Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH TENTANG

RICKETSIA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

SABILA HANIFA YULIANTI (132STYC21)


RABIATUL HADAWIYAH (113STYC21)
SIRRIL ISLAMI (134STCY21)
SUCI RAMADANI (147STYC21)
TIARA SILMAYANI (150STYC21)
SURYA NINGSIH (148STYC21)
SELBI YUDISTA SILFINA UTAMI (137STYC21)
SRI WAHYUNINGSIH (145STYC21)
AHMAD AJKAFU’AD (168STYC21)
SANDI ANUGRAH (165STYC21)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SI MATARAM

2022/2023
KATA PENGANTAR

                Kesehatan merupakan bagian terpenting dalam kelangsungan hidup masyarakat


Indonesia. Pemerintah pun telah mencanangkan program Indonesia sehat, demi meningkakan
kulitas dan mutu kesehatan di Indonesia. Namun masih saja banyak kendala seperti penyakit
yang menyerang masyarakat, terutama masyarakat daerah kumuh dan miskin. Banyak upaya
dan cara dilakukan untuk meberantasnya, baik dalam segi pencegahan maupun pengobatan.
Tetapi, tetap saja masih banyak terjadi kasus penyakit yang merugikan masyarakat hingga
menyebabkan kematian.

                Dalam makalah ini menjelaskan tentang “Rrickettsia” yang sering menyerang
masyarakat yang kurang menjaga kebersihan. Makalah ini menjelaskan mengenai pengertian,
penyebab, cara penyebaran, gejala-gejala,  jenis dan cara pencegahan serta pengobatan itu
sendiri.

                Namun, kami menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sekiranya dapat kami gunakan sebagai
masukan untuk makalah ini. Untuk itu, atas partisipasi, saran dan kritiknya kami ucapkan
terima kasih.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................................2

Daftar isi..............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................4

A. Latar Belakang.........................................................................................................4
B. Tujuan Masalah.......................................................................................................5
C. Tujuan Penulisan Makalah......................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................... 6

1. Ricettsia.............................................................................................................6
A. Klasifikasi....................................................................................................6
B. Morfologi Ricettsia......................................................................................6
C. Metabolism Ricettsia...................................................................................7
2. Sifat-sifat Kuman...............................................................................................9
3. Antigen dan Antibodi.......................................................................................10
A. Reaksi Weil-................................................................................................10
4. Gambaran Patologi............................................................................................11
5. Imunitas ............................................................................................................12
6. Gambaran klinik................................................................................................12
7. Golongan tifus...................................................................................................12
1. Tifus Epidemik............................................................................................12
2. Tifus endemic..............................................................................................13
3. Golongan Spotted fever...............................................................................14
4. Golongan demam semak.............................................................................15
5. Demam Query..............................................................................................16
6. Demam Parit (trench fever).........................................................................17
8. Penyakit Ricketsia.............................................................................................17
1. Spotted fever group.....................................................................................17
2. Typhus group...............................................................................................17
3. Scrub typhus group......................................................................................18
9. Pathogenesis......................................................................................................18
10. Diagnosis laboratorium......................................................................................18
11. Pengobatan pencegatan dan pengendalian vector..............................................18
KESIMPULAN.............................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................20

BAB I
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bakteri merupakan mikroba prokariotik uniselular, termasuk klas
Schizomycetes, berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan sel. Bakteri
tidak berklorofil kecuali beberapa yang bersifat fotosintetik. Cara hidup bakteri ada
yang dapat hidup bebas, parasitik, saprofitik, patogen pada manusia, hewan dan
tumbuhan. Habitatnya tersebar luas di alam, dalam tanah, atmosfer (sampai + 10 km
diatas bumi), di dalam lumpur, dan di laut. Bakteri mempunyai bentuk dasar bulat,
batang, dan lengkung. Bentuk bakteri juga dapat dipengaruhi oleh umur dan syarat
pertumbuhan tertentu.

Bakteri dapat mengalami involusi, yaitu perubahan bentuk yang disebabkan


faktor makanan, suhu, dan lingkungan yang kurang menguntungkan bagi bakteri. Selain
itu dapat mengalami pleomorfi, yaitu bentuk yang bermacam-macam dan teratur
walaupun ditumbuhkan pada syarat pertumbuhan yang sesuai. Umumnya bakteri
berukuran 0,5-10 µ. Berdasarkan klasifikasi artifisial yang dimuat dalam buku
“Bergey’s manual of determinative bacteriology” tahun 1974, bakteri diklasifikasikan
berdasarkan deskripsi sifat morfologi dan fisiologi. Dalam buku ini juga terdapat kunci
determinasi untuk mengklasifikasikan isolat bakteri yang baru ditemukan.. Sedangkan
Virus ukurannya sangat kecil dan dapat melalui saringan (filter) bakteri. Ukuran virus
umumnya 0,01-0,1 µ.

Virus tidak dapat diendapkan dengan sentrifugasi biasa. Untuk melihat virus
diperlukan mikroskop elektron. Sifat-sifat virus yang penting antara lain:

1. Virus hanya mempunyai 1 macam asam nuklein (RNA atau DNA).


2. Untuk reproduksinya hanya memerlukan asam nuklein saja.
3. Virus tidak dapat tumbuh atau membelah diri seperti mikroba lainnya.

