Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM KI405

PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

PENENTUAN LAJU REAKSI IODINASI ASETON


Tanggal Percobaan Awal : 12 Mei 2022
Tanggal Percobaan Akhir : 12 Mei 2022
Dosen Pengampu :
Dr. H. Budiman Anwar, S.Si., M.Si.
Dr. Galuh Yuliani, M.Si., Ph.D.

Nama Pembuat Laporan : Ahmad Nafran Razani


NIM : 2006528
Kelompok 2 Rombel 1
Rekan Kelompok : Aqila Rahmi Fauziyyah
NIM : 2001558

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2022
1. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk :
1) Menentukan hukum laju iodinasi aseton berdasarkan data pengukuran
absorbansi larutan.
2) Menghubungkan data laju iodinasi aseton dengan mekanisme reaksi
2. Dasar Teori
Laju reaksi adalah laju pengurangan reaktan tiap satuan waktu, atau dapat juga
dinyatakan sebagai laju pembentukan produk tiap satuan waktu. Laju reaksi dipengaruhi
beberapa faktor, yaitu : (1) Sifat dan keadaan zat, (2) Konsentrasi, (3) Temperatur, dan
(4) Katalisator (Al & Supiah, 2017). Untuk memahami hal tersebut, kita perhatikan
suatu sistem reaksi kimia yang diungkapkan dengan persamaan reaksi berikut :
A + 3B → 2Y
Saat reaksi tersebut berlangsung, terjadi penurunan konsentrasi A dan B, dan
terjadi peningkatan konsentrasi Y. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa saat suatu
reaksi berlangsung, terjadi penurunan konsentrasi pereaksi dan terjadi peningkatan
konsentrasi secara bersamaan (Hendrawan, 2008).
Setiap saat, selama reaksi berlangsung, pereaksi A dan B dikonsumsi. Laju
konsumsi pereaksi A (vA) adalah besarnya penurunan konsentrasi A dalam waktu
tertentu, dan secara matematis diungkapkan sebagai berikut :
𝑑[A]
𝑣𝐴 = −
𝑑t
Tanda minus menunjukkan bahwa dalam reaksi tersebut terjadi penurunan
konsentrasi A. Demikian juga halnya dengan B, laju konsumsinya dinyatakan dengan :
𝑑[B]
𝑣𝐵 = −
𝑑t
Berlawanan dengan A dan B, produk reaksi tersebut, Y, secara kontinu
bertambah selama reaksi berlangsung. Dengan kata lain, setiap saat terjadi pembentukan
zat Y dalam reaksi tersebut, yang secara matematis laju pembentukannya, vY, diberikan
sebagai :
𝑑[Y]
𝑣𝑌 =
𝑑t
Secara stoikiometrik dapat dipahami bahwa laju berkurangnya A adalah 1/3 kali
berkurangnya B dan ½ kali laju terbentuknya produk Y :
1 1
𝑣𝐴 = 𝑣𝐵 = 𝑣𝑌
3 2
(Hendrawan, 2008)
Laju reaksi terukur seringkali sebanding dengan konsentrasi reaktan dengan
suatu pangkat tertentu, dan pangkat ini tidak mesti sama dengan koefisien stoikiometri
reaksinya. Pangkat dari konsentrasi yang menunjukkan persamaan laju disebut dengan
orde reaksi (Al & Supiah, 2017). Perhatikan contoh berikut :
A + 2B → 3Z
Secara eksperimen diperoleh bahwa ungkapan laju reaksinya adalah :
𝑣 = 𝑘[𝐴]1,5 [𝐵]2
Berdasarkan ungkapan persamaan laju tersebut dapat dikatakan bahwa :
1) Orde reaksinya terhadap A adalah 1,5;
2) Orde reaksinya terhadap B adalah 2; dan
3) Orde reaksi totalnya adalah 3,5.
Perlu diperhatikan bahwa dalam hal ini orde reaksi terhadao A tidak sama
dengan koefisien reaksinya.
Tetapan k yang muncul pada persamaan-persamaan terdahulu disebut sebagai
tetapan laju atau koefisien laju. Untuk reaksi yang dipercaya elementer, k biasanya
disebut tetapan laju. Untuk reaksi yang terjadi dengan lebih dari satu tahap, k disebut
sebagai koefisien laju (Hendrawan, 2008).
Secara formal, hukum laju adalah persamaan yang menyatakan laju reaksi (v)
sebagai fungsi dari konsentrasi semua spesies yang menentukan laju reaksi. Hukum laju
mempunyai dua penerapan utama. Penerapan praktisnya adalah setelah diketahui
hukum laju dan konstanta laju, maka akan dapat diramalkan laju reaksi dari komposisi
campuran. Sementara itu, penerapan teoretisnya adalah hukum laju merupakan
pemandu untuk meramalkan mekanisme reaksi. Setiap mekanisme yang diajukan harus
sejalan dengan hukum laju yang diamati (Al & Supiah, 2017).
Aseton dapat mengalami reaksi iodinasi melalui penambahan larutan iodin encer
yang terdapat dalam larutan kalium iodida. Reaksi yang berlangsung adalah sebagai
berikut :
CH3COCH3 + I2 → CH3COCH2I + HI
Reaksi ini berjalan sangat lambat, tetapi dengan penambahan katalis asam, laju
reaksi akan meningkat secara signifikan. Katalisator adalah zat yang mampu
mempengaruhi laju reaksi, yang pada akhir reaksi didapatkan kembali tanpa mengalami
perubahan kimia. Katalisator bekerjanya sangat spesifik. Artinya katalisator hanya
dapat mengkatalisa reaksi tertentu (Al & Supiah, 2017). Pada saat menambahkan asam
sebagai katalis, maka ungkapan hukum lajunya menjadi :
𝑟 = 𝑘[𝐼2 ]𝑥 [𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝐶𝐻3 ]𝑦 [𝐻 + ] 𝑧
Pada penentuan hukum laju dari suatu reaksi, perubahan konsentrasi zat yang
terlibat dalam reaksi tersebut harus dapat diamati, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Pengukuran konsentrasi dapat dilakukan berdasarkan pada kemudahan
pengamatan. Dengan demikian, pengukuran dapat dilakukan terhadap pereaksi maupun
hasil reaksi (Tim Praktikum Kimia Fisika, 2022).
Iodin merupakan senyawa yang memiliki warna yang mencolok, sehingga
jalannya reaksi dapat diamati dengan mudah dari penurunan intensitas warna campuran,
seiring dengan menurunnya konsentrasi iodin (Tim Praktikum Kimia Fisika, 2022).
Konsentrasi awal dari aseton dan asam dapat dibuat berlebih dibandingkan
dengan konsentrasi dari iodin, sehingga ungkapan laju reaksinya menjadi lebih
sederhana, yaitu :
𝑟 = 𝑘[𝐼2 ]𝑥
Ungkapan laju dinyatakan sebagai berikut :
𝑑[𝐼2 ]
𝑟=−
𝑑𝑡
Orde reaksinya, selanjutnya ditentukan menggunakan metode laju awal, masing-
masing dari satu set data dengan variasi konsentrasi masing-masing pereaksi yang
terlibat. Dengan mentabulasikan data laju awal untuk beragam komposisi pereaksi, nilai
x, y, dan z dapat dicari. Akhirnya, dari ungkapan di atas, konstanta laju k dapat
ditentukan kemudian (Tim Praktikum Kimia Fisika, 2022).

