Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

FARMAKOLOGI 2

ANTIFUNGI

Disusun oleh :

1. Arrina Sabilahaq (170105007)


2. Dina Wandikbo (1701050)
3. Isti Nurfaizah (170105033)
4. Nur Adi Waskito (1701050)
5. Vera Candra ()

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

UNIVERSITAS BANGSA PURWOKERTO

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah
ini dapat tesusun hingga selesai. Penyusunan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Farmakologi 2. Selain itu tujuan dari penyusunan makalah ini juga utnuk menambah
wawasan kita tentang obat-obat Antifungi.

Tak lupa ucapan terimakasih kami kepada dosen mata kuliah Farmakologi 2 Ibu Peppy
Oktaviani DM, M.H., MSc., Apt. atas bimbingan, dorongan dan ilmu yang telah diberikan
kepada kami. Sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya dan semoga sesuai yang kami harapkan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk
saran serta masukan, bahwa kritik yang membangun dari berbagai pihak. Kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua untuk mengenal lebih jauh tentang Obat-
obat Hipertensi.

Purwokerto, Maret 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................

DAFTAR ISI ..............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................

A. Latar Belakang .................................................................................


B. Rumusan Masalah ............................................................................
C. Tujuan ..............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN............................................................................
A. Mekanisme kerja ..............................................................................
B. Obat Antijamur Sistemik .................................................................

1. Golongan Azol .....................................................................


2. Golongan Alilamin...............................................................
3. Golongan Polien...................................................................
4. Golongan Ekinokandin ........................................................
5. Golongan Antijamur lain .....................................................
C. Antijamur Topikal ............................................................................
1. Golongan Azol-imidazol......................................................
2. Golongan alilamin/Benzilamin ............................................
3. Golongan polien ...................................................................
4. Antijamur Golongan Lain ....................................................

BAB III PENUTUP ....................................................................................


A. Kesimpulan ......................................................................................
B. Saran ................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jamur adalah organism yang memiliki kelas tersendiri, tidak ditempatkam sebagai
kelas tumbuhan maupun hewan. Mayoritas jamur adalah saprofit,yaitu pengurai
bahan organic, peragian makanan dan produksi antibotik.
Jamur dapat mengakibatkan aktivitas penyebab penyakit infeksi yang disebut
mikosis. Infeksi ini disebabkan oleh bakteri atau virus. Infeksi yang disebabkan oleh
infeksi jamur terjadi apabila ada kondisi penghambat salah satu mekanisme
pertahanan.
Infeksi jamur dikelompokan menjadi dua yaitu mikosis superficial (infeksi
dematofit, infeksi kulit,kuku, rambut dan infeksi mukokutan dengan infeksi selaput
lendir) serta mikosis sistemik (jaringan dan organ dalam).
Senyawa antifungi dapat digunakan dengan terapi mikosisi superficial dan kadang
sistemik. Sedangkan mikosis sistemik, terapi dilakukan dengan obat sistemik jangka
waktu panjang.

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan pengertian obat anti fungi
2. Menjelaskan pengertian mekanisme kerja obat anti fungi
3. Menjelaskan macam macam obat anti fungi

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang pengertian obat anti fungi
2. Untuk mengetahui tentang mekanisme kerja obat anti fungi
3. Untuk mengetahui tentang macam macam obat anti fungi
BAB II

PEMBAHASAN

A. MEKANISME KERJA
Mekanisme kerja obat antijamur adalah dengan mempengaruhi sterol membran
plasma sel jamur, sintesis asam nukleat jamur, dan dinding sel jamur yaitu kitin, β
glukan, dan mannooprotein.
1. Sterol membran plasma : ergosterol dan sintesis ergosterol Ergosterol adalah
komponen penting yang menjaga integritas membran sel jamur dengan cara
mengatur fluiditas dan keseimbangan dinding membran sel jamur. Kerja obat
antijamur secara langsung (golongan polien) adalah menghambat sintesis ergosterol
dimana obat ini mengikat secara langsung ergosterol dan channel ion di membran sel
jamur, hal ini menyebabkan gangguan permeabilitas berupa kebocoran ion kalium
dan menyebabkan kematian sel. Sedangkan kerja antijamur secara tidak langsung
(golongan azol) adalah mengganggu biosintesis ergosterol dengan cara mengganggu
demetilasi ergosterol pada jalur sitokrom P450 (demetilasi prekursor ergosterol).

2. Sintesis asam nukleat Kerja obat antijamur yang mengganggu sintesis asam nukleat
adalah dengan cara menterminasi secara dini rantai RNA dan menginterupsi sintesis
DNA. Sebagai contoh obat antijamur yang mengganggu sintesis asam nukleat adalah
5 flusitosin (5 FC), dimana 5 FC masuk ke dalam inti sel jamur melalui sitosin
permease.Di dalam sel jamur 5 FC diubah menjadi 5 fluoro uridin trifosfat yang
menyebabkan terminasi dini rantai RNA. Trifosfat ini juga akan berubah menjadi 5
fuoro deoksiuridin monofosfat yang akan menghambat timidilat sintetase sehingga
memutus sintesis DNA.

