Anda di halaman 1dari 12

PENYAKIT PARASIT YANG DISEBABKAN OLEH

ENCEPHALITOZOON INTESTINALIS (SEPTATA INTESTINALIS)

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penyakit Parasiter Veteriner

Disusun oleh:

Dhea Salsabila 175130100111051

Jenny Hermanto 175130100111058

Asyrafun Nisa 175130100111059

Malinda Gunda H. 175130107111036

Labib Robani M. 175130107111041

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

JANUARI 2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam Mata Kuliah Penyakit Parasiter
Veteriner. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah
ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Malang, 02 Februari 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………... 2

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………. 3

BAB I

PENDAHULUAN ………………………………………………………………… 4

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………..………... 4

1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………...………. 4

1.3 Tujuan Makalah………………………………………………………………… 5

BAB II

PEMBAHASAN …………………………………………………………………... 6

2.1 Klasifikasi ..........………….…….………………..……………………………. 6

2.2 Patogenensis dan Cara Penularan..………………………………….………….. 8

2.3 Diagnosa dan Gejala Klinis .…………….........……………………………….. .9

2.4 Pengobatan dan Pencegahan ..…………………………………………………. 10

BAB III

PENUTUP ………………………………………………………………………… 11

3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………. 11

3. 2 Saran ………………………………………………………………………...… 11

DAFTAR PUSTAKA …………………………………….………………….…… 11

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jamur merupakan salah satu penyebab infeksi pada penyakit terutama di negara-negara
tropis. Penyakit kulit akibat jamur merupakan penyakit kulit yang sering muncul di tengah
masyarakat Indonesia. Iklim tropis dengan kelembaban udara yang tinggi di Indonesia
sangat mendukung pertumbuhan jamur. Banyaknya infeksi jamur juga didukung oleh
masih banyaknya masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan sehingga
masalah kebersihan lingkungan, sanitasi dan pola hidup sehat kurang menjadi perhatian
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia (Atmojo, 2010).
Encelophalitozoon intestinalis termasuk jenis jamur interseluler obligate yang dapat
menyebabkan penyakit mikrosporidiasis. Jamur ini pada umumnya sangat patogen
terhadap pasien yang menderita aids dan dapat menyerang pada hean vertebrata maupun
invertebrata (Sharma, 2005).
Hal inilah yang mendorong pentingnya monitoring atas perjangkitan suatu penyakit
yang kemudian memerlukan pemahaman mengenai jamur secara lingkup luas, karena
perkembangan jamur yang cepat, sehingga dari situ dapat dilakukan pencegahan dan terapi
tepat terhadap persebaram jamur dan infeksi yang disebabkan jamur.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut;
1. Bagaimana klasifikasi Encephalitozoon intestinalis?
2. Bagaimana Encephalitozoon intestinalis dapat menyebabkan patogensis?
3. Bagaimana cara penularan Encephalitozoon intestinalis?
4. Bagaimana gejala klinis penyakit yang disebabkan olehh Encephalitozoon intestinalis?
5. Bagaimana cara mengdiagnosa penyakit yang disebabkan oleh Encephalitozoon
intestinalis?
6. Bagaimana cara mengobati dan mencegah penyakit yang disebabkan oleh
Encephalitozoon intestinalis?

4
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat disusun tujuan penulisan sebagai berikut;
1. Untuk mengetahui klasifikasi Encephalitozoon intestinalis?
2. Untuk mengetahui cara Encephalitozoon intestinalis dapat menyebabkan patogensis?
3. Untuk mengetahui cara penularan Encephalitozoon intestinalis?
4. Untuk mengetahui gejala klinis penyakit yang disebabkan oleh Encephalitozoon
intestinalis?
5. Untuk mengetahui cara mengdiagnosa penyakit yang disebabkan oleh Encephalitozoon
intestinalis?
6. Untuk mengetahui cara mengobati dan mencegah penyakit yang disebabkan oleh
Encephalitozoon intestinalis?