3. Alat dan Bahan


3.1. Alat
Spectronic-20 1 buah
Pipet tetes 1 buah
Gelas Kimia 100 mL 1 buah
Stopwatch 1 buah
Kuvet 1 buah
3.2. Bahan
Larutan Aseton 2 mol/L
Larutan Asam Sulfat 1 mol/L
Larutan 0,01 mol/L I2 dalam 0,2 mol/L Kalium Iodida
Aquades
4. Spesifikasi Bahan
No Nama Bahan Sifat Fisika Sifat Kimia
1 Aquades • Wujud = cair • Pelarut yang baik
• Tidak berbau • Relatif stabil
• Tidak berwarna • Polar
• ρ = 0,998 g/mL • Reaktif dengan
• Titik didih = 100°C logam
• Titik leleh = 0°C
• Titik beku = 0°C

Bahaya Penanggulangan
Dapat meledak atau Jauhkan dari logam yang
terbakar apabila bereaksi bersifat reaktif
dengan logam reaktif

2 Aseton Sifat Fisika Sifat Kimia


• Wujud = cair • Mudah larut dengan
• Tidak berwarna pelarut polar
• Titik leleh = -94,4°C • Dapat direduksi
• Titik didih = 56,53°C dengan LiAlH4
• Mudah menguap menjadi alkohol
• Mudah terbakar

Bahaya Penanggulangan
• Dapat menyebabkan • Basuh mata dengan
iritasi mata air selama 15 menit,
• Dapat menyebabkan jika sakit berlanjut,
iritasi kulit ringan segera ke dokter
• Basuh kulit dengan
banyak air, tutupi
kulit yang teriritasi
dengan emolien
• Jika tertelan,
usahakan
memuntahkan
aseton.
3 Iodine Sifat Fisika Sifat Kimia
• Berwujud larutan • Larut dalam air
• Berwarna coklat • Stabil
kehitaman • Tidak cocok dengan
• Berbau tajam zat pengoksidasi
• Titik lebur = 0°C kuat
• Tekanan udara = 14
mmHg
Bahaya Penanggulangan
Dapat menyebabkan Jangan menghirup
kerusakan organ gas/semprotan terlalu
pernapasan jika terhirup lama
lama
4 Asam Sulfat Sifat Fisika Sifat Kimia
• Massa molar = 98,08 • Reaksi hidrasi asam
g/mol sulfat sangat
• Penampilan = cairan eksotermik
higroskopis, • Asam sulfat
berminyak, tak bereaksi dengan
berwarna, tak berbau kebanyakan basa,
• Densitas = 1,84 g/cm3 menghasilkan
• Titik lebur = 10°C garam sulfat
(283 K) • Produk ini stabil
• Titik didih = 337°C secara kimiawi di
(610 K) bawah kondisi
• Kelarutan dalam air = ruangan standar
tercampur penuh (suhu kamar).
• Viskositas = 26,7 cP
(20°C)
Bahaya Penanggulangan
• Dapat korosif terhadap • Simpan hanya
logam dalam wadah
• Menyebabkan kulit aslinya
terbakar yang parah • Kenakan sarung
dan kerusakan mata tangan pelindung /
pakaian pelindung /
pelindung mata /
pelindung wajah
• Cucilah pakaian
yang terkontaminasi
sebelum digunakan
kembali
5 Kalium Iodida Sifat Fisika Sifat Kimia
• Bentuk = padat • Produk ini stabil
• Warna = keputih- secara kimiawi di
putihan bawah kondisi
• Tak berbau ruangan standar
• pH = kira-kira 6,9 pada (suhu kamar)
50 g/L pada suhu 20°C • Beresiko meledak
• Titik lebur = 680°C dengan : logam
• Titik didih = 1330°C basa, amonia,
senyawa-senyawa
• Tekanan uap = kira- halogen, hydrogen
kira 1 hPa pada 745°C peroxide, dan
• Densitas = 3,13 g/cm3 perchloryl fluoride
• Kelarutan dalam air =
kira-kira 1430 g/L
pada suhu 25°C – larut
sepenuhnya
Bahaya Penanggulangan
Menyebabkan kerusakan • Jangan menghirup
pada organ (tiroid) melalui debu / asap / gas /
paparan yang lama atau kabut / uap /
berulang jika tertelan semburan.
• Cuci kulit dengan
seksama setelah
menangani.
• Jangan makan,
minum, atau
merokok pada saat
menggunakan
produk ini.
• Dapatkan nasehat /
perhatian medis jika
merasa tidak sehat.
• Buang isi / wadah ke
tempat pembuangan
limbah yang
disetujui.