3. Unsur utama dinding sel jamur : glukans Dinding sel jamur memiliki keunikan
karena tersusun atas mannoproteins, kitin, dan α dan β glukan yang
menyelenggarakan berbagai fungsi, diantaranya menjaga rigiditas dan bentuk sel,
metabolisme, pertukaran ion pada membran sel. Sebagai unsur penyangga adalah β
glukan. Obat antijamur seperti golongan ekinokandin menghambat pembentukan
β1,3 glukan tetapi tidak secara kompetitif. Sehingga apabila β glukan tidak
terbentuk, integritas struktural dan morfologi sel jamur akan mengalami lisis.
B. OBAT ANTIJAMUR SISTEMIK
1. GOLONGAN AZOL
Kelompok azol dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan jumlah nitrogen
pada cincin azol.Kelompok imidazol (ketokonazol, mikonazol, dan klotrimazol)
terdiri dari dua nitrogen dan kelompok triazol (itrakonazol, flukonazol, varikonazol,
dan posakonazol) mengandung tiga nitrogen. 2,3 Kedua kelompok ini memiliki
spektrum dan mekanisme aksi yang sama. Triazol dimetabolisme lebih lambat dan
efek samping yangsedikit dibandingkan imidazol,
karena keuntungan itulah para peneliti berusaha mengembangkan golongan triazol
daripada imidazol.4 Pada umumnya golongan azol bekerja menghambat biosintesis
ergosterol yang merupakan sterol utama untuk mempertahankan integritas membran
sel jamur. Bekerja dengan cara menginhibisi enzim sitokrom P 450, C-14-α-
demethylase yang bertanggung jawab merubah lanosterol menjadi ergosterol, hal ini
mengakibatkan dinding sel jamur menjadi permeabel dan terjadi penghancuran jamur.
 Ketokonazol
Ketokonazol mempunyai spektrum yang luas dan efektif terhadap
Blastomyces dermatitidis, Candida species, Coccidiodes immitis,
Histoplasma capsulatum, Malasezzia furfur, Paracoccidiodes brasiliensis.
Ketokonazol juga efektif terhadap dermatofit tetapi tidak efektif
terhadap Aspergillus spesies dan Zygomycetes.
Dosis : ketokonazol yang diberikan pada dewasa 400 mg/hari sedangkan dosis
untuk anak-anak 3,3-6,6 mg/kgBB dosis tunggal.
Lama pengobatan: untuk tinea korporis dan tinea kruris selama 2-4 minggu,
5 hari untuk kandida vulvovaginitis, 2 minggu untuk kandida esofagitis, tinea
versikolor selama 5-10 hari, 6-12 bulan untuk mikosis dalam.
Efek samping :Anoreksia, mual dan muntah merupakan efek samping yang
sering dijumpai terjadi pada 20% pasien yang mendapat dosis 400 mg/hari.
Pemberian pada saat menjelang tidur atau dalam dosis terbagi dapat mengatasi
keadaan ini.Alergi dapat terjadi pada 4% pasien, dan gatal tanpa rash terjadi
sekitar 2% pada pasien yang diterapi ketokonazol.
Ketokonazol dapat menginhibisi biosintesis steroid, seperti halnya
pada jamur.Peninggian transaminase sementara dapat terjadi pada 5-10%
pasien. Untuk pengobatan jangka waktu yang lama, dianjurkan dilakukan
pemeriksaan fungsi hati. Hepatitis drug induced dapat terjadi pada beberapa
hari pemberian terapi atau dapat terjadi berbulanbulan setelah pemberian
terapi ketokonazol. Ketokonazol dosis tinggi (>800 mg/hari) dapat
menghambat human adrenal synthetase dan testicular steroid yang dapat
menimbulkan alopesia, ginekomastia dan impoten.
 Itrakonazol
Itrakonazol mempunyai aktifitas spektrum yang luas terhadap
Aspergillosis sp., Blastomyces dermatidis, Candida sp., Cossidiodes immitis,
Cryptococcus neoformans, Histoplasma capsulatum, Malassezia furfur,
Paracoccidiodes brasiliensis, Scedosporium apiospermum dan Sporothrix
schenckii. Itrakonazol juga efektif terhadap dematiaceous mould dan
dermatofita tetapi tidak efektif terhadap Zygomycetes.
Dosis :Itrakonazol dosis kontinyu sama efektif dengan dosis pulse. Pada
onikomikosis kuku tangan, pulse terapi diberikan selama 2 bulan, sedangkan
onikomikosis kuku kaki selama 3 bulan. Itrakonazol merupakan obat kategori
C, sehingga tidak direkomendasikan untuk wanita hamil dan menyusui,
karena dieksresikan di air susu. Itrakonazol tersedia juga dalam bentuk kapsul
100 mg. Bentuk kapsul diberikan dalam kondisi lambung penuh untuk
absorpsi maksimal, karena cyclodextrin yang terdapat dalam bentuk ini sering
menimbulkan keluhan gastrointestinal.
Efek samping:yang sering dijumpai adalah masalah gastrointestinal seperti
mual, nyeri abdomen dan konstipasi. Efek samping lain seperti sakit kepala,
pruritus, dan ruam alergi.
 Flukonazol
Menurut FDA flukonazol efektif untuk mengatasi kandidiasis oral atau
esophageal, criptococcal meningitis dan pada penelitian lain dinyatakan
efektif pada sporotrikosis (limfokutaneus dan visceral). Flukonazol
digunakan sebagai lini pertama terapi kandidiasis mukotan.5 Pada pediatrik
digunakan untuk terapi tinea kapitis yang disebabkan Tinea tonsurans.
Dosis :6 mg/kg/hr selama 20 hari, dan 5 mg/kg/hr selama 30 hari. Tetapi
diberikan lebih lama pada infeksi Mycoplasma canis.
Sediaan : Flukonazol tersedia sediaan tablet 50 mg, 100 mg, 150 mg, dan
200mg; sediaan oral solusio 10 mg/ml dan 40 mg/ml dan dalam bentuk
sediaan intravena. Direkomendasikan pada anak-anak
 Varikonazol
Varikonazol mempunyai spektrum yang luas terhadap Aspergillus sp.,
Blastomyces dermatitidis, Candida sp, Candida spp flukonazol
resistant.,Cryptococcus neoforams, Fusarium sp., Histoplasma capsulatum,
dan Scedosporium apospermum.Tidak efektif terhadapZygomycetes.
Dosis :Pemberian pada kandidiasis esofageal dimulai dengan dosis oral 200
mg setiap 12 jam untuk berat badan > 40 kg dan 100 mg setiap 12 jam untuk
berat badan < 40 kg. Untuk aspergilosis invasif dan penyakit jamur, lainnya
yang disebabkan Scedosporium asiospermum dan Fussarium spp,
direkomendasikan loading dose 6 mg/kg IV setiap 12 jam untuk 24 jam
pertama, diikuti dengan dosis pemeliharaan 4 mg/kgBB setiap 12 jam dengan
pemberian intravena atau 200 mg setiap 12 jam per oral.9 Vorikonazol dapat
ditoleransi baik oleh manusia.
Efek samping :Efek toksik vorikonazol yang sering ditemukan adalah
gangguan penglihatan transien (30%). Meski dapat ditoleransi dengan baik,
pada 10-15% kasus ditemukan adanya abnormalitas fungsi hepar sehingga
dalam pemberian vorikonazol perlu dilakukan monitor fungsi
hepar.Vorikonazol bersifat teratogenik pada hewan dan kontraindikasi pada
wanita hamil.
 Posakonazol
Posakonazol memiliki kemampuan antijamur terluas saat ini.Tidak
ditemukan resistensi silang posakonazol dengan flukonazol. Posakonazol
merupakan satu-satunya golongan azol yang dapat menghambat jamur
golongan Zygomycetes. Posakonazol juga dapat digunakan dalam
pengobatan aspergilosis dan fusariosis.
Sediaan :Posakonazol hanya tersedia dalam bentuk suspensi oral
Dosis :dapat diberikan dengan rentang dosis 50-800 mg. Pemberian awal
posakonazol dibagi menjadi empat dosis guna mencapai level plasma adekuat.
Pemberian posakonazol dapat juga diberikan dua kali sehari pada keadaan
tidak membahayakan jiwa.Absorbsi posakonazol lebih baik bila diberikan
bersama dengan makanan atau suplemen nutrisi.