5
BAB II

PEMBAHASAN ISI

2.1 Klasifikasi
2.1.1 Taxonomy
Kingdom : Fungi
Filum : Microsporidia
Kelas : Microsporea
Ordo : Microsporida
Family : Enterocytozoonidae
Genus : Encephalitozoon

2.1.2 Morfologi
Jamur jenis intraseluler obligat yang berkembang dan hidup langsung
pada sitoplasma inang. Memiliki organel sel yang unuk yaitu electron-lucent
inclusions dan electron-dense disks. Kedua organel merupakan multinukleat
plasmodial sel yang kontak langsung dengan sitoplasma hospes. Elektron dense
disks terbentuk dari permukanaan lucent inclusions, sering berbentuk tumpukan
piringan kecil yang mengandung inti bulat. Kemudian disk melebur dam
membentuk filamen polar spora. Ditemukannya berkas polar pada plasmodium
merukan ciri khusus untuk menjadi diagnostik enterocytozoon (septata).

Spora

6
Spora Encephalitozoon intestinalis dan membentuk bentuk di dalam vakuola
parasitofor yang terpisah. Vakuola adalah ciri khas dari spesies microsporidian ini.

2.1.3 Siklus Hidup


Bentuk infektif dari microsporidia adalah spora yang dapat bertahan lama
lingkungan.
1. Spora mengekstruksi tubulus pular dan menginfeksi sel inang.
2. Spora menyuntikkan sporoplasma infektif ke dalam sel inang
eukariotik melalui tubulus polar.
3. Di dalam sel, sporoplasma mengalami multipikasi yang luas baik
dengan merogoni (pembelahan biner ) atau skizogoni (pembelahan
ganda).
4. Perkembangan terjadi dalam sitoplasma inang atau vakuola
parasitophorus. Bermikrospiridia berkembang dalam sitoplasma atau
vakuola hingga matang.
5. Selama sporogoni,dinding tebal terbentuk disekitar yang memberikan
ketahanan terhadap kondisi lingkungan yang merugikan.
6. Ketika spora bertambah jumlahnya dan sepenuhnya mengisi
sitoplasma sel inang, membran sel terganggu dan melepaskan spora ke
sekitarnya.
7. Spora yang telah dewasa ini dapat menginfeksi sel-sel baru sehingga
melanjutkan siklus.

7
2.2 Patogenesis dan Penularan
Patogenisitas mikrosporidial pada pasien imunokompeten masih kurang
dipahami, juga dikarenakan adanya kesulitan dalam diagnosa. Dalam literatur,
ditemukan beberapa kasus microsporidia usus yang dilaporkan tanpa adanya
imunodefisiensi yang terbukti berdasarkan tes HIV negatif. E. bieneusi adalah spesies
yang dominan, menyebabkan diare yang mereda secara spontan dalam waktu kurang
dari 6 minggu. Satu kasus tunggal infeksi E. intestinalis berkaitan dengan pasien
homoseksual yang pasangannya juga pembawa parasit (Microbiol, 1998).
Mikrosporidia adalah jamur oportunistik intraseluler obligat yang menyebabkan
patologi yang bermakna pada inang yang kekebalan tubuhnya terganggu. Seperti
patogen intraseluler obligat lainnya, mikrosporidia memberikan tekanan signifikan
pada sel inang yang terinfeksi. Infeksi mikrosporidia mengubah regulasi siklus sel
inang dan dapat menyebabkan perkembangan sel inang berinti banyak. Parasit ini
adalah penyebab penting penyakit pada pasien yang terinfeksi HIV dan sekarang
semakin dikenal sebagai patogen pada pasien yang tidak terinfeksi HIV dengan atau
tanpa imunosupresi (Sharma, 2005).
Perkembangan terbaru dalam genomik microsporidian telah menekankan
adaptasi yang luar biasa dari organisme ini untuk parasitisme intraseluler. Kehadiran
infeksi pada kekebalan yang dikompromikan, dan lebih mencolok, pada individu yang
berkemampuan imun, menyiratkan bahwa parasit mikrosporidian telah
mengembangkan mekanisme untuk menghindari atau memodulasi respon imun inang
dan dengan demikian menjamin kelangsungan hidupnya. Encephalitozoon intestinalis
salah satu agen penyebab paling penting dari mikrosporidiosis manusia dan merupakan
merupakan mekanisme penghindaran kekebalan tubuh yang penting yang ditunjukkan
oleh parasit ini.
Sumber-sumber mikrosporidia yang menginfeksi manusia dan cara
penularannya, terutama untuk E. intestinalis, tetap tidak pasti. Orang atau hewan yang
terinfeksi mikrosporidia melepaskan spora ke lingkungan melalui tinja, urin, dan
ekskresi pernapasan yang semuanya bisa menjadi sumber infeksi. Data epidemiologis
terbatas, dan ada data langka tentang hewan sebagai inang potensial reservoir untuk
mikrosporidia yang menginfeksi manusia (Llinares, 1998).
Penularan fecal-oral adalah rute yang memungkinkan terjadinya infeksi pada
manusia dengan microsporidiosis usus. Temuan okular adalah bagian dari infeksi
sistemik yang mungkin melibatkan sinus, saluran pernapasan atau saluran pencernaan.