Virus memiliki sifat-sifat khas dan tidak merupakan jasad yang dapat berdiri
sendiri. Virus memperbanyak diri dalam sel jasad inang (parasit obligat) dan
menyebabkan sel-sel itu mati. Sel inang adalah sel manusia, hewan, tumbuhan, atau
pada jasad renik yang lain. Sel jasad yang ditumpangi virus dan mati itu akan
mempengaruhi sel-sel sehat yang ada didekatnya, dan karenanya dapat mengganggu
seluruh kompleks sel (becak-becak daun, becak-becak nekrotik dan sebagainya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang di atas maka
penulis akan mengangkat rumusan masalah yaitu sebagai berikut:

1. Penjelasan secara singkat masalah bakteri Rickettsia

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan menambah wawasan penulis jauh lebih luas mengenai
bakteri dan virus secara umum.

2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui struktur bentuk, gambaran klinik, penularan bakteri
riccketsia.
b. Mencari tahu bagaimana pengobatan, bakteri dan virus tersebut.
c. Untuk mengetahui epidomologi, pencegahan, dan dignosis bakteri riccketsia
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Rickettsia
Rickettsia adalah genus bakteri gram-negatif. Rickettsia bersifat parasit intraselular
obligat, dan dapat menyebabkan penyakit Rickettsia. Menjadi Parasit intra seluler obligat ,
kelangsungan hidup Rickettsia tergantung pada entri, pertumbuhan, dan replikasi dalam
sitoplasma dari eukariotik sel inang (sel endotel biasanya). Metode perkembangan Rickettsia
dalam embrio ayam ditemukan oleh Ernest William Goodpasture dan koleganya
di Universitas Vanderbilt pada tahun 1930-an.

A. Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Alpha Proteobacteria
Ordo : Rickettsiales
Family : Rickettsiaceae
Genus : Rickettsia

B. Morfologi Rickettsia
Berdasarkan morfologi dinding selnya menunjukkan bahwa bakteri ini merupakan
bakteri gram negatif berbentuk basil. Rickettsia merupakan genus organisme non-meotile,
tidak memiliki bentuk spora, termasuk bakteri pleomorfik yang dapat berbentuk coccus
(diameter 0,1µ) maupun batang (diameter 1,4 µ). Bakteri ini memiliki membran luar dan
lapisan muiren yang tipis. Muiren merupakan polimer yang ditemukan pada dinding sel
dari organisme prokariotik. Lipoposakarida yang merupakan ciri bakteri gram negatif
dapat ditemukan jelas pada membran luarnya.
Rickettsia dapat berbentuk batang, kokoid atau pleomorf. Rickettsia bersifat Gram
negatif, berukuran 1 – 0,3 mikron, merupakan parasit intraseluler obligat kecuali
Rochalimaea quintana yang dapat hidup dalam pembenihan tanpa sel.

Kelangsungan hidup Rickettsia tergantung pada entri, pertumbuhan, dan replikasi


dalam sitoplasma dari eukariotik sel inang (sel endotel biasanya). Karena itu, Rickettsia
tidak bias hidup dalam lingkungan nutrisi buatan dan tumbuh baik dalam jaringan atau
embrio budaya (biasanya, embrio ayam yang digunakan).

Di masa lalu rickettsia ditempatkan di suatu tempat antara virus dan bakteri . Namun
tidak seperti Chlamydia , Mycoplasma , dan Ureaplasma , organisme rickettsia memiliki
dinding sel yang mirip dengan lainnya bakteri gram negatif. Mayoritas
bakteri Rickettsia rentan terhadap antibiotik dari kelompok tetrasiklin.

C. Metabolisme Rickketsia

a. Enzim

Rickettsia mempunyai enzim yang penting untuk metabolisme. Dapat mengoksidasi


asam piruvat, suksinat dan glutamat serta mengubah asam menjadi asam apartat.

Rickettsia juga dapat tumbuh dalam biakan sel. Seperti bakteri, perbandingan kadar
RNA dan DNA pada Rickettsia adalah 3,5 : 1. Dinding sel serupa dengan dinding sel
kuman Gram negatif yang terdiri dari peptidoglikan yang mengandung asam muramat.

b. Pertumbuhan

Meskipun sangat kecil dan selalu terdapat didalam sel, Rickettsia bukanlah termasuk
virus melainkan golongan bakteri. Rickettsia mempunyai sifat-sifat yang sama dengan
sifat-sifat bakteri yaitu mengandung asam nukleat yang terdiri dari RNA dan DNA ,
berkembang biak dengan pembelahan biner , dinding sel mangandung mukopeptida,
mempunyai ribosom, mempunyai enzim yang aktif pada metabolisme, dihambat oleh
obat-obat anti bakteri dan dapat membentuk ATP sebagai sumber energi.

Spesies Rickettsia dibawa oleh beberapa jenis parasit seperti kutu dan dapat
menyebabkan penyakit seperti thypus, rickettsialpox, Boutonneuse fever dan Rocky
Mountain spotted fever pada tubuh manusia. Bakteri ini juga dihubungkan dengan
beberapa penyakit pada tanaman. Seperti virus, bakteri ini juga dapat hidup pada sel yang
hidup. Nama Rickettsia sering digunakan untuk banyak jenis dari ordo Rickettsiales.
Rickettsia lebih dapat dimasukkan dalam keluarga bakteri karena Rickettsia mempunyai
organella mitokondria yang tetap ada pada sebagian besar sel eukariot.

Metode untuk menumbuhkan Rickettsia pada embrio ayam ditemukan oleh Ernest
William Goodpasture dan universitas Vanderbilt pada awal tahun 1930. Segmen tertentu
dari genom Rickettsia menyerupai mitokondria. Genom dari Rickettsia prowazekii adalah
1,111,523 bp panjang dan berisi 834 protein-kode gen. Genus Rickettsia sendiri dinamai
menurut Howard Taylor Ricketts (1871-1910) yang bekerja dan mati disebabkan penyakit
thypus.

c. Pemeliharaan

Jika disimpan pada suhu 00 C Rickettsia akan kehilangan aktivitas biologiknya yang
serupa aktivitas hemolitik dan respirasinya, toksisitas dan infektivitasnya. Semua aktivitas
tersebut dapat dipulihkan jika ditambahkan Nicotinamida adenine dicnucleatide (NAD) .
Aktivitas biologiknya juga dapat hilang jika disimpan pada suhu 360C kecuali jika
ditambahkan glutamat, piruvat atau ATP.

