PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang
digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Nyeri adalah suatu pengalaman
sensorik yang multidimensional. Fenomena ini dapat berbeda dalam intensitas
(ringan, sedang, berat), kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi (transien,
intermiten, persisten), dan penyebaran (superfisial atau dalam, terlokalisir atau
difus). Meskipun nyeri adalah suatu sensasi, nyeri memiliki komponen kognitif
dan emosional, yang digambarkan dalam suatu bentuk penderitaan. Nyeri juga
berkaitan dengan refleks menghindar dan perubahan output otonom (Stefani,
2016).
Nyeri merupakan indikator sensitif dalam keperawatan. Pengkajian dan
manejemen nyeri adalah kunci untuk menentukan kualitas perawatan dan
kepuasan pasien (Brant, et al, 2016). International Association for the Study of
Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensory subjektif dan pengalaman
emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang
aktual dan potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi
kerusakan. Penilaian/Manajemen nyeri pada pasien dengan ventilasi mekanik
menjadi tantangan untuk perawat, karena perawat perlu mengenal perilaku nyeri,
menafsirkan skor nyeri, dan membuat keputusan yang tepat. Penalaran klinis ini
merupakan proses yang melekat pada praktik keperawatan lanjut, tetapi kurang
dipahami. Pemahaman yang lebih baik tentang proses tersebut dapat berkontribusi
untuk meningkatkan penilaian dan manajemen nyeri (Gerber, Thevoz & Ramelet,
2015). Nyeri membutuhkan penilaian yang sistematis dan akurat untuk
menentukan perawatan yang tepat. Penilaian rasa nyeri di ICU menjadi sangat
penting ketika pasien tidak bisa berkomunikasi secara verbal. American
Association of Critical-Care Nurses (2015) mengatakan bahwa banyak pasien
1
dewasa dengan perawatan intensif mengalami nyeri yang signifikan selama rawat
inap di ICU.
Penggunaan yang tepat dari analgesik saja atau dengan kombinasinya
merupakan kunci untuk menurunkan intensitas nyeri. Sayangnya tidak semua
nyeri dapat diintervensi dengan analgetik sistemik bahkan beberapa penelitian
menunjukan stigma yang kurang baik ditujukan pada penggunaan obat-obat
penurun rasa nyeri (brown, 2016).
Analgetika adalah zat yang bisa mengurangi rasa nyeri tanpa mengurangi
kesadaran (Tjay dan Rahardja, 2015). Analgesik yang sering digunakan
masyarakat adalah yang memiliki kandungan parasetamol, ibuprofen, asam
mefenamat, dan lain-lain, namun obat obatan kimia tersebut memilik efek
samping yang kurang baik bagi tubuh kita apabila di gunakan dalam jangka waktu
panjang. Opioid akan menimbulkan adiksi dan golongan AINS dapat
menimbulkan gastritis yang apabila telah parah menyebabkan perdarahan pada
saluran cerna, gangguan asam-basa, menghambat ekskresi asam urat,
agranulositosis dan gangguan fungsi trombosit (Dwitiyanti, 2019).
Pada praktikum analgesik ini, kami akan melakukan praktikum dengan
menggunakan obat yang berkhasiat sebagai analgesik yang diinduksikan asam
asetat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Berapakah persen kadar analgesik yang didapati dari masing-masing obat
yang digunakan pada percobaan ini?
2. Berapakah jumlah geliatan dari masing-masing hewan coba setelah diberi
tindakan?
1.3 Tujuan Praktikum
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui persen kadar analgesik yang didapati
dari masing-masing obat yang digunakan pada percobaan ini.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui jumlah geliat dari masing-masing
hewan coba setelah diberi tindakan.