2. GOLONGAN ALILAMIN
 Terbinafin
Terbinafin merupakan anti jamur yang berspektrum luas.Efektif terhadap
dermatofit yang bersifat fungisidal dan fungistatik untuk Candida albican, s
tetapi bersifat fungisidal terhadap Candida parapsilosis. Terbinafin juga
efektif terhadap Aspergillosis sp., Blastomyces dermatitidis, Histoplasma
capsulatum, Sporothrix schenxkii dan beberapa dermatiaceous moulds. Pada
onikomikosis kuku tangan dan kaki dewasa yang disebabkan dermatofita,
pemberian terbinafin kontinyu lebih efektif daripada itrakonazol dosis pulse.
Oral terbinafin efektif untuk pengobatan dermatofitosis pada kulit dan
kuku.Dosis : terbinafin oral untuk dewasa yaitu 250 mg/hari, tetapi pada
pasien dengan gangguan hepar atau fungsi ginjal (kreatinin klirens < 50
ml/menit atau konsentrasi serum kreatinin > 300 µmol/ml) dosis harus
diberikan setengah dari dosis tersebut. Pengobatan tinea pedis selama 2
minggu, tinea korporis dan kruris selama 1-2 minggu, sedangkan infeksi pada
kuku tangan selama 3 bulan dan kuku kaki selama 6 bulan atau lebih.
Efek samping : pada gastrointestinal seperti diare, dispepsia, dan nyeri
abdomen. Terbinafin tidak direkomendasikan untuk pasien dengan penyakit
hepar kronik atau aktif.
3. GOLONGAN POLIEN
 Amfoterisin B
Amfoterisin B mempunyai aktifitas spektrum yang luas terhadap
Aspergillus sp., Mucorales sp., Blastomyces dermatitidid, candida sp.,
Coccidiodiodes immitis, Cryptococcus neoformans, Histoplasma capsulatum,
paracoccidioides brasiliensis, Penicillium marneffei. Sedangkan untuk
Aspergillus tereus, Fussarium sp., Malassezia furfur, Scedosporium sp., dan
Trichosporon asahii biasanya resisten.
Dosis :Kebanyakan pasien dengan infeksi mikosis dalam diberikan dosis 1-2
gr amfoterisin B deoksikolat selama 6-10 minggu. Orang dewasa dengan
fungsi ginjal yang normal diberikan dosis 0,6-1,0 mg/kg BB. Sebelum
pemberian obat, terlebih dahulu dites dengan dosis 1 mg amfoterisin B di
dalam 50 ml cairan dextrose dan diberikan selama 1-2 jam (anak-anak dengan
berat badan kurang dari 30 kg diberikan dosis 0,5 mg) kemudian diobservasi
dan dimonitor suhu, denyut jantung dan tekanan darah setiap 30 menit oleh
karena pada beberapa pasien dapat timbul reaksi hipotensi berat atau reaksi
anafilaksis. Dosis obat dapat ditingkatkan > 1mg/kgBB, tetapi tidak melebihi
50 mg. Setelah 2 minggu pengobatan, konsentrasi di dalam darah akan stabil
dan kadar obat di jaringan makin bertambah dan memungkinkan obat
diberikan pada interval 48 atau 72 jam. 4 Pemberian liposomal amfoterisin B
biasanya dimulai dengan dosis 1,0 mg/kg BB dapat ditingkatkan menjadi 3,0-
5,0 mg.kgBB atau lebih. Formula ini harus diberikan intravena dalam waktu 2
jam, jika ditoleransi baik maka waktu pemberian dapat dipersingkat menjadi 1
jam.
Efek samping :Obat ini berikan pada individu selama 3 bulan dengan dosis
kumulatif 15 g tanpa efek samping toksik yang signifikan. Dosis yang
dianjurkan adalah 3 mg/kbBB/hari.Dosis yang direkomendasikan untuk
pemberian amfoterisin B lipid kompleks yaitu 5 mg/kgBB dan diberikan
intravena dengan rata-rata 2,5 mg/kbBB/jam. Obat ini pernah diberikan pada
individu selama 11 bulan dengan dosis kumulatif 50 g tanpa efek samping
toksik yang signifikan.Dosis awal amfoterisin B dispersi koloid yaitu 1,0
mg/kgBB diberikan intravena dengan rata-rata 1 mg/kgBB/jam dan jika
dibutuhkan dosis dapat ditingkatkan menjadi 3,0-4,0 mg/kgBB. Obat ini
pernah diberikan pada individu dengan dosis kumulatif 3 g tanpa efek
samping toksik yang signifikan.Pemberian formula konvensional dengan cara
intravena dapat segera menimbulkan efek samping seperti demam, menggigil
dan badan menjadi kaku. Biasanya timbul setelah 1-3 jam pemberian obat.
Mual dan muntah dapat juga dijumpai tetapi jarang, sedangkan efek lokal
flebitis sering juga dijumpai.Efek samping toksik yang paling serius adalah
kerusakan tubulus ginjal. Kebanyakan pasien yang mendapat formula
konvensional sering menderita kerusakan fungsi ginjal terutama pada pasien
yang mendapat dosis lebih dari 0,5/kgBb/hari. Formula konvensional dapat
juga menyebabkan hilangnya potasium dan magnesium.Pasien yang mendapat
pengobatan lebih dari 2 minggu, dapat timbul anemia normokromik dan
normositik sedang.
 Nistatin
Nistatin merupakan antibotik yang digunakan sebagai antijamur,
diisolasi dari Streptomyces nourse pada tahun 1951.
Dosis :Untuk pengobatan kandidiasis oral , nistatin diberikan tablet
nistatin 500.000 unit setiap 6 jam. Suspensi nistatin oral terdiri dari
100.000 unit/ml yang diberikan 4 kali sehari dengan dosis pada bayi baru
lahir 1 ml, infant 2 ml dan dewasa 5 ml.

