MAKALAH
Disusun oleh:
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
JANUARI 2018
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam Mata Kuliah Penyakit Parasiter
Veteriner. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah
ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN ………………………………………………………………… 4
BAB II
PEMBAHASAN …………………………………………………………………... 6
BAB III
PENUTUP ………………………………………………………………………… 11
3. 2 Saran ………………………………………………………………………...… 11
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat disusun tujuan penulisan sebagai berikut;
1. Untuk mengetahui klasifikasi Encephalitozoon intestinalis?
2. Untuk mengetahui cara Encephalitozoon intestinalis dapat menyebabkan patogensis?
3. Untuk mengetahui cara penularan Encephalitozoon intestinalis?
4. Untuk mengetahui gejala klinis penyakit yang disebabkan oleh Encephalitozoon
intestinalis?
5. Untuk mengetahui cara mengdiagnosa penyakit yang disebabkan oleh Encephalitozoon
intestinalis?
6. Untuk mengetahui cara mengobati dan mencegah penyakit yang disebabkan oleh
Encephalitozoon intestinalis?
5
BAB II
PEMBAHASAN ISI
2.1 Klasifikasi
2.1.1 Taxonomy
Kingdom : Fungi
Filum : Microsporidia
Kelas : Microsporea
Ordo : Microsporida
Family : Enterocytozoonidae
Genus : Encephalitozoon
2.1.2 Morfologi
Jamur jenis intraseluler obligat yang berkembang dan hidup langsung
pada sitoplasma inang. Memiliki organel sel yang unuk yaitu electron-lucent
inclusions dan electron-dense disks. Kedua organel merupakan multinukleat
plasmodial sel yang kontak langsung dengan sitoplasma hospes. Elektron dense
disks terbentuk dari permukanaan lucent inclusions, sering berbentuk tumpukan
piringan kecil yang mengandung inti bulat. Kemudian disk melebur dam
membentuk filamen polar spora. Ditemukannya berkas polar pada plasmodium
merukan ciri khusus untuk menjadi diagnostik enterocytozoon (septata).
Spora
6
Spora Encephalitozoon intestinalis dan membentuk bentuk di dalam vakuola
parasitofor yang terpisah. Vakuola adalah ciri khas dari spesies microsporidian ini.
7
2.2 Patogenesis dan Penularan
Patogenisitas mikrosporidial pada pasien imunokompeten masih kurang
dipahami, juga dikarenakan adanya kesulitan dalam diagnosa. Dalam literatur,
ditemukan beberapa kasus microsporidia usus yang dilaporkan tanpa adanya
imunodefisiensi yang terbukti berdasarkan tes HIV negatif. E. bieneusi adalah spesies
yang dominan, menyebabkan diare yang mereda secara spontan dalam waktu kurang
dari 6 minggu. Satu kasus tunggal infeksi E. intestinalis berkaitan dengan pasien
homoseksual yang pasangannya juga pembawa parasit (Microbiol, 1998).
Mikrosporidia adalah jamur oportunistik intraseluler obligat yang menyebabkan
patologi yang bermakna pada inang yang kekebalan tubuhnya terganggu. Seperti
patogen intraseluler obligat lainnya, mikrosporidia memberikan tekanan signifikan
pada sel inang yang terinfeksi. Infeksi mikrosporidia mengubah regulasi siklus sel
inang dan dapat menyebabkan perkembangan sel inang berinti banyak. Parasit ini
adalah penyebab penting penyakit pada pasien yang terinfeksi HIV dan sekarang
semakin dikenal sebagai patogen pada pasien yang tidak terinfeksi HIV dengan atau
tanpa imunosupresi (Sharma, 2005).
Perkembangan terbaru dalam genomik microsporidian telah menekankan
adaptasi yang luar biasa dari organisme ini untuk parasitisme intraseluler. Kehadiran
infeksi pada kekebalan yang dikompromikan, dan lebih mencolok, pada individu yang
berkemampuan imun, menyiratkan bahwa parasit mikrosporidian telah
mengembangkan mekanisme untuk menghindari atau memodulasi respon imun inang
dan dengan demikian menjamin kelangsungan hidupnya. Encephalitozoon intestinalis
salah satu agen penyebab paling penting dari mikrosporidiosis manusia dan merupakan
merupakan mekanisme penghindaran kekebalan tubuh yang penting yang ditunjukkan
oleh parasit ini.