2
1.4 Prinsip Praktikum
Semakin tinggi kemampuan analgetik suatu obat semakin berkurang
jumlah geliatan mencit yang diakibatkan induksi dengan asam asetat.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Definisi Analgetik
Rasa nyeri timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat luka, terbentur,
dan terbakar. Hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara
memindahkan posisi tubuhnya Pada dasarnya, rasa nyeri merupakan mekanisme
pertahanan tubuh. Meskipun nyeri berguna bagi tubuh, namun dalam kondisi
tertentu, nyeri dapat menimbulkan ketidaknyamanan bahkan penderitaan bagi
individu yang merasakan sensasi ini Sensasi nyeri tersebut bisa diminimalisir
dengan pemberian obat-obatan penghilang rasa nyeri (analgesik). (Widya dkk,
2017).
Analgesik adalah zat dengan dosis terapi mengurangi atau menghilangkan
rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri adalah gejala penyakit atau
kerusakan yang paling sering walaupun sering berfungsi untuk melindungi dan
sering memudahkan diagnosis pasien merasakannya sebagai hal yang tidak
mengenakkan, kebanyakan menyiksa dan karena itu berusaha untuk bebas
darinya. Nyeri timbul apabila rangsangan mekanik, termal, kimia atau listrik
melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri) dan karena itu
menyebabkan kerusakan jaringan dengan pemyebaran yang disebut senyawa nyeri
(Utami Dewi, 2017).
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan,
bersifat sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala
maupun tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Tetty, 2015). Semua senyawa nyeri
(mediator nyeri) seperti histamine, bradikin, leukotriendan prosraglandin
merangsang reseptor nyeri di ujung-ujung saraf bebas dikulit, mukosa serta
jaringan lain dan demikia menimbulkan antara lain reaksi radang dan kejang-
kejang. Nociceptor ini juga terdapat di seluruh jaringan dan organ tubuh,
terkecuali di SPP. Semua nosiseptor dapat ditingkatkan kepekaannya oleh adanya
4
prostaglandin. Apabila prostaglandin dihambat maka nyeri tidak akan terjadi.
Kelompok obat analgesik mampu menghambat prostaglandin (Widya dkk, 2017).
2.2.2 Berdasarkan aksinya obat-obat analgetik dibagi menjadi dua golongan
yaitu Menurut Utami Dewi (2017)
Analgesik adalah zat dengan dosis terapi mengurangi atau menghilangkan
rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Obat analgesik dapat dibagi dalam dua
golongan besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik perifer.
1. Analgesik narkotik Analgesik berkhasiat kuat dan bekerja pada sususan syaraf
pusat yang sering disebut analgesik kelompok opiad. Penggunaan analgetik
narkotik dalam waktu lama akan menimbulkan kebiasaan dan ketergantungan
bagi sebagian pemakai, dikarenakan berkurangnya resorpsi opioid atau
perombakan eliminasinya dipercepat, atau bisa juga karena penurunan kepekaan
jaringan.
2. Analgesik perifer (non-narkotik) Analgesik perifer terdiri dari obat-obatan yang
bukan merupakan golongan narkotik. Obat analgesik perifer mampu meringankan
atau menghilangkan rasa nyeri tanpa mempengaruhi sistem syaraf pusat atau
menurunkan kesadaran, dan tidak dapat menimbulkan ketagihan. Obat analgesik
perifer juga mempunyai khasiat antipiretik dan antiradang. Obat analgesik perifer
digunakan pada nyeri ringan sampai nyeri sedang. Contoh nyeri ringan sampai
nyeri sedang adalah sakit kepala, gigi, otot, atau sendi, perut, nyeri haid, dan nyeri
akibat benturan atau kecelakaan (trauma). Pada nyeri lebih berat seperti
pembedahan atau fraktur (patah tulang), kerjanya kurang efektif.
2.2.3 Mekanisme kerja obat analgesik Menurut Utami Dewi (2017)
1. Analgesik nonopioid/perifer (nonopioid analgesik)
Mekanisme kerja analgesik ini adalah mempengaruhi proses sintesa
prostaglandin dengan jalan menghambat enzim siklooksigenase yang
menyebabkan asam arakidonat dan asam C20 tak jenuh tidak dapat membentuk
endoperokside yang merupakan prazat dari prostaglandin.
