Anda di halaman 1dari 130

MAKALAH FARMASI RUMAH SAKIT

PENYAKIT
TUMOR, MIOMA DAN KANKER

OLEH
KELOMPOK I

SUGIYATI TALIB N21114001


NUR AFNI N21114002
SUBAEDAH BAHRI N21114003
RINI RUMAKEY N21114004
HIJRAH AL KAUTSAR B. N21114005
SUTOYO N21114017

SEMESTER AWAL 2014/2015


PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
BAB I

PENDAHULUAN

Tumor (berasal dari tumere bahasa Latin, yang berarti "bengkak"),

merupakan salah satu dari lima karakteristik inflamasi. Namun, istilah ini

sekarang digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan jaringan

biologis yang tidak normal. Tumor dibagi dalam dua golongan, yaitu tumor

jinak (benign) dan tumor ganas (maligna). Kanker adalah istilah umum

untuk semua jenis tumor ganas.

Kanker adalah penyakit kedua setelah penyakit kardiovaskuler

yang menyebabkan kematian dan merupakan suatu penyakit

pertumbuhan sel yang tidak hanya terdapat pada manusia tetapi juga

pada binatang dan tumbuh-tumbuhan, akibat adanya kerusakan gen yang

mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel. Salah satu sebab kerusakan

itu ialah adanya mutasi gen.

Di Indonesia setiap tahunnya terdapat 100 penderita kanker yang

baru dari setiap 100.000 penduduk. Kematian yang disebabkan kanker

meningkat dari tahun ke tahun.

Neoplasma secara harafiah berarti pertumbuhan baru, adalah

massa abnormal dari sel-sel yang mengalami proliferasi. Sel-sel

neoplasma berasal dari sel-sel yang sebelumnya adalah sel-sel normal,

namun selama mengalami perubahan neoplastik mereka memperoleh


derajat otonomi tertentu. Istilah tumor kurang lebih merupakan sinonim

dari istilah neoplasma.

Tumor secara sederhana sebagai pembengkakan atau gumpalan,

dan kadang-kadang istilah tumor sejati dipakai untuk membedakan

neoplasma dengan gumpalan lainnya. Neoplasma dapat dibedakan

berdasarkan sifat-sifatnya; ada yang jinak, ada pula yang ganas. Kanker

adalah istilah umum yang dipakai untuk menunjukkan neoplasma ganas,

dan ada banyak tumor atau neoplasma lain yang tidak bersifat kanker.

Beberapa usaha pengobatan terhadap kanker telah dilakukan

secara intensif, yaitu dengan pembedahan, kemoterapi dan radioterapi.

Meskipun pengobatan dengan cara-cara tersebut cukup menolong

penderita kanker yang terdeteksi dini dan belum mengalami metastasis.

Kegagalan yang sering terjadi dalam pengobatan kanker, dikarenakan

rendahnya selektifitas antikanker dan belum jelasnya proses

karsinogenesis itu sendiri.

Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos uterus yang terdiri dari

sel-sel jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid dan kolagen. Mioma

uteri disebut juga dengan leimioma uteri atau fibromioma. Mioma uteri

merupakan neoplasma jinak yang paling umum dan sering dialami oleh

wanita.
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Tumor

II.1.1 Pengertian Tumor

Tumor adalah kumpulan sel abdormal yang terbentuk oleh sel-

sel yang tumbuh terus menerus, tidak terbatas, tidak terkoordinasi

dengan jaringan disekitarnya serta tidak berguna bagi tubuh. Tumor

disebabkan oleh pertumbuhan sel dengan pertumbuhan yang terbatas

dan lonjong. Serta ada juga yang mendefinisikan tumor sebagai massa

padat besar, meninggi dan berukuran lebih dari 2 cm.

II.1.2 Etiologi

Penyebab terjadinya tumor karena terjadinya pembelahan sel

yang abnormal. Perbedaan sel tumor tergantung dari besarnya penyim-

pangan dalam bentuk dan fungsi aotonomnya dalam pertumbuhan,

kemampuanya mengadakan infiltrasi dan menyebabkan metastasis.

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya tumor antara

lain:

Karsinogen
Hormon
Gaya hidup, kelebihan nutrisi khususnya lemak dan kebiasaan

makan makanan yang


kurang berserat.
Parasit: parasit schistososma hematobin yang mengakibatkan

karsinoma planoseluler.
Genetik
infeksi, trauma, hipersensitivitas terhadap obat-obatan.

II.1.3 Tanda dan Gejala

Hiperplasia
Konsistensi tumor umumnya padat atau keras
Tumor epital biasanya mengandung sedikit jaringan ikat dan

apabila berasal dari masenkim yang banyak mengandung jaringan

ikat maka akan elastic kenyal atau lunak.


Kadang tampak hipervaskulari disekitar tumor.
Biasa terjadi pengerutan dam mengalami retraksi.
Edema disekitar tumor disebabkan infiltrasi kepembuluh limfe
Nyeri
Anoreksia, mual, muntah.
Penurunan berat badan

II.1.4 Patofisiologi

Tumor adalah proses penyakit yang bermula ketika sel abnormal

diubah oleh mutasi ganetik dari DNA seluler, sel abnormal ini

membentuk kolon dan berpopliferasi secara abnormal, mengabaikan

sinyal pengatur pertumbuhan dalam lingkungan sekitar sel tersebut.

Sel-sel neoplasma mendapat energi terutama dari anaerob karena

kemampuan sel untuk oksidasi berkurang, meskipun mempunyai enzim

yang lengkap untuk oksidasi. Susunan enzim sel uniform sehingga

membutuhkan energi untuk anabolisme daripada menghasilkan energi

dengan jalan katabolisme. Jaringan yang tumbuh memerlukan bahan-


bahan untuk membentuk protioplasma dan energi, antara lain asam

amino. Sel-sel neoplasma dapat mengalahkan sel-sel normal dalam

mendapatkan bahan-bahan tersebut. Ketika dicapai suatu tahap

dimana sel mendapatkan ciri-ciri invasi, dan terjadi perubahan pada

jaringan sekitarnya. Sel-sel tersebut menginfiltrasi jaringan sekitar dan

memperoleh akses ke limfe dan pembuluh-pembuluh darah, melalui

pembuluh darah tersebut sel-sel dapat terbawa ke area lain dalam

tubuh untuk membentuk metastase (penyebaran tumor) pada bagian

tubuh yang lain. Tumor bukan suatu penyakit tunggal dengan penyebab

tunggal: tetapi lebih kepada suatu kelompok penyakit yang jelas

dengan penyebab, metastase, pengobatan dan prognosa yang

berbeda.

II.1.5 Pemeriksaan Diagnostik

Prosedur diagnostik yang biasa dilakukan dalam mengevaluasi

malignansi meliputi :

1. Marker tumor

Substansi yang ditemukan dalam darah atau cairan tubuh lain yang

tumor atau oleh tubuh dalam berespon terhadap tumor.

2. Pencitraan resonansi magnetic (MRI)

Penggunaan medan magnet dan sinyal frekuensi_radio untuk

menghasilkan gambaran berbagai struktur tubuh.

3. CT Scan
Menggunakan pancaran sinar sempit sinar-X untuk memindai

susunan lapisan jaringan untuk memberikan pandangan potongan

melintang.

4. Flouroskopi

Menggunakan sinar-X yang memperlihatkan perbedaan ketebalan

antar jaringan; dapat ,mencakup penggunaan bahan kontras.

5. Ultrasound

Echo dari gelombang bunyi berfrekuensi tinggi direkam pada layer

penerima, digunkan untuk mengkaji jaringan yang dalam di dalam

tubuh.

6. Endoskopi

Memvisualkan langsung rongga tubuh dengan memasukan suatu ke

dalam rongga tubuh atau ostium tubuh; memungkinkan dilakukannya

biopsy jaringan, aspirasi dan eksisi tumor yang kecil.

7. Pencitraan kedokteran nuklir

Menggunakan suntikan intravena atau menelan bahan

radiosisotope yang diikuti dengan pencitraan yang menjadi tempat

berkumpulnya radioisotope.

II.1.6 Penatalansanaan Medis

a. Pembedahan

Pembedahan adalah modalitas penanganan utama, biasanya

gasterektoni subtotal atau total, dan digunakan untuk baik pengobatan


maupun paliasi. Pasien dengan tumor lambung tanpa biopsy dan tidak

ada bukti metastatis jauh harus menjalani laparotomi eksplorasi atau

seliatomi untuk menentukan apakah pasien harus menjalani prosedur

kuratif atau paliatif. Komplikasi yang berkaitan dengan tindakan adalah

injeksi, perdarahan, ileus, dan kebocoran anastomoisis

b. Radioterapi

Penggunaaan partikel energi tinggi untuk menghancurkan sel-sel

dalam pengobatan tumor dapat menyebabkan perubahan pada DNA

dan RNA sel tumor. Bentuk energi yang digunakan pada radioterapi

adalah ionisasi radiasi yaitu energi tertinggi dalam spektrum

elektromagnetik.

c. Kemoterapi

Kemoterapi sekarang telah digunakan sebagai terapi tambahan

untuk reseksi tumor, untuk tumor lambung tingkat tinggi lanjutan dan

pada kombinasi dengan terapi radiasi dengan melawan sel dalam

proses pembelahan, tumor dengan fraksi pembelahan yang tinggi

ditangani lebih efektif dengan kemoterapi.

d. Bioterapi

Terapi biologis atau bioterapi sebagai modalitas pengobatan

keempat untuk kanker dengan menstimulasi system imun (biologic


response modifiers/BRM) berupa antibody monoclonal, vaksin, faktor

stimulasi koloni, interferon, interleukin.

II.1.7 Jenis-jenis Tumor

II.1.7.1 Mioma Uteri

1. Pengertian

Mioma adalah tumor jinak yang terdapat pada daerah otot rahim

(mioma uteri). Mioma muncul pada wanita yang sedang berada di usia

produktif, karena pertumbuhan mioma dipengaruhi oleh perubahan

ransangan esterogen. Mioma jarang ditemukan pada wanita yang belum

mengalami menstruasi. Diatas usia produktif, mioma pada seorang wanita

akan mengecil karena kadar esterogennya sudah berkurang.

Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid

ataupun leiomioma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot

uterus dan jaringan ikat yang menumpanginya Sering ditemukan pada

wanita usia reproduksi (20-25%), dimana prevalensi mioma uteri

meningkat lebih dari 70 % dengan pemeriksaan patologi anatomi uterus,

membuktikan banyak wanita yang menderita mioma uteri asimptomatik.

Walaupun jarang terjadi mioma uteri biasa berubah menjadi malignansi

(<1%).

2. Penyebab

Beberapa penyebab yang menimbulkan terjadinya mioma uteri yaitu:


1. Faktor keturunan bisa menjadi penyebab mioma (atau yang sering

disebut sebagai mioma uteri).


2. Obesitas bisa menyebabkan ketidakseimbangan ransangan hormon

dan kekebalan tubuh sehingga memicu timbulnya mioma dalam tubuh.


3. Dalam keadaan hamil, adanya infeksi dan jamur juga dapat membuat

mioma timbul kembali meskipun sudah dilakukan operasi

pengangkatan.
4. Penggunaan estrogen dalam pil KB, bahan pemicu estrogen yang

ditemukan pada makanan, minuman, kosmetik dan polusi bisa menjadi

yang menyebabkan faktor tingginya estrogen dalam tubuh (dominasi

estrogen) yang menjadi Pemicu mioma, dan juga kista, benjolan

payudara/ kanker, kista pada payudara, endometriosis, kista pada

ovarium

3. Patofisiologi

Awal mulanya pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi

somatik dari sel-sel miometrium. Mutasi ini mencakup rentetan perubahan

kromosom baik secara parsial maupun secara keseluruhan. Aberasi

kromosom ditemukan pada 23-50% dari mioma uteri yang diperiksa dan

yang terbanyak (36,6%) ditemukan pada kromosom 57(del(7)(q 21)/q 21 q

32). Keberhasilan pengobatan medikamentosa mioma uteri sangat

tergantung apakah telah terjadi perubahan pada kromosom atau tidak.

Jenis mioma uteri berdasarkan antominya :

Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%),

subserosa (48%), submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%)

1. Mioma submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga

uterus, sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma jenis

lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan,

tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan

gangguan perdarahan.

Mioma submukosa dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan

adanya benjolan saat kuret, dikenal sebagai currete bump dan dengan

pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor. Tumor

jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa

pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma

submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga

rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang

dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi dan infark.

Jenis-jenis mioma uteri

2. Mioma intramural

Terdapat di dinding uterus diantara serabut miometrium. Karena

pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk

simpai yang mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai


banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-

benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding

depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong

kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.

3. Mioma subserosa

Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol

pada permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat

tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma

intraligamenter.

4. Mioma intraligamenter

Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain,

misalnya ke ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari

uterus sehingga disebut wondering parasitis fibroid. Mioma pada servik

dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri

eksternum berbentuk bulan sabit.

Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari

bekas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan

(whorie like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat

longgar yang terdesak karena pertumbuhan.


Representasi gambar uterus normal dan struktur vaskulernya
A. Pelebaran pembuluh darah pada endometrium dan miometrium pada uterus normal
B. Pelebaran pembuluh darah obstruksi fisik pada pembuluh darah uterus miomatosus

4. Gejala Klinis

Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari

lokasi, arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hipermenore,

menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari mioma uteri.

Infertilitas terjadi sebagai akibat obstruksi mekanis tuba falopi. Abortus

spontan dapat terjadi bila mioma menghalangi pembesaran uterus,

dimana menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal, dan mencegah

terlepas atau tertahannya uterus di dalam panggul.

5. Diagnosis

1. Pemeriksaan fisik

Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin

uterus.Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur

uterus oleh satu atau lebih massa yang lebih licin, tetapi sering sulit untuk

memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus.


2. Temuan laboratorium

Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini

disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat

besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoeitin yang pada

beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara

polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioam

terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan

kemudian menginduksi pembentukan eritropoetin ginjal.

3. Pemeriksaan penunjang

a. Ultrasonografi (USG)

USG transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil.

Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui USG

transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran USG

yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran

uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan

bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang

hipoekoik.

b. Hiteroskopi

Dengan ini dapat dilihat mioma uteri submukosa, jika tumornya

kecil serta bertangkai.

c. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas

dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi
sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma

submukosa. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus

yang tidak dapat disimpulkan.

6. Mekanisme Pengobatan

a. Konservatif

Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan

pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma

lebih besar dari kehamilan 10-12 minggu, tumor yang berkembang cepat,

terjadi torsi pada tangkai, perlu diambil tindakan operasi.

b. Terapi medikamentosa

Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan

pertumbuhan mioma uteri secara menetap belum tersedia padasaat ini.

Terapi medikamentosa masih merupakan terapi tambahan atau terapi

pengganti sementara dari operatif.

Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa

adalah analog GnRH, progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen,

goserelin, antiprostaglandin, agen-agen lain (gossipol, amantadine).

1. GnRH analog

Penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita dengan

mioma uteri yang diberikan GnRHa leuprorelin asetat selam 6 bulan,

ditemukan pengurangan volume uterus rata-rata 67% pada 90 wanita

didapatkan pengecilan volume uterus sebesar 20% dan pada 35 wanita

ditemukan pengurangan volume mioma sebanyak 80%.


Efek maksimal dari GnRHa baru terlihat setelah 3 bulan yang cara

kerjanya menekan produksi estrogen dengan sangat kuat, sehingga

kadarnya dalam darah menyerupai kadar estrogen wanita usia

menopause. Setiap mioama uteri memberikan hasil yang berbeda-beda

terhadap pemberian GnRHa.

Mioma submukosa dan mioma intramural merupakan mioma uteri

yang paling rensponsif terhadap pemberian GnRH ini. Keuntungan

pemberian pengobatan medikamentosa dengan GnRHa adalah:

1. Mengurangi volume uterus dan volume mioma uteri.

2. Mengurangi anemia akibat perdarahan.

3. Mengurangi perdarahan pada saat operasi.

4.Tidak diperlukan insisi yang luas pada uterus saat pengangkatan mioma

5. Mempermudah tindakan histerektomi vaginal.

6. Mempermudah pengangkatan mioma submukosa dengan histeroskopi.

2. Progesteron

Goldhiezer, melaporkan adanya perubahan degeneratif mioma uteri

pada pemberian progesteron dosis besar. Dengan pemberian

medrogestone 25 mg/hari selama 21 hari dan tiga pasien lagi diberi tablet

200 mg, dan pengobatan ini tidak mempengaruhi ukuran mioma uteri

3. Danazol

Merupakan progesteron sintetik yang berasal dari testosteron.

Dosis substansial didapatkan hanya menyebabkan pengurangan volume

uterus sebesar 20-25% dimana diperoleh fakta bahwa danazol memiliki


substansi androgenik. Tamaya, dkk melaporkan reseptor androgen pada

mioma terjadi peningkatan aktifitas 5-reduktase pada miometrium

dibandingkan endometrium normal. Mioma uteri memiliki aktifitas

aromatase yang tinggi dapat membentuk estrogen dari androgen.

4. Gestrinon

Merupakan suatu trienik 19-nonsteroid sintetik yang terbukti efektif

dalam mengobati endometriosis. Coutinho menyarankan penggunaan

gestrinon sebagai terapi preoperatif untuk mengontrol perdarahan

menstruasi yang berhubungan dengan mioma uteri.

5. Tamoksifen

Merupakan turunan trifeniletilen yang mempunyai khasiat estrgenik

maupun antiestrogenik, dan dikenal sebagai selective estrogen receptor

modulator (SERM). Beberapa peneliti melaporkan pada pemberian

tamoksifen 20 mg tablet perhari untuk 6 wanita premenopause dengan

mioma uteri selama 3 bulan dimana volume mioma tidak berubah, dimana

kerjanya konsentrasi reseptor estradiol total secara signifikan lebih

rendah. Hal ini terjadi karena peningkatan kadar progesteron bila

diberikan berkelanjutan,

6. Goserelin

Merupakan suatu GnRH agonis, dimana ikatan reseptornya

terhadap jaringan sangat kuat, sehingga kadarnya dalam darah berada

cukup lama. Pada pemberian goserelin dapat mengurangi setengah

ukuran mioma uteri dan dapat menghilangkan gejala menoragia dan nyeri
pelvis. Pada wanita premenopause dengan mioma uteri, pengobatan

jangka panjang dapat menjadi alternatif tindakan histerektomi terutama

menjelang menopause. Pemberian goserelin 400 g 3 kali sehari semprot

hidung sama efektifnya dengan pemberian 500 g sehari sekali dengan

cara pemberian injeksi subkutan.

7. Antiprostaglandin

Dapat mengurangi perdarahan yang berlebihan pada wanita

dengan menoragia yang diinduksi oleh mioma uteri. Ylikorhala dan rekan-

rekan, melaporkan pemberian Naproxen 500-1000 mg setiap hari untuk

terapi selama 5 hari tidak memiliki efek pada menoragia yang diinduksi

mioma, meskipun hal ini mengurangi perdarahan menstruasi 35,7%

wanita dengan menoragia idiopatik.

C. Embolisasi Arteri Uterina

Suatu tindakan yang menghambat aliran darah ke uterus dengan

cara memasukkan agen emboli ke arteri uterina. Dewasa ini embolisasi

arteri uterina pada pasien yang menjalani pembedahan mioma. Arteri

uterina yang mensuplai aliran darah ke mioma dihambat secara permanen

dengan agen emboli (partikel polivynil alkohol). Keamanan dan

kemudahan embolisasi arteri uterina tidak dapat dipungkiri, karena

tindakan ini efektif.

Proses embolisasi menggunakan angiografi digital substraksi dan

dibantu fluoroskopi. Hal ini dibutuhkan untuk memetakan pengisian

pembuluh darah atau memperlihatkan ekstrvasasi darah secara tepat.


Agen emboli yang digunakan adalah polivinyl alkohol adalah partikel

plastik dengan ukuran yang bervariasi. Katz dkk memakai gel form

sebagai agen emboli untuk embolisasi arteri uterina. Tingkat keberhasilan

penatalaksanaan mioma uteri dengan embolisasi adalah 85-90%.

II.1.7.2 Tumor Kulit

Tumor kulit dapat terbentuk dari berbagai sel kulit seperti sel-sel

epidermis, dan melanosit. Tumor-tumor ini sapat berupa tumor jinak ata

ganas, dan dapat terlokalisir dalam epidermis atau menembus ke dalam

dermis dan jaringan subkutan.

1. Tumor Jinak
a. Kista epidermal

Biasa disebut kista epidermoid, kista epitelal, atau kista keratin.kista

epidermal adalah bentuk kista yang paling sering terjadi bersal dari

proliferasi sel-sel epidermis dan berisi keratin. Jarang dijumpai pada anak-

anak dan sering terjadi pada dewasa muda dan usia pertengahan. Terjadi

pada pria dan wanita pada frekuensi yang sama.

