapan
SnO2, PbSO4, CuO dan Zn2P2O7. Cuplikan yang dianalisa beratnya 0,600 g, berapa
berat masing- masing?
Jawaban:
1. Karena CuSO4 bersifat higroskopik. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya
penyerapan uap air di udara, sehingga CuSO4 akan menjadi hidratnya maka
digunakan desikator saat pendinginan untuk mencegah hal tersebut, karena dalam
desikator ada silica gel yang dapat menyerap uap air atau mempertahankan
kelembabaan
2. Karena sebelum pengendapan belangsung harus dalam kondisi suhu yang tinggi,
sehingga harus dipanaskan terlebih dahulu, maka harus ditambahkan pelarut hingga
150 ml agar saat pemanasan larutan tidak habis dan saat ditambahkan pereaksi
pengendap akan dihasilkan endapan yang banyak.
3. Untuk mencegah terjadinya proses hidrolisis ion Cu2+ menjadi Cu(OH)2 sebelum
pendidihan larutan sehingga harus diasamkan dengan penambahan H2SO4.
4. CuO, yaitu senyawa yang berasal dari reaksi Cu(OH)2 yang dipanaskan. Cu(OH)2 ini
didapatkan dari reaksi antara ion Cu2+ dari cuplikan dan NaOH.
5. Dengan memipet larutan hasil cucian endapan sebanyak 2-3 tetes dalam plat tetes,
kemudian diuji dengan larutan BaCl2. Jika terbentuk endapan putih, maka ion SO42-
masih ada dalam endapan hal ini terjadi karena reaksi ion Ba2+ + SO42-⟶ BaSO4 (s)
6. Karena untuk mempermudah mengetahui bahwa endapan sudah terbentuk semua
dengan menambahkan NaOH berlebih. Jika menggunakan NH4OH maka akan sulit
untuk mengetahui bahwa endapan sudah terbentuk semua, karena endapan akan larut
dalam NH4OH berlebih. Dan juga hasil reaksi dari NH4OH ini aklan menghasilkan
NH4+ yang mudah menguap menjadi NH3 sehingga tidak akan tersisa ion yang
tertinggal dalam endapan, sedangkan NaOH akan meninggalkan ion Na+ yang sukar
menguap.
7. Dengan menambahkan NaOH berlebih, sampai tidak terbentuk endapan lagi. Karena
Cu(OH)2 tidak akan larut dalam NaOH berlebih. Pada saat penambahan NaOH tidak
terbentuk endapan, maka dapat dipastikan ion Cu2+ sudah mengendap semuanya
menjdi Cu(OH)2
8. Menggunakan rumus
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡
%𝐴 =
𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 𝐴𝑟 𝐴 × 100%
× 𝑀𝑚
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛
* untuk Sn = 9,20% dari SnO2

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡
9,20% =
𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 119 × 100%
0,600 𝑔𝑟𝑎𝑚 ×
𝑔/𝑚𝑜𝑙
151
𝑔/𝑚𝑜𝑙
0,092 𝑥 0,600 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 151 𝑔 /𝑚𝑜𝑙
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 = 119 𝑔/𝑚𝑜𝑙

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 = 0,07 𝑔𝑟𝑎𝑚


* untuk Pb = 5,45% dari PbSO4

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡
5,45% =
𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 208 × 100%
×
𝑔/𝑚𝑜𝑙
0,600 𝑔𝑟𝑎𝑚
304
𝑔/𝑚𝑜𝑙
0,0545 𝑥 0,600 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 304 𝑔 /𝑚𝑜𝑙
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 = 208 𝑔 /𝑚𝑜𝑙

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 = 0,047 𝑔𝑟𝑎𝑚


*untuk Cu = 4,30% dari CuO
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡
4,30% =
𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 63,5 × 100%
×
𝑔/𝑚𝑜𝑙
0,600 𝑔𝑟𝑎𝑚
79,5
𝑔/𝑚𝑜𝑙
0,0430 𝑥 0,600 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 79 ,5 𝑔 /𝑚𝑜𝑙
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 = 63,5 𝑔/𝑚𝑜𝑙

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 = 0,032 𝑔𝑟𝑎𝑚


* untuk Zn = 81,05% dari Zn2P2O7

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛
81,05% = 0,600 𝑔𝑟𝑎𝑚 65,39 𝑥 2 × 100%
×
𝑔/𝑚𝑜𝑙
304,7 𝑔/𝑚𝑜𝑙
0,8105 𝑥 0,600 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 304 ,7 𝑔 /𝑚𝑜𝑙
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 = 65,39 𝑥 2 𝑔 /𝑚𝑜𝑙

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 = 0,034 𝑔𝑟𝑎𝑚

Anda mungkin juga menyukai