4. GOLONGAN EKINOKANDIN
 Kaspofungin
Kaspofungin mempunyai aktifitas spektrum yang terbatas.
Kaspofungin efektif terhadap Aspergillus fumigates, Aspergillus flavus
dan Aspergillus terreus. Kaspofungin mempunyai aktifitas yang berubah-
ubah terhadap Coccidioides immitis, Histoplasma capsulatum dan
dermatiaceous molds. Kaspofungin juga efektif terhadap sebagian besar
Candida sp., dengan efek fungisidal yang tinggi, tetapi dengan Candida
parpsilosis dan Candida krusei kurang efektif, dan resisten terhadap
Cryptococcus neoformans.
Dosis : Pada pasien aspergilosis, dosis yang dianjurkan 70 mg pada hari
pertama dan 50 mg/hari untuk hari selanjutnya. Setiap dosis harus
diberikan intravena melalui infus dalam periode 1 jam.Pasien dengan
kerusakan hepar sedang, direkomendasikan dosis kaspofungin diturunkan
menjadi 35 mg.
Efek samping :Efek samping yang sering dijumpai yaitu demam, adanya
ruam kulit, mual, muntah.
 Mikafungin
Pada tahun 2005, mikafungin disetujui FDA untuk terapi esofagitis
kandida pada pasien HIV.Pettengell et al. melaporkan pemberian
mikafungin 50-100 mg/hari menyebabkan respon total atau parsial pada
35 dari 36 pasien kandidiasis esophagus (97,2%) dan insiden efek simpang
hanya 2,8% (1 dari 36 pasien). Mikafungin juga bermanfaat untuk terapi
aspergilosis invasif.
Penelitian juga telah dilakukan untuk membandingkan efektifitas
mikafungin dengan flukonazol sebagai antijamur profilaksis pada 882
pasien yang menjalani transplantasi stem sel hemopoietik. Mikafungin
diberikan 50 mg/hari atau flukonazol 400 mg/hari secara acak selama
enam minggu. Hasil penelitian menunjukkan respon mikafungin sebagai
antijamur profilaksis lebih baik dibanding flukonazol (80% dibanding
73.5%; p = 0.025). Hasil ini konsisten terhadap semua subgroup termasuk
anak dan orang tua, pasien dengan netropenia persisten dan resipien
transplantasi alogenik dan autolog.
 Anindulafungin
Anindulafungin merupakan kelompok ekinokandin yang telah
disetujui FDA tahun 2006 untuk penatalaksanaan kandidiasis esophagus,
peritonitis dan abses intraabdomen disebabkan kandida.3 Suatu penelitian
terhadap 123 pasien kandidiasis invasif diacak untuk menerima sediaan
50, 75, atau 100 mg anindulafungin sekali sehari.