Etiologi: kista epidermal biasanya biasanya merupakan akibat inflamasi

disekitar folikel sebasea, atau akibat implantasi fragmen epidermis karena

trauma tusukan.

Manifestasi klinik: kista ini sering dijumpai pada daerah yang banyak

kelenjar sebaseanya seperti pada wajah, leher, dada, punggung, kulit

kepala. Lesi berupa nodul berbentuk kubah, dengan diameter bervariasi,

permukaan licin, mudah digerakkan dari dasarnya tapi biasanya melekat

pada kulit atasnya. Dapat tunggal atau multiple, konsistensinya keras dan
hilang pada penekanan. Kulit di atasnya tampak normal berwarna pucat

atau kekuningan, pertumbuhannya lambat dan asimptomatik, isi kista

berupa massa seperti keju dan berbau.

Pengobatan

Pada umumnya kista epidermis tidak memerlukan pengobatan apaun.

Bila menimbulkan gangguan dapat dilakukan eksisi atau diseksi seluruh

dinding kista dengan eksisi. Bila bagian dinding tertinggal kista dapat

kambuh. Dekstruksi dinding kista dengan kuret, cairan kimia atau

elektrodesikasi.

b. Kista Trikilemal

Biasa disebut kista pilaris atau kista sebaseus. Kista trikilemal

merupakan suatu kista yang berisi ketratin, yang tersusun suatu epitel

yang menyerupai selubung luar akar rambut, dapat diturunkan secara

autosomal dominan. Biasanya tampak pada usia pertengahan, wanita

lebih sering terkena dibanding pria.

Etiologi: dinding kista berasal dari selubung luar akar rambut yang

mengelilingi bagian bawah folikel rambut.

Manifestasi klinik: biasanya terjadi pada kulit kepala. Secara klinis susah

dibedakan dengan kista epidermal, tetapi kista ini lebih mudah dienukleasi

dan isinya lebih keratinosa dan tidak begitu berlemak serta kurang berbau

disbanding dengan isi kista epidermis.

Terapi : terapi kista trikilemal sama dengan kista epidermal.

c. Milium
Milium merupakan kista keratin subepidermal yang kecil, terutama

terjadi pada wajah. Berasal dari epidermis dapat terjadi secara primer atau

sekunder. Sering terjadi pada orang tua tapi dapat terjadi pada bayi baru

lahir. Sering dijumpai pada wanita dai pada pria.

Etiologi: penyebab milium primer tidak diketahui kemungkinan bersal dari

folikel pilosebaseus. Sedangkan milia sekunder biasa terjadi karena

retensi kista setelah berbagai dermatosis, dianggap dari folikel rambut,

kelenjar keringat, kelenjar sebasea atau epidermis.

Pengobatan: insisi dan ekspresi isi milium.

2. Tumor Ganas
a. Karsinoma sel basal

Karsinoma sel basal berasal dari sel epidermis sepanjang lamina

basalis. Insiden karsinoma sel basal berbanding lurus dengan usia pasien

dan berbanding terbalik dengan jumlah pigmen melanin pada epidermis.

Ada juga korelasi langsung antara keadaan ini dengan lama total pajanan

terhadap sinar matahari seumur hidup pasien . sekitar 80% dari kanker sel

basal terjadi pada daerah terbuka yang biasanya terpapar sinar matahari

seperti wajah, kepala dan leher. Untungnya tumor ini jarang sekali

bermetastasis. Akan tetapi, pasien dengan kanker sel basal tunggal lebih

mudah mendapat kankaer kulit dimasa depan dan harus diperiksa ulang

tiap tahun.

Penyebab
Spektrum sinar matahari yang bersifat karsinogenik adalah sinar yang

panjang gelombangnya berkisar antara 280-320nm. Spektrum inilah yang

membakar dan membuat kulit menjadi coklat. Penyebab lain dari

karsinoma sel basal adalah riwayat pengobatan radiologi sebelumnya

untuk menyembuhkan penyakit kulit lain, kontak dengan arsen, dan

gangguan genetik yang jarang (xeroderma pigmen tosum dan sindrom

karsinoma sel basal nevoid). Sinar UV panjang (UV A) yang dipancarkan

oleh alat untuk membuat kulit kecoklatan seperti terbakar sinar matahari

juga merusak epidermis dan dianggap sebagai karsinogenik.

Patofisiologi

Tumor ini ditandai oleh nodul eritematosa, halus seperti mutiara. Tepi

tumor sering kali meninggi dan memiliki pembuluh telangietaktik pada

permukaannya. Sering terdapat bagian tengah yang mengalami ulserasi

dan perdarahan, menginvasi dermis, dan merusak jaringan normal.

Pencegahan

Tabir surya, penyekat surya dan pemakaian bahan-bahan yang

melindungi kulit dari sinar matahari sangat dianjurkan pada setiap orang

yang dalam keluarganya ada yang menderita kanker kulit dan pada orang-

orang yang berkulit peka sehingga mudah sekali menderita luka bakar

karena sinar matahari. Selain itu pasien yang memiliki riwayat kanker sel

basal harus menggunakan tabir surya atau pakaian pelindung untuk

menghindari sinar karsinogenik yang terdapat dalam sinar matahari.

Kebanyakan tabir surya mengandung asam para amino benzoate (PABA)


yang dapat mengabsorbsi sinar-sinar karsinogenik. PABA adalah tabir

surya kimia pertama namun berpotensi untuk menyebabkan reaksi alergi.

Ester PABA (padimate cinnamates [parsol mcx]) adalah tabir surya yang

paling banyak digunakan untuk menyekat sinat UV B. Benzofenon

terutama menyekat sinar dengan gelombang yang lebih panjang (UV A).

Penanganan

Karsinoma sel basal harus segera ditangani. penanganan termasuk

kuretasi dengan elektrosdesikasi, scalpel bedah, iradiasi, bedah kimia,

dan bedah beku. Sel kanker basal kecil dengan diameter kurang dari 2cm

biasanya ditangani dengan eksisi scalpel atau elektrodesikasi dan kuretasi

setelah setelah dilakukan biopsy untuk memastikan diagnosis. Terapi sinar

roentgen boleh diberikan pada pasien yang telah berusia 60 sampai 70

tahun dengan tumor yang sangat besar disekitar kelopak mata, daun

telinga atau bibir. Bedah kimia Mohs berguna untuk mengobati kanker

besar yang berinfiltrasi dan sering kambuh, terutama disekitar telinga, lipat

nasolabial, dan mata. Pada bedah kimia eksisi mikroskopik pada tumor

dilakukan dengan memisahkan tumor selapis demi selapis dengan

scalpel: dibuat preparat irisan beku, dan dibentuk peta dari irisan tersebut;

kemudian lapisan bawah dari masing-masing irisan beku yang telah

diangkat tadi diperiksakan untuk menentukan bukti adanya kanker sel

basal. Bedah beku memakai nitrogen cair dan angka

kesembuhannyasama dengan kuretasi dan elketro desikasi.

b. Melanoma
Tumor ganas kulit yang berasal dari sel melanosit dengan gambaran

kehitaman pada kulit.sering terjadi pada usia 30 sampai 60 tahun.

Penyebab

Faktor penyebabnya yaitu :

Genetik; keluarga yang menderita keganasan ini meningkatkan resiko

200 kali terjangkiti melanoma maligna.


Biologik; trauma berkepanjangan misalnya iritasi akibat ikat pinggang,

berkurangnya ketahanan imunologik misalnya pada penderi

pengangkatan ginjal.
Lingkungan; paparan sinar UV dari matahari, terutama jika terjadi sun

burn yang berulang pada orang yang berpigmen rendah.

Patofisiologi

Secara khas suatu melanoma awalnya meluas secara horizontal di

dalam epidermis dan dermis superficial (fase pertumbuhan radial) yang

tidak bermetastasis pada saat itu. Ditandai dengan ciri-ciri arsitektural dan

sitologik serta meperlihatkan perilaku biologis yang berbeda. Akhirnya

terjadi fase pertumbuhan vertikal dengan perluasan ke dermis dalam,

hilangnya maturasi seluler dan berkembangnya kemampuan untuk

bermestastasis. Perilaku klinis ditentukan oleh karakteristik dan

pengukuran kedalaman invasi pertumbuhan vertical; prediksi gambaran

klinis lebih lanjut dapat ditentukan oleh pengukuran laju mitosis dan

derajad infiltrasi limfosit.

Klasifikasi tingkat invasi :


Tingkat I sel melanoma terletak pada membran epidermis. Sangat jarang

dan tidak membahayakan.

Tinkat II, invasi sel melanoma sampai dengan lapisan papilaris

dermis(dermis bagian superfisial).

Tingkat III, invasi sel melanoma sampai pada perbatasan antara lapisan

papilaris dengan lapisan retikularis dermis. Sel melanoma mengisi papilla

dermis.

Tingkat IV, invasi melanoma sampai pada lapisan retikularis dermis.

Tingkat V, invasi melanoma sampai dengan jaringan subkutan.

Terapi

1. Eksisi bedah, dilakukan pada melanoma stadium I dan II, disarankan

untuk mengambil sampai 1,5 cm pada luar tepi lesinya. Pada

melanoma yang terdapat pada kuku dianjurkan untuk dilakukan

amputasi pada seluruh jari yang terkena.


2. Elective Lymph Node Dessection (ELND), dilakukan pada melanoma

stadium III dimana telah terjadi metastase di kelenjar lymph, hal ini

dibuktikan dengan terabanya pembesaran pada kelenjar lymph.


3. Interferon a 2b, dapat digunakan sebagai terapi adjuvant pada

melanoma yang berukuran lebih dari 4mm (stadium V) tetapi harus

dipertimbangkan toksisitasnya yang masih tinggi. Tujuan terapi ini

adalah untuk menghambat metastasis yang lebih jauh lagi.


4. Kemoterapi, dikatakan tidak terlalu bermanfaat pada terapi melanoma,

jenis kemoterapi yang paling efektif adalah dacarbazine (dimethyl

tiazone imidazole carboxamide decarbzine).


3. Tumor Pada Kelenjar.
Kista Kelenjar Tiroid.

Kista tiroid adalah cairan yang dibungkus kantong yang terdapat di

kelenjar tiroid. Patogenesis dari kista tiroid belum diketahui, kemungkinan

disebabkan oleh proses infark, destruksi folikel tiroid, degenerasi kistik

dari folikel tiroid dan proses nekrosis dari tumor jinak atau ganas.

Faktor resiko

Yang menjadi faktor resiko munculnya kista tiroid adalah :

Usia di atas 40 tahun.

Jenis kelamin wanita.

Memiliki saudara kandung atau orang tua yang menderita kista tiroid.

Etiologi

Penyebab kista tiroid belum diketahui secara pasti namun diyakini

beberapa faktor menjadi pemicu berkembangnya kista tiroid yaitu

kurangnya yodium dalam makanan, gangguan autoimun yang

menyebabkan peradangan tiroid (penyakit hashimoto), suatu genetik

cacat dan paparan radiasi di masa kanakkanak.

Gejala

Orang dengan kista kecil (3mm atau lebih kecil ) pada tiroid mereka

biasanya tidak memiliki gejala apapun. Kebanyakan dari orang-orang ini

tidak akan menyadari bahwa mereka memiliki kista sampai dokter


menemukan kista pada saat pemeriksaan. Adapun jika kista telah

membesar akan menimbulkan gejala sebagai berikut :

Rasa sakit di leher akibat penekanan pada tenggorokan.

Kesulitan menelan .

Perubahan dalam nada dan kualitas suara jika kista menekan pita

suara.

Kadangkadang kista yang besar mempengaruhi fungsi tiroid

sehingga dapat menyebabkan hipertiroid atau hipotiroid.

Pemeriksaan

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk kasus dicurigai

adanya kelainan di tiroid adalah pemeriksaan laboratorium fungsi tiroid,

Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH), USG dan Skintigrafi. Pemeriksaan

lain adalah Tomografi tiroid, MRI, dan Positron Emission Tomografi (PET)

meskipun ini tidak rutin dilakukan. Pemeriksaan penunjang yang

diperlukan apabila ditemukan adanya nodul atau massa di tiroid adalah

pemeriksaan laboratorium T3, T4, dan TSH untuk mengetahui fungsi dari

tiroid, pemeriksaan USG untuk mengetahui apakah nodul tersebut solid

atau kistik, pemeriksaan BAJAH untuk menentukan nodul tersebut jinak

atau ganas, dan pemeriksaan skintigrafi. Pada pemeriksaan laboratorium

T3,T4, dan TSH pasien ditemukan dalam batas normal. Kecenderungan

untuk berubah menjadi keganasan rendah bila hasil pemeriksaan fungsi


tiroid normal (eutiroid). Hasil pemeriksaan laboratorium dari fungsi tiroid

adalah hipotiroid, hipertiroid, dan eutiroid. Dari ketiga pemeriksaan

laboratorium diatas, yang paling sensitif untuk menentukan fungsi tiroid

adalah pemeriksaan TSH.1,18

Untuk mengevaluasi massa tiroid, USG merupakan modalitas

imaging pilihan pertama, dimana pemeriksaan ini tidak mahal, tidak

invasif, dan tidak ada paparan radiasi.

Terapi kista pada Kelenjar.

Perbedaan pendapat terjadi berkaitan dengan perlu tidaknya

reseksi kelenjar getah bening leher, supresi hormone post reksesi dan

penggunaan yang tepat terapi radioaktif dengan 131I.

Prinsip terapi dari kista tiroid adalah operasi (reseksi) tindakan

reseksi itu bervariasi mulai dari isolobektomi sampai total tiroidektomi dan

diseksi kelenjar getah bening leher berdasarkan level yang terkena.

Consensus yang sering dipakai dalam menentukan luasnya reseksi

adalah system AMES (Age, Metastasis, Extent, size), system yang lain

adalah adalah AGES [Age, Grade, Extent, Size) dan MACIS (Metastasis,

Age,completeness of Resection, Invasion, Size).

Terapi adjuvant.

Penggunaan radiasi interna radioaktif 131I pada keganasan tidroid

masih kontroversi. Penggunaan radiasi eksterna beam radiation theraphy

(EBRT) hanya diberikan pada karsinoma anplastik, namun saat ini

fungsinya terbatas untuk terapi paliatif.


Untuk kemoterapi yang digunakan adalah levotiroksin dosis toksis.

II.2 Kanker

II.2.1 Definsi Kanker

Kanker merupakan penyakit dengan karakteristik adanya gangguan

atau kegagalan mekanisme pengaturan multiplikasi pada organism multi-

seluler sehingga terjadi perubahan perilaku sel yang tidak terkontrol. Peru-

bahan tersebut disebabkan adanya perubahan atau transformasi genetik,

terutama pada gen-gen yang mengatur pertumbuhan, yaitu protoonkogen

dan gen penekan tumor. Sel-sel yang mengalami transformasi terus-

menerus berproliferasi dan menekan pertumbuhan sel normal.

Proses penyakit ini bermula ketika sel abnormal diubah oleh mutasi

genetik dari DNA selular. Sel abnormal ini membentuk klon dan mulai

berproliferasi secara abnormal, mengabaikan sinyal mengatur pertumbu-

han dalam lingkungan sekitar sel tersebut.

Kemudian dicapai suatu tahap dimana sel mendapatkan ciri-ciri

invasif, dan terjadi perubahan pada jaringan sekitarnya. Sel-sel tersebut

menginifiltrasi jaringan sekitar dan memperoleh akses ke limfe dan

pembuluh-pembuluh darah, melalui pembuluh sel-sel menyebar ke area

lain dalam tubuh untuk membentuk metastase (penyebaran kanker).

Kanker bukan suatu penyakit tunggal dengan penyebab tunggal;

tetapi lebih kepada suatu kelompok penyakit yang jelas dengan penyebab

manifestasi, pengobatan dan prognosa yang berbeda.


Terdapat beberapa pola pertumbuhan sel dan disebut dengan

istilah hiperplasia, metaplasia, displasia, anaplasia,dan neoplasia.

a. Hiperplasia adalah peningkatan jumlah sel-sel jaringan, merupakan

proses proliferasi yang umum dijumpai selama periode pertumbuhan

tubuh yang cepat. Hiperplasia adalah respon selular yang normal saat

terdapat tuntutan fisiologik, hal ini menjadi suatu respon yang

abnormal apabila pertumbuhan melebihi tuntutan fisiologik seperti

yang terjadi pada iritasi kronis.


b. Metaplasia terjadi apabila salah satu tipe sel matur dibuat menjadi tipe

yang lain melalui stimulus yang mempengaruhi sel batang induk. Iritasi

atau inflamasi kronik, defisiensi vitamin, dan pemajanan terhadap

bahan kimiawi mungkin menjadi faktor yang mengarah pada

metaplasia. Perubahan metaplasia mungkin dapat pulih atau

berkembang menjadi displasia.


c. Displasia adalah pertumbuhan sel aneh yang mengakibatkan sel-sel

yang berbeda dalam ukuran, bentuk atau susunanya dengan sel-sel

lain dari tipe jaringan yang sama.Displasia dapat terjadi akibat bahan

kimia, radiasi,atau inflamasi atau iritasi kronik. Displasia dapat pulih

atau dapat mendahului perubahan neoplastik yang tidak pulih.


d. Anasplasia adalah diferensiasi sel-sel displastik pada derajat yang

lebih rendah. (Diferensiasi mengacu kepada keluasan dimana sel-sel

berbeda dari sel-sel asalnya dan dari tingkat maturitasnya). Sel-sel

anaplastik sulit dibedakan dan bentuknya tidak beraturan atau tidak

selaras dengan pertumbuhan dan pengaturan. Sel-sel anaplastik tidak

mempunyai ciri selular normal dan hampir selalu maligna.


e. Neoplasia digambarkan sebagai perumbuhan sel yang tidak terkontrol

yang tidak mengikuti tuntutan fisiologik, yang dapat benigna atau

maligna. Pertumbuhan neoplastik benigna dan maligna diklasifikasikan

dan dinamai sesuai dengan asal jaringannya.

Neoplasma ialah penyakit pertumbuhan sel. Neoplasma terdiri atas

sel-sel baru yang mempunyai bentuk, sifat dan kinetika yang berbeda dari

sel normalnya. Pertumbuhannya liar, autonom, yang terlepas dari kendali

pertumbuhan sel normal. Neoplasma mempunyai spectrum yang sangat

luas, dari neoplasma ganas dengan derajat keganasan yang sangat tinggi

yang tumbuh sangat cepat dan fatal, sampai neoplasma jinak dengan

pertumbuhan yang sangat pelan dan terbatas yang tidak mengganggu.

Neoplasma ganas
Neoplasma ganas secara umum disebut kanker. Neoplasma ganas

dapat dibagi berdasarkan derajat keganasan dan topografinya. Berdasar-

kan derajat keganasan, neoplasma ganas dibagi lagi menjadi 3 golongan

yaitu derajat keganasan tinggi, derajat keganasan sedang dan derajat

kega-nasan rendah. Mengetahui derajat keganasan kanker itu penting

sekali artinya untuk menentukan prognosenya dan menentukan terapi apa

yang tepat diberikan pada penderita.

II.2.2 Gejala Kanker

Adapun gejala-gejala yang ada pada penderita kanker itu dapat

berupa :
1. Lokal, pada tempat kanker primer tumbuh. Merupakan gejala pada

organ tempat pertama kali kanker itu timbul. Gejala utamanya

merupakan bentuk makroskopik kanker, yaitu:


a. Gejala utama, dapat berbentuk: Plaque, bentuk campuran, nodus

atau tumor, tanpa bentuk tertentu (leukemia), erosi atau ulkus


b. Gejala infiltrasi yang dapat berbentuk :
1) Retraksi jaringan atau organ
2) Perlekatan dengan jaringan atau organ sekitarnya
3) Peau dorange edema kulit karena infiltrasi kanker ke plexus

limfaceus subkutis atau kutis.


4) Satelit nodule/satelitosis, berupa plaque di sekitar tumor.
5) Nyeri, karena kanker berasal dari infiltrasi ke saraf atau tulang.
6) Gejala peritambahan yang dapat berupa: hipervaskularisasi/

neovaskularisasi, hiperemia di daerah tumor, hiperthermia dan

deformitas organ.
7) Gejala komplikasi
a. Ulserasi. Ulkus pada kanker yang terletak di permukaan

merupakan gejala utama, tetapi untuk kanker yang terletak

dalam merupakan komplikasi


b. Obstruksi saluran tubuh, seperti saluran usus (ileus), saluran

napas (dyspnea), saluran kencing (retensi urin), vena

(bendungan vena, sindroma vena cava superior), dan limfe

(edema tungkai atau lengan)


c. Nekrose tumor
d. Infeksi
e. Fraktur pada kanker tulang
f. Tekanan intracranial naik pada kanker otak
g. Neuroplegia pada kanker otak atau saraf
h. Nyeri, baik somatik maupun psikis
Umumnya kanker dini tidak banyak terdapat gejala. Terdapat lesi

yang dapat berupa: plaque, erosi atau tumor lokal saja. Sebelum

menunjukkan gejala infiltrasi atau komplikasi dapat terlihat tumor jinak.