5. Set Alat Percobaan

6. Prosedur Percobaan dan Hasil Pengamatan


Prosedur Percobaan Hasil Pengamatan
➔ Disiapkan alat Spectronic-20 Tabel Variasi Komposisi Reaktan
yang akan dipakai. Volume Volume Volume Volume
➔ Digunakan panjang gelombang Aseton Asam Air Iodin
530 nm. 10 10 15 5
➔ Disiapkan larutan aseton 2 mol/L, 10 10 5 15
larutan asam sulfat 1 mol/L, dan 5 10 15 10
larutan 0,01 mol/L I2 dalam 0,2 15 10 5 10
mol/L kalium iodida. 10 5 15 10
➔ Dipipet 10 mL larutan aseton, 10 10 15 5 10
mL larutan asam, dan 10 mL air
dalam gelas kimia 100 mL. Tabel Pengamatan Warna Sampel
➔ Dipipet 10 mL larutan iodin Sebelum dan Sesudah Pengamatan
dalam gelas kimia tersebut.
➔ Diaduk campuran agar homogen Fraksi Sebelum Sesudah
dan segera jalankan stopwatch. Pengamatan Pengamatan
➔ Dipindahkan sebagian larutan ini 1 Kuning Pudar (Agak
ke dalam kuvet. Kecoklatan Bening)
➔ Diukur absorbansi larutan 2 Kuning Pudar (Agak
tersebut. Kecoklatan Bening)
➔ Diamati terus perubahan yang 3 Kuning Pudar (Agak
terjadi pada harga absorbansi Kecoklatan Bening)
➔ Dicatat perubahan yang terjadi 4 Kuning Pudar (Agak
setiap 30 detik sampai seluruh I2 Kecoklatan Bening)
bereaksi (nilai absorbansi 5 Kuning Pudar (Agak
konstan). Kecoklatan Bening)
➔ Dialurkan absorbansi larutan 6 Kuning Pudar
terhadap waktu. Kecoklatan (Sedikit
➔ Pada penentuan T0, dicampurkan Keruh)
dengan cara yang sama seperti di 7 Kuning Sangat
atas, namun diganti asam sulfat Kecoklatan Bening
dengan air pada tiap komposisi
campuran.
➔ Dicatat absorbansi larutan
tersebut.
➔ Diulangi keseluruhan proses
tersebut untuk variasi konsentrasi
berikut.

Catatan : Selalu menambahkan larutan


iodin pada tahap terakhir sebagai tahap
yang menginisiasi reaksi.

7. Data Pengamatan
• Data Pengamatan Nilai Absorbansi T0 dan Sampel Setiap Fraksi
Nilai Absorbansi
Waktu
Fraksi Fraksi Fraksi Fraksi Fraksi Fraksi Fraksi
(s)
1 2 3 4 5 6 7
0 0,140 0,077 0,164 0,163 0,164 0,166 0,153
30 0,095 0,029 0,158 0,124 0,073 0,126 0,200
60 0,067 0,006 0,153 0,110 0,040 0,113 0,165
90 0,039 0,003 0,108 0,094 0,011 0,098 0,137
120 0,016 0,003 0,084 0,080 0,007 0,086 0,127
150 0,010 0,003 0,060 0,065 0,007 0,086 0,125
180 0,009 0,040 0,051 0,006 0,066 0,122
210 0,009 0,027 0,037 0,007 0,051 0,119
240 0,010 0,021 0,024 0,006 0,053 0,116
270 0,010 0,019 0,013 0,006 0,020 0,114
300 0,007 0,019 0,006 0,005 0,007 0,113
330 0,009 0,019 0,004 0,006 0,007 0,110
360 0,010 0,003 0,006 0,007 0,109
390 0,010 0,003 0,005 0,106
420 0,010 0,003 0,006 0,102
450 0,099
480 0,098
510 0,096
540 0,093
570 0,090
600 0,087
630 0,084
660 0,080
690 0,078
720 0,076
750 0,072
780 0,069
810 0,066
840 0,065
870 0,062
900 0,061
930 0,059
960 0,058
990 0,055
1020 0,054
1050 0,052
1080 0,051
1110 0,050
1140 0,048
1170 0,046
1200 0,044
1230 0,044
1260 0,042
1290 0,039
1320 0,038
1350 0,036
1380 0,035
1410 0,034
1440 0,033
1470 0,032
1500 0,030
1530 0,029
1560 0,028
1590 0,026
1620 0,025
1650 0,025
1680 0,023
1710 0,023
1740 0,022
1770 0,022
1800 0,023
1830 0,023
1860 0,023
1890 0,023
1920 0,022

• Kurva Hubungan Nilai Absorbansi T0 dan Sampel dengan Waktu pada


Fraksi 1

Fraksi 1
0,160
0,140
y = -0,0002x + 0,0763
0,120 R² = 0,5506
0,100
Absorbansi (A)

0,080
0,060
0,040
0,020
0,000
-0,020 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
-0,040
Time (s)

• Kurva Hubungan Nilai Absorbansi T0 dan Sampel dengan Waktu pada


Fraksi 2

Fraksi 2
0,09
0,08
y = -0,0004x + 0,0524
0,07 R² = 0,6615
0,06
Absorbansi (A)

0,05
0,04
0,03
0,02
0,01
0
-0,01 0 20 40 60 80 100 120 140 160
-0,02
Time (s)