5. GOLONGAN ANTIJAMUR LAIN


 Flusitosin
Flusitosin efektif terhadap Candida sp., Cryptococcus neoformans,
Cladophialophora carrionii, Fonsecaea sp., Phialophora verrucosa.
Dosis : Pada orang dewasa dengan fungsi ginjal yang normal, pemberian
flusitosin diawali dengan dosis 100 mg/kg BB perhari, dibagi dalam 4
dosis dengan interval 6 jam namun jika terdapat gangguan ginjal
pemberian flusitosin diawali dengan dosis 25 mg/kgBB.
Efek samping:yang sering dijumpai yaitu mual,muntah dan diare.
Trombositopenia dan leukopenia dapat terjadi jika konsentrasi obat di
dalam darah meninggi, menetap (>100 mg/L) dan dapat juga dijumpai jika
obat dihentikan. Peninggian kadar transaminase dapat juga dijumpai pada
beberapa pasien tetapi dapat kembali normal setelah obat dihentikan.
 Griseofulvin
Griseofulvin mempunyai aktifitas spektrum yang terbatas hanya
untuk spesies Epidermophyton flocossum, Microsporum sp., dan
Trichophyton sp., yang merupakan penyebab infeksi jamur pada kulit,
rambut kuku. Griseofulvin tidak efektif terhadap kandidiasis kutaneus dan
pitiriasis versikolor.Griseofulvin terdiri atas 2 bentuk yaitu microsize
(mikrochryristallin) dan ultramicrosize (ultramicrochrystallin).
Bentuk ultramicrosize penyerapannya pada saluran pencernaan 1,5 kali
dibandingkan dengan bentuk microsize. Pada saat ini, griseofulvin lebih
sering digunakan untuk pengobatan tinea kapitis.Tinea kapitis lebih sering
dijumpai pada anak-anak disebabkan oleh Trychopyton tonsurans.
Dosis : pada anak-anak 20-25 mg/kg/hari (mikrosize), atau 15-20
mg/kg/hari (ultrasize) selama 6-8 minggu.8 Dosis griseofulvin (pemberian
secara oral) yaitu dewasa 500-1000 mg/ hari (microsize) dosis tunggal
atau terbagi dan 330-375 mg/hari ( ultramicrosize) dosis tunggal atau
terbagi.
Lama pengobatan : untuk tinea korporis dan kruris selama 2-4 minggu,
untuk tinea kapitis paling sedikit selama 4-6 minggu, untuk tinea pedis
selama 4-8 minggu dan untuk tinea unguium selama 3-6 bulan.
Efek samping : efek samping griseofulvin biasanya ringan berupa sakit
kepala, mual, muntah, dan nyeri abdomen. Timbulnya reaksi urtikaria dan
erupsi kulit dapat terjadi pada sebagian pasien