5
2. Analgeaik opioid/ analgesik narkotika
Mekanisme kerjanya analgetik narkotik bekerja secara kuat dengan cara
menstimulasi reseptor sistem penghambat nyeri endogen. Obat analgesik narkotik
biasanya digunakan untuk mengatasi rasa nyeri yang hebat yang tidak dapat
diatasi dengan pemberian analgesik perifer. Contoh 9 nyeri hebat seperti rasa sakit
akibat kecelakaan, pasca operasi dan nyeri karena kanker. Pengobatan dengan
menggunakan analgesik narkotik ini harus diberikan dengan dosis yang sangat
rendah mungkin dengan waktu sesingkat mungkin, karena penggunaan jangka
panjang obat analgesik narkotik akan menyebabkan ketergantungan psikis, fisik,
dan toleransi.
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Alkohol (Dirjen Pom, 2020)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Etanol
Berat Molekul : 46,07 g/mol
Rumus Molekul : C2H6O
Rumus Struktur :
6
Nama Lain : Air Suling
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18.02 g/mol’
Rumus Struktur :
7
Pemerian : Serbuk hablur; putih hingga hampir putih; berbau
khas lemah.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Sebagai Penginduksi
2.2.3 Na- CMC (Dirjen pom, 2020 )
Nama Resmi : CARBOXY METHY CELLULOSUM
NATRICUM
Nama Lain : Karboksimetilselulosa natrium, CMC sodium
Rumus Molekul : C13H18O2
Berat Molekul : 206. 28 g/mol’
Rumus Struktur :
8
Kegunaan : Sebagai penginduksi
2.3 Uraian Hewan
2.3.1 Klasifikasi Mencit menurut Nugroho (2018)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Class : Mamalia
Sub class : Theria
Gambar 2.3.1
Ordo : Rodentia Mencit
Sub ordo : Myomorpha (Mus musculus )
Famili : Muridae
Sub family : Murinae
Genus : Mus
Species : Mus musculus
2.3.2 Morfologi Mencit Menurut Ifnaini (2019)
Mencit membutuhkan makanan setiap harinya sekitar 3-5 g, diantaranya
faktor yang perlu diperhatikan dalam memberikan makanan kepada mencit yaitu
kualitas bahan pangan terutama daya cerna dan palatabilitas. Hal ini dikarenakan
kualitas makanan mencit akan berpengaruh terhadap kondisi mencit secara
keseluruhan diantaranya kemampuan untuk tumbuh, berbiak ataupun perlakuan
terhadap pengobatan. Morfologi Mencit (Mus musculus) dewasa meiliki berat
badan sekitar 20-40 g pada hewan jantan, sedangkan 18-35 g pada hewan betina.
Kedewasaan dicapai pada saat usia 35 hari.
2.3.3 Karakteristik Hewan Coba menurut Dr. Refdanita dkk (2018)
Pubertas : 35 hari
Masa beranak : sepanjang tahun
Lama hamil : 19-20 hari
Jumlah sekali lahir : 4-12 ekor (6-8 biasanya)
Lama hidup : 2-3 tahun
Masa laktasi : 21 hari
9
Suhu tubuh : 37,9-39,2
Kecepatan respirasi : 136-216/menit
Tekanan darah : 147/106 S/D
Volume darah : 7,5% BB
10
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 AlatdanBahan
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum Farmakologi dan toksikologi
percobaan Analisis Efek Obat Analgetik yaitu Batang pengaduk, Dispo, Sonde
oral, Pot Salep, Stopwatch dan Timbangan.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum Farmakologi dan Toksikologi
percobaan Analisis Efek Obat Analgetik yaitu alkohol 70%, Aquadest, Asam
asetat, Sirup ibuprofen, Sirup paracetamol dan tisu.