• Kurva Hubungan Nilai Absorbansi T0 dan Sampel dengan Waktu pada


Fraksi 3
Fraksi 3
0,18
0,16
0,14 y = -0,0005x + 0,1575
0,12 R² = 0,8929

Absorbansi (A)
0,1
0,08
0,06
0,04
0,02
0
-0,02 0 50 100 150 200 250 300 350
-0,04
Time (s)

• Kurva Hubungan Nilai Absorbansi T0 dan Sampel dengan Waktu pada


Fraksi 4

Fraksi 4
0,2 y = -0,0004x + 0,1294
R² = 0,9059
0,15
Absorbansi (A)

0,1

0,05

0
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
-0,05
Time (s)

• Kurva Hubungan Nilai Absorbansi T0 dan Sampel dengan Waktu pada


Fraksi 5

Fraksi 5
0,2
y = -0,0002x + 0,0665
0,15 R² = 0,4033
Absorbansi (A)

0,1

0,05

0
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

-0,05
Time (s)

• Kurva Hubungan Nilai Absorbansi T0 dan Sampel dengan Waktu pada


Fraksi 6
Fraksi 6
0,18
0,16
0,14 y = -0,0004x + 0,144
R² = 0,9623
0,12

Absorbansi (A)
0,1
0,08
0,06
0,04
0,02
0
-0,02 0 50 100 150 200 250 300 350 400
Time (s)

• Kurva Hubungan Nilai Absorbansi T0 dan Sampel dengan Waktu pada


Fraksi 7
y = -7E-05x + 0,1342
Fraksi 7 R² = 0,9062
0,25
Absorbansi (A)

0,2
0,15
0,1
0,05
0
0 500 1000 1500 2000 2500
Time (s)

8. Rencana Perhitungan Data


1) Perhitungan Konsentrasi Terkoreksi [M’]
[𝑀]𝑚𝑢𝑙𝑎 × 𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
[𝑀′ ] =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
➢ Konsentrasi Terkoreksi Aseton
✓ Fraksi 1
[𝑀]𝑚𝑢𝑙𝑎 × 𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
[𝑀′ ] =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝑙
2 𝐿 × 10 𝑚𝐿 𝑚𝑜𝑙
[𝐴𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛] = = 0,5
40 𝑚𝐿 𝐿
✓ Fraksi 2
[𝑀]𝑚𝑢𝑙𝑎 × 𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
[𝑀′ ] =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝑙
2 𝐿 × 10 𝑚𝐿 𝑚𝑜𝑙
[𝐴𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛] = = 0,5
40 𝑚𝐿 𝐿
✓ Fraksi 3
[𝑀]𝑚𝑢𝑙𝑎 × 𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
[𝑀′ ] =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝑙
2 𝐿 × 10 𝑚𝐿 𝑚𝑜𝑙
[𝐴𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛] = = 0,5
40 𝑚𝐿 𝐿
✓ Fraksi 4
[𝑀]𝑚𝑢𝑙𝑎 × 𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
[𝑀′ ] =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝑙
2 𝐿 × 5 𝑚𝐿 𝑚𝑜𝑙
[𝐴𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛] = = 0,25
40 𝑚𝐿 𝐿
✓ Fraksi 5
[𝑀]𝑚𝑢𝑙𝑎 × 𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
[𝑀′ ] =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝑙
2 × 15 𝑚𝐿 𝑚𝑜𝑙
[𝐴𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛] = 𝐿 = 0,75
40 𝑚𝐿 𝐿
✓ Fraksi 6
[𝑀]𝑚𝑢𝑙𝑎 × 𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
[𝑀′ ] =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝑙
2 𝐿 × 10 𝑚𝐿 𝑚𝑜𝑙
[𝐴𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛] = = 0,5
40 𝑚𝐿 𝐿
✓ Fraksi 7
[𝑀]𝑚𝑢𝑙𝑎 × 𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
[𝑀′ ] =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝑙
2 × 10 𝑚𝐿 𝑚𝑜𝑙
[𝐴𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛] = 𝐿 = 0,5
40 𝑚𝐿 𝐿

➢ Tabel Konsentrasi Terkoreksi Aseton Setiap Fraksi


Fraksi Konsentrasi (M)
1 0,5
2 0,5
3 0,5
4 0,25
5 0,75
6 0,5
7 0,5

➢ Konsentrasi Terkoreksi Asam Sulfat


✓ Fraksi 1
[𝑀]𝑚𝑢𝑙𝑎 × 𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
[𝑀′ ] =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝑙
1 𝐿 × 10 𝑚𝐿 𝑚𝑜𝑙
[𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑆𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡] = = 0,25
40 𝑚𝐿 𝐿

✓ Fraksi 2
[𝑀]𝑚𝑢𝑙𝑎 × 𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
[𝑀′ ] =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝑙
1 𝐿 × 10 𝑚𝐿 𝑚𝑜𝑙
[𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑆𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡] = = 0,25
40 𝑚𝐿 𝐿

✓ Fraksi 3
[𝑀]𝑚𝑢𝑙𝑎 × 𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
[𝑀′ ] =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝑙
1 𝐿 × 10 𝑚𝐿 𝑚𝑜𝑙
[𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑆𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡] = = 0,25
40 𝑚𝐿 𝐿

✓ Fraksi 4
[𝑀]𝑚𝑢𝑙𝑎 × 𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
[𝑀′ ] =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝑙
1 𝐿 × 10 𝑚𝐿 𝑚𝑜𝑙
[𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑆𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡] = = 0,25
40 𝑚𝐿 𝐿

✓ Fraksi 5
[𝑀]𝑚𝑢𝑙𝑎 × 𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
[𝑀′ ] =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝑙
1 𝐿 × 10 𝑚𝐿 𝑚𝑜𝑙
[𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑆𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡] = = 0,25
40 𝑚𝐿 𝐿