C. ANTI JAMUR TOPIKAL


1. GOLONGAN AZOL-IMIDAZOL
 Klotrimazol
Klotrimazol dapat digunakan untuk pengobatan dermatifitosis,
kandidiasis oral, kutaneus dan genital.
Dosis :Untuk pengobatan oral kandidiasis, diberikan oral troches (10 mg)
5 kali sehari selama 2 minggu atau lebih. Untuk pengobatan kandidiasis
vaginalis diberikan dosis 500 mg pada hari ke-1, 200 mg hari ke-2, atau
100 mg hari ke-6 yang dimasukkan ke dalam vagina. Untuk pengobatan
infeksi jamur pada kulit digunakan krim klotrimazol 1% dosis dan
lamanya pengobatan tergantung kondisi pasien, biasanya diberikan selama
2-4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari.
 Ekonazol
Ekonazol dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan
kandidiasis oral, kutaneus dan genital.
Dosis :Untuk pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan dosis 150 mg
yang dimasukkan ke dalam vagina selama 3 hari berurut-turut. Untuk
pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan ekonazol krim 1 %, dosis
dan lamanya tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-
4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari.Ekonazol penetrasi dengan cepat di
stratum korneum.Kurang dari 1% diabsorpsi ke dalam darah.Sekitar 3%
pasien mengalami eritema lokal, sensasi terbakar, tersengat, atau gatal.
 Mikonazol
Mikonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, pitiriasis
versikolor, serta kandidiasis oral, kutaneus dan genital.Mikonazol cepat
berpenetrasi pada stratum korneum dan bertahan lebih dari 4 hari setelah
pengolesan.Kurang dari 1% diabsorpsi dalam darah. Absorpsi kurang dari
1,3% di vagina.
Dosis : Pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan dosis 200 selama 7 hari
atau 100 mg selama 14 hari yang dimasukkan ke dalam vagina.
Pengobatan kandidiasis oral, diberikan oral gel (25 mg) 4 kali
sehari.Pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan mikonazol krim 2%,
dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya
diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari.
Efek samping:pemakaian topikal vagina adalah rasa terbakar, gatal atau
iritasi 7% kadang-kadang terjadi kram di daerah pelvis (0,2%), sakit
kepala, urtika, atau skin rash. Iritasi, rasa terbakar dan maserasi jarang
terjadi pada pemakaian kutaneus.Mikonazol aman digunakan pada wanita
hamil, meskipun beberapa ahli menghindari pemakaian pada kehamilan
trimester pertama.
 Ketokonazol
Ketokonazol mempunyai ikatan yang kuat dengan keratin dan
mencapai keratin dalam waktu 2 jam melalui kelenjar keringat ekrin.
Penghantaran akan menjadi lebih lambat ketika mencapai lapisan basal
epidermis dalam waktu 3-4 minggu. Konsentrasi ketokonazol masih tetap
dijumpai, minimal 10 hari setelah obat dihentikan.Ketokonazol digunakan
untuk pengobatan dermatofitosis, pitiriasis versikolor, kutaneus
kandidiasis dan dapat juga untuk pengobatan dermatitis seboroik.
Dosis : Pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan krim ketokonazol
1%, dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien,
biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan sekali sehari
sedangkan pengobatan dermatitis seboroik dioleskan 2 kali sehari.
Pengobatan pitiriasis versikolor menggunakan ketokonazol 2% dalam
bentuk shampoo sebanyak 2 kali seminggu selama 8 minggu.
 Sulkonazol
Sulkonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan
kandidiasis kutaneus.
Dosis :Pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan sulkonazol krim
1%. Dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien,
biasanya untuk pengobatan tinea korporis , tinea kruris ataupun pitiriasis
versikolor dioleskan 1 atau 2 kali sehari selama 3 minggu dan untuk tinea
pedis dioleskan 2 kali sehari selama 4 minggu.
 Terkonazol
Terkonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan
kandidiasis kutaneus dan genital.
Dosis : Pengobatan kandidiasis vaginalis yang disebabkan Candida
albicans, digunakan terkonazol krim vagina 0,4% (20 gr terkonazol) yang
dimasukkan ke dalam vagina menggunakan aplikator sebelum waktu tidur,
1 kali sehari selama 3 hari berturutturut dan vaginal supositoria dengan
dosis 80 mg terkonazol, dimasukkan ke dalam vagina, 1 kali sehari
sebelum waktu tidur selama 3 hari berturut-turut.
 Tiokonazol
Tiokonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis serta
kandidiasis kutaneus dan genital.
Dosis :Untuk pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan dosis tunggal
sebanyak 300 mg dimasukkan ke dalam vagina. Untuk infeksi pada kulit
digunakan tiokonazol krim 1%, dosis dan lamanya pengobatan tergantung
kondisi pasien, biasanya untuk pengobatan tinea korporis dan kandidiasis
kutaneus biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali
sehari. Untuk tinea pedis dioleskan 2 kali sehari selama 6 minggu, untuk
tinea kruris dioleskan 2 kali sehari selama 2 minggu dan untuk pitirisis
versikolor dioleskan 2 kali sehari selama 1-4 minggu.1
 Sertakonazol
Sertakonazol dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis
dan candida sp, digunakan sertakonazol krim 2%, dioleskan 1-2 kali sehari
selama 4 minggu.