Rickettsia tumbuh dalam berbagai bagian dari sel. Rickettsia prowazekii dan Rickettsia
typhi ( Rickettsia mooseri ) tumbuh dalam sitoplasma sedangkan golongan penyebab
stopped fever tumbuh dalam inti sel. Rochalimaea quintana dapat tumbuh dalam
pembenihan tanpa sel. Rickettsia dapat tumbuh subur jika metabolisme sel hospes dalam
tingkat rendah, misalnya dalam telur bertunas pada suhu 320C. Perkembangan kuman
akan sangat berkurang jika suhunya dinaikkan sampai 400C.
Pemberian sulfonamida akan memperberat penyakit yang disebabkan oleh Rickettsia
karena obat ini meningkatkan pertumbuhan kuman. Sebaliknya para- amino benzoic acid
( PABA ) yang struktur molekulnya analog sulfonamida yang dapat menghambat
pertumbuhan rickettsia. Efek hambatan ini dapat dihilangkan oleh parahydroxybenzoic
acid. Tetrasiklin dan khloramfenikol dapat menghambat pertumbuhan kuman , keduanya
dapat dipakai untuk pengobatan rickettsiosis.

Pada umumnya rickettsia dapat dimatikan dengan cepat pada pemanasan dan
pengeringan atau oleh bahan-bahan bakterisid. Rickettsia mudah mati jika disimpan pada
suhu kamar tetapi dalam tinja serangga yang telah mengering dapat tetap infektif selama
berbulan – bulan meskipun dalam suhu kamar. Penyebab fever tahan terhadap tindakan
pasteurisasi pada suhu 600C selama 30 menit.

Meskipun sangat kecil dan selalu terdapat didalam sel, Rickettsia bukanlah termasuk
virus, melainkan tergolong bakteri. Rickettsia mempunyai sifat yang sama dengan sifat-
sifat bakteri, mengandung asam mukleat yang terdiri dari RNA dan DNA, berkembang
biak dengan pembelahan biner, dinding sel mengandung mukopeptida, mempunyai
ribosom, mempunyai enzim yang aktif pada metabolisme, dihambat oleh obat-obat anti
bakteridan dapat membentuk ATP sebagai sumber energi.

Rickettsia dapat berbentuk batang, kokoid atau pleomorf, bersifat negatif gram,
berukuran 1-0,3 mikron, merupakan parasit intraseluler obligat, kecuali Rochalimaea
quintana yang dapat hidup dalam perbenihan tanpa sel. Penyakit yang ditimbulkanya
ditandai dengan demam dan kelainan pada kulit (skin rash). Rickettsiosis ditularkan lewat
gigitan serangga pada kulit, hanya penyebab Q fever yang ditularkan lewat udara (air
borne), sehingga pada penyakit ini tidak ditemukan kelainan kulit.

Beberapa jenis mamalia dan arthhropoda merupakan hospes alam untuk Rickettsia,
bahkan yang terakhir dapat bertindak sbagai vektor dan reservoir. Infeksi pada manusia
hanya bersifat insidentil, kecuali pada tifus epidemik yang faktor utamanya kutu manusia
juga, yaitu Pediculus vestimenti. Penyakit demam semak (scrub typhus) disebabkan oleh
Rickettsia tsutsugamushi, dapat dijumpai dibernagai tempat di Indonesia, misalnya di
Sumatera Utara, Kalimantan, Pulau Jawa, Sulaweai dan Irian Jaya. Larva tungau
trombiculid merupakan vektor utama pada penyakit demam semak, sedangkan tikus
rumah atau tikus ladang bertindak sebagai reservoirnya.
2. Sifat-sifat Kuman
Dalam pewarnaan Giemsa, Rickettsia terlihat berwarna biru. Dapat dilihat dengan
mikroskop biasa. Tumbuh dalam kntung kuning telur bertunas dan dengan cara sentri
fungsi dapat diperoleh kuman murni.

Rickettsia juga dapat tumbuh dalam biakan sel. Seperti bakteri, perbandingan kadar
RNA dan DNA pada Rickettsia adalah 3,5:1. Dinding sel serupa dengan diding sel kuman
negatif Gram, terdiri dari peptidoglikan yang mengandung asam muramat.

Rickettsia mempunyai enzim yang penting untuk metabolisme, dapat mengoksidasi


asam piruvat, suksinat dan glutamat serta mengubah asam glutamat menjadi asam
aspartat. Jika disimpan pada suhu 0°C, Rickettsia akan kehilangan aktivitas biologikanya
yang berupa aktivitas hemolitik dan respirasinya, toksisitas dan infektivitasnya. Semua
aktivitas tersebut dapat dipulihkan jika ditambahkan nicotinamide adenine dinucleotide
(NAD). Aktivitas biologinya jga dapat hilang jika disimpan pada suhu 36°C, kecuali jika
ditambahkan glutamat, piruvat atau adenosine triphosphate (ATP).