✓ Fraksi 6
[𝑀]𝑚𝑢𝑙𝑎 × 𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
[𝑀′ ] =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝑙
1 𝐿 × 5 𝑚𝐿 𝑚𝑜𝑙
[𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑆𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡] = = 0,125
40 𝑚𝐿 𝐿
✓ Fraksi 7
[𝑀]𝑚𝑢𝑙𝑎 × 𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
[𝑀′ ] =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝑙
1 × 15 𝑚𝐿 𝑚𝑜𝑙
[𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑆𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡] = 𝐿 = 0,375
40 𝑚𝐿 𝐿
➢ Tabel Konsentrasi Terkoreksi Asam Sulfat Setiap Fraksi
Fraksi Konsentrasi (M)
1 0,25
2 0,25
3 0,25
4 0,25
5 0,25
6 0,125
7 0,375

➢ Konsentrasi Terkoreksi Iodin


✓ Fraksi 1
[𝑀]𝑚𝑢𝑙𝑎 × 𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
[𝑀′ ] =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝑙
0,01 𝐿 × 10 𝑚𝐿 𝑚𝑜𝑙
[𝐼𝑜𝑑𝑖𝑛] = = 0,0025
40 𝑚𝐿 𝐿
✓ Fraksi 2
[𝑀]𝑚𝑢𝑙𝑎 × 𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
[𝑀′ ] =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝑙
0,01 𝐿 × 5 𝑚𝐿 𝑚𝑜𝑙
[𝐼𝑜𝑑𝑖𝑛] = = 0,00125
40 𝑚𝐿 𝐿
✓ Fraksi 3
[𝑀]𝑚𝑢𝑙𝑎 × 𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
[𝑀′ ] =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝑙
0,01 × 15 𝑚𝐿 𝑚𝑜𝑙
[𝐼𝑜𝑑𝑖𝑛] = 𝐿 = 0,00375
40 𝑚𝐿 𝐿
✓ Fraksi 4
[𝑀]𝑚𝑢𝑙𝑎 × 𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
[𝑀′ ] =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝑙
0,01 𝐿 × 10 𝑚𝐿 𝑚𝑜𝑙
[𝐼𝑜𝑑𝑖𝑛] = = 0,0025
40 𝑚𝐿 𝐿
✓ Fraksi 5
[𝑀]𝑚𝑢𝑙𝑎 × 𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
[𝑀′ ] =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝑙
0,01 × 10 𝑚𝐿 𝑚𝑜𝑙
[𝐼𝑜𝑑𝑖𝑛] = 𝐿 = 0,0025
40 𝑚𝐿 𝐿
✓ Fraksi 6
[𝑀]𝑚𝑢𝑙𝑎 × 𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
[𝑀′ ] =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝑙
0,01 𝐿 × 10 𝑚𝐿 𝑚𝑜𝑙
[𝐼𝑜𝑑𝑖𝑛] = = 0,0025
40 𝑚𝐿 𝐿
✓ Fraksi 7
[𝑀]𝑚𝑢𝑙𝑎 × 𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
[𝑀′ ] =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑚𝑜𝑙
0,01 𝐿 × 10 𝑚𝐿 𝑚𝑜𝑙
[𝐼𝑜𝑑𝑖𝑛] = = 0,0025
40 𝑚𝐿 𝐿
➢ Tabel Konsentrasi Terkoreksi Iodin Setiap Fraksi
Fraksi Konsentrasi (M)
1 0,0025
2 0,00125
3 0,00375
4 0,0025
5 0,0025
6 0,0025
7 0,0025

2) Penentuan Laju Reaksi


Dari kurva hubungan nilai absorbansi T0 dan sampel terhadap waktu,
maka didapat persamaan linear sebagai berikut :
𝑑𝐴
𝑦 = 𝑚𝑥 + 𝑏 → 𝐴 = + 𝐴0
𝑑𝑇
𝑑𝐴 [𝐼2 ]
𝑟= − ×
𝑑𝑇 𝐴0
Maka untuk menghitung nilai laju reaksi dari setiap fraksi, adalah
sebagai berikut :
• Penentuan Laju Reaksi Fraksi 1
Berdasarkan grafik :
𝑦 = −0,0002𝑥 + 0,0763
Maka;
2,5 × 10−3
𝑟 = −(−0,0002) × = 6,55 × 10−6 𝑀/𝑠
0,0763
• Penentuan Laju Reaksi Fraksi 2
Berdasarkan grafik :
𝑦 = −0,0004𝑥 + 0,0524
Maka;
1,25 × 10−3
𝑟 = −(−0,0004) × = 9,54 × 10−6 𝑀/𝑠
0,0524
• Penentuan Laju Reaksi Fraksi 3
Berdasarkan grafik :
𝑦 = −0,0005𝑥 + 0,1575
Maka;
3,75 × 10−3
𝑟 = −(−0,0005) × = 11,9 × 10−6 𝑀/𝑠
0,1575
• Penentuan Laju Reaksi Fraksi 4
Berdasarkan grafik :
𝑦 = −0,0004𝑥 + 0,1294
Maka;
2,5 × 10−3
𝑟 = −(−0,0004) × = 7,72 × 10−6 𝑀/𝑠
0,1294
• Penentuan Laju Reaksi Fraksi 5
Berdasarkan grafik :
𝑦 = −0,0002𝑥 + 0,0665
Maka;
2,5 × 10−3
𝑟 = −(−0,0002) × = 7,51 × 10−6 𝑀/𝑠
0,0665
• Penentuan Laju Reaksi Fraksi 6
Berdasarkan grafik :
𝑦 = −0,0004𝑥 + 0,144
Maka;
2,5 × 10−3
𝑟 = −(−0,0004) × = 6,94 × 10−6 𝑀/𝑠
0,144
• Penentuan Laju Reaksi Fraksi 7
Berdasarkan grafik :
𝑦 = −0,00007𝑥 + 0,1342
Maka;
2,5 × 10−3
𝑟 = −(−0,00007) × = 1,304 × 10−6 𝑀/𝑠
0,1342
3) Penentuan Orde Reaksi
• Orde terhadap Aseton (Fraksi 1 dan 5)
𝑟𝑎𝑡𝑒1 𝑘 [𝐶3 𝐻6 𝑂] 𝑥 [𝐼2 ] 𝑦 [𝐻 + ] 𝑧
= ( ) ( ) ( +)
𝑟𝑎𝑡𝑒5 𝑘 [𝐶3 𝐻6 𝑂] [𝐼2 ] [𝐻 ]
−6
6,55 × 10 𝑀/𝑠 𝑘 0,5 𝑀 𝑥 0,0025 𝑀 𝑦 0,25 𝑀 𝑧
= ( ) ( ) ( )
7,51 × 10−6 𝑀/𝑠 𝑘 0,75 𝑀 0,0025 𝑀 0,25𝑀
0,87 = (0,6)𝑥
𝑥 = 0,27 ≅ 0