2. GOLONGAN ALILAMIN/BENZILAMIN
 Naftifin
Naftifin dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan
Candida sp.,
Dosis :Untuk pengobatan digunakan krim naftifin hidroklorida krim 1%
dioleskan 1 kali sehari selama 1 minggu.
 Terbinafin
Terbinafin dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis,
pitiriasis versikolor dan kandidiasis kutaneus.
Digunakan :Digunakan terbinafin krim 1% yang dioleskan 1 atau 2 kali
sehari. Untuk pengobatan tinea korporis dan tinea kruris digunakan selama
1-2 minggu, untuk tinea pedis selama 2-4 minggu, untuk kandidiasis
kutaneus selama 1-2 minggu dan untuk pitiriasis versikolor selama 2
minggu.
 Butenafin
Butenafin merupakan golongan benzilamin aktifitas antijamurnya
sama dengan golongan alilamin. Butenafin bersifat fungisidal terhadap
dermatofita.
Dosis :dapat digunakan untuk pengobatan tinea korporis, tinea kruris dan
tinea pedis, dioleskan 1 kali sehari selama 4 minggu.
3. GOLONGAN POLIEN
 Nistatin
Pengobatan kandidiasis kutis dapat digunakan nistatin topikal pada
kulit atau membrane mukosa (rongga mulut, vagina).Nistatin biasanya
tidak bersifat toksik tetapi kadang-kadabng dapat timbul mual, muntah dan
diare jika diberikan dengan dosis tinggi.
Dosis :Untuk pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan 1 atau 2 vaginal
suppossitoria (100.000 setiap unitnya) yang diberikan selama kurang lebih
14 hari.
4. ANTIJAMUR GOLONGAN LAIN
 Asam Undesilenat
Asam undesilenat bersifat fungistatik, dapat juga bersifat
fungisidal apabila terpapar lama dengan konsentrasi yang tinggi pada agen
jamur. Tersedia dalam bentuk salep, krim, bedak spray powder , sabun,
dan cairan. Salap asam undesilenat mengandung 5% asam undesilenat dan
20% zinc undesilenat. Zinc bersifat astringent yang menekan inflamasi.
Preparat ini digunakan untuk mengatasi dermatomikosis, khususnya tinea
pedis.Efektifitas masih lebih rendah dari imidazol, haloprogin atau
tolnaftat.Preparat ini juga dapat digunakan pada ruam popok, dan tinea
kruris.
 Salep Whitefield
Pada tahun 1970, Arthur Whitefield membuat preparat salep yang
mengandung 12% asam benzoate dan 6% asam salisilat. Kombinasi ini
dikenal dengan salep Whitefield .Asam benzoat bekerja sebagai
fungistatik, dan asam salisilat sebagai keratolitik sehingga menyebabkan
deskuamasi keratin yang mengandung jamur.Preparat nini sering
menyebabkan iritasi khususnya jika dipakai pada permukaan kulit yang
luas.Selain itu absorpsi secara sistemik dapat terjadi, dan menyebabkan
toksisitas asam salisilat, khususnya pada pasien yang mengalami gagal
ginjal.Digunakan untuk mengatasi tinea pedis, dan tinea kruris.
 Amorolfin
Amorolfin merupakan phenylpropylpiperidine. Bekerja dengan
cara menghambat biosintesis ergosterol jamur.
Dosis :Aktifitas spektrumnya luas, dapat digunakan untuk pengobatan
tinea korporis, tinea kruris, tinea pedis dan onikomikosis. Untuk infeksi
jamur pada kulit amorolfin dioleskan satu kali sehari selama 2-3 minggu
sedangkan untuk tinea pedis selama 6 bulan. Amorolfin 5% nail lacquaer
diberikan sebagai monoterapi pada onikomikosis ringan tanpa adanya
keterlibatan matriks.
Diberikan satu atau dua kali seminggu selama 6-12 bulan.Pemakaian
amorolfin 5% pada pengobatan jamur memiliki angka kesembuhan 60-
76% dengan pemakaian satu atau dua kali seminggu. Kuku tangan
dioleskan satu atau dua kali setiap minggu selama 6 bulan sedangkan kuku
kaki harus digunakan selama 9-12 bulan.5
 Siklopiroks olamin
Siklopiroks olamin adalah antijamur sintetik hydroxypyridone,
bersifat fungisidal, sporisida dan memiliki penetrasi yang baik pada kulit
dan kuku. Siklopiroks efektif untuk pengobatan tinea korporis, tinea
kruris, tinea pedis, onikomikosis, kandidiasis kutaneus dan pitiriasis
versikolor. Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit harus dioleskan 2
kali sehari selama 2-4 minggu sedangkan untuk pengobatan onikomikosis
digunakan siklopiroks nail lacquer 8%. Setelah dioleskan pada permukaan
kuku yang sakit, larutan tersebut akan mengering dalam waktu 30-45
detik, zat aktif akan segera dibebaskan dari pembawa berdifusi menembus
lapisan lempeng kuku hingga ke dasar kuku ( nail bed ) dalam beberapa
jam sudah mencapai kedalaman 0,4 mm dan secara penuh akan dicapai
setelah 24-48 jam pemakaian. Kadar obat akan mencapai kadar fungisida
dalam waktu 7 hari sebesar 0,89 ±0,25 mikrogram tiap milligram material
kuku. Kadar obat akan meningkat terus hingga 30-45 hari setelah
pemakaian dan selanjutnya konsentrasi akan menetap yakni sebesar 50
kali konsentrasi obat minimal yang berefek fungisidal. Konsentrasi obat
yang berefek fungisidal ditemukan di setiap lapisan kuku.7 Sebelum
pemakaian cat kuku siklopiroks, terlebih dahulu bagian kuku yang
terinfeksi diangkat atau dibuang, kuku yang tersisa dibuat kasar kemudian
dioleskan membentuk lapisan tipis. Dilakukan setiap 2 hari sekali selama
bulan pertama, setiap 3 hari sekali pada bulan kedua dan seminggu sekali
pada bulan ketiga hingga bulan keenam pengobatan.Pemakaian cat kuku
dianjurkan tidak lebih dari 6 bulan.
 Haloprogin
Haloprogin merupakan halogenated phenolic, efektif untuk
pengobatan tinea korporis, tinea kruris, tinea pedis dan pitiriasis
versikolor, dengan konsentrasi 1% dioleskan 2 kali sehari selama 2-4
minggu.
 Timol
Timol adalah antiseptik yang larut dalam alkohol efektif dalam
bentuk tingtur untuk mengobati onikolisis.Timol bekerja sebagai
antiseptik membunuh organisme pada saat alkohol menguap.Tidak
tersedia preparat komersil; ahli farmakologi mencampur 2- 4% timol ke
dalam larutan dasar seperti etanol 95% dan mengendap di dasar botol.
Pemakaiannya jari ditegakkan vertikal lalu diteteskan solusio sampai
menyentuh hiponikium, gaya gravitasi dan tekanan permukaan secara
cepat mendistribusikan timol ke bagian terdalam dari ruang subungual.
Penggunaan timol beresiko iritasi, dan memiliki bau yang tidak
menyenangkan.
 Castellani’s paint
Castellani’s paint (carbol fuchsin paint) memiliki aktifitas
antijamur dan antibacterial. Digunakan sebagai terapi tinea pedis,
dermatitis seboroik, tinea imbrikata.Efek sampingnya adalah iritasi dan
reaksi toksik terhadap fenol.15 8. Alumunium Chloride Alumunium
Chloride 30% memiliki efikasi mirip dengan Castellani’s paint pada terapi
tinea pedis.15
 Gentian Violet
Gentian violet adalah triphenylmethane (rosaniline) dye. Produk
yang dipasarkan mengandung 4% tetramethyl dan pentamethyl congeners
campuran ini membentuk kristal violet. Solusio gentian violet dengan
konsentrasi 0,5-2% digunakan pada infeksi jamur mukosa. Gentian violet
memiliki efek antijamur dan antibaterial.15
 Potassium Permanganat
Potassium permanganat tidak memiliki aktifitas antijamur. Pada
pengenceran 1:5000 sering digunakan untuk meredakan inflamasi akibat
kandidiasi intertriginosa. 15
 Selenium Sulphide Losio 2,5%
selenium sulphide untuk terapi pitiriasis versikolor dan dermatitis
seboroik.
Dosis : Penggunaan losio selama 10 menit satu kali sehari selama
pemakaian 7 hari, tidak terjadi absorpsi perkutaneus yang signifikan.
Selenium sulphide 2,5% dalam bentuk sampo dapat menyebabkan iritasi
pada kulit kepala atau perubahan warna rambut. Losio selenium sulphide
juga digunakan sebagai sampo pada tinea kapitis yang telah diberikan
terapi oral griseofulvin.15
 Zinc Pyrithione
Zinc pyrithione adalah antijamur dan antibakteri yang digunakan
mengatasi pitiriasis sika. Sampo zinc pyrithione 1% efektif pada terapi
pitiriasis versikolor yang dioleskan setiap hari selama 2 minggu. 15
 Sodium Thiosulfate dan Salicylic Acid Solusio 25%
Sodium thiosulfate dikombinasi dengan 1% salicylic acid tersedia
preparat komersial dan digunakan pada tinea versikolor.15
 Prophylen Glycol