2. Gejala Regional, pada kelenjar limfa yang berdekatan
Pada umumnya penyebaran kanker mulai tampak sebagai

metastase di kelenjar limfa regional sedangkan sarcoma umumnya

menyebar secara langsung ke organ-organ jauh. Penyebarannya berupa

pembesaran kelenjar limfa regional. Pembesaran kelenjar limfa dapat

disebabkan oleh:

a. Metastase, metastase mula-mula hanya mikroskopik di dalam kelenjar,

lalu membesar, menginvasi kapsul dan jaringan perilimfatik.

b. Reaktif hyperplasia, suatu reaksi immunologi.

c. Edema tungkai atau lengan

3. Gejala Metastase ke Organ


Gejala-gejala organik bermacam-macam tergantung dari organ

mana yang terkena metastase dan adanya komplikasi. Tiap kanker

mempunyai pola penybaran sendiri-sendiri, ada kanker yang lebih banyak

bermetastase di paru, tulang, dan sebagainya.


4. Gejala Sistemik
Gejala sistemik kanker itu bermacam-macam dan sebabnya juga

multifaktorial seperti:

a. Sekresi hormon, enzim, atau protein ektopik oleh sel tumor yang

mengacaukan system kendali tubuh.

b. Zat toksis dari metabolisme sel kanker atau nekrose dalam tumor.

c. Monopoli nutrisi oleh sel-sel kanker

d. Komplikasi kanker

II.2.3 Etiologi Kanker


Kanker menyebabkan 20-25% kematian. Insidensi kanker secara

keseluruhan berkaitan dengan usia, mencerminkan adanya akumulasi


kerusakan genetik. Karsinogenesis merupakan peristiwa genetik yang

menyebabkan transformasi ke arah keganasan dan juga metastasis.

Terdapat 4 etiologi utama kanker :

1. Karsinogenesis kimiawi

Terdapat dua tahap dalam karsinogenesis kanker-inisiasi tumor dan

promosi tumor. Inisiasi berarti kerusakan DNA yang permanen dan

berpotensi untuk diturunkan (diturunkan dalam jalur benih, misalnya

gonad) akibat karsinogen (langsung) maupun metabolit (tidak langsung).

Promosi dapat menyebabkan keganasan hanya pada sel-sel yang

sebelumnya telah mengalami inisiasi dan lebih menggambarkan proliferasi

sel yang meningkat dibandingkan dengan efek langsung pada DNA

(bersifat mitogenik dan bukan mitogenik). Karsinogen yang umum

termasuk hidrokarbon aromatik dan amin serta nitrosamine. Aflatoksin B1

menginduksi mutasi titik pada p53 (perubahan G menjadi T pada kodon

249) dan menyebabkan karsinoma hepatoselular. Walaupun mekanisme-

nya kurang jelas, karsinogen dalam asap tembakau merupakan karsino-

gen yang paling penting daripada karsinogen lain, kemungkinan menye-

babkan 30% dari semua kanker.

2. Karsinogenesis radiasi

Karsinogenesis radiasi berupa iradiasi ultraviolet, terutama UVB,

menghasilkan dimer pirimidin pada DNA, biasanya diperbaiki oleh sistem

reparasi eksisi nukleotida. Paparan UVB yang berlebih menyebabkan

kerusakan yang melebihi kemampuan reparasi sistem tersebut, sehingga


timbul kerusakan DNA. Mutasi pada jalur reparasi ini dalam kasus

xeroderma pigmentosum mengakibatkan angka kejadian keganasan kulit

yang tinggi. UVB juga menyebabkan mutasi pada onkogen atau gen

supresor tumor, misalnya p53. Radiasi pengion merusak DNA dengan

mengionisasi langsung atau melalui pembentukan radikal bebas yang

sangat reaktif akibat ionisasi air disekitarnya.

3. Karsinogenesis virus

Virus dapat menyebabkan kanker dengan memasukkan materi

genetik ke dalam genom sel penjamu, yang kemudian menyebabkan

aktivasi onkogen atau inaktivasi gen supresor tumor. Virus RNA dapat

menyebabkan keganasan dengan memasukkan DNA provirus dekat suatu

protoonkogen, menginduksi perubahan struktural, sehingga terjadi

perubahan menjadi onkogen seluler (C-ONC). Hal ini dinamakan

mutagenesis insersi.Virus penyebab kanker yang paling penting secara

epidemiologis adalah human papilloma virus (HPV) (kanker serviks) dan

hepatitis B (hepatoma).

4. Faktor yang dapat diturunkan

Pada 5-10% kasus kanker ditemukan adanya faktor predisposisi

yang diturunkan. Gen mutan yang diturunkan dalam sel-sel benih

meningkatkan resiko terbentuknya tumor (misalnya retinoblastoma).

Mutasi berikutnya pada gen supresor tumor yang lain dalam sel-sel

somatis akan menyebabkan transformasi. Terdapat beberapa sindrom

kanker familial yang sudah dikenal yang berkaitan dengan gen mutan
yang diturunkan secara spesifik, misalnya kanker payudara dan ovarium

familial (BRCA-1), dan polyposis adenomatosa familial (FAP). Walaupun

sindrom ini diturunkan secara dominan autosomal, terdapat pula sindrom

yang bersifat resesif autosomal. Variasi ringan dalam aktivitas enzim yang

diturunkan (polimorfisme genetik) mengubah metabolisme kanker

sehingga meningkatkan angka kejadian kanker.


Mekanisme genetik yang mendasari karsinogenesis penting dalam

perkembangan dan pertumbuhan kanker. Sebagian besar tumor manusia

yang telah dipelajari selama ini menunjukkan adanya aktivasi beberapa

onkogen dan adanya kehilangan dua atau lebih gen supresor tumor.
Empat golongan gen yang paling penting adalah :
1) Onkogen
Onkogen (gen penyebab kanker) berasal dari protoonkogen, gen

sel normal yang mempromosikan dan mengontrol pertumbuhan serta

deferensial sel normal.Onkogen diklarifikasikan sebagai onkogen virus

atau onkogen sel (V-ONC dan C-ONC). Masing-masing V-ONC

dinamakan sesuai dengan nama virus asal onkogen tersebut diambil,

misalnya V-FES dari virus sarcoma kucing (feline sarcoma virus).

Onkogen C-ONC juga dinamakan demikian, misalnya C-RAS yang diambil

dari virus sarcoma tikus (rat sarcoma virus) atau C-MYC dari virus

mielositoma (mielocytoma) tikus (murine).Onkogen virus (sekuens unik

dalam genom retrovirus yang menyebabkan tumor) hampir identik dengan

sekuens yang ditemukan dalam DNA sel normal. Onkogen virus tersebut

dapat terintegrasi ke dalam genom selama evolusi oleh rekombinasi

dengan DNA dari sel inang yang terinfeksi. Onkogen sel merupakan gen
sel normal yang telah menjadi onkogenik melalui perubahan struktural

yang memicu perilaku in situ yang berubah. Biasanya perubahan dalam

sekuens gen menghasilkan produk gen abnormal dengan fungsi yang

tidak jelas. Kemungkinan lain, perubahan pada ekspresi gen (produksi

protein) oleh amplifikasi gen (penggandaan multipel) atau ekspresi yang

berlebih dapat menyebabkan protein penginduksi pertumbuhan normal

dalam jumlah yang banyak (sering berupa reseptor). Onkoprotein (protein

yang dikode oleh onkogen) termasuk faktor pertumbuhan dan

reseptornya, protein untuk transduksi sinyal, faktor transkripsi nukleus

(yang mengatur ekspresi gen), siklin dan kinase yang terkait dengan siklin

(yang mengatur siklus sel dari sintesis DNA baru sampai mitosis).
2) Produksi gen supresor tumor
Produksi gen supresor tumor mengatur pertumbuhan sel dengan

menghambat proliferasi sel. Hilangnya gen-gen ini merupakan peristiwa

kunci pada sebagian besar, atau bahkan dalam semua kejadian kanker

manusia. Gen supresor tumor yang mengalami mutasi sebagian besar

bersifat resesif, maksudnya karsinogenesis membutuhkan inaktivasi

kedua alel normal, misalnya produk protein dari gen retinoblastoma (pRb),

yang mengendalikan perjalanan siklus sel, dan p53 yang memantau

ada/tidaknya kerusakan genetik, menghentikan progresi siklus sel, dan

memicu apoptosis apabila kerusakannya tidak diperbaiki.

3) Gen yang mengatur apoptosis

Apoptosis atau kematian sel yang terprogram merupakan involusi

sel yang terkendali pada sel-sel yang berlebih. Banyak gen mengen-
dalikan apoptosis. Apabila gen-gen ini rusak, terdapat akumulasi sel yang

menetap yang seharusnya tidak ada, misalnya ekspresi berlebihan bcl-2

pada limfoma, mutasi pada bax yang berhubungan dengan kegagalan

apoptosis pada beberapa tumor padat.

4) Gen yang mengatur perbaikan DNA

Gen yang mengatur perbaikan DNA tidak langsung bersifat

onkogenik apabila rusak, namun memungkinkan terjadinya mutasi pada

gen-gen lain pada saat replikasi, sehingga meningkatkan kemungkinan

pembentukan tumor, misalnya gangguan Ketidakcocokan perbaikan gen

pada kanker kolon nonpoliposis herediter (HNPCC), gen predisposisi

kanker payudara dan ovarium, BRCA-1 dan 2, dan mekanisme perbaikan

DNA yang rusak pada xeroderma pigmentosum.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kanker antara lain :

a. Faktor genetika

b. Kelainan Kongenital dapat berupa kerusakan struktural, fungsional dan

sistem kerja. Kerusakan struktural ialah karena konstitusi gen itu rusak,

sedangkan kerusakan fungsi/sistem ialah kerusakan pada fungsi atau

sistem kerjanya dan ini menentukan kemampuan tubuh untuk:

menetralisasi karsinogen yang masuk ke dalam tubuh, mereparasi

kerusakan gen dalam kromosom, menjaga imunitas tubuh, mematikan

sel kanker yang baru terbentuk

c. Karsinogen. Di alam banyak terdapat karsinogen, yaitu zat atau bahan

yang dapat menimbulkan kanker. Beberapa macam karsinogen, yaitu:


1) Karsinogen kimiawi. Karsinogen alami berupa: aflatoksin, terdapat

pada biji kacang-kacangan yang ditumbuhi jamur aspergillus flavus,

yang dapat menimbulkan kanker hati, cycasin dari biji cycad,

safrole dari akar sassafras, alkaloid dari golden ragwort dan

nitrosamine dalam berbagai makanan dan minuman.


2) Karsinogen buatan manusia. Bahan industri di pabrik-pabrik (arang,

ter, karet, cat, kulit, petrokimia, plastik, tekstil dan kayu), obat-

obatan (seperti agen pengalkilasi, immunosupresif, anabolik

steroid, kontrasepsi, arsen, dietilstil-besterol, klorfazin), asap rokok

dan pestisida.
3) Karsinogen radiasi. Sinar yang dapat mengadakan ionisasi air dan

elektrolit dalam jaringan ialah sinar-X atau sinar Rontgen dan sinar

UV (ultraviolet).Sinar UV itu umumnya berasal dari sinar matahari.

Dengan adanya ionisasi air dan elektrolit dalam jaringan, akan

terjadi disintegrasi sel dan bila disintegrasi itu berat sel akan mati.

Radiasi pada sel atau jaringan dapat menimbulkan berbagai

tingkatan lesi, tergantung dari dosis yang diberikan, karena radiasi

mungkin timbul malformasi sel, gangguan mitosis, mutasi gen. ini

semua mengakibatkan timbulnya sel liar, yaitu sel kanker, yang

pertumbuhannya tak terkendalikan lagi.


4) Karsinogen Virus. Beberapa jenis virus, yang disebut virus onkogen

dapat menimbulkan kanker secara alamiah atau dengan induksi

pada binatang percobaan. Pada manusia dugaan penyebab kanker

oleh virus atas dasar data epidemiologi dan pemeriksaan


serologi.Ada 3 jenis virus yang dapat menimbulkan kanker yaitu :

virus DNA, RNA, dan Retroid.


5) Hormon. Hormon dapat menimbulkan kanker hanya pada beberapa

organ saja, yaitu organ yang pertumbuhannya dipengaruhi oleh

hormon, seperti payudara, uterus, dan prostat. Kanker itu diduga

timbul karena ada gangguan keseimbangan hormonal.Hormone

steroid yang terdapat dalam tubuh ialah estrogen, androgen dan

gestagen. Hormon estrogen terdapat dalam 3 bentuk yaitu estrone,

estradiol, dan estriol. Estron dan estradiol dianggap sebagai

karsinogen dan estriol sebagai anti-karsinogen. Estrogen dapat

menimbulkan kanker mamma, endomet-rium, dan testosterone

dapat menimbulkan kanker prostat.


6) Faktor diet. Diet yang kurang buah/sayur, tinggi garam, nutrisi,

lemak dan daging berlebih, diet rendah polisakarida selain pati

(serat), kandungan pengawet tinggi (nitrat dan lain-lain), rendah

vitamin C, makanan asap, kacang betel (kanker mulut), ikan asin,

dan sayuran acar.

II.2.4 Patofisiologi Kanker

Kanker adalah nama untuk sekelompok kondisi yang dihasilkan

dari pertumbuhan tidak terkendali dari sel-sel yang abnormal.

Perkembangannya kompleks melalui beberapa tahap yaitu: aktivasi,

inisiasi, promotor, progresi (perkembangan dan penyebaran), dan

kemungkinan remisi (sukses pengobatan atau pembalikan).


Menurut Krinke (2005) Fase transformasi sel normal menjadi sel

kanker adalah sebagai berikut :

1. Aktivasi. Beberapa bahan kimia dan/atau radiasi dapat memicu

perubahan sel. Dalam proses yang normal, tubuh seseorang dapat

menghilangkan zat-zat berbahaya, dalam beberapa kasus substansi

menetap dan menempel pada DNA dalam sel.

2. Inisiasi. DNA berubah atau bermutasi dalam sel yang disalin. Jika itu

terjadi dalam DNA tertentu, ini akan membuat sel lebih sensitif terhadap

zat berbahaya dan/atau radiasi. Tahap ini perlu pemaparan karsinogen

terhadap sel normal. Karsinogen tersebut menyebabkan kerusakan

genetik yang tidak dapat diperbaiki sehingga mengakibatkan mutasi sel

yang bersifat ireversibel. Sel yang termutasi ini memiliki respon yang

berubah terhadap lingkungannya dan tumbuh selektif sehingga berpotensi

menjadi sel kanker.

3. Promosi. Ketika sel menjadi sensitif, promotor mendorong sel-sel

membelah dengan cepat. Jika urutan normal dari DNA rusak, gumpalan

sel abnormal mengikat bersama untuk membentuk suatu masa atau

tumor. Selama tahap ini, karsinogen mengubah lingkungan untuk

mempromosikan pertumbuhan sel termutasi melebihi sel normal. Berbeda

dengan tahap inisiasi, 5 bahwa pada tahap promosi bersifat reversibel.

Sifat ini menjadi target kemopreventif selanjutnya dengan perubahan

lifestyle dan diet. Akan tetapi, pada titik tertentu sel yang termutasi akan

menjadi kanker.
4. Progresi. Sel-sel terus berkembang biak dan menyebar ke jaringan

terdekat. Jika mereka memasuki sistem getah bening, sel-sel abnormal

akan diangkut ke organ tubuh lain. Tahap akhir dari pertumbuhan tumor

adalah progresi. Keterlibatan perubahan genetik menyebabkan proliferasi

sel yang begitu cepat. Pada tahap ini melibatkan invansi tumor ke dalam

jaringan lokal dan mengalami metastasis (penyebaran yang jauh) .

5. Pembalikan. Tujuan dari pembalikan adalah untuk mencegah

perkembangan kanker atau untuk memblokir salah satu dari keempat

tahap pertama.

II.2.5 Epidemiologi

II.2.6 Mekanisme Pemeriksaan

Karena kanker paling dapat disembuhkan dengan pembedahan atau

radiasi sebelum mereka menyebar, deteksi dini dan pengobatan memiliki

manfaat potensial yang jelas. Diagnosis dini sulit bagi banyak kanker

karena tidak menghasilkan tanda-tanda klinis atau gejala sampai besar

atau telah menyebar. Program skrining kanker dirancang untuk

mendeteksi tanda-tanda kanker pada orang yang belum mengembangkan

gejala dari kanker. Kurangnya metode skrining yang efektif untuk

beberapa jenis kanker dan aksesibilitas beberapa situs anatomi lebih

mempersulit proses ini. Pendidikan masyarakat tentang tanda-tanda

peringatan dini kanker umum adalah sangat penting untuk memfasilitasi

deteksi dini. Untuk beberapa kanker, prosedur skrining yang efektif

memang ada. Papanicolaou (Pap) smear test, misalnya, adalah alat yang
efektif untuk mendeteksi kanker serviks pada tahap awal. Pemeriksaan

diri dari payudara pada wanita dan testis pada pria dapat menyebabkan

diagnosis dini kanker pada organ-organ ini. The American Cancer Society

telah menerbitkan pedoman untuk pemeriksaan skrining rutin.

II.2.7 Mekanisme Pengobatan

Empat modalitas utama bekerja dalam pendekatan untuk

pengobatan kanker: operasi, radiasi, kemoterapi, dan terapi biologis. Yang

terlama dari ini adalah operasi, yang memainkan peran utama dalam

diagnosis dan pengobatan kanker. Bedah tetap terapi pilihan untuk

sebagian besar tumor padat didiagnosis pada tahap awal. Terapi radiasi

pertama kali digunakan untuk pengobatan kanker pada 1800-an dan tetap

menjadi andalan dalam pengelolaan kanker. Meskipun sangat efektif

untuk mengobati berbagai jenis kanker, operasi dan radiasi pengobatan

lokal. Modalitas ini cenderung menghasilkan obat pada pasien dengan

penyakit yang benar-benar lokal. Tetapi karena kebanyakan pasien kanker

memiliki penyakit metastasis pada saat diagnosis, terapi lokal sering gagal

sepenuhnya menghilangkan kanker. Selain itu, penyakit sistemik seperti

leukemia tidak dapat diobati dengan modalitas lokal. Kemoterapi

(termasuk terapi hormonal) mengakses sirkulasi sistemik dan secara


teoritis dapat mengobati tumor primer dan penyakit metastasis. Terapi

biologis saat ini dianggap dalam arti yang lebih luas dari imunoterapi atau

"terapi bertarget." Imunoterapi, bentuk penting awal terapi biologis,

melibatkan rangsangan sistem kekebalan tubuh inang untuk melawan

kanker. Para agen yang digunakan dalam imunoterapi biasanya alami

sitokin, yang telah diproduksi dengan teknologi DNA rekombinan. Contoh-

contoh zat yang digunakan dalam immunotherapy termasuk interferon dan

interleukin (ILS). Terapi bertarget termasuk antibodi monoklonal, inhibitor

tirosin kinase, inhibitor proteosom, dan lain-lain.

Banyak kanker tampaknya dihilangkan dengan pembedahan atau

radiasi. Namun, tingginya insiden kambuh menyiratkan bahwa tumor

primer mulai bermetastasis sebelum dihapus. Metastasis awal terlalu kecil

untuk mendeteksi dengan tes diagnostik yang tersedia saat ini dan dikenal

sebagai micrometastases. terapi adjuvan didefinisikan sebagai

penggunaan agen sistemik untuk memberantas penyakit micrometastatic

berikut modalitas lokal seperti operasi atau radiasi atau keduanya. Tujuan

terapi sistemik yang diberikan dalam pengaturan ini adalah untuk

mengurangi tingkat kekambuhan dan memperpanjang kelangsungan

hidup. Dengan demikian, terapi adjuvan diberikan kepada pasien dengan

keganasan yang berpotensi dapat disembuhkan yang memiliki penyakit

tidak terdeteksi secara klinis setelah operasi atau radiasi. Karena terapi

ajuvan diberikan pada waktu saat kanker tidak terdeteksi (yaitu, tidak ada

penyakit terukur), efektivitasnya tidak dapat diukur dengan tingkat


respons; sebaliknya, dievaluasi oleh tingkat kekambuhan dan

kelangsungan hidup. Nilai terapi adjuvant yang terbaik pada kolorektal dan

kanker payudara. Terapi obat juga dapat diberikan dalam pengaturan

neoadjuvant atau pra operasi. Tujuannya adalah untuk membuat

modalitas pengobatan lain yang lebih efektif dengan mengurangi beban

tumor dan menghancurkan micrometastases. Terapi adjuvant (kemoterapi,

terapi target, dan/atau terapi hormonal) kemudian diberikan untuk

memberantas penyakit micrometastatic.