• Orde terhadap Iodin (Fraksi 1 dan 3)


𝑟𝑎𝑡𝑒1 𝑘 [𝐶3 𝐻6 𝑂] 𝑥 [𝐼2 ] 𝑦 [𝐻 + ] 𝑧
= ( ) ( ) ( +)
𝑟𝑎𝑡𝑒3 𝑘 [𝐶3 𝐻6 𝑂] [𝐼2 ] [𝐻 ]
6,55 × 10−6 𝑀/𝑠 𝑘 0,5 𝑀 𝑥 0,0025 𝑦 0,25 𝑧
= ( ) ( ) ( )
11,9 × 10−6 𝑀/𝑠 𝑘 0,5 𝑀 0,00375 0,25
0,55 = (0,6)𝑦
𝑦 = 1,1 ≅ 1
• Orde terhadap Asam Sulfat (Fraksi 6 dan 7)
𝑟𝑎𝑡𝑒6 𝑘 [𝐶3 𝐻6 𝑂] 𝑥 [𝐼2 ] 𝑦 [𝐻 + ] 𝑧
= ( ) ( ) ( +)
𝑟𝑎𝑡𝑒7 𝑘 [𝐶3 𝐻6 𝑂] [𝐼2 ] [𝐻 ]
−6
6,94 × 10 𝑀/𝑠 𝑘 0,5 𝑀 𝑥 0,0025 𝑦 0,125 𝑧
−6
= ( ) ( ) ( )
1,304 × 10 𝑀/𝑠 𝑘 0,5 𝑀 0,0025 0,375
5,32 = (0,3) 𝑧
𝑧 = −1,3 ≅ −1
• Orde Total
𝑂𝑟𝑑𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑥 + 𝑦 + 𝑧
𝑂𝑟𝑑𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 0 + 1 − 1
𝑂𝑟𝑑𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 0
• Maka persamaan hukum lajunya menjadi :
𝑟 = 𝑘[𝐼2 ]1 [𝐻 + ]−1
𝑟 = 𝑘[𝐼2 ][𝐻 + ]−1
4) Penentuan Konstanta Laju
𝑟 = 𝑘[𝐼2 ][𝐻 + ]−1
𝑟
𝑘=
[𝐼2 ][𝐻 + ]−1
• Konstanta Laju Percobaan 1
6,55 × 10−6 𝑀/𝑠
𝑘1 = = 6,55 × 10−4 𝑀/𝑠
(0,0025 𝑀) (0,25 𝑀)−1
• Konstanta Laju Percobaan 2
9,54 × 10−6 𝑀/𝑠
𝑘2 = −1
= 1,9 × 10−3 𝑀/𝑠
(0,00125)(0,25)
• Konstanta Laju Percobaan 3
11,9 × 10−6 𝑀/𝑠
𝑘3 = −1
= 7,93 × 10−4 𝑀/𝑠
(0,00375)(0,25)
• Konstanta Laju Percobaan 4
7,72 × 10−6 𝑀/𝑠
𝑘4 = −1
= 7,72 × 10−4 𝑀/𝑠
(0,0025)(0,25)
• Konstanta Laju Percobaan 5
7,51 × 10−6 𝑀/𝑠
𝑘5 = = 7,51 × 10−4 𝑀/𝑠
(0,0025)(0,25)−1
• Konstanta Laju Percobaan 6
6,94 × 10−6 𝑀/𝑠
𝑘6 = = 3,47 × 10−4 𝑀/𝑠
(0,0025)(0,125)−1
• Konstanta Laju Percobaan 7
1,304 × 10−6 𝑀/𝑠
𝑘7 = = 1,39 × 10−3 𝑀/𝑠
(0,0025)(0,375)−1
5) Perhitungan Konstanta Laju Rata-Rata
𝑘𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎
(6,55 × 10−4 + 1,9 × 10−3 + 7,93 × 10−4 + 7,72 × 10−4 + 7,51 × 10−4 + 3,47 × 10−4 +
1,39 × 10−3 )𝑀/𝑠
=
7
𝑘𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 = 9,44 × 10−4 𝑀/𝑠
9. Pembahasan
Praktikum kali ini yaitu praktikum penentuan orde reaksi iodinasi aseton,
dimana praktikum ini bertujuan untuk menentukan hukum laju iodinasi aseton
berdasarkan data pengukuran absorbansi larutan serta menghubungkan data laju
iodinasi aseton dengan mekanisme reaksi.
Aseton dapat mengalami reaksi iodinasi melalui penambahan larutan iodin encer
yang terdapat dalam larutan kalium iodida. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
CH3COCH3 + I2 → CH3COCH2I + HI
Akan tetapi, reaksi tersebut berjalan sangat lambat. Untuk meningkatkan laju
reaksi agar berjalan secara signifikan, maka perlu ditambahkan katalis asam. Pada saat
penambahan katalis asam, maka ungkapan hukum lajunya menjadi seperti :
𝑟 = 𝑘[𝐼2 ]𝑥 [𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝐶𝐻3 ]𝑦 [𝐻 + ] 𝑧
Pada percobaan kali ini, digunakan alat Spektrofotometer UV-Vis dengan
panjang gelombang 520 nm untuk mengukur nilai absorbansi dari setiap fraksi. Variasi
komposisi reaktan yang dilakukan pada percobaan ini adalah sebanyak 7 kali dengan
komposisi volume aseton, asam, air, dan iodin yang berbeda-beda.
Sebelum dilakukan pengamatan terhadap nilai absorbansi dari setiap fraksi,
terlebih dahulu perlu dilakukan standarisasi terhadap alat Spektrofotometer UV-Vis.
Standarisasi alat Spektrofotometer UV-Vis perlu dilakukan di setiap fraksi dengan
komposisi reaktan yang berbeda-beda. Standarisasi alat Spektrofotometer UV-Vis pada
fraksi pertama, dilakukan dengan mereaksikan masing-masing 10 mL larutan aseton 2
M, larutan asam sulfat 1 M, larutan kalium iodida (tanpa iodin dan berwarna bening)
0,2 M, serta 10 mL air ke dalam gelas kimia 100 mL. Setelah semua reaktan dimasukkan
ke dalam gelas kimia 100 mL, langkah selanjutnya adalah menuangkan sedikit dari
larutan standar tersebut ke dalam kuvet. Pastikan kuvet tersebut telah bersih dan kering
serta pegang kuvet pada bagian kasarnya. Standarisasi dilakukan hingga alat
menunjukkan angka 0.
Setelah dilakukan standarisasi alat, langkah selanjutnya adalah melakukan
pengamatan absorbansi dari T0 (waktu awal larutan sebelum ditambahkan katalis asam)
dengan menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis. Langkah-langkahnya sama seperti
pada saat melakukan standarisasi, hanya saja reaktan asam sulfat diganti dengan air,
karena T0 merupakan sampel pada saat sebelum ditambahkan katalis asam, serta
ditambahkan 10 mL larutan iodin 0,01 M yang berwarna coklat dalam larutan kalium
iodida 0,2 M. Pengamatan dilakukan dalam setiap 30 detik dan diulang sebanyak 3 kali
pengamatan. Pada fraksi 1, teramati bahwa nilai absorbansi dari T0 adalah sebesar 0,140,
0,141, dan 0,140. Data tersebut kemudian dirata-ratakan dan jadilah nilai absorbansi
tetap dari T0. Nilai absorbansi tetap T0 pada fraksi 1 adalah 0,140.