Prophylen glycol (50% dalam air) telah digunakan untuk


mengatasi pitiriasis versikolor. Prophylen glycol 4-6% sebagai agen
keratolitik, yang secara in vitro bersifat fungistatik terhadap Malassezia
furfur kompleks (bentuk dari Pityrosporum spp). Solusio propylene
glycol-urea- asam laktat juga telah digunakan untuk onikomikosis.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Obat anti jamur atau obat anti mikotik adalah obat yang digunakan untuk
mengobati dua jenis infeksi jamur, yakni infeksi jamur superficial pada kulit atau selaput
lender dan infeksi jamur sistemik pada paru paru atau system saraf pusat. Menurut
indikasi klinik obat obat anti jamur dibagi atas dua golongan, yaitu golongan anti jamur
untuk infeksi sistemik dan golongan anti jamur untuk infeksi dermatofit dan mukokutan
(topikal).
Yang termasuk golongan obat anti jamur sistemik adalah golongan azol, golongan
polien, golongan ekinokandin dan golongan antijamur lain. Sedangkan golongan
antijamur topical adalah golongan azol-imidazol, golongan alilamin/benzilamin,
golongan polien dan golongan lain.

B. SARAN

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan. Karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan serta referensi yang ada. Kami berharap
pembaca dapat member kritik dan sasaran yang membangun kepada penulis demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi penulis , khususnya para
pembaca pada umumnya.

Anda mungkin juga menyukai