Rickettsia tumbuh dalam berbagai bagian dari sel. Rickettsia prowazekii dan
Rickettsia typhi (Rickettsia mooseri) tumbuh dalam sitoplasma, sedangkan golongan
penyebab spotted fever tumbuh dalam inti sel. Rochalimaea quintana dapat tumbuh
dalam perbenihan tanpa sel. Rickettsia dapat tumbuh subur jika metabolisme sel hospes
dalam tingkat yang rendah, misalnya dalam telur bertunas dalam suhu 32°C.
Perkembangan kuman akan sangat berkurang jika suhunya dinaikan sampai 40°C.

Pemberian sulfonamida akan memperberat penyait yang disababkan oleh Rickettsia


karena obat ini meningkatkan pertumbuhan kuman. Sebaliknya para-aminobenzoic acid
(PABA) yang setruktur molekulnya analog sulfonamida, dapat menghambat pertumbuhan
rickettsia. Efek hambatan ini dapat dihilangkan oleh parahydroxybenzoic acid. Tetrasiklin
dan khloramfenikol dapat menghambat pertumbuhan kuman, keduanya dapat dipakai
untuk pengobatan rickettsiosi.

Pada umumnya rickettsia dapat dimatikan dengan cepat pada pemasan dan
pengeringan atau oleh bahan-bahan bakterisid. Rickettsia muda mati jika disimpan dalam
suhu kamar, tetapi dalam tinja serangga yang telah mengering dapat tetap infektif selama
berbulan-bulan, meskipun disimpan dalam suhu kamar, penyebah Q fever tahan terhadapa
tindakan pasteurisasi pada suhu 60°C selama 30 menit.
3. Antigen dan Antibody

Ada 3 macam antigen utama, yaitu antigen grup, antigen spesies, dan antigen yang
serupa dengan proteues. Antigen grup larut dalam ether dan dapat ditemukan
dilingkungan kuman. Antigen ini berasal dari permukaan lapisan pembungkus kuman.
Masing-masing anggota dari golongan tyfus dan spotted fever mempunyai antigen grup
yang sama. Anggota golongan scrub thypus mempunyai antigen grup yang sangat
heterogen. Antigen spesies yang pada golongan scrub thypus merupakan antigen strain
ternyata bertalian dengan badan kuman. Untuk ,memperoleh antigen ini, suspensi kiman
di cuci bersih sehingga antigen grup ikut tersingkir.

Antigen beberapa golongan rickettsia ada yang serupa dengan antigen beberapa strain
kuman Proteus. Kenyataan ini dimanfaatkan untuk reaksi Weil-Felix.

Antibodi pada rickettsiosis mulai muncul pada minggu kedua sakit dan akan
mencapai puncaknya sewaktu atau sesudah penyembuhan berlangsung . untuk
kepentingan diagnosis, titer antibodi dalam serum yang diambil pada saat demam tinggi
dan dibandingkan dengan titer dalam masa konvalensen. Jika serum penderita dites
dengan antigen dari beberapa strain, maka antigen yang memberikan reaksi paling kuat
dianggap sebagai antigen penyebabnya.

A. Reaksi Weil-

Reaksi weil-felix sebenarnya merupakan reaksi aglutinasi kuman proteus.


Antibodi penderita rickettsiosis dapat bereaksi dengan antigen O polisakarida kuman
proteus strain X. Strain ini hanya bereaksi dengan antigen O yang tidak tertutup oleh
antigen H flagel dan disebut strain Proteus OX. Infeksi proteus yang sering terjadi
didalam traktus urinarius dapat mengacaukan hasil reaksi ini, meskipun demikian tes ini
masih tetap berguna dan masih merupakan cara diagnostik yang mudah. Pada reaksi
Weil-Felix dipakai 3 macam strain Proteus, strain OX-2, OX-19 dan OX-K. Hasil reaksi
ini dapat dipakai untuk membedakan beberapa macam rickettsiosis, OX-19 positif pada
tifus epidemik dan endemik, OX-K positif pada demam semak, OK-2 dan OK-19 positif
pada Rocky Mountain spotted fever, Mediterranean fever dan South African tick fever,
sedangkan reaksi Weil-Felix negatif pada ricketssialpox dan Q fever.
Untuk tes aglutinasi juga dapat dipergunakan suspensi Rickettsia, hasilnya dapat
memberikan reaksi dengan antibodi spesifik. Reaksi ini sangat sensitif dan dapat
digunakan untuk membantu diagnosis. Untuk tes pengikatan komplemen dipergunakan
antigen yang berasal dari dinding sel yang merupakan campuran protein. Bahan untuk
antigen diperoleh dari biakan kuman pada kantong kuning telur bertunas atau pada biakan
sel.

Untuk tes imunofluoresensi indirek dipakai suspensi rickettsia yang dibuat dari
biakan kuman pada kantong kuning telur bertunas yang telah dimurnikan. Untuk tes ini
diperlukan globulin antihuman yang telah dilabel dengan flourescein. Dengan tes ini
terutama dapat ditentukan group atau golongannya. Untuk tes hemaglutinasi pasif ada
yang memakai sel darah merah manusia golongan O. Sel darah merah dipekakan dengan
antigen dari ekstrak rickettsia yang dibuat dengan cara pemanasan dalam suasana alkali.

Rickettsia yang masih hidup dapat membuat toksin yang serupa dengan
endotoksin bakteri. Toksin ini yang serupa dengan endotoksin bakteri. Toksin ini berupa
lipopolisakarida kompleks yang dapat menyebabkan kematian binatang percobaan dalam
waktu beberapa jam setelah inokulasi Rickettsia. Antibodi antitoksin terbentuk selama
terjadi infeksi dan bersifat khas terhadap khas terhadap toksin yang berasal dari golongan
tifus, spotted fever dan scrub fever. Jika suspensi kuman yang telah dicampur dengan
antibodi antitoksin disuntikan pasa binatang percobaan, maka binatang tersebut tidak
akan mati karena toksin. Percobaan ini disebut tes netralisasi toksin.