3.2 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Disiapkan 3 ekor mencit untuk kontrol perlakuan ibuprofen, perlakuan
paracetamol
3. Ditimbang berat badan mencit
4. Dilakukan pemberian obat paracetamol dan ibuprofen pada kelompok
mencit yang berbeda secara oral
5. Diinduksi mencit dengan asam asetat 1%
6. Dilarutkan asam asetat sebanyak 1 ml dalam 100 ml air dengan rute
pemberian secara intraperitonial
7. Diamati respon geliat mencit yang muncul pada setiap selang waktu 5
menit
8. Diamati geliatan yang timbul selama 1 jam setelah pemberian obat
analgesik
9. Dilakukan analisis data yang diperoleh dan dibandingkan daya analgesik
yang paling kuat
10. Dilakukan perhitungan % daya analgetik dari obat yang digunakan
11
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Tabel Jumlah geliat mencit
Jumlah Geliat mencit
Kelompok 20 30 40 55 Jumlah
5’ 10’ 15’ 25’ 35’ 45’ 50’ 60’
’ ’ ’ ’
Kontrol - 4 4 4 4 - 3 - - 2 1 1 23
Aspilet - 20 16 13 13 9 7 6 4 3 2 2 95
Ibuprofen 10 12 8 9 - - - - - - - - 39
Natrium
- - - - - 3 - 2 - 4 - - 10
diklofenak
Paracetamo
14 18 18 10 10 8 14 6 14 4 8 5 129
l
12
= 69,5 %
14
mengasetilasi enzim tersebut. Aspirin dosis kecil hanya dapat menekan
pembentukan TXA2, sebagai akibatnya terjadi pengurangan agregasi trombosit
(Gubitz G t al., 2015)
Pada kelompok ketiga yaitu hewan coba menggunakan obat ibuprofen
sebagai pereda nyeri. Hewan coba diberikan 1 ml larutan ibuprofen. Dimana
mekanime dari cara kerja ibuprofen menurut Dhawale (2019) Ibuprofen
menimbulkan efek analgesik dengan menghambat secara langsung dan selektif
enzim-enzim pada system saraf pusat yang mengkatalis biosintesis prostaglandin
seperti sikloogsigenase sehingga mencegah sensitasi reseptor rasa sakit oleh
mediator- mediator rasa sakit seperti histamin, serotonin, prostaglandin, ion
hidrogen dan kalium yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis ataupun
kimiawi.
Pada kelompok keempat yaitu hewan coba menggunakan obat natrium
diklofenak sebagai pereda nyeri. Hewan coba diberikan 1 ml larutan natrium
diklofenak. Obat ini bekerja dengan cara menghambat enzim cyclooxygenase
(COX) sehingga produksi prostaglandin di seluruh tubuh akan menurun.
Penghambatan terhadap enzim cyclooxygenase-2 (COX-2) diperkirakan
memediasi efek antipiretik (penurunan suhu tubuh saat demam), analgesik
(pengurangan rasa nyeri), dan antiinflamasi (anti peradangan) (Feni, 2019).
Pada kelompok kelima yaitu hewan coba menggunakan obat paracetamol
sebagai pereda nyeri. Hewan coba diberikan 1 ml larutan paracetamol secara oral.
Mekanisme kerja dari paracetmol menurut Feni (2019) Paracetamol mempunyai
mekanisme aksi yang sama seperti pada aspirin yaitu menghambat sintesis
prostaglandin di otak, tetapi penghambatan sistesis prostaglandin di peripheral
sangat kecil Paracetamol di absorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna.
Konsentrasi tertinggi dalam plasma antara 1-3 jam. Dalam plasma 25% dicapai
dalam waktu 1⁄2 jam terikat protein plasma. Obat ini dimetabolisme oleh enzim
mikrosom hati. Sebagian paracetamol (80%) dikonjugasi dengan asam glukuronat
dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulvat.
15
Selanjutnya 30 menit setelah pemberian obat, hewan coba diberikan
perlakuan berupa penginduksi rasa sakit yaitu asam asetat sebanyak 1 ml. Dimana
penggunaan asam asetat ini mampu untuk merangsang nyeri pada hewan coba.
Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Triswanto (2016) yang mengatakan bahwa
penginduksi asam asetat, yang disebut dengan asam etanoat, atau asam cuka yaitu
senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan
pengaroma pada makanan. Pemilihan asam asetat sebagai induksi nyeri, karena
nyeri yang dihasilkan berasal dari reaksi inflamasi akut lokal, inflamasi terjadi
karena peningkatan protein pada cairan peritonial setelah terjadi iritasi oleh asam
asetat.
Setelah diberikan penginduksi rasa sakit kemudian dihitung jumlah
geliatan mencit setiap 5 menit dalam kurung waktu 1 jam. Dimana hasil yang
diperoleh dari kelompok kontrol secara berturut-turut yaitu 0, 4, 4, 4, 4, 0, 3, 0, 0,
2, 1, 1, serta jumlah total keseluruhannya 23 geliat. Pada kelompok kedua yaitu
aspilet data diperoleh dari kelompok ini secara berturut-turut yaitu 0, 20, 16, 13,
13, 9, 7, 6, 4, 3, 2, 2. Jumlah total keseluruhan geliat mencit pada kelompok kedua
ini yaitu sebanyak 95 geliat.
Pada kelompok ketiga yaitu Ibuprofen data diperoleh dari kelompok ini
secara berturut-turut yaitu 10, 12, 8, 9, dan menit ke 25 sampai menit ke 60 sudah
tidak ada geliat yang muncul, dengan jumlah total keseluruhan geliat mencit pada
kelompok ketiga ini yaitu sebanyak 39 geliat. Sedangkan pada kelompok keempat
yaitu natrium diklofenak data diperoleh dari kelompok ini secara berturut-turut
yaitu 0, 0, 0, 0, 0, 3, 0, 2, 0, 4, 0,0 serta jumlah total keseluruhan geliat mencit
pada kelompok keempat ini yaitu sebanyak 10 geliat. Sedangkan pada kelompok
kelima yaitu paracetamol data diperoleh dari kelompok ini secara berturut-turut
yaitu 14, 18, 18, 10, 10, 8, 14, 6, 14, 4, 8, 5 serta jumlah total keseluruhan geliat
mencit pada kelompok keempat ini yaitu sebanyak 129 geliat.
Adapun kemungkinan kesalahan pada percobaan ini yaitu kesalahan dalam
melakukan penimbangan sehingga massa yang diperoleh dari hasil perhitungan
dosis tidak akurat. Selain itu kesalahan dalam mengamati geliat mencit.
16
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pada praktikum analgesik ini ada hewan coba diberikan perlakuan yang
diberikan penginduksi rasa sakit berupa asam asetat sebanyak 1 ml.
Dimana perlakuan yang di beri dari obat Aspilet, natrium diklofenak,
Paracetamol, dan Ibuprofen yang memiliki nilai hasil % kadar dari
masing-masing obat. % kadar dari daya obat paracetamol -460,8 %, dari
daya obat Ibuprofen – 69,5%, dari daya obat aspilet -313,04%, dan daya
obat dari natrium dikofenak 56, 53%.
2. Dari percobaan ini dapat kita lihat geliatan dari hewan coba tiap kelompok
perlakuan yang telah diberikan penginduksi asam asetat sebanyak 1 ml
secara intra peritonial.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Jurusan
Untuk jurusan, sebaiknya untuk bertindak secara langsung untuk
perbaikan laboratorium agar lebihbaik demi kebaikan bersama.
5.2.2 Saran Untuk Laboratorium
Untuk laboratorium, sebaiknya ruangan laboratorium lebih diperluas dan
pengadaan alat di laboratorium lebih ditingkatkan.
5.2.3 Saran Untuk Asisten
Untuk asisten, diharapkan agar lebih memperhatikan praktikan dan lebih
banyak lagi memberi wawasan tentang farmakologi dan toksikologi kepada
praktikan.
5.2.4 Saran Untuk Praktikan
Untuk praktikan, diharapkan agar praktikan bisa melaksanakan praktikum
lebih baik lagi dan tidak mambuat kesalahan yang dapat merugikan pihak lain
maupun diri sendiri.
17
18