II.2.8 Daftar Obat-obat Kanker

Tabel Agen Kemoterapi Kanker dan Toksisitasnya


Agen Toksisitas Pembatas-Dosis Toksisitas
Antimetabolit
Fluorourasi (5-FU) Bolus; mielosupresi Dermatologic
Infus kontinyu:kerusakan (hiperpigmentasi,alopesia,
mukosa saluran cerna (diare, fotosensitivitas, nail bonding),
stomatitis) ocular (airmata berlebihan,
gatal, rasa terbakar), hand-
foot syndrome
Kapesitabin Toksisitas infus kontinyu 5-
FU, terutama hand foot
syndrome
Sitarabin Mielosupresi, terutama Dosis biasa : alopesia, dan
neutropenia mual ringan
Dosis tinggi (>1 g/m2) : mual
dan toksisitas neurologic,
ocular, hepatik dermatologic
Gemsitabin Mielosupresi, terutama Peningkatan transaminase
neutropenia liver, proteinuria dan
hematuria ringan, demam,
muntah.
Merkaptopurin (6-MP) dan 6-TG mielosupresi Toksisitas saluran cerna
Tioguanin (6-TG) terutama dengan 6-MP, luka
hepatik dengan 6-MP kronik.
Fludarabin Mielosupresi Neurotoksisitas, nausea
ringan dan muntah
Kladribin Mielosupresi Imunosupresi, dan infeksi
oportunistik
Metotreksat Mielosupresi dan mukositosis Toksisitas SSP, renal,mual
dan muntah ringan
Obat Pentarget Mikrotubul
Alkaloid vinka Vinkristin : neurotoksisitas
Mual dan muntah ringan,
Vinorelbin dan finblastin :alopesia, mukositis, leukemia
mielosupresi sekunder
Taksan Mielosupresi,terutama Neuropati perifer, mukositis,
neutropenia alopesia total, mual ringan
dan muntah.
Obat Pentarget Topoisomerase
Podofilotoksin (etoposida Mielosupresi Mual ringan dan muntah,
dan tenoposida) alopesia, mukositis,
hipersensitivitas
Irinotekan dan topotekan Keduanya : mielosupresi Mual ringan dan
Irinotekan : diare muntah,alopesia, mukositis,
hipersensitivitas, lelah
Turunan antrasen Mielosupresi Kariotoksis, mual, muntah,
alopesia,mukositis, leukemia
sekunder.
Agen Pengalkilasi
Siklofosfamid Mielosupresi Mual, muntah, alopesia,
sistitis hemoragi
Isofosfamid Sistitik hemoragi Mual, muntah, alopesia,
toksisitas SSP
Nitrosourea Mielosupresi Mual dan muntah berat,
kemerahan muka, nyeri saat
infuse
Agen Kemoterapi Lain
Sisplatin Muntah, nefrotoksisitas, Anemia
neuropati
Karboplatin Mielosupresi, terutama Mual, muntah, nefrotoksisitas,
leukopenia dan neuropati, hipersensitifitas
trombositopenia
Bleomisin Demam, toksisitas pulmonary
L-asparaginase Pankreatitis akut, Hipersensitivitas, pendarahan
hepatotoksitas atau thrombosis,
hiperglikemia, mual
Estramustin Mual, muntah Ginekomastia, sensitivitas
payudara, efek kardiovaskular

Produk Biologi dan Terapi Terarah Biologi


Interferon Lelah Sindrom mirip flu, toksisitas
saluran cerna, mielosupresi,
peningkatan tes fungsi hati,
proteinuria
Aldesleukin Hipotensi, retensi cairan, Trombositopenia, anemia,
disfungsi renal eosinophilia, infeksi bakteri,
hipotiroidisme
Denileukin diftiloks Hipersensitivitas, gejala mirip
flu, sindrom kebocoran
vascular, limfopenia
Imatinib mesilat Mual, muntah, edema, kram
otot, diare, neutropenia,
trombositopenia
Talidomid Sedasi, depresi, lelah,
konstipasi, neuropati perifer,
teratogenitas
Alemtuzumab Reaksi infus berat,
imunosupresi, infeksi,
mielosupresi parah dan lama
Gemtuzumab Mielosupresi parah, reaksi
infus berat, toksisitas
pulmonary
Rituximab Reaksi terkait infus berat,
reaksi mukokutan berat,
mielosupresi terutama
limfopenia, infeksi
Trastuzumab Reaksi terkait infus,
kardiomiopati, toksisitas
pulmonary

II.2.9 Jenis-Jenis Kanker

II.2.9.1 Kanker Serviks

1. Uraian Penyakit

Serviks berasal dari bahasa latin yang artinya leher. Serviks adalah

salah satu bagian dari rahim. Serviks terdiri dari dua bagian yaitu mulut

rahim dan leher rahim, tetapi secara keseluruhan keduanya disebut

serviks. Serviks adalah organ yang menghubungkan antara rahim dan

vagina. Leher rahim terletak lebih rendah, bagian sempit dari rahim

dimana dia bergabung dengan ujung atas vagina berbentuk selinder atau
kerucut dan menonjol bagian atas. Panjang serviks atau leher rahim

diperkirakan 2 inci.

Penyakit kanker leher rahim atau kanker serviks (Cervical Cancer)

merupakan kanker yang terjadi pada servik uterus, suatu daerah pada

organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang

terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina).

Penyakit kanker servik ini disebabkan oleh virus yang disebut

Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini menyebar melalui kontak seksual,

HPV dapat menyerang semua perempuan disetiap waktu tanpa melihat

umur ataupun gaya hidup. Banyak wanita yang dengan daya tahan tubuh

yang baik mampu melawan infeksi HPV dengan sendirinya. Namun

demikian, terkadang virus ini berujung pada terjadinya penyakit kanker.

Pada tingkat pra-kanker, penderita biasanya tidak memiliki keluhan

apa-apa. Tak heran jika kanker leher rahim biasanya ditemukan sudah

pada stadium bukan awal. Adapun keluhannya, diantaranya:

1. Perdarahan dari vagina (per vaginam), yang dapat merupakan

perdarahan ringan atau perdarahan pasca senggama Tapi harus juga

diingat bahwa tidak semua keluhan perdarahan terkait langsung

dengan kanker leher rahim. Hal-hal lain yang dapat menyebabkan

perdarahan per vaginam antara lain adalah karena polip leher rahim,

radang, atau gangguan hormonal.

2. Keputihan, yaitu keluarnya cairan dari vagina. Keputihan yang

mencerminkan kanker leher rahim biasanya berbau, kadang-kadang


seperti nanah, warnanya semu merah karena bercampur darah. Tidak

semua keputihan merupakan pertanda kanker leher rahim.

3. Nyeri. Bila proses penyakit telah meluas dan menekan organ sekitar,

maka dapat mengakibatkan rasa nyeri di panggul. Bila ada penyebaran

penyakit di tulang, akan menimbulkan rasa sakit di tulang, misalnya

tulang belakang, tulang panggul, dan tulang tungkai.

4. Anuri (tidak keluar urine) karena perluasan kanker, sehingga saluran

kencing dari ginjal tersumbat.

Ada beberapa langkah pencegahan untuk menghindari kanker

serviks (leher rahim). Berikut adalah langkah pencegahan tersebut:

1. Menghindari hubungan seksual di usia muda.


2. Jangan berganti-ganti pasangan seksual.
3. Menjaga kebersihan alat genital anda dan pasangan anda.
4. Bagi wanita yang telah berhubungan seksual dan telah melahirkan

anak dianjurkan untuk melakukan Papsmear setahun sekali (Papsmear:

pemeriksaan mikroskopik dari jaringan serviks uteri untuk mendeteksi

sel kanker).
5. Hindari merokok.
6. Konsumsi makanan yang bergizi dan seimbang.
2. Etiologi

Penyebab langsung karsinoma uterus belum diketahui. Faktor

ekstrinsik yang berhubungan dengan insiden karsinoma serviks uteri

adalah smegma, infeksi Human Papilloma Virus (HPV), dan spermatozoa.

Karsinoma serviks uteri timbul disambungan skuamokolumner

serviks. Faktor resiko yang berhubungan dengan karsinoma serviks ialah


perilaku seksual berupa mitra seks multipel, paritas, nutrisi, rokok, dll.

Karsinoma serviks dapat tumbuh eksofitik, endofitik, atau ulseratif.

3. Patofisiologi

Kanker serviks terjadi jika sel-sel serviks menjadi abnormal dan

membelah secara tak terkendali. 90% dari kanker serviks berasal dari sel

skuaomosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel

kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju kedalam

rahim.

Adapun stadium dari kanker serviks yaitu :

1. Stadium 0. Kanker noninvasive, kanker dini ini kecil dan hanya

terbatas pada permukaan serviks.

2. Stadium I. Kanker hanya terbatas pada serviks

3. Stadium II. Kanker pada stadium ini termasuk serviks dan uterus,

namun belum menyebar ke dinding pelvis atau bagian bawah vagina

4. Stadium III. Kanker pada stadium ini telah menyebar dari serviks dan

uterus ke dinding pelvis atau bagian bawah vagina.

5. Stadium IV. Pada stadium ini kanker telah menyebar ke organ

terdekat, seperti kandung kemih atau rectum, atau telah menyebar ke

daerah lain di dalam tubuh, seperti paru-paru, hati atau tulang.


4. Mekanisme Pemeriksaan

Gejala seseorang terinfeksi HPV memang tidak terlihat dan tidak

mudah diamati. Cara paling mudah untuk mengetahuinya dengan

melakukan pemeriksaan sitologis leher rahim. Pemeriksaan ini saat ini

populer dengan nama Pap smear atau Papanicolaou smear yang diambil

dari nama dokter Yunani yang menemukan metode ini yaitu George N.

Papanicolaou. Namun, ada juga berbagai metode lainnya untuk deteksi

dini terhadap infeksi HPV dan kanker serviks seperti berikut:

1. IVA

IVA yaitu singkatan dari Inspeksi Visual dengan Asam asetat. Metode

pemeriksaan dengan mengoles serviks atau leher rahim dengan asam

asetat. Kemudian diamati apakah ada kelainan seperti area berwarna

putih. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada

infeksi pada serviks.

2. Pap smear
Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan

pengerik atau sikat untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks

atau leher rahim. Kemudian sel-sel akan dianalisa di laboratorium. Tes

dapat menyingkapkan apakah ada infeksi, radang, atau sel-sel

abnormal.
3. Thin prep
Metode Thin prep lebih akurat dibanding Pap smear. Jika Pap smear

hanya mengambil sebagian dari sel-sel di serviks atau leher rahim,


maka Thin prep akan memeriksa seluruh bagian serviks atau leher

rahim. Tentu hasilnya akan jauh lebih akurat dan tepat.


4. Kolposkopi
Jika semua hasil tes pada metode sebelumnya menunjukkan adanya

infeksi atau kejanggalan, prosedur kolposkopi akan dilakukan dengan

menggunakan alat yang dilengkapi lensa pembesar untuk mengamati

bagian yang terinfeksi. Tujuannya untuk menentukan apakah ada lesi

atau jaringan yang tidak normal pada serviks atau leher rahim. Jika

ada yang tidak normal, biopsi-pengambilan sejumlah kecil jaringan dari

tubuh-dilakukan dan pengobatan untuk kanker serviks segera dimulai.


5. Servikografi
6. Gineskopi
7. Pap net (pemeriksaan terkomputerisasi dengan hasil lebih sensitif)
8. Tes Untuk Menentukan Stadium

Jika tes biopsi menunjukkan bahwa positif terserang kanker, maka perlu

dipelajari tingkatan / stadium dari penyakit ini untuk membantu memilih

perawatan yang terbaik. Kanker serviks paling sering menyebar ke

jaringan terdekat di panggul, kelenjar getah bening, atau paru-paru.

Kanker ini juga bisa menyebar ke hati atau tulang.

1. Sinar X dada : sinar X sering bisa menunjukkan apakah kanker

telah menyebar ke paru-paru.


2. CT scan : Sebuah mesin x-ray yang dihubungkan ke komputer

mengambil serangkaian gambar detil dari organ-organ anda.


3. MRI : Dapat menunjukkan apakah kanker telah menyebar.
4. PET scan: suntikan akan diberikan dari sejumlah kecil gula

radioaktif. Sel-sel kanker menyerap gula lebih cepat dari sel

normal, dan area kanker terlihat terang.


5. Mekanisme Pengobatan
Pemilihan pengobatan tergantung kepada ukuran tumor, stadium,

pengaruh hormon terhadap pertumbuhan tumor dan kecepatan

pertumbuhan tumor serta usia dan keadaan umum penderita.

Metode pengobatan:

a. Pembedahan

Kebanyakan penderita akan menjalani histerektomi (pengangkatan

rahim). Kedua tuba falopii dan ovarium juga diangkat (salpingo-

ooforektomi bilateral) karena sel-sel tumor bisa menyebar ke ovarium dan

sel-sel kanker dorman (tidak aktif) yang mungkin tertinggal kemungkinan

akan terangsang oleh estrogen yang dihasilkan oleh ovarium. Jika

ditemukan sel-sel kanker di dalam kelenjar getah bening di sekitar tumor,

maka kelenjar getah bening tersebut juga diangkat. Jika sel kanker telah

ditemukan di dalam kelenjar getah bening, maka kemungkinan kanker

telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Jika sel kanker belum menyebar

ke luar endometrium (lapisan rahim), maka penderita tidak perlu menjalani

pengobatan lainnya.

Rahim diangkat, tetapi tidak mencakup jaringan yang berada di

dekatnya. Baik vagina maupun kelenjar getah bening panggul tidak

diangkat. Rahim dapat diangkat dengan cara operasi di bagian depan

perut (perut) atau melalui vagina. Setelah operasi ini, seorang wanita tidak

bisa menjadi hamil. Histerektomi digunakan untuk mengobati beberapa

kanker serviks stadium awal (I). Hal ini juga digunakan untuk stadium pra-

kanker serviks (o), jika sel-sel kanker ditemukan pada batas tepi konisasi.
b. Terapi penyinaran (radiasi)

Radioterapi adalah pengobatan dengan sinar berenergi tinggi

(seperti sinar-X) untuk membunuh sel-sel kanker ataupun menyusutkan

tumornya. Radiasi dapat berasal dari luar tubuh (radiasi eksternal) atau

dari bahan radioaktif yang ditempatkan langsung di tumor (implan radiasi

atau radiasi internal). Untuk kanker serviks, jenis radiasi eksternal sering

diberikan bersama dengan kemoterapi dosis rendah.

c. Kemoterapi

Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan untuk membunuh

sel-sel kanker. Biasanya obat-obatan diberikan melalui infus ke pembuluh

darah atau melalui mulut. Setelah obat masuk ke aliran darah, mereka

menyebar ke seluruh tubuh. Kadang-kadang beberapa obat diberikan

dalam satu waktu.

II.2.9.2 Kanker Pankreas

1. Uraian Penyakit

Pankreas adalah organ aksesoris pada sistem pencernaan yang

memiliki dua fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan atau

fungsi eksokrin serta menghasilkan beberapa hormon atau

fungsi endokrin. Pankreas terletak pada kuadran kiri atas abdomen atau

perut dan bagian kaput/kepalanya menempel pada organ duodenum.

Produk enzim akan disalurkan dari pankreas

ke duodenum melalui saluran pankreas utama.

Beberapa fungsi dari pankreas adalah :


a. Mengatur kadar gula dalam darah melalui pengeluaran glucogen,

yang menambah kadar gula dalam darah dengan mempercepat tingkat

pelepasan dari hati.

b. Pengurangan kadar gula dalam darah dengan mengeluarkan

insulin yang mana mempercepat aliran glukosa ke dalam sel pada

tubuh, terutama otot. Insulin juga merangsang hati untuk mengubah

glukosa menjadi glikogen dan menyimpannya di dalam sel-selnya.

Kanker pankreas adalah neoplasma ganas yang berasal dari sel

yang bertransformasi dalam jaringan yang membentuk pankreas. Jenis

yang paling umum dari kanker pankreas, yakni sekitar 95% dari tumor ini,

adalah adenokarsinoma (tumor menunjukkan arsitektur kelenjar pada

mikroskop cahaya) yang timbul dalam komponen eksokrin pankreas.

Sebagian kecil berasal dari sel islet, dan diklasifikasikan sebagai tumor

neuroendokrin.

2. Gejala dan Tanda

Gejala umum termasuk:

a. Nyeri di perut bagian atas yang biasanya menyebar ke bagian belakang

(terlihat pada karsinoma tubuh atau ekor pankreas)

b. Mulas - asam lambung

c. Kurang nafsu makan atau mual dan muntah

d. Diare, mencret.

e. Penurunan berat badan yang signifikan (cachexia)


f. Ikterus Painless (warna kuning putih mata (sclera) atau kulit yang

kekuningan, kemungkinan disertai dengan warna urin gelap) . ketika

kanker kepala pankreas (75% kasus) menghalangi saluran empedu

yang melalui pankreas. Hal ini juga dapat menyebabkan tinja berwarna

pucat dan steatorrhea. Penyakit kuning mungkin terkait dengan gatal

sebagai garam dari kelebihan empedu dapat menyebabkan iritasi kulit.

g. Trousseau, di mana gumpalan darah terbentuk secara spontan di

dalam pembuluh darah Portal, pembuluh darah dalam ekstremitas, atau

vena superfisial di manapun pada tubuh, dapat berhubungan dengan

kanker pankreas.

h. Embolisms paru karena kanker pankreas memproduksi bahan kimia

pembekuan darah.

i. Diabetes mellitus, atau kadar gula darah tinggi.

j. Depresi klinis telah dilaporkan dalam kaitannya dengan kanker

pankreas, kadang-kadang terjadi sebelum kanker didiagnosis.

k. Gejala metastasis kanker pankreas. Biasanya, kanker pankreas

pertama bermetastasis ke kelenjar getah bening regional, dan

kemudian ke hati atau ke rongga peritoneum dan, jarang, ke paru-paru,.

jarang bermetastasis ke tulang atau otak.

3. Etiologi

Faktor risiko untuk kanker pankreas dapat mencakup:

a. Riwayat keluarga: 5-10% dari pasien kanker pankreas memiliki riwayat

keluarga kanker pankreas. Gen belum teridentifikasi.


b. Umur. Risiko mengembangkan kanker pankreas meningkat sebanding

dengan usia.

c. Merokok. Merokok memiliki rasio risiko 1,74 berkaitan dengan kanker

pancreas.

d. Diet rendah dalam sayuran dan buah-buahan.

e. Diet tinggi daging merah. Konsumsi daging olahan secara positif terkait

dengan risiko kanker pankreas, dan konsumsi daging merah dikaitkan

dengan peningkatan risiko kanker pankreas pada pria.

f. Diet tinggi dalam minuman gula-manis (minuman ringan) Secara

khusus, umum minuman dengan pemanis fruktosa telah dikaitkan

dengan pertumbuhan sel kanker pankreas.

g. Obesitas

h. Diabetes mellitus adalah kedua faktor risiko untuk kanker pancreas.

i. Pankreatitis kronis telah dikaitkan, namun tidak diketahui kausal.

j. Infeksi Helicobacter pylori

k. Penyakit Gingivitis atau periodontal

l. Partial gastrektomi

m. Alkohol

4. Patofisiologi

Perkembangan kanker pankreas mungkin melibatkan over-ekspresi

onkogen, inaktivasi gen supresor tumor atau deregulasi berbagai sinyal

protein. Mutasi menyebabkan karsinoma dapat dipercepat oleh faktor


genetik atau lingkungan dan faktor risiko lainnya sudah dijelaskan. Mutasi

spesifik dan bervariasi dalam cyto-histologis.

5. Mekanisme Pemeriksaan

Kebanyakan pasien dengan kanker pankreas mengalami rasa sakit,

penurunan berat badan, atau penyakit kuning.

a. Nyeri terjadi pada 80% sampai 85% pasien dengan penyakit metastasis

lanjut secara lokal atau lanjutan.

b. Penyakit kuning sering disertai dengan urin pruritus dan gelap.

c. Presentasi awal bervariasi sesuai dengan lokasi kanker. Keganasan

dalam tubuh pankreas atau ekor biasanya disertai dengan nyeri dan

penurunan berat badan, sedangkan di kepala kelenjar biasanya terjadi

dengan steatorrhea, penurunan berat badan, dan penyakit kuning.

onset diabetes mellitus atipikal, riwayat tromboflebitis terakhir namun

tidak dapat dijelaskan (Trousseau), atau serangan pankreatitis

sebelumnya kadang-kadang dicatat. Courvoisier mendefinisikan

kehadiran penyakit kuning dan kandung empedu tanpa rasa sakit

sebagai indikasi kanker pankreas, dan dapat digunakan untuk

membedakan kanker pankreas dari batu empedu. Kelelahan, lekas

marah, dan kesulitan makan karena sakit juga ada. Kanker pankreas

sering ditemukan selama evaluasi gejala tersebut.

d. Tes fungsi hati dapat menunjukkan kombinasi hasil menunjukkan

obstruksi saluran empedu (bilirubin terkonjugasi mengangkat, -glutamil

transpeptidase dan tingkat alkali fosfatase).


e. Studi pencitraan., Seperti computed tomography (CT scan) dan USG

endoskopik (EUS) dapat digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan

bentuk kanker.