4. Gambaran patologi
Rickettsia berkembang biak di dalam sel endotel pembuluh darah kecil. Sel
membengkak dan nekrosis, terjadi trombosis pembuluh darah yang dapat mengakibatkan
ruptur dan nekrosis. Di kulit nampak nyata adanya lesi vaskuler. Vakulitis yang terjadi
pada beberapa organ merupakan dasar terjadinya gangguan hemostatik. Dapat jaringan
otak dapat ditemukan penumpukan limfosit, lekosit polimorfonuklear dan magrofag yang
bertalian dengan kelainan pembuluh darah pada masa kelabu. Kelainan ini disebut nodul
tifus. Pada pembuluh darah kecil jantung dan organ-organ lainnya pun dapat terkena
kelainan yang serupa.
5. Imunitas
Infeksi rickettsia pada manusia diikuti dengan timbulnya kekebalan yang tidak
lengkap (hanya sebagian) terhadap reinfeksi yang berasal dari suatu sumber luar. Selain
itu seringkali terjadi relaps. Dalam suatu biakan sel magrofag, rickettsia juga dapat
difagositosis dan selanjutnya dapat berkembang biak intraseluler meskipun ada antibodi.
Jika kedalamnya dimasukkan limfosit yang berasal dari binatang yang telah kebal, maka
pembiakan tersebut akan terhenti.

6. Gambaran Klinik
Semua infeksi Rickettsia ditandai dengan adanya demam, sakit kepala, malaise, lesu,
kelainan di kulit (skin rash), pembesaran limpa dan hati, hanya pada Q fever tidak disertai
adanya kelainan dikulit. Kadang kadang disertai dengan adanya perdarahan dibaeah kulit.
Pada kasus-kasus yang berat dapat dijumpai gejala stupor, delirium dan bahkan shock
atau bercak-bercak gangren di kulit atau jaringan subkutan. Mortalitasnya sangat variabel,
mulai kurang dari 1% sampai setinggi 90%. Setelah sembuh pada umumnya timbul
kekebalan. Masa tunas antara 1 sampai 4 minggu.

7. Golongan tifus (typhus group)


Golongan ini merupakan rickettsia penyebab tifus epidemik dan tifus endemik, yaitu
Rickettsia prowazekii dan Rickettsia typhi. Kuman ini berkembang biak didalam
sitoplasma sel hospes. Penyakit yang ditimbulkan disebut demam tifus. Masa tunas antara
5-18 hari. Pada dasarnya gambaran klinik demam tifus sama, hanya pada tifus endemik
gejala penyakitnya lebih ringan jika dibandingkan dengan tifus episdemik dan jarang
berakibat fatal.

A. Tifus epidemik
Demam tifus epidemik juga disebut louse-borne typhus, camp fever atau jail fever.
Dahulu penyakit ini sempat menimbulkan korban yang sangat besar, misalnya pada tahun
1915 di Serbia terdapat 315.000 korban yang meninggal karena penyakit ini. Pada saat ini
penyakit ini re;atif jarang ditemukan lagi, kebanyakan kasus hanya ditemukan di Afrika
Utara. Penyakit ini ditularkan oleh kutu manusia, Pediculus vestimenti yang bersarang di
dalam lipatan pakaian, dalam sehari kutu beberapa kali keluar untuk menghisap darah
dari kulit hospes. Jika darah yang diisapnya mengandung kuman, maka sel-sel usus akan
terkena infeksi, kuman berkembang biak didalamnya, sewaktu sel pecah kuman keluar
dan bercampur dengan tinja kutu. Sambil menghisap darah kutu mengeluarkan tinja.
Gigitan kutu menimbulkan rasa gatal, sewaktu hospes menggaruk, tinja infeksius secara
tidak sengaja masuk ke dalam luka gigitan dan menimbulkan infeksi pada hospes.
Kelenjar ludah kutu tidak terkena infeksi dan tidak terjadi transmisi secara transovarium.
Kutu yang telah infeksi mati dalam waktu 1-3 minggu. Rickettsia prowazeki dapat
menimbulkan infeksi pada mamalia sebagai binatang percobaan, namun sampai saat ini
hanya manusia yang dikenal sebagai reservoir alamnya. Kutu kepala juga dapat
menularkan tifus epidemik, tetapi jauh kurang efektif jika dibandingkan dengan kutu
badan.

Pada tifus epidemik gejala penyakitnya berat dan demam berakhir dalam waktu 2
minggu. Bagi para penderita yang berumur 40 tahun keatas sering berakibat fatal. Selama
masa epidemi mortalitasnya dapat mencapai 6-30%. Penyakit BrillZinser juga disebut
tifus laten, merupakan relaps dari tifus epidemik sebelumnya. Gejala penyakitnya lebih
ringan jika dibandingkan dengan tifus eppidemik yang klasik dan berlangsung lebih
pendek, kurang dari 2 minggu.

B. Tifus endemik
Tifus endemik juga disebut murine typhus, ras typhus atau fleaborne typhus.
Penyebabnya Rickettsia typhi yang dahulunya juga disebut Rickettsia mooseri. Penyakit
ini ditularkan dari tikus dan dari tikus ke manusia oleh pinjal tikus (Xenopsylla cheopsis)
dan kutu tikus (Polyplaz spinulosa), selain itu kutu manusia pun dapat menularkannya.
Diantara pinjal dan kutu tidak terjadi transmisi secara transovarium. Mekanisme
infeksinya serupa dengan yang terjadi pada tifus endemik, yaitu lewat tinja dan luka
dikulit.