Setelah dilakukan pengamatan terhadap nilai absorbansi T0 pada fraksi 1,
langkah selanjutnya adalah melakukan pengamatan terhadap nilai absorbansi dari
larutan sampel yang telah ditambahkan katalis. Langkah yang dilakukan sama seperti
pada saat melakukan standarisasi alat dan pengukuran absorbansi dari T0, hanya saja
gunakan 10 mL larutan asam sulfat 1 M dan 10 mL larutan iodin 0,2 M berwarna coklat.
Homogenkan larutan tersebut dan tuangkan ke dalam kuvet secara hati-hati. Masukkan
larutan tersebut ke dalam alat Spektrofotometer UV-Vis secara cepat dan hati-hati.
Pastikan warna larutan jangan sampai pudar sebelum dimasukkan ke dalam alat.
Pengamatan dilakukan pada setiap 30 detik sekali dan diulang hingga didapat nilai
absorbansi yang sama selama 3 kali berturut-turut. Absorbansi yang didapat pada fraksi
pertama secara berturut-turut adalah 0,010, 0,010, dan 0,010. Diamati pula warna yang
dihasilkan dari larutan setelah dimasukkan ke dalam alat Spektrofotometer UV-Vis.
Warna larutan setelah diamati nilai absorbansinya menjadi pudar dan sedikit bening.
Hal tersebut dikarenakan di dalam larutan terkandung katalis, sehinggga dapat
mempercepat laju reaksi.
Setelah dilakukan pengamatan nilai absorbansi dari T0 dan sampel pada fraksi 1,
ulangi pengamatan tersebut hingga pengamatan pada fraksi 7 dan catat hasil
pengamatannya dalam buku jurnal. Namun pada saat pengamatan fraksi ke-7, alat
Spektrofotmeter UV-Vis mulai menunjukkan hasil yang tidak konstan. Hal tersebut
dikarenakan alat yang digunakan sudah terlalu panas sehingga menunjukkan performa
yang kurang maksimal dari alat tersebut.
Setelah melakukan pengamatan nilai absorbansi dari seluruh fraksi, langkah
selanjutnya adalah membuat kurva hubungan nilai absorbansi terhadap waktu
menggunakan Microsoft Excel. Setelah didapatkan kurva dari setiap fraksi, langkah
selanjutnya adalah menghitung konsentrasi terkoreksi dari setiap fraksi serta
menentukan laju reaksi dari setiap fraksi.
Laju reaksi ditentukan dari kurva hubungan nilai absorbansi T0 dan sampel
terhadap waktu dari setiap fraksi. Diperoleh persamaan garis linear sebagai berikut :
𝑑𝐴
𝑦 = 𝑚𝑥 + 𝑏 → 𝐴 = + 𝐴0
𝑑𝑇
Maka, untuk menentukan laju reaksi dari setiap fraksi dapat digunakan rumus
sebagai berikut :
𝑑𝐴 [𝐼2 ]
𝑟= − ×
𝑑𝑇 𝐴0
Laju reaksi yang dihasilkan dari setiap fraksi menunjukkan hasil yang berbeda-
beda dikarenakan variasi komposisi reaktan yang berbeda-beda, tergantung dari
seberapa banyak katalis yang digunakan. Setelah didapatkan laju reaksi dari setiap
fraksi, selanjutnya adalah menghitung orde reaksi terhadap aseton, iodin, dan asam
sulfat. Orde reaksi terhadap aseton adalah 0, orde reaksi terhadap iodin adalah 1,
sedangkan orde reaksi terhadap asam sulfat adalah -1. Sehingga didapatkan hukum
lajunya menjadi :
𝑟 = 𝑘[𝐼2 ][𝐻 + ]−1
Setelah didapatkan orde reaksi dari setiap reaktan, yaitu aseton, iodin, dan asam
sulfat, selanjutnya adalah menentukan konstanta laju dari setiap fraksi berdasarkan
persamaan hukum laju di atas. Sehingga untuk menentukan k, dapat menggunakan
rumus sebagai berikut :
𝑟
𝑘=
[𝐼2 ][𝐻 + ]−1
Setelah didapatkan hasil konstanta laju dari setiap fraksi, data konstanta laju
tersebut kemudian dihitung nilai rata-ratanya. Didapatkanlah nilai konstanta laju rata-
rata adalah 9,44 × 10−4 𝑀/𝑠.
Adapun faktor kesalahan yang mungkin terjadi pada saat melakukan praktikum
ini, yaitu adanya ketidaktelitian praktikan pada saat memipet larutan pereaksi, baik itu
aseton, asam sulfat, maupun iodin, karena volume juga dapat mempengaruhi laju reaksi.
Kemudian praktikan tidak cepat pada saat akan memasukkan kuvet yang berisi larutan
pereaksi, sehingga dapat mempengaruhi waktu yang didapat ketika mereaksikan iodin,
suhu ketika melakukan percobaan tidak terjaga tetap, sehingga dapat mempengaruhi laju
reaksi, serta alat Spektrofotometer UV-Vis yang terlalu lama digunakan, sehingga dapat
mempengaruhi nilai absorbansi larutan yang dihasilkan.
10. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan yaitu penentuan laju reaksi iodinasi
aseton, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
• Orde reaksi terhadap aseton yaitu 0
• Orde reaksi terhadap iodin yaitu 1
• Orde reaksi terhadap asam sulfat yaitu -1
Sehingga persamaan hukum laju iodinasi aseton dapat diungkapkan dengan
persamaan sebagai berikut :
𝑟 = 𝑘[𝐼2 ][𝐻 + ]−1
Untuk menentukan konstanta laju dari setiap fraksi, maka dapat ditentukan dari
persamaan hukum laju iodinasi aseton di atas, menjadi :
𝑟
𝑘=
[𝐼2 ][𝐻 + ]−1