6. Mekanisme Pengobatan

Kanker pankreas eksokrin

1. Bedah

Pengobatan kanker pankreas tergantung pada stadium kanker.

Meskipun hanya kanker terlokalisasi namun dianggap cocok untuk operasi

dengan tujuan kurati. Bedah juga bisa dilakukan untuk paliatif,

Setelah operasi, kemoterapi adjuvan dengan gemcitabine telah

ditunjukkan dalam beberapa studi acak yang besar untuk secara signifikan

meningkatkan kelangsungan hidup 5 tahun (dari sekitar 10 sampai 20%),

dan harus ditawarkan jika pasien fit setelah operasi.

2. Radiasi

Radiasi dapat dipertimbangkan dalam beberapa situasi. Salah satu

situasi adalah penambahan terapi radiasi setelah operasi berpotensi

kuratif.

3. Kemoterapi

Pada pasien yang tidak cocok untuk reseksi dengan tujuan kuratif,

paliatif kemoterapi dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup

dan mendapatkan manfaat kelangsungan hidup.

Kanker Neuroendokrin Pankreas


Sebagian besar tumor ini secara histologi jinak. Pengobatan tumor

endokrin pankreas, termasuk tumor ganas kurang umum, mungkin

termasuk:

1. tumor kecil yang kebetulan diidentifikasi, misalnya pada computed

tomography (CT) scan dilakukan untuk keperluan lain.

2. Bedah: tumor dalam pankreas saja (tumor lokal), atau dengan

metastasis terbatas, dapat dibuang.

3. Terapi hormon: obat analog hormon sintetis, octreotide, dapat

mengurangi gejala, dan kadang-kadang juga memperlambat

pertumbuhan tumor.

4. Terapi radiasi: kadang-kadang digunakan jika ada nyeri akibat ekstensi

anatomi, seperti metastasis ke tulang.

5. Hormon radiolabeled: beberapa PNETs menyerap hormon yang disebut

norepinefrin dan ini dapat merespons obat kedokteran nuklir,

radiolabeled terapi MIBG (atau, experamentally, hormon lain), diberikan

secara intravena.

II.2.9.3 Kanker Prostat

1. Definisi Kanker Prostat

Kanker prostat adalah tumor ganas yang tumbuh pada organ

prostat pria, adalah hasil dari pertumbuhan sel acinic prostat yang tidak

normal dan tidak teratur.


2. Epidemologi Kanker Prostat,

Kanker prostat sangat jarang ditemui pada pria dibawah umur 45

tahun, tapi bersamaan dengan penambahan umur, secara diam-diam

kemungkinan tumbuhnya kanker prostat meningkat, sebagian besar

pasien kanker prostat berumur di atas 65 tahun. Pada dasarnya, setiap

penambahan umur 10 tahun pada orang yang berusia di atas 40 tahun,

kemungkinan tumbuhnya kanker prostate menjadi berlipat ganda, bahaya

pria berumur 50 59 tahun terkena kanker prostat yaitu 10%, sedangkan

pria umur 80 89 tahun bertambah menjadi 70%.

Kanker prostat terjadi ketika tingkat kematian sel dan pembelahan

sel tidak lagi sama, menyebabkan pertumbuhan tumor yang tidak

terkendali. Setelah transformasi awal, terjadi mutasi banyak gen, termasuk

gen p53 dan retinoblastoma dapat menyebabkan perkembangan tumor

dan metastasis.

Sekitar 40% kanker prostat memiliki morfologi sel transisional dan

diperkirakan berasal dari lapisan urothelial dari uretra prostat. Hanya

sedikit kasus morfologi neuroendokrin. Saat ini, mereka diyakini berasal

dari sel-sel induk neuroendokrin biasanya terdapat di prostat atau dari

program diferensiasi menyimpang selama transformasi sel.

Dari kasus kanker prostat, 70% muncul di daerah tepi, 15-20%

muncul di zona pusat, dan 10-15% muncul di zona transisi. Sebagian

besar kanker prostat multifokal, dengan keterlibatan sinkron dari beberapa

zona prostat, yang mungkin disebabkan tumor klonal dan nonclonal.


Sistem pentahapan untuk kanker prostat :

Tahap I : T1N0M0G2,3-4

Tahap II : T2N0M0G

Tahap III : T3N0M0.G

Tahap IV : T4 atau sembarang T N0-N3M0 atau M1 sembarang G

Tumor primer (T)

T0 = tidak ada bukti tumor primer

T1 = tumor secara klinis tidak tampak dan tidak dapat diraba atau dapaT

terlihat melalui pencitraan

T2 = tumor terletak di dalam prostat

T3 = tumor meluas melalui kapsula prostat

T4 = tumor mengikat atau menginvasi strukur yang berdekatan selain dari

vesikula seminalis

Nodus limfe regional (N)

N0 = tidak ada metastasis nodus limfe regional

N1 = metastasis pada satu nodus limfe 2 cm dalam dimensi yang paling

besar

N2 = metastasis pada satu nodus limfe > 2 cm tetapi tidak > 5 cm dalam

dimensi yang terbesar atau metastasis nodus limfe multipel,tidak > 5

cm

N3 = metastasis pada nodus limfe > 5 cm dari dimensi yang terbesar

Metastasis jauh (M)

M0 = tidak ada metastasis jauh


M1 = metastasis jauh

Derajat histopatologis (G)

G1 = terdiferensiasi baik

G2 = terdiferensiasi secara moderat

G3-G4= terdiferensiasi dengan buruk atau tidak terdiferensiasi

3. Gejala dan tanda Kanker Prostat


a. Gejala

1) Gejala penyumbatan: adanya kesulitan membuang air kecil, retensi

urin, sakit, kencing darah atau kehilangan pengontolan urin, dll.

2) Gejala invasive lokal: rongga antara kandung kemih dan rectum adalah

bagian yang paling duluan terkena, rongga antara kandung kemih dan

rectum termasuk prostat, testis, vas deferens, saluran kencing dan

organ lainnya, misalnya tumor menginvasi dan menggencet vas

deferens dapat memicu sakit pinggang dan sakit sebelah testis.

3) Gejala penyebaran lainnya: kanker prostat gampang menyebar ke

tulang, awalnya bisa saja tidak menunjukkan gejala, ada juga karena

penyebaran tulang mengakibatkan penekanan pada saraf atau patah

tulang patologis ketika periksa baru ditemukan kanker prostat.

b. Tanda
Pada tahap awal jarang menimbulkan gejala. Gejala yang terjadi akibat

obstruksi terjadi pada saat penyakit berada pada tahap lanjut. Pada

tahap selanjutnya sering timbul gejala atau keluhan berupa :

a) Sering buang air kecil,terutama pada malam hari

b) Buang air kecil harus mengedan

c) Sulit menahan buang air kecil

d) Tidak dapat buang air kecil sama sekali

e) Buang air kecil terasa sakit atau panas

f) Ada darah dalam urine atau air mani

g) Terasa sakit saat ejakulasi

h) Nyeri atau kaku di daerah bokong, panggul dan pangkal paha

b. Etiologi dan Faktor resiko Kanker Prostat

Penyebab utama kanker prostat belum diketahui pasti, akan tetapi

diindikasikan terdapat beberapa penyebab yang cukup berbahaya, yang

dapat menyebabkan terjadinya kanker prostat, yaitu:

1. Pola makan: pria yang sering makan makanan tinggi lemak hewani

adalah golongan pria yang gampang terkena kanker prostat.


2. Hormon jantan: hormon jantan dalam badan dapat memperlancar

tumbuhnnya kanker prostat, merupakan salah satu penyebab kanker

prostat.

Faktor resiko terjadinya kanker prostat ialah sebagai berikut :

Usia lebih dari 65 tahun: usia merupakan faktor resiko utama pada

kanker prostat.Di AS banyak pria penderita kanker prostat berusia

lebih dari 65 tahun.Penyakit ini jarang terjadi pada pria berusia

dibawah 45 tahun.
Riwayat keluarga: jika di dalam keluarga ada penderita kanker prostat
Ras: kanker prostat sering terjadi pada pria berkulit hitam daripada

berkulit putih atau pria hispanic /latin.Jarang terjadi pada pria

Asia/Pasifik dan Indian Amerika.Hal ini disebabkan karena kadar

testosteron pada pria klit hitam lebih tinggi 15% dari pria kulit putih.
Perubahan bentuk dan ukuran kelenjar prostat: Pria dengan prostatic

intraepithelial neoplasia (PIN) yang bermutu tinggi meningkatkan

resiko terjadinya kanker prostat.Sel-sel yang abnormal dapat dilihat

dibawah mikroskop.
Perubahan genome: mutasi BRCA 1 dan BRCA 2
Diet tinggi lemak: mungkin dapat mengakibatkan pertumbuhan sel-sel

kanker prostat.
Hormon : Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan

peningkatan resiko kanker prostat. Testosteron akan diubah menjadi

androgen yang lebih poten yaitu dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim

5 alpha-reductase, yang memegang peran penting dalam proses

pertumbuhan sel-sel prostate.


4. Mekanisme Pengobatan

Pemilihan pengobatan didasarkan pada tahap penyakit dan usia

serta gejala yang ada.

Pada stadium awal biasanya dilakukan pembedahan Prostatektomi

radikal yaitu pengangkatan prostat dan vesicula seminalis,mungkin

diikuti dengan orkhidektomi bilateral (pengangkatan testis) dan terapi

penyinaran.
Jika kanker telah menyebar,bisa dilakukan manipulasi hormonal

(mengurangi kadar testosteron melalui obat-obatan maupun

pengangkatan testis) atau kemoterapi.

a. Operasi

Operasi externis prostat adalah cara pengobatan yang paling

sering ditemui, dengan operasi pengangkatan prostat, secara keseluruhan

mengangkat bagian prostat yang terkena kanker atau keseluruhan prostat,

demi menahan perluasan kanker prostat. Adapun beberapa jenis terapi

pembedahan untuk penderita kanker prostat, yaitu:

1) Prostatektomi radikal (pengangkatan kelenjar prostat).

Seringkali dilakukan pada kanker stadium I dan II. Prosedurnya

lama dan biasanya dilakukan dibawah pembiusan total maupun spinal.

Sebuah sayatan dibuat di perut maupun daerah perineum dan penderita

harus menjalani perawatan rumah sakit selama 5-7 hari. Komplikasi yang
mungkin terjadi adalah impotensia dan inkontinensia uri. Pada penderita

yang kehidupan seksualnya masih aktif, bisa dilakukan potency-sparing

radical prostatectomy.

2) Orkidektomi (pengangkatan testis, pengebirian).

Orkidektomi adalah pengobatan yang efektif, tidak memerlukan

pengobatan ulang, lebih murah dibandingkan dengan obat-obatan dan

sesudah menjalani orkidektomi penderita tidak perlu menjalani perawatan

rumah sakit. Orkidektomi biasanya dilakukan pada kanker yang telah

menyebar.

b. Radioterapi:

Terapi penyinaran atau radioterapi terutama digunakan untuk

mengobati kanker stadium I, II dan III. Biasanya jika resiko pembedahan

terlalu tinggi, maka dilakukan terapi penyinaran. Terapi penyinaran

terhadap kelenjar prostat bisa dilakukan melalui beberapa cara:

1. Radioterapi luar badan, dilakukan di rumah sakit tanpa perlu menjalani

rawat inap. Efek sampingnya berupa penurunan nafsu makan,

kelelahan, reaksi kulit (misalnya kemerahan dan iritasi), cedera atau

luka bakar pada rektum, diare, sistitis (infeksi kandung kemih) dan

hematuria. Terapi penyinaran eksterna biasanya dilakukan sebanyak 5

kali/minggu selama 6-8 minggu.


2. Radioterapi dalam organ, cara ini sering dipadukan dengan

mastektomi radikal prostat atau operasi pembersihan kelenjar getah

bening tulang panggul. Pencangkokan butiran yodium, emas atau

iridium radioaktif langsung pada jaringan prostat melalui sayatan kecil.

Keuntungan dari bentuk terapi penyinaran ini adalah bahwa radiasi

langsung diarahkan kepada prostat dengan kerusakan jaringan di

sekitarnya yang lebih sedikit;

3. Radioterapi seluruh badan, pada kondisi tertentu dapat mengurangi

sakit di bagian tertentu yang diakibatkan penyebaran tulang dan

mengurangi perkembangan lesi.

c. Kemoterapi :

Pengobatan dengan obat kemo, adalah cara pengobatan kanker

prostat seluruh badan, dapat mengontrol perluasan dan penyebaran sel

kanker dengan efektif.

Kemoterapi seringkali digunakan untuk mengatasi gejala kanker

prostat yang kebal terhadap pengobatan hormonal. Biasanya diberikan

obat tunggal atau kombinasi beberapa obat untuk menghancurkan sel-sel

kanker. Obat-obatan yang bisa digunakan untuk mengobati kanker prostat

adalah:

- Mitoxantron - Prednisone
- Paclitaxel - Estramustin

- Dosetaxel - Adriamycin.

Efek sampingnya bervariasi dan tergantung kepada obat yang

diberikan. Pemantauan yang perlu dilakukan untuk kanker prostat

Apapun jenis pengobatan yang dijalaninya, penderita akan dipantau

secara ketat mengenai perkembangan penyakitnya. Pemantauan-nya

meliputi:

Pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar PSA (biasanya setiap 3

bulan1 tahun).

Scaning dan/atau CT scan tulang untuk mengetahui penyebaran

kanker.

Pemeriksaan darah lengkap untuk memantau tanda-tanda dan gejala

anemia.

Pemantauan tanda dan gejala lainnya yang menunjukkan

perkembangan penyakit.

6. Terapi dengan menggunakan obat-obatan:

Pengobatan dengan melakukan manipulasi hormonal tujuannya

adalah mengurangi kadar testosteron. Penurunan kadar testosteron

sangat efektif mencegah pertumbuhan dan penyebaran kanker.

Manipulasi hormonal digunakan untuk meringankan gejala tanpa

menyembuhkan kankernya.
Obat sintetis yang fungsinya menyerupai LHRH (luteinizing

hormone releasing hormone), semakin banyak digunakan untuk

mengobati kanker prostat stadium lanjut. Contohnya adalah lupron atau

zoladeks.

Obat ini menekan perangsangan testis terhadap pembentukan

testosteron (hal seperti ini disebut pengebirian kimiawi karena memiliki

hasil yang sama dengan pengangkatan testis).

Obat diberikan dalam bentuk suntikan, biasanya setiap 3 bulan

sekali. Efek sampingnya adalah mual dan muntah, wajah kemerahan,

anemia, osteoporosis dan impotensi.

Obat lainnya digunakan untuk terapi hormonal ialah zat penghambat

androgen (misalnya flutamid), berfungsi mencegah menempelnya

testosteron pada sel-sel prostat. Efek sampingnya adalah impotensi,

gangguan hati, diare dan ginekomastia (pembesaran payudara).

7. Pengobatan Jie Ru:

Teknologi pengobatan Jie Ru sebagai teknologi baru pada

pengobatan kanker, memiliki keunggulan luka kecil, tanpa rasa sakit,

darah yang keluar sedikit, pemulihan cepat, dll.

Pakar dari Guangzhou Modern Tumor Hospital menunjukkan,

pengobatan kanker prostat tidak boleh difokuskan hanya pada satu bagian
tertentu atau satu cara pengobatan, melainkan harus disesuaikan dengan

tahap penyakit, jenis organ, jenis biologis tumor dan kondisi fisik, harus

memadukan operasi, radioterapi, kemoterapi, pengobatan tradisional

China, Jie Ru dan pengobatan ilmiah lainnya, dengan begitu baru bisa

mencapai hasil yang terbaik.

II.2.9.4 Kanker Kulit

1. Uraian Penyakit

Kanker kulit adalah penyakit di mana kulit kehilangan kemampuan-

nya untuk regenerasi dan tumbuh secara normal. Sel-sel kulit yang sehat

secara normal membelah diri secara teratur untuk menggantikan sel-sel

kulit mati dan menumbuhkan kulit baru. Sel-sel abnormal dapat tumbuh di

luar kontrol dan membentuk kanker. Kulit pada dasarnya memiliki 3 jenis

sel, yaitu sel basal, skuamosa sel dan sel-sel yang mengandung pigmen

yang disebut melanosit. Oleh karena itu, jenis kanker kulit terdiri dari tiga

jenis yaitu kanker sel basal, skuamosa dan melanoma. Di antara ketiga

sel ini, kanker kulit sel melanoma yang paling berbahaya dan juga dikenal
sebagai melanoma ganas. Sel basal sejauh ini adalah yang paling umum

dan merupakan 90% dari semua jenis sel kanker kulit tersebut.

Berdasarkan penelitian, orang-orang kulit putih biasanya lebih

banyak menderita jenis kanker kulit ini. Hal tersebut diprediksikan sebagai

akibat seringnya mereka terkena (banyak terpapar) cahaya matahari. Di

Indonesia penderita kanker kulit terbilang sedikit, namun demikian kanker

kulit perlu lebih dipahami karena selain menyebabkan kecacatan

(merusak penampilan) juga pada stadium lanjut dapat berakibat fatal bagi

penderita. Apalagi Negara Indonesia adalah negara yang terletak di

sepanjang khatulistiwa, yang berarti paparan sinar matahari cukup tinggi

di sepanjang tahun. Berdasarkan hasil Riskesdas 2007 kanker kulit

menempati urutan ketiga dari keseluruhan jenis kanker yang ada di

Indonesia.

2. Epidemiologi

Kanker kulit memiliki tiga tipe utama yaitu Karsinoma Sel basal,

Karsinoma Sel Skuamosa dan Melanoma Maligna. Karsinoma Sel Basal

menempati urutan pertama, diikuti Karsinoma Sel Skuamosa, dan

Melanoma Maligna pada urutan ketiga. Walaupun jumlah insiden

Melanoma Maligna lebih kecil dibanding Karsinoma Sel Basal dan

Karsinoma Sel Skuamosa, angka kematian yang disebabkannya

cenderung lebih besar yaitu menyebabkan 75% kematian akibat kanker

kulit. Di Australia, yang merupakan salah satu negara dengan insiden

kanker kulit tertinggi di dunia, dilaporkan terjadi insiden kanker kulit empat
kali lipat lebih tinggi dibanding Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada.

Melanoma merupakan jenis kanker kulit dengan insiden tertinggi pada

umur 15-44 tahun di Australia.

3. Etiologi

Secara umum, kanker kulit memiliki banyak resiko yang potensial,

antara lain:

1. Terpapar oleh radiasi sinar ultraviolet secara berlebihan (baik

Ultraviolet A maupun Ultraviolet B). Sinar matahari merupakan sumber

radiasi UV. Paparan radiasi UV ini menyebabkan kerusakan pada DNA

sel-sel kulit. Kerusakan DNA adalah penyebab dari setiap jenis kanker.

Paparan sinar matahari Mungkin langsung atau tidak langsung.

2. Luka yang lama tidak sembuh (chronic non-healing wounds),

khususnya luka bakar, diantaranya adalah Marjolins ulcer yang bisa

berkembang menjadi Karsinoma Sel Skuamosa. Kehadiran bekas luka

lama yang besar, bisul, radang kulit, dan luka bakar dapat

meningkatkan risiko kanker sel skuamosa dan kanker sel basal.


3. Obat-obat tertentu. Beberapa penyakit dan obat-obatan: misalnya

antibiotik, hormon, atau antidepresan membuat kulit lebih sensitif

terhadap paparan sinar matahari dan meningkatkan risiko kanker kulit.

4. Warna kulit. Individu dengan kulit yang pucat, terutama dengan rambut

pirang, merah, atau coklat muda dan mata biru, hijau, atau abu-abu

berada pada peningkatan risiko .

5. Usia dan jenis kelamin. Pria lebih rentan terhadap melanoma dan

kedua kanker kulit non-melanoma. Melanoma dapat ditemukan pada

orang muda tetapi resiko meningkat dengan bertambahnya usia.

6. Tahi lalat berukuran lebih besar dari 20 mm beresiko tinggi

berkembang menjadi kanker.

7. Human papilloma virus (HPV) sering dihubungkan dengan Karsinoma

Sel Skuamosa pada genital, anus, mulut, faring, dan jari tangan. HPV

ini berbeda dari jenis HPV menyebabkan kanker serviks, namun HPV

pada kanker serviks juga termasuk.