Penyakit ini terutama dijumpai di tempat-tempat yang banyak tikus, misalnya


didaerah pelabuhan atau di daerah pedesaan yang banyak tanaman biji-bijian. Pemakaian
insektisida dapat menurunkan populasi kutu dan pinjal tikus, sedangkan tindakan
selanjutnya memberantas tikus dengan racun. Dengan cara demikian kemungkinan
terjadinya infeksi Rickettsia pada manusia dapat dicegah atau dikurangi. Dalam 2 dekade
terakhir insidensinya terus menurun.

Rickettsia typhi dan Rickettsia prowazeki mempunyai antigen yang serupa. Penderita
yang telah sembuh dari salah satu infeksi oleh kuman ini ternyata kebal terhadap kedua-
duanya. Anehnya imunisasi dengan salah satu kuman di atas yang telah terlebih dahulu
dimatikan, hanya dapat menimbulkan imunitas yang homolog. Hal ini terjadi karena
infeksi alam atau imunisasi dengan kuman hidup pada umunya dapat memberikan
kekebalan yang lebih lengkap dan lebih tahan lama daripada imunisasi dengan kuman
yang telah dimatikan. Selain daripada itu setiap imunogen hanya mampu membangkitkan
antibodi terhadap antigen reaksi silang dengan titer yang lebih rendah daripada terhadap
antigennya sendiri.

Gejala penyakitnya lebih ringan jika dibandingkan dengan tifus epidemik. Jarang
berakibat fatal, kecuali pada orang tua.

C. Golongan spotted fever


Dalam golongan ini termasuk penyakit-penyakit demam yang disebabkan oleh
Rickettsia yamg sukar dibedakan dari penyebab golongan tifus, tetapi dpat berkrmbang
biak baik didalam sitoplasma ataupun inti sel hospes. Penyakitnya terutama ditularkan
oleh Sangkenit (tick) dan bukan oleh kutu atau pijal. Dalam tubuh sangkenit, kuman
tersebar diseluruh organ, termasuk ovarium dan kelenjar ludah, sehingga dapat terjadi
transmisi secara transovarium dan lewat air ludah. Jadi selain sebagai vector, sangkenit
juga berfungsi sebagai reservoir primer.

Dalam golongan ini termasuk Rocky Mountain spotted fever yang disebabkan oleh
Rickettsia rickettsia. Mediterranean fever (boutonneuse fever), South African tick bite
fever, Kenya tick typhus dan Indian tick typhus, kesemuanya disebabkan oleh R. conorii.
Nort Asian tick borne rickettsiosis yang disebabkan oleh Rickettsia sibirica dan
Queensland tick typhus yang disebabkan oleh Rickettsia australis. Rickettcialpox dan
Russian vesikuler rickettsiosis yang disebabkan oleh rickettsia akari; pada kedua penyakit
ini ditemukan kelainan kulit yang berupa vesikel sehingga menyerupai chickenpox
(varicella). Dan akhirnya penyakit demam yamg menyerupai Rocky Mountain spotted
fever yang disebabkan oleh rickettsia Canada. Golongan spontted fever ini secara klinis.
Gejala penyakitnya serupa dengan golongan tifus, hanya kelainan kulitnya mulai yimbul
di ekstremitas dan selanjutnya menyebar secara sentripetal. Telapak tangan dan kaki juga
terkena. Gejala penyakitnya dapat ringan, misalnya pada Mediterranean fever, dapat juga
dengan gejala yang berat, misalnya Brazillian spotted fever. Angka mortalitasnya pun
sangat variable,pada orangtua yang menderita Rocky Mountain spotted fever angka
mortalitasnya dapat mencapai 60%.
D. Golongan demam semak
Demam semak atau scrub typus juga dikenal sebagai chigger typhus, miteborne
thyphus, tropical typus, Japanes flood (river) fever, rural fever, demam Kedani atau
penyakit tsutsugamushi. Penyebabnya mempunyai banyak nama, yaitu Rickettsia
tsusutgamushi, Rickettsia nipponica, Rickettsia akamushi, atau Rickettsia orientalis.
Penyakit demam semak bersifat endemic, terdapat di timur jauh penyebarannya meliputi
daerah segitiga seluas 5 juta mil persegi, mulai dari Australia, Jepang, Korea, Vietnam
sampai ke India, didalamnya termasuk Indonesia. Dalam Perang Dunia II, penyakit ini
sempat menimbulkan banyak korban diantara pasukan Jepang dan Sekutu. Perkataan
tsusutgamushi dari bahasa Jepang, tsutsuga berarti sesuatu yang kecil dan berbahaya, dan
mushi berarti makhluk. Sebutam scrub berasal dari pendapat bahwa penyakit infeksi
hanya terjadi setelah penderita memasuki semak belikar di daerah yang endemik. Dalam
perkembangan yang selanjutnya bternyata bahwa infeksi Rickettsia tsusutgamushi juga
dapat terjadi di daerah-daerah yang bukan merupakan semak belukar, misalnya di pantai
berpasir, pegunungan pasir atau di hutan tropis di daerah khatulistiwa, sehingga untuk
dapat memberikan gambaran yang lebih tepat, ada yang mengusulkan istilah
chiggerborne typhus, karena penyakit ini ditularkan oleh tungau trombiculid dalam
stadium larva (chigger).

Tungau trombiculid dewasa meletakkan telurnya diatas tanah lembab yang kaya
humus. Telur menetas dan keluar larva. Larva atau chigger merupakan satu-satunya
stadium yang mengisap darah dari binatang vertebrata. Setalah mengisap darah, larva
menjatuhkan diri ke tanah, berkembang menjadi limfa dan bentuk dewasa. Lingkaran
hidupnya meliputi 50-70 hari. Tungau betina yang dewasa hidup lebih dari 1 tahun.
Transmisi Rickettsia tsutsumugashi dapat terjadi secara trans-stadium atau transovarium.
Tungau dapat berfungsi sebagai vector dan reservoir sekaligus.