Sumber-sumber mikrosporidia yang menginfeksi manusia dan cara
penularannya, terutama untuk E. intestinalis, tetap tidak pasti. Orang atau hewan yang
terinfeksi mikrosporidia melepaskan spora ke lingkungan melalui tinja, urin, dan
ekskresi pernapasan yang semuanya bisa menjadi sumber infeksi. Data epidemiologis
terbatas, dan ada data langka tentang hewan sebagai inang potensial reservoir untuk
mikrosporidia yang menginfeksi manusia (Llinares, 1998).
Penularan fecal-oral adalah rute yang memungkinkan terjadinya infeksi pada
manusia dengan microsporidiosis usus. Temuan okular adalah bagian dari infeksi
sistemik yang mungkin melibatkan sinus, saluran pernapasan atau saluran pencernaan.
8
E intestinalis menyebabkan enteritis, diare, perforasi usus kecil, kolangitis, kolesistitis,
nefritis, bronkitis, sinusitis, rinitis, keratokonjungtivitis, infeksi yang menyebar
(Sharma, 2005).
9
2.4 Pengobatan dan Pencegahan
2.4.1 Pengobatan
Encephalitozoon (Septata) intestinalis, sebuah microsporidian yang
ditemukan di saluran usus pasien AIDS. Protozoa ini menyebabkan
mikrosporidiosis intestin adalah infeksi usus oportunistik yang menyebabkan
diare dan terjadi pada orang yang terkena HIV /AIDS. (Chu, 1996). Pengobatan
yang dapat dilakukan adalah pengobatan dengan albendazole, yang juga dapat
menyembuhkan diare kronis yang terkait dengan infeksi ini. Pengobatan dengan
albendazole ini dapat berhasil menghilangkan infeksi dalam beberapa kasus
yang pernah ada. (Chu, 1996).
Pada kasus yang sama pengobatan juga dilakukan pemberian Pengobatan
dengan azitromisin (250 mg tiga kali sehari selama 4 minggu), metronidazole
(500 mg tiga kali sehari selama 4 minggu), loperamide, dan tinctura opii, namun
gagal meningkatkan kondisi pasien. Dengan terapi albendazole (400 mg tiga
kali sehari selama 2 minggu lendir hidung dan gejala sinus membaik. Namun,
diare tetap ada, dan tinja tetap positif untuk ookista cryptosporidial. Setelah
pengobatan albendazole, spesimen tinja, lendir hidung, dan urin menjadi negatif
untuk spora microsporidian. (Sobottka, 1995).
2.4.2 Pencegahan
Inaktivasi mikrosporidian dengan panas dan disinfektan kimia sangat
penting, karena mikrosporidial sangat tahan terhadap lingkungan dan beberapa
studi epidemiologi telah mengidentifikasi bahwa kontak air sebagai faktor
risiko untuk mikrosporidiosis. Hal terpenting yang dapat mencegah infeksi ini
adalah dengan selalu menjaga kebersihan agar dapat terhindar dari berbagai
penyakit. (Furuya, 2009).
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Encephalitozoon intestinalis merupakan jamur yang termasuk jamur jenis
intraselluler obligat yang berkembang dan hidup langsung pada sitoplasma inang.
Mikrosporidia adalah jamur oportunistik intraseluler obligat yang menyebabkan
patologi yang bermakna pada inang yang kekebalan tubuhnya terganggu. Parasit ini
adalah penyebab penting penyakit pada pasien yang terinfeksi HIV dan sekarang
semakin dikenal sebagai patogen pada pasien yang tidak terinfeksi HIV dengan atau
tanpa imunosupresi. Enterosytozoon bieneusi dan Septate intestinalis sebagai penyebab
diare dan malabsorpsi pada pasien penyakit AIDS.
3.2 Saran
Dari pembuatan makalah ini ada beberapa hal yang perlu diperbaiki diantaranya
mahasiswa harus selalu mengikuti perkembangan informasi mengenai Enchelopatizoon
dikarenakan banyaknya kasus-kasus baru yang disebabkan jadi agar dapat memberikan
pengobatan yang tepat.
11
DAFTAR PUSTAKA
Atmojo, N.S. 2010. UJI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ETIL ASETAT BUAH CEREMAI
(Phyllanthus acidus (L.) Skeels TERHADAP Candida albicans dan Trichophyton rubrum.
Surakarta : Universitas Negeri Surakarta
Cali ann, ronald C and peter M. microsporidiosis : topics on the pathology of protozoan and
invensive atrophods deiseases. Ebook.
12