11. Prelab
1) Turunkan persamaan 5.2 dari Hukum Lambert-Beer!
Jawab :
2) Diketahui data laju awal suatu reaksi pada beberapa variasi komponen reaktan
adalah sebagai berikut :

Tentukan orde reaksi terhadap A dan tetapan lajunya!


12. Postlab
1) Buatlah plot [I2] terhadap waktu, plot ln[I2] terhadap waktu, dan plot 1/[I2]
terhadap waktu dari data percobaan yang Anda peroleh!
2) Berdasarkan soal nomor 1, tentukan orde reaksi terhadap I2!
3) Bandingkan hasil yang didapat dari soal 1 dan 2 di atas dengan hasil yang Anda
peroleh dari percobaan!

Jawaban Postlab :
1) Data [I2], ln[I2], dan 1/[I2] terhadap waktu disajikan dalam tabel berikut :
Percobaan 1
Waktu (s) Absorbansi [I2] ln [I2] 1/[I2]
0 0,140 -1,96611 7,142857
30 0,095 -2,35388 10,52632
60 0,067 -2,70306 14,92537
90 0,039 -3,24419 25,64103
120 0,016 -4,13517 62,5
150 0,010 -4,60517 100
180 0,009 -4,71053 111,1111
210 0,009 -4,71053 111,1111
240 0,010 -4,60517 100
270 0,010 -4,60517 100
300 0,007 -4,96185 142,8571
330 0,009 -4,71053 111,1111
360 0,010 -4,60517 100
390 0,010 -4,60517 100
420 0,010 -4,60517 100
Plot [I2] terhadap waktu :

[I2]
0,160
0,140
y = -0,0002x + 0,0763
0,120
R² = 0,5506
0,100
0,080
[I2]

0,060
0,040
0,020
0,000
-0,020 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

-0,040
Waktu (s)

Plot ln [I2] terhadap waktu :

ln [I2]
0
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
-1

-2 y = -0,0059x - 2,8318
R² = 0,6461
ln [I2]

-3

-4

-5

-6
Waktu (s)

Plot 1/[I2] terhadap waktu :


1/[I2]
160
140 y = 0,26x + 25,194
R² = 0,6337
120
100

1/[I2]
80
60
40
20
0
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Waktu (s)

2) Berdasarkan plotting kurva pada soal no 1, dapat disimpulkan bahwa plot ln [I2]
terhadap waktu menghasilkan orde reaksi 1 yang ditandai dengan nilai R2
sebesar 0,6461. Artinya nilai R2 mendekati 1, sehingga orde reaksinya sama
dengan 1.
3) Hasil data perhitungan dengan grafik sesuai dimana I2 sama-sama berorde reaksi
1.
13. Daftar Pustaka
Al, H. P., & Supiah, I. (2017). Kimia Fisika 3. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Hendrawan. (2008). Kimia Fisika 2. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Tim Praktikum Kimia Fisika. (2022). Panduan Praktikum Kimia Fisika. Bandung :
FPMIPA UPI
14. Dokumentasi Praktikum
1) Pada saat membuat larutan blanko, T0, dan Sampel
2) Saat Memasukkan Larutan KI ke dalam Larutan T0 dan Sampel

3) Larutan T0

4) Larutan Blanko
5) Saat Memasukkan Larutan T0/Sampel ke dalam Kuvet

6) Hasil Setelah Pengukuran Absorbansi Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis

Anda mungkin juga menyukai