Di Indonesia terdapat beberapa spesies tungau yang dapat menjadi vector


penyakit demam demak, yaitu Leptotrombidium deliense, Leptotrombidium arenicola,
Leptotrombidium fletcheri dan Leptotrombidium scuttelare. Laporan ditemukannya
Leptotrombidium akamushi masih diragukan kebenarannya, karena secara morfologis
sukar dibedakan dari Leptotrombidium fletcheri.

Leptotrombidium deliense merupakan vektor utama, terdapat hamper disegala


macam habitat dan hospesnyapun paling banyak macamnya. Leptotrombidium arenicola
ditemukan didaerah Ancol, Jakarta, habitat berupa semak beralang-alang.
Leptotrombidium scuttelare hospes utamanya burung, oleh karena itu jarang ditemukan
pada hewan yang berjalan di atas tanah. Sebagai reservoir untuk Rickettsia tsutsumugashi
adalah tikus rumah dan tikus ladang.

Secara klinis gejala penyakitnya menyerupai tifus endemik. Sering ditemukan


adanya limfositosis dan limfadenopati. Satu sampai dua minggu setelah gigitan larva
infeksius, timbul demam, menggigil dan sakit kepala hebat. Dalam beberapa hari
selanjutnya, timbul kelainan di kulit dan pneumonitis.

E. Demam query (Q fever)


Demam query disebabkan oleh Coxiella burnetii yang termasuk keluarga
Rickettsiaceae. Dibedakan dari Rickettsia lainnya, karena tahan hidup diluar sel hospes,
penularan pada manusia lewat inhalasi partikel infeksius dan bukan lewat gigitan
serangga, gejala penyakit yang ditimbulkannya berupa pneumonitis tanpa kelainan kulit,
dan tidak menyebabbkan timbulnya antibody terhadap Proteus strain OX. Binatang
percobaan yang kebal terhadap coxiella tidak kebal terhadap infeksi Rickettsia lainnya.
Dengan demikian penyebab demam query termasuk dalam genus tersendiri. Binatang
ternak yang terkena infeksi coxiella, sekresi hidung dan ludahnya mengandung kuman,
demikian juga dengan plasenta dan cairan amnionnya, yang pada waktu binatang sedang
melahirkan dapat menyebarkan kuman kebenda-benda di sekitarnya. Kuman ini dapat
tetap hidup dan tahan lama dalam sekresi dan ekskresi yang telah lama mongering, dalam
wol, air ataupun dalam susu. Pada suhu 700C kuman dapat bertahan selama 48 jam,
sedangkan dalam fenol 0,4 % dapat bertahan selama beberapa hari.

Menurut penelitian di Australia, tikus berkantung (bandicoot) merupakam reservoir


alam, sedangkan sengkenit (tick) dapat bertindak sebagai vektor. Sapi dan domba
merupakan hospes insidental yang biasanya terkena infeksi lewat gigitan sengkenit. Sapi
yang terkena infeksi dapat menyebarkan kuman lewat air susu yang dikeluarkannya.
Kebanyakan kumannya telah dimatikan pada waktu pasteurisasi.

Penyakit yang ditimbulkan coxiella pada manusia berlangsung mendadak, demam dan
menggigil tanpa kelainan kulit. Yang sering penyakitnya berupa pneumonitis yang
menyerupai pneumonia atipik. Jika terjadi endocarditis subakut oleh kuman ini, dapat
berakibat fatal. Penyakit ini terutama dapat dijumpai para petugas penyembelihan hewan
atau pada para ternak. Pada penderita sakit akut, kuman coxiella dapat ditemukan dalam
dahak, air seni atau di dalam darah. Selaim itu serum penderita diperiksa untuk
mengetahui adanya kenaikan titer antibodi.

F. Demam parit (trench fever)


Demam parit atau trench fever juga disebut demam lima hari hari, demam quintana
atau demam tulang kering (shin bone fever). Disebabkan oleh Rochalimaea qiuntana.
Rochalimaea qiuntana berbeda dari Rickettsia lainnya, karena tidak dapat dibiakkan
dalam binatang percobaan biasa, biakan sel ataupun dalam telur bertunas, tetapi dapat
tumbuh dalam darah dalam suasana udara.

8. Penyakit Riketsia
1. Spotted fever group

Termasuk dalam kelompok ini adalah Rocky jarang dan belum banyak dilakukan penelitian.
Mountain spotted fever ditularkan melalui gigitan Rickettsia sebenarnya merupakan bakteri yang
caplak (Dermacentor, Amblyomma cajennense), mempunyai sifat parasit obligat intraseluler,
berukuran rickettsialpox melalui gigitan tungau kecil (0,3-0,5 x 0,8-2,0 µm), mempunyai bentuk
(Allodermanyssus sanguineus), North Asian tick coccobacilli, gram negatif, tidak berflagel
(kecuali typhus melalui gigitan caplak (Dermacentor, Rickettsia prowazekii), dan mengalami
pembelahan Hyalomma, Haemaphyasalis), African tick bite ganda dalam sel pejamu.. Rickettsia
dianggap sebagai fever melalui gigitan caplak (Amblyomma kelompok bakteri yang terpisah
karena mempunyai ciri variegatum), dll. Rocky Mountain spotted fever sebagai agent penyakit
yang ditularkan oleh vektor ditemukan di Amerika dan Rickettsia spotted fever arthropoda
(tungau, pinjal, caplak, dan kutu)., ditemukan pada setiap benua, kecuali Antartika.