8
E intestinalis menyebabkan enteritis, diare, perforasi usus kecil, kolangitis, kolesistitis,
nefritis, bronkitis, sinusitis, rinitis, keratokonjungtivitis, infeksi yang menyebar
(Sharma, 2005).

2.3 Diagnosa dan Gejala Klinis


2.3.1 Diagnosa
Mikrosporidia adalah protozoa intraseluler obligat yang memiliki rentan
hospes yang lebar, mulai dari invertebrate hingga vertebrata. Penelitian-
penelitian terbaru telah mengaitkan microsporidia baru , Enterosytozoon
bieneusi dan septate intestinalis sebagai penyebab diare dan malabsorpsi pada
pasien penyakit AIDS . (Cook, 1995) Diagnosa membutuhkan bantuan
mikroskop electron untuk melihat spesimen biopsi usus halus, Berbagai
spesimen klinis yang dapat digunakan untuk diagnosis mikrosporidiosis adalah
: tinja, urin, sputum, bilasan bronkoaveolar, sekresi nasal, cairan serebrospinal
dan biopsi jaringan. Pada pasien dengan Mikrosporidiosis diseminata,
sebaiknya spesimen urin selalu diperiksa. Spora mikrosporidia sering
dikeluarkan secara periodik, maka untuk pemeriksaan urin sebaiknya urin 24
jam. Pemeriksaan 3 tinja dalam sehari selama 3 hari perlu untuk menetapkan
diagnosis mikropsoridiosis. Aspirasi duodenum juga dapat digunakan untuk
diagnosis infeksi intestinal. bisa juga dengan menggunakan uji serologis yang
merupakan renspon serologi terhadap infeksi kronis.

2.3.2 Gejala Klinis


Penyakit yang disebabkan oleh septate intestinalis mempunyai gejala
klinis bagi penderitanya yaitu dengan mengalami diare, malabsorpsi dan juga
dapat menginfeksi kolon. Pada spesies ini juga dapat menginfeksi saluran
nafas bagian atas yang dapat menimbulkan sinusitis, nefritis, keratitis, dan
pneumonia. Biasanya gejala ini timbul pada penderita AIDS dengan jumlah
CD4+ <100 sel/µl. ( Didier, 1996 ).