8. Toksin arsenik merupakan salah satu resiko peningkatan insiden

Karsinoma Sel Skuamosa. Kekurangan beberapa vitamin dan mineral

tertentu dan merokok.

4. Klasifikasi Kanker Kulit

Penyakit Kanker Kulit adalah suatu penyakit yang ditandai dengan

pertumbuhan sel-sel kulit yang tidak terkendali, dapat merusak jaringan di

sekitarnya dan mampu menyebar ke bagian tubuh yang lain. Penyakit


kanker kulit dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu benign/kanker jinak

dan maligna/ kanker ganas.

1. Kanker Benign

a. Nevus Pigmentous

Nevus pigmentous merupakan tumor jinak yang tersusun dari sel-

sel nevus. Kelainan kulit yang disertai dengan pigmentasi merupakan

masalah yang banyak ditemukan diklinik, salah satunya adalah nevus

pigmentous. Hampir setiap orang mempunyai nevus, sedangkan nevus

yang mengalami perubahan mempunyai resiko 400 kali lebih tinggi untuk

menjadi lebih ganas.

b. Xanthelasma

Bentuk ini adalah bentuk yang paling sering ditemukan diantara

xantoma, terdapat pada kelopak mata, khas dengan papula/plak yang

lunak memanjang berwarna kuning-orange, biasanya pada kantus bagian

dalam. Khas juga, panjang lesi 2-3 cm dan biasanya simetris, yang

condong menetap, berlanjut, multiple dan bersatu. Seringkali xanthelasma

disertai dengan tipe xantoma yang lain, tetapi umumnya berdiri sendiri.

Kelainan ini terlihat pada umur pertengahan. Biasa ditemukan pada wanita

yang menderita penyakit hati. Xanthelasma juga dapat terlihat pada

bermacam hiperpoproteinemia familier, teristimewa pada hiperkolesterole-

mia. Juga biasa ditemukan pada xantoma planum generalisata, penyakit

obstruksi hepar miksedema, diabetes fitosterolemia.

c. Siringoma
Siringoma adalah tumor jinak adenoma duktus kelenjar intraepider-

mis dan digolongkan dalam less mature tumors. Terdapat dua bentuk

klinis, namun ada penulis lain yang membaginya menjadi tiga kelompok,

yaitu siringoma periorbital, siringoma eruptif, dan varian lain.

d. Trikoepitelioma

Trikoepitelioma adalah suatu tumor folikuler jinak apparatus

pilosebaseus dapat berbentuk soliter maupun multipel. Lesi mulai muncul

semasa anak-anak dan akan menetap dan bertambah banyak setelah

dewasa. Umumnya banyak terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria.

Tempat predileksi tersering adalah wajah terutama pada lipatan nasolabia,

kelopak mata dan bibir atas. Selain itu dapat juga mengenai kulit kepala

leher dan badan bagian atas. Tumor ini berukuran 2 mm-3 cm, bentuk lesi

dapat berupa papula, nodul yang multiplet permukaan halus, mengikat

warnanya seperti kulit normal dengan konsistensi padat.

e. Veruka Vulgaris

Bentuk ini paling sering ditemui pada anak-anak tetapi dapat juga

pada orang dwasa dan orang tua. Pada anak, lesinya timbul multiple dan

cepat meluas, karena autokuasi atau garukan, sedangkan pada orang

dewasa lesi ini jarang didapatkan dalam jumlah yang banyak. Pada

keadaan awal, ukurannya hanya sebesar pentol jarum dengan permukaan

halus dan mengkilat. Dalam waktu beberapa minggu atau bulanm kian

membesar dan permukaannya menjadi kasar, berwarna abu-abu

kecoklatan atau kehitaman.


f. Keratosis Seboroika

Keratosis seboroika adalah tumor jinak yang berasal dari proliferasi

epidermis dan keratin menumpuk diatas permukaan kulit sehingga

memberikan gambaran yang sering dijumpai pada orang tua usia 40-50

tahun keatas terutama pada orang kulit putih.

g. Skin Tag

Skin tag adalah tumor jinak kulit yang berasal dari jaringan ikat.

Banyak didapat pada usia pertengahan dan orang tua, umumnya pada

wanita. Faktor penyebab yang pasti dari kelainan ini belum diketahui.

Faktor predisposisi antara lain yaitu obesitas dan kehamilan. Kelainan ini

sering pada daerah intertriginosa tetapi pada umumnya didaerah leher.

Pada gambaran klinis didapatkan bentuk lesi bulat atau oval, brtangkai,

biasanya melekat pada dasar kulit, lunak tidak elastis dengan ukuran <1-

10 mm, berwarna kuning kecoklatan atau merah daging.

2. Kanker Maligna

a) Karsinoma Sel Basal (Basalioma) adalah tipe kanker kulit terbanyak,

bersifat lokal invasif, jarang bermetastasis namun tetap memiliki

peluang untuk menjadi maligna karena dapat merusak dan

menghancurkan jaringan sekitar. Karsinoma Sel Basal muncul akibat

radiasi sinar ultraviolet, biasanya di bagian wajah. Karsinoma Sel

Basal jarang menyebabkan kematian serta mudah diterapi dengan

pembedahan maupun radiasi. Lesi sering diawali sebagai nodul kecil


dengan sebuah gulungan, putih seperti mutiara, batas tembus cahaya

dengan telangiektasia, krusta, dan kadang ulserasi.

Tampak paling sering pada kulit yang terpajan matahari, sering

pada wajah antara garis rambut dan bibir bagian atas.

Bila diabaikan, dapat menyebabkan destruksi lokal, hemoragi, dan

infeksi jaringan sekitar, menghasilkan gangguan fungsi berat.

b) Karsinoma Sel Skuamosa adalah tipe kedua terbanyak setelah

Karsinoma Sel Basal, berasal dari sel skuamosa pada lapisan

epidermis kulit. Karsinoma Sel Skuamosa bermetastasis lebih sering

dari Karsinoma Sel basal, namun angka metastasisnya tidak terlalu

tinggi kecuali pada telinga, bibir, dan pasien imunosupresi.

Tampak seperti kasar kemerahan, tebal, lesi bersisik dengan

perdarahan dan kesakitan atau mungkin asimtomatik, batas

mungkn lebar lebih terinfiltrasi, dan lebih meradang daripada

karsinoma sel basal.

Dapat didahului dengan leukopenia (lesi premalignan membran

mukosa) pada mulut atau lidah, keratosa astinik, lesi jaringan parut

atau ulserasi.

Terlihat paling umum pada bibir bawah, tepi telinga, kepala, leher

dan punggung tangan.

c) Melanoma Maligna adalah tumor yang berasal dari melanosit,

merupakan tumor yang paling ganas pada tubuh dengan resiko

metastasis yang tinggi. Melanoma Maligna dibagi menjadi 4 yaitu :


Superficial Spreading Melanoma (SSM)

Superficial spreading melanoma (SSM) merupakan jenis yang

terbanyak dari melanoma (70%) dan di Indonesia merupakan jenis

kedua terbanyak. Berupa plak archiformis berukuran 0,5-3 cm

dengan tepi meninggi dan tidak teratur. Pada permukaannya

terdapat campuran dari bermacam-macam warna, seperti coklat,

abu-abu, biru, hitam dan sering kemerahan. Pada umumnya lesi

mempunyai ukuran 2 cm dalam waktu 1 tahun, dan berkembang

menjadi nodula biru kehitaman. Predileksinya pada wanita dijumpai

di tungkai bawah, sedangkan pada pria di badan dan leher.

Nodular Melanoma (NM)

Nodular Melanoma (NM) merupakan jenis melanoma kedua

terbanyak (15-30%) sifatnya lebih agresif. Di Indonesia ini

merupakan jenis yang tersering. Berupa nodul berbentuk setengah

bola (dome shaped), atau polipoid dan eksofitik, berwarna coklat

kemerahan atau biru sampai kehitaman. Dapat mengalami ulserasi,

perdarahan, dan timbul lesi satelit.

Lentigo Malignant Melanoma

Lentigo Maligna Melanoma (LML) merupakan kelainan yang jarang

ditemukan (4-10%). Pertumbuhan vertikal, sangat lambat dengan

lokasi terbanyak di daerah muka yang terpapar sinar matahari.

Timbul pada muka (pipi, pelipis) atau pada bagian lain tubuh

terutama daerah yang terkena sinar matahari. Berupa makula


coklat sampai kehitaman, berukuran beberapa sentimeter dengan

tepi tidak teratur. Meluas secara lambat pada bagian tepi lesi

(radial). Pada permukaan dapat dijumpai adanya bercak-bercak

yang berwarna lebih gelap (hitam) atau biru, tersebar secara tidak

teratur. Dapat berkembang menjadi nodul biru kehitaman yang

invasif dan agak hiperkeratotik.

Acral Lentiginous Melanoma (ALM)

Pada umumnya timbul pada kulit normal (de novo). Predileksinya

pada telapak kaki, tumit, telapak tangan, dasar kuku, terutama ibu

jari kaki dan tangan merupakan tipe yang banyak dijumpai pada

orang negro dan bangsa lain yang tinggal pada daerah tropik. Di

Afrika, plantar melanoma dijumpai pada 70% kasus. Acral

Lentinginous Melanoma (ALM) merupakan jenis yang banyak

ditemukan pada penderita kulit berwarna (35-60%). Menyerupai

gambaran Melanoma Maligna, SSM, atau campuran keduanya.

5. Klasifikasi Klinik Kanker Kulit

Melanoma Maligna, terdiri atas 3 stadium:

1. Stadium I

Melanoma primer yang belum diobati atau telah dilakukan biopsi

eksisi. Melanoma rekuren lokal dalam jarak 4cm dari lesi primer.

2. Stadium II (Sudah terjadi metastasis yang terbatas pada kelenjar

limfe regional)

Termasuk Stadium II:


Melanoma primer yang mengadakan metastasis secara simultan.

Melanoma primer yang terkontrol dan kemudian terjadi meta-

stasis. Melanoma rekuren lokal dengan metastasis. Metastasis in-

transit yang berada di luar jarak 4 sentimeter dari lesi primer.

Melanoma primer yang tidak diketahui dengan metastasis.

3. Stadium III (Melanoma diseminata, dimana sudah terjadi

metastasis jauh)

Termasuk Stadium III :

Bila sudah terjadi metastasis ke subkutan. Kira-kira 25-30%

penderita Melanoma Maligna menunjukkan adanya metastasis ke

kelenjar limfe regional, walaupun secara klinik belum terjadi

pembesaran kelenjar limfe. Ini menerangkan bahwa menentukan

prognosis dan tindakan pengobatan tidak cukup jika didasarkan

pada klasifikasi Stadium Klinik saja, tetapi disertai dan ditentukan

oleh histologik.

6. Klasifikasi Histologik Kanker Kulit

Klasifikasi histologik didasarkan pada perangai biologik

Melanoma Maligna. Dikenal dua klasifikasi histologik standar yang

digunakan, yaitu

1. Klasifikasi tingkat invasi menurut Clark (1969) Melanoma Maligna

menurut invasinya didalam lapisan kulit terdiri atas lima tingkat :

Tingkat I
Sel melanoma terletak di atas membrana basalis epidermis

(melanoma in situ: intraepidermal). Sangat jarang dan tidak

membahayakan.

Tingkat II

Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan papilaris dermis

(dermis bagian superfisial).

Tingkat III

Invasi sel melanoma sampai dengan perbatasan antara lapisan

papilaris dan lapisan retikularis dermis. Sel melanoma mengisi

papila dermis.

Tingkat IV

Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan retikularis dermis.

Tingkat V

Invasi sel melanoma sampai dengan jaringan subkutan.

2. Klasifikasi kedalaman (ketebalan) tumor menurut Breslow (1970)

Melanoma Maligna terbagi dalam tiga golongan :

Golongan I

Dengan kedalaman (ketebalan) tumor kurang dari 0,76 mm

Golongan II

Dengan kedalaman (ketebalan) tumor antara 0,76 mm-1,5 mm

Golongan III

Dengan kedalaman (ketebalan) tumor lebih dari 1,5 mm.


Kedalaman tumor menurut Breslow, diukur secara langsung

menggunakan mikrometer okuler (dinyatakan dalam nm) dan

merupakan metode yang objektif untuk menentukan prognosis.

Sedangkan Tingkat Invasi menurut Clark merupakan cara

pengukuran ketebalan tumor secara tidak langsung.

7. Penatalaksanaan Pada Melanoma Maligna Meliputi

1. Terapi Photodynamic

Photodynamic ialah metode pengobatan menggunakan obat

dengan sumber cahaya khusus seperti sinar laser, untuk

membunuh sel kanker. PDT sangat membantu dalam tahap awal

kanker sel basal atau kanker kulit sel skuamosa. Agen kemoterapi

digosok ke kulit atau disuntikkan I.V sebelum cahaya dipaparkan.

Obat menjadi aktif dan menghancurkan sel-sel kanker dengan

cahaya yang difokuskan pada lesi.

2. Kemoterapi

Terapi ini menggunakan obat anti kanker untuk membunuh sel-

sel kanker. Biasanya digunakan setelah operasi. Beberapa agen

anti kanker langsung dapat diaplikasikan di atas kulit. Obat ini

digunakan untuk tahap awal kanker kanker kulit sel basal. Krim

harus diterapkan 1-2 x sehari selama beberapa minggu. Beberapa

obat yang digunakan dalam krim termasuk Fluorouracil atau 5-FU.

Imiquimod adalah agen lain digunakan untuk pengobatan tahap

awall. Obat-obat ini menyebabkan kulit pasien menjadi merah dan


terasa gatal, oozing, dan menimbulkan ruam. Agen kemoterapi

juga digunakan dalam bentuk sebagai pil atau suntikan. Pasien

melanoma diberikan kemoterapi dengan cara tersebut. Jenis

kemoterapi yang paling efektif adalah dacarbazine (DTIC=

Dimethyl Triazone Imidazole Carboxamide Decarb Zine).

3. Rekonstruksi Kulit

Jika area kulit yang luas diangkat maka digunakan

rekonstruksi kulit. Kulit dari bagian lain dari tubuh digunakan untuk

mengganti kulit itu telah diangkat. Biasanya kulit di bagian atas

perut atau paha yang digunakan untuk rekonstruksi kulit.

4. Terapi Radiasi

Terapi ini menggunakan sinar energi tinggi radiasi untuk

membunuh sel kanker yang masih tersisa setelah operasi. Terapi

radiasi bukanlah pengobatan yang umum untuk kanker kulit.

Digunakan setelah operasi untuk karsinoma sel skuamosa bila

kanker telah menyebar ke organ lain.

5. Eksisi Bedah

Terapi ini pengobatan umum untuk menghilangkan tipe lain

kanker kulit. Setelah menghitung area kulit, pembedahan dilaku-

kan untuk menghilangkan pertumbuhan dengan pisau bedah.

Pembedahan juga menghilangkan daerah batas antara kulit

normal sekeliling area pertumbuhan. Batas pembedahan kulit yang


dibedah dilihat dibawah mikroskop untuk memastikan bahwa

semua sel kanker telah dihilangkan. Ketebalan dari batas

pembedahan bergantung pada ukuran tumor.

6. Cyrosurgery

Metode ini merupakan pilihan untuk kanker sel basal dan sel

skuamosa yang sangat ringan. Pembedahan Cyrosurgery sering

digunakan untuk orang yang tidak dapat untuk mendapatkan tipe

pembedahan yang lain. Dokter akan mengaplikasikan nitrogen cair

yang sangat dingin yang secara langsung menghentikan pertum-

buhan kulit dan membunuh sel kanker. Pengobatan ini menyebab-

kan inflamasi. Pengobatan ini juga menyebabkan keru-sakan

saraf, yang dapat menyebabkan mati rasa pada area yang rusak.

7. Elective Lymph Node Dessection(Elnd)

Dilakukan pada melanoma stadium III, yaitu terdapat

metastase ke kelenjar lymph. Hal ini dibuktikan dengan terabanya

pembesaran kelenjar lymph. ELND masih merupakan terapi yang

intraoperative lymphatic mapping.

8. Terapi Biologis

Berguna pada beberapa pasien melanoma. Terapi ini

meningkatkan respon kekebalan tubuh terhadap sel-sel kanker.

Obat yang digunakan untuk terapi biologis termasuk interferon yang

digunakan sebagai terapi adjuvan pada melanoma yang berukuran

lebih dari 4 mm (stadium V), tetapi harus dipertimbang-kan tingkat


toksisitasnya yang masih tinggi. Interferon dapat memperlambat

pertumbuhan sel-sel melanoma dan dapat menghambat metastasis

yang lebih jauh lagi. Obat lain yang disebut Interleukin -2 dapat

membantu tubuh menghancurkan sel kanker.

II.2.9.5 Kanker Darah (Leukimia)

1. Uraian Penyakit

Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan

genetik pada satu atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari

sel yang normal akan tertekan pada waktu sel leukemia bertambah

banyak sehingga akan menimbulkan gejala klinis. Keganasan hematologik

ini adalah akibat dari proses neoplastik yang disertai gangguan

diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoetik sehingga

terjadi ekspansi progresif kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum

tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik.

Tanda dan gejala awal leukimia termasuk demam, anemia, penda-

rahan, kelemahan, nyeri tulang atau sendi dengan atau tanpa pembeng-

kakan. Jika terdapat infiltrasi ke dalam SSP dapat ditemukan tanda

meningitis. Cairan serebrospinal mengandung protein yang meningkat dan

glukosa yang menurun. Selain itu juga dapat terjadi penurunan berat

badan, keletihan, pucat, malaise, pendarahan gusi, mudah terjadi memar,

sakit kepala dan muntah.

2. Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan

tubuh terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah,

dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan

produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Sel

leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh

terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada

sumsum tulang termasuk sel darah merah yang berfungsi untuk

menyuplai oksigen pada jaringan.

Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel

darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah

keganasan. Akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan

menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang

normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya termasuk

hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak.

3. Klasifikasi Leukemia

Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan

maturasi sel dan tipe sel asal yaitu:

a. Leukemia Akut

Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang

berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah

abnormal (blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ

lain. Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa

pengobatan penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.


b. Leukemia Limfositik Akut (LLA)

LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi

dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang

mengakibatkan organomegali dan kegagalan organ. LLA lebih sering

ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa (18%).

Leukemia Limfositik Akut


(Hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x)

c. Leukemia Mielositik Akut (LMA)

LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik

yang akan berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan

leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi. Permulaannya

mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan dengan durasi

gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6 bulan.

Leukemia Mielositik Akut


(hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x)

d. Leukemia Kronik

Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi

neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena

keganasan hematologi.
e. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)

LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T).

LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu

yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-

laki.

Leukemia Limfositik Kronik


(hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x)

f. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)

LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan

produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang.

LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang

dewasa usia pertengahan (40-50 tahun). Sebagian besar penderita

LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki fase akhir yang disebut fase

krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda leukosit, biasanya berupa

mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit dan sel darah

merah yang amat kurang.

Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik


(hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa a. perbesaran 200x, b. perbesaran
1000x).

4. Gejala Klinis

Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia,

trombositopenia, neutropenia, infeksi, kelainan organ yang terkena

infiltrasi, hipermetabolisme.

a. Leukemia Limfositik Akut

Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan

kegagalan sumsum tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia

(mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan perdarahan.

Selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri tulang dan sendi,

hipermetabolisme.

b. Leukemia Mielositik Akut

Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang

disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. perdarahan biasanya

terjadi dalam bentuk purpura atau petekia. Penderita LMA dengan leukosit

yang sangat tinggi (>100 ribu/mm 3) biasanya mengalami gangguan

kesadaran, sesak napas, nyeri dada dan priapismus. Selain itu juga

menimbulkan hiperurisemia dan hipoglikemia.

c. Leukemia Limfositik Kronik

Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita

LLK yang mengalami gejala biasanya ditemukan limfadenopati

generalisata, penurunan berat badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu

hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan atau olahraga.


Demam, keringat malam dan infeksi semakin parah sejalan dengan

perjalanan penyakitnya.

d. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik

LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase

krisis blas. Pada fase kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat

kenyang akibat desakan limpa dan lambung. Penurunan berat badan

terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Pada fase akselerasi

ditemukan keluhan anemia yang bertambah berat, petekie, ekimosis dan

demam yang disertai infeksi.

5. Faktor Resiko Leukimia

Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini.

Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih

meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia.

a. Host

1) Umur, jenis kelamin, ras

Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur. LLA

merupakan leukemia paling sering ditemukan pada anak-anak, dengan

puncak insiden antara usia 2-4 tahun, LMA terdapat pada umur 15-39

tahun, sedangkan LMK banyak ditemukan antara umur 30-50 tahun. LLK

merupakan kelainan pada orang tua (umur rata-rata 60 tahun). Insiden

leukemia lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden

yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih) dibandingkan


dengan kelompok kulit hitam. Orang dewasa 10 kali kemungkinan

terserang leukemia daripada anak-anak.

d) Faktor Genetik

Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah

20 kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat

menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut juga meningkat pada

penderita dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis kongenital,

sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia

Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom

trisomi-D. Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia

meningkat dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada

saudara kandung penderita naik 2-4 kali. Selain itu, leukemia juga dapat

terjadi pada kembar identik.

b. Agent

1) Virus

Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia

pada binatang. Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan

etiologi terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan

retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan kultur

pada sel pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang umum

pada propinsi tertentu di Jepang dan sporadis di tempat lain, khususnya di

antara Negro Karibia dan Amerika Serikat.

3) Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat

menyebabkan leukemia. Angka kejadian LMA dan LGK jelas sekali

meningkat setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum proteksi terhadap

sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita

leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang tidak bekerja di bagian

tersebut.

4) Zat Kimia

Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol,

fenilbutazon) diduga dapat meningkatkan risiko terkena leukemia.

Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi penyebab leukemia (misalnya

Benzene), pada orang dewasa menjadi leukemia nonlimfoblastik akut.

Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control menunjuk-

kan bahwa orang yang terpapar benzen dapat meningkatkan risiko

terkena leukemia terutama LMA artinya orang yang menderita leukemia

kemungkinan 2,26 kali terpapar benzen dibandingkan dengan yang tidak

menderita leukemia.

5) Merokok

Rokok mengandung leukemogen yang potensial untuk menderita

leukemia terutama LMA. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa

merokok meningkatkan risiko LMA.

6. Pencegahan

1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat

menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu

terjadi.

a. Pengendalian Terhadap Pemaparan Sinar Radioaktif

Pencegahan ini ditujukan kepada petugas radiologi dan pasien

yang penatalaksanaan medisnya menggunakan radiasi. Untuk petugas

radiologi dapat dilakukan dengan menggunakan baju khusus anti radiasi,

mengurangi paparan terhadap radiasi, dan pergantian atau rotasi kerja.

Untuk pasien dapat dilakukan dengan memberikan pelayanan diagnostik

radiologi serendah mungkin sesuai kebutuhan klinis.

b. Pengendalian Terhadap Pemaparan Lingkungan Kimia

Pencegahan ini dilakukan pada pekerja yang sering terpapar

dengan benzene dan zat aditif serta senyawa lainnya. Dilakukan dengan

memberikan pengetahuan atau informasi mengenai bahan-bahan

karsinogen agar pekerja dapat bekerja dengan hati-hati. Hindari paparan

langsung terhadap zat-zat kimia tersebut.

c. Mengurangi frekuensi merokok

Pencegahan ini ditujukan kepada kelompok perokok berat agar

dapat berhenti atau mengurangi merokok. Satu dari empat kasus LMA

disebabkan oleh merokok. Dapat dilakukan dengan memberikan

penyuluhan tentang bahaya merokok yang bisa menyebabkan kanker

termasuk leukemia (LMA).

d. Pemeriksaan Kesehatan Pranikah


Pencegahan ini lebih ditujukan pada pasangan yang akan menikah.

Pemeriksaan ini memastikan status kesehatan masing-masing calon

mempelai. Apabila masing-masing pasangan atau salah satu dari

pasangan tersebut mempunyai riwayat keluarga yang menderita sindrom

Down atau kelainan gen lainnya, dianjurkan untuk konsultasi dengan ahli

hematologi. Jadi pasangan tersebut dapat memutuskan untuk tetap

menikah atau tidak.

2. Pencegahan Sekunder

Dapat dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara dini dan

pengobatan yang cepat dan tepat.

a. Diagnosis dini

1. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik untuk jenis LLA yaitu ditemukan splenomegali

(86%), hepatomegali, limfadenopati, nyeri tekan tulang dada, ekimosis,

dan perdarahan retina. Pada penderita LMA ditemukan hipertrofi gusi

yang mudah berdarah. Kadang-kadang ada gangguan penglihatan yang

disebabkan adanya perdarahan fundus oculi. Pada penderita leukemia

jenis LLK ditemukan hepatosplenomegali dan limfadenopati. Anemia,

gejala hipermetabolisme (penurunan berat badan, berkeringat) menunjuk-

kan penyakit sudah berlanjut. Pada LGK/LMK hampir selalu ditemukan

splenomegali. Selain itu Juga didapatkan nyeri tekanpada tulang dada dan

hepatomegali. Kadang-kadang terdapat purpura, perdarahan retina,

panas, pembesaran kelenjar getah bening priapismus.


2. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan darah tepi

Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan leukositosis (60%)

dan kadang-kadang leukopenia (25%).48 Pada penderita LMA ditemukan

penurunan eritrosit dan trombosit. Pada penderita LLK ditemukan

limfositosis lebih dari 50.000/mm3,48 sedangkan pada penderita

LGK/LMK ditemukan leukositosis lebih dari 50.000/mm 3.

b. Pemeriksaan sumsum tulang

Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut

ditemukan keadaan hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang diganti

sel leukemia,, terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda ke sel yang

matang tanpa sel antara. Jumlah blast <30% dari sel berinti dalam

sumsum tulang. Pada penderita LLK ditemukan infiltrasi merata oleh

limfosit kecil. Pasien LLK disebabkan oleh peningkatan limfosit B.

Sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan keadaan hiperselular

dengan peningkatan jumlah megakariosit dan aktivitas granulopoeisis.

3. Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier ditujukan untuk membatasi atau menghalangi

perkembangan kemampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak

berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif. Untuk

penderita leukemia dilakukan perawatan atau penanganan oleh tenaga

medis yang ahli di rumah sakit. Salah satu perawatan yang diberikan yaitu

perawatan paliatif dengan tujuan mempertahankan kualitas hidup


penderita dan memperlambat progresifitas penyakit. Selain itu perbaikan

di bidang psikologi, sosial dan spiritual. Dukungan moral dari orang-orang

terdekat juga diperlukan.

7. Penatalaksanaan Medis

a. Radioterapi

Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh

sel-sel leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau

bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel leukemia. Energi ini

bisa menjadi gelombang atau partikel seperti proton, elektron, x-ray dan

sinar gamma. Pengobatan ini dapat diberikan jika terdapat keluhan

pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.

b. Transplantasi Sumsum Tulang

Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum

tulang yang rusak dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang

yang rusak dapat disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi

radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk

mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker. Pada penderita LMK,

hasil terbaik (70-80% angka keberhasilan) dicapai jika menjalani

transplantasi dalam waktu 1 tahun setelah terdiagnosis dengan donor

Human Lymphocytic Antigen (HLA) yang sesuai.Pada penderita LMA

transplantasi bisa dilakukan pada penderita yang tidak memberikan

respon terhadap pengobatan dan pada penderita usia muda yang pada

awalnya memberikan respon terhadap pengobatan.


c. Kemoterapi

Pengobatan kemoterapi pada penderita LLA umumnya terjadi

secara bertahap, meskipun tidak semua fase yang digunakan untuk

semua orang (1).

a. Tahap 1 (terapi induksi)

Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh

sebagian besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang.

Terapi induksi kemoterapi memerlukan perawatan di rumah sakit yang

panjang karena obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam

membunuh sel leukemia. Pada tahap ini diberikan kemoterapi kombinasi

yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase.

b. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)

Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi

intensifikasi yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual

untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap

obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.

c. Tahap 3 ( profilaksis SSP)

Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP.

Perawatan yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis

yang lebih rendah. Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi

yangberbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi,

untuk mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat.

d. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)


Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi.

Tahap ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup

yang membaik dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95%

anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar

80% orang dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami

harapan hidup jangka panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif

yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.

d. Terapi Suportif

Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag

ditimbulkan penyakit leukemia dan mengatasi efek samping obat.

Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan keluhan

anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik

untuk mengatasi infeksi.

8. Terapi Pengobatan

Tabel . Mekanisme obat yang digunakan pada pengobatan leukemia

Golongan Obat Mekanisme Kerja


Agen pengalkil Melalui pembentukan ion karbonium atau kompleks lain
yang sangat reaktif. Ikatan kovalen (alkilasi) akan terjadi
dengan berbagai nukleofilik penting dalam tubuh
misalnya fosfat, amino, sulfihidril, hidroksil, karboksil
atau gugus imidasol. Efek sitotoksik atau efek
sampingnya berhubungan langsung dengan teradinya
alkilasi DNA.

Antimetabolit Antipurin dan antipirimidin mengambil tempat purin dan


pirimidin dalam pembentukan nukleosida. Metabolisme
purin dan pirimidin lebih tinggi pada sel kanker dari pada
sel normal. Dengan demikian, penghambatan sintesis
DNA sel kanker lebih dari terhadap sel normal.
Alkaloid Vinka Zat ini berikatan secara spesifik dengan tubulin,
komponen protein mikrotubulus, spindle mitotic, dan
memblok polimerisasinya. Akibatnya terjadi disolusi
mikrotubulus, sehingga sel terhenti dalam metaphase
(spindle poison).
Antibiotic Bleomicin menyebabkan akumulasi sel pada fase G2
Bleomicin dan banyak sel memperlihatkan aberasi kromosom
termasuk pecahnya, fragmentasi dan translokasi
kromatid.
Enzim Enzim katalisator yang berperan dalam hidrolisis
Asparaginase asparagin menjadi asam aspartat dan ammonia. Dengan
demikian sel kanker kekurangan asparagin yang
berakibat kematian sel.

II.2.9.6 Kanker Lambung

1. Patofisiologi

Yang termasuk faktor predisposisi di antaranya adalah gastritis

atrofik dan riwayat pembedahan untuk penyakit ulkus peptikum

sebelumnya. Peran H.pylori dalam etiopatogenesis keganasan saluran

pencernaan bagian atas masih kontroversial. Terdapat hubungan antara

infeksi H.pyolori dengan berkembangnya limfoma gaster (MALToma,

dimana MALT merupakan jaringan limfoid yang berhubungan dengan

mukosa), namun hubungannya dengan adenokarsinoma kurang jelas.

2. Gambaran Klinis

Kanker lambung seringkali terlambat diketahui, karena tidak ada

gejala klinis awal. Walaupun dyspepsia tetap merupakan indikasi umum

untuk melakukan endoskopi diagnostik segera, secara ironis pasien


kanker lambung seringkali menghasilkan asam lambung yang menurun

(misalnya atropi gaster). Banyak kanker lambung terbukti berada pada

stadium lanjut saat teridentifikasi.

Anemia :pendarahan samar saluran pencernaan dan mengakibatkan

defisiensi Fe mungkin merupakan keluhan utama karsinoma gaster

yang paling umum.

Penurunan berat badan sering dijumpai dan menggambarkan

penyakit metastasis lanjut.

Muntah: merupakan indikasi akan terjadinya (impending) obstruksi

aliran keluar lambung.

Penatalaksanaan Tes

Endoskopi: termasuk biopsi untuk memastikan diagnosis secara

histologis.

Ultrasonografi hati: untuk mendeteksi metastasis ke hati.

3. Terapi Pengobatan

Prognosisnya buruk, dengan angka harapan hidup 5 tahun ( 5-year

survival rate) sekitar 10%.

Laparoskopi semakin banyak digunakan untuk menentukan stadium

tumor sebelum melakukan upaya reseksi.

Kemoterapi dan radioterapi: cara ini cenderung kurang bermanfaat

pada karsinoma gaster.

II.2,9.7 Kanker Payudara (Breast Cancer /Carcinoma Mammae)

1. Uraian Penyakit
Kanker Payudara adalah suatu penyakit dimana terjadi

pertumbuhan berlebihan atau perkembangan tidak terkontrol dari sel-sel

(jaringan) payudara. Hal ini bisa terjadi terhadap wanita maupun pria. Dari

seluruh penjuru dunia, penyakir kanker payudara (Breast

Cancer/Carcinoma mammae) diberitakan sebagai salah satu penyakit

kanker yang menyebabkan kematian nomor lima (5) setelah kanker paru,

kanker rahim, kanker hati dan kanker usus.

Tanda dan gejala :

Penyakit lokoregional :

1. Benjolan pada payudara

2. Keluar cairan dari payudara

3. Peau dorange (kulit jeruk)

4. Benjolan di aksila

Penyakit sistemik

1. Nyeri tulang

2. Malaise

3. Penurunan berat badan

4. Confusion
5. Sesak nafas

Hiperkalsemia

Efusi pleura Keterlibatan sekunder otak dan

Limfangitis karsinomatosis medulla spinalis

Obstruksi SVC Organomegali


Tipe dari penyakit kanker payudara

Melalui pemeriksaan yang di sebut dengan mammograms,

maka type kanker payudara ini dapat dikategorikan dalam dua bagian

yaitu :

1. Kanker payudara non invasive, kanker yang terjadi pada kantung (tube)

susu {penghubung antara alveolus (kelenjar yang memproduksi susu)

dan puting payudara}. Dalam bahasa kedokteran disebut ductal

carcinoma in situ (DCIS), yang mana kanker belum menyebar ke

bagian luar jaringan kantung susu.

2. Kanker payudara invasive, kanker yang telah menyebar keluar bagian

kantung susu dan menyerang jaringan sekitarnya bahkan dapat

menyebabkan penyebaran (metastase) kebagian tubuh lainnya seperti

kelenjar limfa dan lainnya melalui peredaran darah.

Pembagian Stadium

Stadium didasarkan pada ukuran tumor primer (T1-4),

adanya dan meluasnya keterlibatan nodus limfa (N1-3), dan

ada atau tidaknya ada metastasis jauh (M0-1). Dinyatakan

secara sederhana, stadium-stadium ini dapat

dipresentasikan sebagai berikut :

Kanker payudara awal

a. Stadium 0: karsinoma in situ atau penyakit yang belum menginvasi

membran dasar

b. Stadium 1 : tumor primer kecil tanpa keterlibatan nodus limfa


c. Stadium 2 : keterlibatan nodus limfa regional

Kanker payudara yang berkembang secara lokal

d. Stadium 3 : biasanya suatu tumor besar dengan keterlibatan nodus

meluas yang mana nodus atau tumor terfiksasi pada dinding dada;

juga termasuk kanker payudara inflamatori, yang berprogresif secara

cepat.

Kanker payudara stadium lanjut atau metastasis

e. Stadium IV : bermetastasis ke organ jauh dari tumor primer.

Kanker payudara bisa dicegah dengan beberapa tindakan

seperti berikut :

1. Penggunaan obat-obat hormonal harus dengan sepengetahuan dokter.

2. Wanita dengan riwayat keluarga menderita kanker payudara atau yang

berhubungan, jangan menggunakan alat kontrasepsi yang

mengandung hormon, seperti pil, suntikan, dan susuk KB.

3. Lakukan pemeriksaan SADARI setiap bulan. Bagi wanita beresiko

tinggi, lakukan juga pemeriksaan mammografi secara berkala, terutama

pada usia di atas 49 tahun.

4. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada anak selama mungkin dapat

mengurangi risiko terkena kanker payudara. Hal ini disebabkan selama

proses menyusui, tubuh akan memproduksi hormone estrogen. Hormon

estrogen dianggap memegang peranan penting dalam perkembangan

sel kanker payudara.


5. Menjaga kesehatan dengan mengkonsumsi buah dan sayuran segar.

Kedelai beserta produk olahannya, seperti susu kedelai, tahu, dan

tempe, mengandung fitoestrogen bernama genistein yang dapat

menurunkan kejadian kanker payudara.

6. Hindari makanan berkadar lemak tinggi. Dari hasil penelitian, konsumsi

makanan berkadar lemak tinggi berkolerasi dengan peningkatan kanker

payudara.

2. Etiologi

Terdapat banyak faktor yang diperkirakan mempunyai

pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara diantaranya:

1. Faktor reproduksi

Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko terjadinya

kanker payudara adalah nuliparitas, menarche pada umur muda,

menopause pada umur lebih tua, dan kehamilan pertama pada umur

tua. Risiko utama kanker payudara adalah bertambahnya umur.

Diperkirakan, periode antara terjadinya haid pertama dengan umur saat

kehamilan pertama merupakan window of initiation perkembangan

kanker payudara. Secara anatomi dan fungsional, payudara akan

mengalami atrofi dengan bertambahnya umur. <25% kanker payudara

terjadi pada masa sebelum menopause sehingga diperkirakan awal

terjadinya tumor terjadi jauh sebelum terjadinya perubahan klinis.

2. Penggunaan hormon
Hormon estrogen berhubungan dengan terjadinya kanker

payudara. Laporan dari Harvard School of Public Health menyatakan

bahwa terdapat peningkatan kanker payudara yang signifikan pada

para pengguna terapi estrogen replacement. Suatu meta analisis

menyatakan bahwa walaupun tidak terdapat risiko kanker payudara

pada pengguna kontrasepsi oral, wanita yang menggunakan obat ini

untuk waktu yang lama mempunyai risiko tinggi untuk mengalami

kanker payudara sebelum menopause. Sel-sel yang sensitif terhadap

rangsangan hormonal mengalami perubahan degenerasi jinak atau

menjadi ganas

3. Penyakit fibrokistik

Pemakai kontrasepsi oral pada penderita tumor payudara jinak

seperti kelainan fibrokistik. Pada wanita dengan adenosis,

fibroadenoma, dan fibrosis, tidak ada peningkatan risiko terjadinya

kanker payudara. Pada hiperplasis dan papiloma, risiko sedikit

meningkat 1,5 sampai 2 kali. Sedangkan pada hiperplasia atipik, risiko

meningkat hingga 5 kali.

4. Obesitas

Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dan bentuk

tubuh dengan kanker payudara pada wanita pasca menopause. Variasi

terhadap kekerapan kanker ini di negara-negara Barat dan bukan Barat

serta perubahan kekerapan sesudah migrasi menunjukkan bahwa

terdapat pengaruh diet terhadap terjadinya keganasan ini.


5. Konsumsi lemak

Konsumsi lemak diperkirakan sebagai suatu faktor risiko terjadinya

kanker payudara. Willet dkk. melakukan studi prospektif selama 8 tahun

tentang konsumsi lemak dan serat dalam hubungannya dengan risiko

kanker payudara pada wanita umur 34 sampai 59 tahun.

6. Radiasi

Eksposur dengan radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas

meningkatkan terjadinya risiko kanker payudara. Dari beberapa

penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa risiko kanker radiasi

berhubungan secara linier dengan dosis dan umur saat terjadinya

eksposur.

7. Riwayat keluarga dan faktor genetik

Satu dari 10 wanita yang menderita kanker payudara mewarisi

suatu kelainan genetik yang membuat mereka lebih rentan terhadap

kondisi tersebut. Riwayat keluarga merupakan komponen yang penting

dalam riwayat penderita yang akan dilaksanakan skrining untuk kanker

payudara. Terdapat peningkatan risiko keganasan pada wanita yang

keluarganya menderita kanker payudara. Pada studi genetik ditemukan

bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen tertentu. Gen kanker

dapat diturunkan dari salah satu orang tua, meski tak seorngpun dari

mereka yang menderita kanker. Sekitar satu dari tiga kasus kanker

payudara yang diturunkan diperkirakan disebabkan oleh kelainan pada

gen yang dikenl sebagai BRCA-1. Apabila terdapat BRCA 1, yaitu suatu
gen kerentanan terhadap kanker payudara, probabilitas untuk terjadi

kanker payudara sebesar 60% pada umur 50 tahun dan sebesar 85%

pada umur 70 tahun. Perbandingan yang sama pada gen lain yng

disebut BRCA-2, dengan tiga gen lain dan sejumlah gen yang tidak

diketahui bertanggungjawab terhadap yang lainnya. Faktor Usia sangat

berpengaruh -> sekitar 60% kanker payudara terjadi di usia 60 tahun.

Resiko terbesar usia 75 tahun.

8. Minum alkohol dan merokok

Beberapa studi menunjukkan wanita yang minum banyak alkohol

memiliki resiko lebih tinggi daripada mereka yang tidak minum alcohol.

Merokok tidak dihubungkan secara langsung dengan resiko kanker

payudara, tetapi berhubungan dengan penyakit lain dan kesehatan

secara menyeluruh.

3. Patofisiologi

Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam

suatu proses rumit yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap

inisiasi dan promosi.

Fase Inisiasi

Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik

sel yang memancing sel menjdi ganas. Perubahan dalam bahan

genetik sel ini disebabkan oleh suatu agen yang disebut karsinogen,

yang bisa berupa bahan kimia, virus, radiasi (penyinaran) atau sinar

matahari. Tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama


terhadap suatu karsinogen. Kelainan genetik dalam sel atau bahan

lainnya yang disebut promotor, menyebabkan sel lebih rentan terhadap

suatu karsinogen. Bahkan gangguan fisik menahun pun bisa membuat

sel menjadi lebih peka untuk mengalami suatu keganasan.