2. Typhus group
Termasuk dalam kelompok ini adalah epidemic disebabkan oleh Rickettsia typhi.
Indonesia merupakan typhus ditularkan melalui feses kutu yang terinfeksi salah satu
negara yang mempunyai prevalensi tinggi dan murine typhus melalui feses pinjal yang
untuk antibodi terhadap R.typhi. Prevalensi tinggi (42%) terinfeksi. Penyakit typhus
group ditemukan di H
ditemukan E
pada masyarakat di Malang, Jawa Timur. Texas dan
California bagian selatan.

3. Scrub typhus group

Penyakit ini ditularkan ke manusia melalui gigitan Jayapura ditemukan


Xenopsylla cheopis pada Rattus tungau trombicullid (chiggers). Termasuk dalam
norvegicus dan R. rattus positif mengandung R.typhi. kelompok ini adalah scrub typhus.
Biasanya scrub typhus ditemukan di Asia dan Australia.

9. Pathogenesis
Penyakit rickettsial berkembang setelah dalam ketiga kelompok tersebut adalah Q-
fever, menginfeksi melalui kulit atau sistem pernapasan. Caplak dan tungau menularkan
agent penyebab spott fever dan scrub typhus melalui gigitan secara langsung melalui
gigitan ke dalam kulit. . Kutu dan pinjal menularkan epidemic dan murine typhus melalui
feses yang terinfeksi terinfeksi masuk ke dalam kulit. kemudian masuk ke kulit.
Rickettsiae dari Q- fever masuk melalui sistem pernapasan ketika debu yang terinfeksi
terhirup. Rickettsiae memperbanyak diri dalam sel endotel pembuluh darah kecil dan
menghasilkan vasculitis. Sel menjadi bengkak dan nekrosis. Luka vascular menonjol di
kulit tetapi vaskulitis terjadi pada banyak organ seperti otot, jantung, paru dan otak.
Kematian dapat terjadi karena kerusakan sel endotel, menghasilkan kebocoran plasma,
menurunnya volume darah, dan shock.

10. Diagnosis Laboratorium


Penegakan diagnosis laboratorium berdasarkan pada penemuan rickettsial pada
jaringan atau darah. Pengecatan jaringan yang terinfeksi dapat dilakukan dengan
pengecatan Macchiavello, Castaneda atau Giensa. Diagnosis konfirmasi dilakukan
berdasarkan reaksi serologi (Reaksi Weil-Felix). Tes antibody secara tidak langsung
menggunakan fluorescent untuk mendeteksi antibody IgM dan IgG terhadap rickettsia.
11. Pengobatan, pencegahan dan pengendalian vector
Pengobatan untuk penyakit rickettsia menggunakan Chloramphenicol, tetracycline,
dan derivate doxycycline. Pencegahan dan pengendalian dapat dilakukan melalui
menggunakan insektisida N,N diethylmetatoluamide (DEET) untuk menurunkan populasi
tungau, caplak dan pinjal; permethrin untuk mencegah gigitan caplak dank utu; Repellent
aerosol DEET mencegah gigitan pinjal, praktek personal hygiene yang baik, serta
pengendalian rodent dengan umpanracun, trapping, dan sanitasi di luar rumah.

KESIMPULAN

Rickettsia adalah genus bakteri gram-negatif. Rickettsia bersifat parasit intraselular


obligat, dan dapat menyebabkan penyakit Rickettsia. Menjadi Parasit intra seluler obligat ,
kelangsungan hidup Rickettsia tergantung pada entri, pertumbuhan, dan replikasi dalam
sitoplasma dari eukariotik sel inang (sel endotel biasanya). Metode perkembangan Rickettsia
dalam embrio ayam ditemukan oleh Ernest William Goodpasture dan koleganya
di Universitas Vanderbilt pada tahun 1930-an.
Bakteri merupakan mikroba prokariotik uniselular, termasuk klas Schizomycetes,
berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan sel. Bakteri tidak berklorofil kecuali
beberapa yang bersifat fotosintetik. Cara hidup bakteri ada yang dapat hidup bebas, parasitik,
saprofitik, patogen pada manusia, hewan dan tumbuhan. Habitatnya tersebar luas di alam,
dalam tanah, atmosfer (sampai + 10 km diatas bumi), di dalam lumpur, dan di laut. Bakteri
mempunyai bentuk dasar bulat, batang, dan lengkung. Bentuk bakteri juga dapat dipengaruhi
oleh umur dan syarat pertumbuhan tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Todar K. Rickettsial Disease, including Typhus and Rocky Mountain Spotted Fever.
[http://www.textbookofbacteriology.net/Ricket tsia.html, diakses tanggal 2 Maret 2011]
Anonim. Rickettsia, Chlamydia, Mycoplasma.
[http://www.cartage.org.lb/en/themes/sciences/li
fescience/generalbiology/microbiology/Rickettsia/ Rickettsia.htm, diakses tanggal 2
Maret 2011]

Allen L, et al. Evidence of Rickettsia typhi and


The Potential for Murine Typhus in Jayapura, Irian Jaya, Indonesia. Am J Med Hyg
2006;66(4):431-434.

Oberoi A, Singh N. Rickettsiae Infection-


Classification. Jkscience. 2010; 12(2).

Parola P. Vectorborne Bacterial Zoonoses : Rickettsia and maybe Anaplasma and


Ehrlichia. Austria : International Meeting on Imerging Disease and Surveillance; 2007.

Kelly DJ, Richards AL, Temenak J, Strickman D, and Dasch GA. The Past and Present
Threat

Anda mungkin juga menyukai