9
2.4 Pengobatan dan Pencegahan
2.4.1 Pengobatan
Encephalitozoon (Septata) intestinalis, sebuah microsporidian yang
ditemukan di saluran usus pasien AIDS. Protozoa ini menyebabkan
mikrosporidiosis intestin adalah infeksi usus oportunistik yang menyebabkan
diare dan terjadi pada orang yang terkena HIV /AIDS. (Chu, 1996). Pengobatan
yang dapat dilakukan adalah pengobatan dengan albendazole, yang juga dapat
menyembuhkan diare kronis yang terkait dengan infeksi ini. Pengobatan dengan
albendazole ini dapat berhasil menghilangkan infeksi dalam beberapa kasus
yang pernah ada. (Chu, 1996).
Pada kasus yang sama pengobatan juga dilakukan pemberian Pengobatan
dengan azitromisin (250 mg tiga kali sehari selama 4 minggu), metronidazole
(500 mg tiga kali sehari selama 4 minggu), loperamide, dan tinctura opii, namun
gagal meningkatkan kondisi pasien. Dengan terapi albendazole (400 mg tiga
kali sehari selama 2 minggu lendir hidung dan gejala sinus membaik. Namun,
diare tetap ada, dan tinja tetap positif untuk ookista cryptosporidial. Setelah
pengobatan albendazole, spesimen tinja, lendir hidung, dan urin menjadi negatif
untuk spora microsporidian. (Sobottka, 1995).

2.4.2 Pencegahan
Inaktivasi mikrosporidian dengan panas dan disinfektan kimia sangat
penting, karena mikrosporidial sangat tahan terhadap lingkungan dan beberapa
studi epidemiologi telah mengidentifikasi bahwa kontak air sebagai faktor
risiko untuk mikrosporidiosis. Hal terpenting yang dapat mencegah infeksi ini
adalah dengan selalu menjaga kebersihan agar dapat terhindar dari berbagai
penyakit. (Furuya, 2009).

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Encephalitozoon intestinalis merupakan jamur yang termasuk jamur jenis
intraselluler obligat yang berkembang dan hidup langsung pada sitoplasma inang.
Mikrosporidia adalah jamur oportunistik intraseluler obligat yang menyebabkan
patologi yang bermakna pada inang yang kekebalan tubuhnya terganggu. Parasit ini
adalah penyebab penting penyakit pada pasien yang terinfeksi HIV dan sekarang
semakin dikenal sebagai patogen pada pasien yang tidak terinfeksi HIV dengan atau
tanpa imunosupresi. Enterosytozoon bieneusi dan Septate intestinalis sebagai penyebab
diare dan malabsorpsi pada pasien penyakit AIDS.

3.2 Saran
Dari pembuatan makalah ini ada beberapa hal yang perlu diperbaiki diantaranya
mahasiswa harus selalu mengikuti perkembangan informasi mengenai Enchelopatizoon
dikarenakan banyaknya kasus-kasus baru yang disebabkan jadi agar dapat memberikan
pengobatan yang tepat.

11
DAFTAR PUSTAKA

Atmojo, N.S. 2010. UJI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ETIL ASETAT BUAH CEREMAI
(Phyllanthus acidus (L.) Skeels TERHADAP Candida albicans dan Trichophyton rubrum.
Surakarta : Universitas Negeri Surakarta

Cali ann, ronald C and peter M. microsporidiosis : topics on the pathology of protozoan and
invensive atrophods deiseases. Ebook.

Cernters fpr Desiases Control and Prevention. 2017. Microsporidiosis. Laboratory


identification of Parasitea of Public Health Concern.

Cook G C .1995.Problem Gastroenterologi Daerah Tropis. Penerbit Buku Kedokteran EGC :


Jakarta

Didier S Elizabeth etc .1996 .Diagnosis of Disseminated Microsporidian Encephalitozoon


hellem Infection by PCR-Southern Analysis and Successful Treatment with Albendazole and
Fumagillin. Havard Medical School : Cambridge

Llinares, F. 1998. Immunologic, Microscopic, and Molecular Evidence of Encephalitozoon


intestinalis (Septata intestinalis) Infection in Mammals Other than Humans. US: US Public
Health Service

M.A. Taylor,1987. Veterynary Parasitology. Fourth edition. Wiley blackwell.

Microbiol, J. 1998. dentification of Encephalitozoon intestinalis in Travelers with Chronic


Diarrhea by Specific PCR Amplification. US: American Society for Microbiology

Sharma, S. 2005. MICROSPORIDIA: EMERGING OCULAR PATHOGENS. India: Indian


Journal of Medical Microbiology

Wasson K and R. L. Peper. 2000. Mammalian Microsporidiosis. University of Illinois : Urbana

12

Anda mungkin juga menyukai