Fase Promosi

Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan

berubah menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak

akan terpengaruh oleh promosi. Karena itu diperlukan beberapa faktor

untuk terjadinya keganasan (gabungan dari sel yang peka dan suatu

karsinogen).

4. Penatalaksanaan Tes

Diagnosis awal :

1. Mamografi dua proyeksi (oblik/kraniokaudal) : jarang bermanfaat

pada wanita < 40 tahun (karena payudara bersifat radioopak).

2. Ultrasonografi payudara, bermanfaat apabila terdapat massa yang

dapat diraba. Lesi ganas memiliki tepi yang tidak jelas. Tidak

bermanfaat untuk skrining.

3. Biopsi jarum halus atau Tru-Cut : manual atau stereotaksis.

Penentuan stadium :

Skrining hematologis atau biokimiawi rutin (termasuk fungsi hati

rutin dan kalsium serum), radiografi dada, ultrasonografi hati, dan

isotope bone scan.


5. Terapi Pengobatan
Pengobatan dilakukan tergantung stadiumnya, bisa dengan

operasi, kemoterapi (sitostatika), radioterapi (penyinaran).

1) Kanker payudara awal

a. Terapi lokal regional

Operasi saja dapat menyembuhkan kebanyakan pasien

dengan kanker in situ dan kira-kira setengah pasien dengan kanker

stadium II.

Terapi mempertahankan payudara (TMP) merupakan terapi

primer yang sesuai untuk kebanyakan wanita dengan stadium I dan

II; terapi ini lebih dipilih dibandingkan mastektomi radikal yang

dimodifikasi karena TMP menghasilkan tingkat keselamatan yang

ekuivalen dengan hasil yang superior secara kosmetik. TMP terdiri

dari lumpektomi diikuti dengan terapi radiasi (TR) untuk mencegah

kekambuhan lokal.

TR diberikan kepada seluruh payudara selama 4-6 minggu

untuk mengeradikasi penyakit yang tersisa setelah TMP.

Kemerahan dan eritema jaringan payudara diikuti dengan

pengecilan dari massa payudara total merupakan komplikasi minor

yang diasosiasikan dengan TR.

Mastektomi sederhana atau total melibatkan penghilangan

seluruh payudara tanpa pemotongan pada otot bagian bawahnya

atau nodus aksilaris. Prosedur ini digunakan untuk karsinoma in

situ dimana insidensi keterlibatan nodus aksilari hanya 1% atau


dengan kekambuhan lokal setelah terapi mempertahankan

payudara.

Nodus aksilaris limfa sebaiknya disampling untuk informasi

atau stadium atau prognostic. Pemetaan limfatik dengan biopsy

nodus limfa sentinel merupakan alternatif baru, kurang invasive

dibanding pemotongan aksilari; akan tetapi, prosedur ini

kontroversial karena kurangnya data jangka panjang.

b. Terapi adjuvan sistemik

Terapi adjuvant sistemik merupakan pemberian terapi sistemik

setelah terapi definitif lokal (operasi, radiasi, atau keduanya) ketika

tidak terdapat bukti penyakit metastasis namun kekambuhan

penyakit cenderung tinggi.

Kemoterapi, terapi hormonal, atau keduanya menyebabkan

keselamatan bebas penyakit dan/atau keselamatan keseluruhan

(KK) untuk seluruj pasien yang ditangani.

Panduan dari The National Comprehensive Center Network

Practice mengarah kepenggunaan kemoterapi pada seluruh wanita

tanpa menghiraukan status menopause, dan penambah-an terapi

hormonal pada perempuan dengan penyakit reseptor positif tanpa

menghiraukan usia atau status menopause.

Tes genetik sedang divalidasi secara prospektif sebagai alat

pendukung keputusan untuk kemoterapi adjuvant pada pasien

nodus negatif untuk mengidentifikasikan karakteristik dari tumor


primer yang dapat memprediksikan kecenderungan metastase dan

kematian.

c. Kemoterapi adjuvant

Pemberian awal dari kemoterapi kombinasi efektif pada waktu

beban tumor rendah sebaiknya meningkatkan kecenderungan

kesembuhan dan meminimalisasi emergensi dari klon sel tumor

yang resisten terhadap obat.

Regimen yang mengandung antrasiklin secara signifikan

mengurangi tingkat kekambuhan dan memperbaiki KK 5 dan 10

tahun setelah penanganan sebagaimana yang dibandingkan

dengan regimen yang mengandung siklosfamid, metotreksat, dan

fluorourasil. Baik pasien nodus negatif dan nodus positif mendapat

keuntungan dari regimen antrasiklin.

Penambahan taksan, dosetaksel, dan paklitaksel, kelas agen

yang lebih baru, terhadap regimen adjuvant mencakup obat-obatan

yang terdaftar diatas menghasilkan konsistensi dan perbaikan

keselamatan bebas penyakit secara signifikan dan KK pada pasien

kanker payudara nodus positif.

Kemoterapi dimulai 3 minggu setelah operasi pengangkatan

tumor primer. Durasi optimal sekitar 12-24 minggu.

Intensitas dosis mengarah ke jumlah obat yang diberikan per

unit waktu, yang dapat dicapai dengan meningkatkan dosis,

menurunkan waktu, atau keduanya. Densitas obat merupakan satu


cara untuk mencapai intensitas dosis dengan menurunkan waktu

antara penanganan siklus.

Regimen dosis padat dapat dianggap sebagai pilihan untuk

terapi adjuvant bagi kanker payudara nodus negatif.

Meningkatkan dosis pada regimen standar tampaknya tidak

menguntungkan dan dapat berbahaya.

Menurunkan dosis pada regimen standar sebaiknya dihindari

kecuali adanya keharusan karena toksisitas yang parah.

Toksisitas jangka pendek dari kemoterapi adjuvant umumnya

ditoleransi dengan baik, khususnya dengan availabilitas antagonis

serotonin dan senyawa P/antiemetic antagonis neurokinin 1 dan

faktor penstimulasi koloni.

Keuntungan keselamatan kemoterapi adjuvant stadium 1 dan 2

adalah sedang. Pengurangan absolut mortalitas pada 10 tahun

adalah 5% pada nodus negatif dan 10% pada nodus positif.

d. Terapi adjuvan biologi

Trastuzumab dalam kombinasi kemoterapi adjuvant diindikasi-

kan pada pasien dengan tahap awal positif HER-2. Resiko

kekambuhan berkurang hingga 50% pada uji klinis.

e. Terapi endokrin adjuvan

Tamoksifen menjadi standar utama terapi endokrin adjuvan.

Perempuan premenopause diuntungkan dari penghilangan

ovary dengan agonis luteinizing hormone-releasing hormone


(LHRH) dalam pengaturan adjuvant, baik bersamaan dengan atau

tanpa tamoksifen.

Pilihan untuk terapi hormonal adjuvan pada perempuan

postmenopause termasuk inhibitor aromatase, baik menggantikan

atau setelah tamoksifen.

2) Kanker payudara yang berkembang secara lokal (stadium III)

Kemoterapi neoadjuvan merupakan pilihan penanganan awal.

Keuntungan terapi ini termasuk mengubah tumor yang tidak dapat

dioperasi menjadi dapat diangkat dan meningkatkan angka BCT.

Kemoterapi primer dengan suatu regimen yang mengandung

antrasiklin atau taksan direkomendasikan. Penggunaan

trastuzumab dengan kemoterapi sesuai untuk pasien dengan

tumor positif-HER.

Operasi yang diikuti dengan kemoterapi dan RT adjuvan

sebaiknya diberikan untuk meminimilisasi kekambuhan lokal.

3) Kanker payudara metastasis (Stadium IV)

Terapi KPM berdasarkan tempat keterlibatan penyakit dan

ada atau tidak adanya karakteristik tertentu, seperti yang

dideskripsikan dibawah ini:

a. Terapi endokrin

Inhibitor aromatase non steroidal (anastrozol, letrozol) dan

inhibitor aromatase steroidal (eksemestan)


Antiestrogen SERMs (tamoksifen, toremifen), dan antiestrogen

SERDs (Fulvestran)

LHRH analog : goserelin, leuprolid, triptorelin

Progestin : megestrol asetat, modroksiprogesteron

Androgen : fluoksimesteron

Estrogen : dietilstilbestrol, etinil estradiol, estrogen terkonjugasi

b. Kemoterapi

Kemoterapi lebih disukai dari terapi endokrin untuk wanita

dengan tumor reseptor hormon negatif; keterlibatan paru-paru,

hati, atau sumsum tulang yang progresif; atau kegagalan terapi

endokrin.

Pilihan penanganan bergantung pada individual. Agen yang

sebelumnya digunakan sebagi terapi adjuvan dapat diulangi

kecuali kanker muncul kembali dalam 1 tahun. Agen tunggal

diasosiasikan dengan angka respon yang lebih rendah

daripada terapi kombinasi namun waktu untuk berkembang dan

KK adalah mirip. Agen tunggal ditoleransi dengan baik, suatu

pertimbangan penting dalam pengaturan paliatif metastasis.

Agen : antrasiklin, taksan, kapesitabin, vinorelbin, iksabepilon,

dan gemcitabine.

c. Terapi biologi

Agen : trastuzumab, lapatinib, dan bevasizumab.

d. Terapi radiasi
Radiasi umumnya digunakan untuk menangani nyeri tulang

metastasis atau tempat penyakit yang terlokalisasi lainnya

termasuk lesi otak dan spinal kordota.

II.2.9.8 Kanker Paru

1. Definisi Kanker Paru-Paru

Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal

dari saluran napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan

pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel

jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului

oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa

prakanker disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan

bentuk epitel dan menghilangnya silia.

2. Patofisiologi Kanker Paru-Paru

Seperti jenis kanker lainnya, kanker paru diinisiasi oleh

aktivasi onkogen atau inaktivasi gen supresor tumor. Onkogen diyakini

menjadikan orang lebih rentan terhadap kanker. Proto-onkogen diyakini

berubah menjadi onkogen ketika terpapar karsinogen tertentu.

3. Epidemologi Kanker Paru-Paru


Di seluruh dunia, kanker paru merupakan kanker paling

umum dari segi insiden dan mortalitas. Pengaruh dari "Big Tobacco"

memainkan peranan penting dalam budaya merokok. Orang muda bukan

perokok yang melihat iklan tembakau punya kecenderungan untuk mulai

merokok. Peran dari merokok pasif makin diakui sebagai faktor risiko

kanker paru, yang memunculkan intervensi kebijakan untuk menurunkan

paparan yang tidak dikehendaki para non-perokok terhadap asap

tembakau orang lain Buangan dari mobil, pabrik, dan instalasi

pembangkit listrik juga punya risiko potensial.

Sejak 1960-an, tingkat adenokarsinoma paru mulai

meningkat relatif terhadap jenis kanker paru yang lain. Hal ini sebagian

disebabkan karena munculnya sigaret filter. Penggunaan filter

menghilangkan partikel-partikel besar dari asap tembakau, sehingga

mengurangi deposisi pada saluran pernapasan besar. Namun, perokok

harus menghisap lebih dalam untuk mendapatkan nikotin dalam jumlah

yang sama, meningkatkan deposisi partikel dalam saluran pernapasan

kecil tempat adenokarsinoma cenderung muncul Insiden adenokarsinoma

paru terus meningkat

4. Gejala dan tanda Kanker Paru-Paru

Gejala-gejala kanker paru bervariasi tergantung dari dimana

dan berapa luas tersebarnya tumor. Seseorang dengan kanker paru

mungkin mempunyai macam-macam dari gejala-gejala berikut:


a. Tidak ada gejala-gejala: 25% dari orang-orang yang mendapat

kanker paru, kanker pertama kali ditemukan pada suatu x-ray dada

dan CT scan secara rutin sebagai suatu massa kecil yang terpencil

kadangkala disebut suatu luka coin (coin lesion). Pasien-pasien ini

dengan massa-massa tunggal yang kecil seringkali melaporkan tidak

ada gejala-gejala kanker paru pada saat itu ditemukan.


b. Gejala-Gejala yang berhubungan dengan kanker: Pertumubuhan

kanker dan penyerangan (invasi) jaringan-jaringan paru dan

lingkungan-lingkungannya mungkin mengganggu pernapasan,

menjurus pada gejala-gejala seperti batuk, sesak napas, mencuit-cuit

(wheezing), nyeri dada, dan batuk darah (hemoptysis). Jika kanker

telah menyerang syaraf-syaraf. Penyerangan kerongkongan mungkin

menjurus pada kesulitan menelan (dysphagia). Jika suatu saluran

udara yang besar terhalangi, mengempisnya sebagian dari paru

mungkin terjadi dan menyebabkan infeksi-infeksi (abscesses,

pneumonia) pada area yang terhalangi.


c. Gejala-Gejala yang berhubungan dengan metastasis: Kanker paru

yang telah menyebar ke tulang-tulang mungkin menghasilkan sakit

yang sangat menyiksa pada tempat-tempat tulang yang terlibat.

Kanker yang telah menyebar ke otak menyebabkan sejumlah gejala-

gejala penyakit syaraf yang mungkin termasuk penglihatan yang

kabur, sakit kepala, serangan-serangan (seizures), atau gejala-gejala

stroke seperti kelemahan atau mati rasa pada bagian-bagian tubuh.


d. Gejala-Gejala Paraneoplastic: Kanke paru seringkali diiringi oleh apa

yang disebut paraneoplastic syndromes yang berakibat dari produksi


unsur-unsur yang menyerupai hormon oleh sel-sel tumor, terjadi

paling umum dengan SCLC namun mungkin terlihat dengan tipe

tumor mana saja. Suatu paraneoplastic syndrome yang umum yang

dikaitkan dengan SCLC adalah produksi dari suatu hormon yang

ACTH oleh sel-sel kanker, menjurus pada pengeluaran hormon

kortisol yang berlebihan oleh kelenjar-kelenjar adrenal (Cushing's

syndrome). Sindrom paraneoplastik yang paling sering terlihat

dengan NSCLC adalah produksi dari suatu unsur serupa dengan

hormon paratiroid, berakibat pada tingkat-tingkat kalsium yang

meningkat dalam aliran darah.


e. Gejala-Gejala Nonspesifik: Gejala-gejala nonspesifik yang terlihat

dengan banyak kanker-kanker termasuk kanker paru meliputi

kehilangan berat badan, kelemahan, dan kelelahan. Gejala-gejala

psikologi seperti depresi dan perubahan suasana hati.


5. Etiologi dan Faktor resiko Kanker Paru-Paru

Penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui, tapi

paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat

karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya

faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain.

Dibawah ini akan diuraikan mengenai faktor risiko penyebab

terjadinya kanker paru:

a. Merokok

Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia,

diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker.


Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai

merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya

kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok.

b. Perokok pasif

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-

orang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain,

risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali.

c. Polusi udara

Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi

udara, tetapi pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok

kretek. Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih

banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah

pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih

sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial

ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada mereka dengan

kelas yang lebih tinggi. Suatu karsinogen dalam polusi udara (juga

ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4 benzpiren

d. Paparan zat karsinogen

Zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen,

kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat

menyebabkan kanker paru. Risiko kanker paru meningkat jika orang

tersebut juga merokok.

e. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya

konsumsi terhadap betakarotene, selenium, dan vitamin A

menyebabkan tingginya risiko terkena kanker paru.

f. Genetik

Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru

berisiko lebih besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan

genetik molekuler memperlihatkan mutasi pada protoonkogen dan

gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul dan

berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan

6. Terapi Kanker Paru-Paru

a. Pembedahan

b. Radioterapi

c. Kemoterapi

Panduan kemoterapi tergantung pada jenis tumor. Kanker

paru sel kecil (SCLC), meski penyakit relatif pada stadium awal, penting

ditangani dengan kemoterapi dan radiasi. Pada SCLC, cisplatin dan

etoposide yang paling sering digunakan. Kombinasi antara carboplatin,

gemcitabine, paclitaxel, vinorelbine, topotecan, dan irinotecan juga

digunakan.

Pada kanker paru bukan-sel-kecil (NSCLC) tahap lanjut,

kemoterapi meningkatkan masa tahan hidup dan digunakan sebagai

pengobatan lini pertama diberikan jika seseorang cukup kuat. Pengobatan

menggunakan dua obat, yang salah satunya berupa obat berbasis platina
(baik cisplatin atau karboplatin). Obat lain yang digunakan ialah

gemcitabine, paclitaxel, docetaxel, pemetrexed, etoposide, atau

vinorelbine.

Kemoterapi adjuvan merujuk pada penggunaan kemoterapi

setelah melakukan pembedahan kuratif untuk menyempurnakan hasilnya.

Dalam NSCLC, sampel diambil di dekat nodus limfatik selama

pembedahan untuk membantu penentuan stadium. Jika terkonfirmasi

penyakit stadium II atau III, kemoterapi adjuvan meningkatkan tingkat

kelangsungan hidup sebesar 5% pada lima tahun. Kombinasi vinorelbine

dan cisplatin lebih efektif daripada pengobatan lama. Kemoterapi adjuvan

untuk penderita kanker stadium IB mengundang kontroversi, karena uji

coba klinis belum menunjukkan manfaatnya dengan jelas terhadap

kelangsungan hidup. Uji coba pra-operasi kemoterapi (kemoterapi neo-

adjuvan) dalam NSCLC yang dapat diangkat belum mencapai suatu

kesimpulan.

Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru.

Syarat utama harus ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan

(performance status) harus lebih dan 60 menurut skala Karnosfky atau 2

menurut skala WHO. Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan

beberapa obat antikanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada

keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker dapat dilakukan.

Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah

regimen kemoterapi adalah:


1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)

2. Respons obyektif satu obat antikanker s 15%

3. Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO

4. Harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 sikius

pada penilaian terjadi tumor progresif.

Regimen untuk KPKBSK adalah :

1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)

2. PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid)

3. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin

4. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin

5. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin

7. Syarat standar yang harus dipenuhi sebelum kemoterapi

1. Tampilan >70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia

lanjut, dapat diberikan obat antikanker dengan regimen tertentu

dan/atau jadual tertentu.

2. Hb >10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan

akut, meski Hb < 10 g% tidak pertu tranfusi darah segera, cukup

diberi terapi sesuai dengan penyebab anemia.

3. Granulosit > 1500/mm3

4. Trombosit > 100.000/mm3

5. Fungsi hati baik


6. Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit)

Dosis obat antikanker dihitung berdasarkan ketentuan

farmakologik. Ada yang menggunakan rumus antara lain, mg/kg BB,

mg/luas permukaan tubuh (BSA), atau obat yang menggunakan rumusan

AUC (area under the curve) yang menggunakan CCT untuk rumusnya.

Luas permukaan tubuh (BSA) diukur menggunakan parameter tinggi

badan dan berat badan, lalu dihitung dengan menggunakan rumus atau

alat pengukur khusus (nomogram yang berbentuk mistar). Untuk obat

antikanker yang mengunakan AUC (misal AUC 5), maka dosis dihitung

dengan menggunakan rumus atau nnenggunakan nomogram. Dosis (mg)

= (target AUC)x(GFR+25) Nilai GFR atau gromenular filtration rate

dihitung dari kadar kreatinin dan ureum darah penderita.

8. Imunoterapi

Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan

meskipun belum ada hasil penelitian di Indonesia yang

menyokong manfaatnya.

9. Hormonoterapi

Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan

meskipun belum ada hasil penelitian di Indonesia yang menyokong

manfaatnya.

10. Terapi Gen

Tehnik dan manfaat pengobatan ini masih dalam penelitian

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

1. Tumor (berasal dari tumere bahasa Latin, yang berarti "bengkak"),

merupakan salah satu dari lima karakteristik inflamasi. Namun, istilah

ini sekarang digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan jaringan

biologis yang tidak normal.


2. Kanker atau neoplasma ganas adalah penyakit yang ditandai dengan

kelainan siklus sel khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk

tumbuh tidak terkendali (pembelahan sel melebihi batas normal),

menyerang jaringan biologis di dekatnya, dan bermigrasi ke jaringan


tubuh yang lain melalui sirkulasi darah atau sistem limfatik, disebut

metastasis
3. Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos uterus yang terdiri dari sel-sel

jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid dan kolagen. Mioma uteri

disebut juga dengan leimioma uteri atau fibromioma. Mioma uteri

merupakan neoplasma jinak yang paling umum dan sering dialami oleh

wanita.
4. Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan

genetik pada satu atau banyak sel di sumsum tulang. Leukemia terjadi

jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih

mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah

keganasan.
5. Hemotoksin ialah toksin atau racun yang menghancurkan sel darah

merah (yakni menyebabkan hemolisis), mengganggu koagulasi darah

yang menyebabkan terganggunya pembekuan darah dan/atau

menyebabkan degeneri organ dan kerusakan jaringan.

III.2 Saran

Perlunya pemahan yang baik oleh seorang Farmasis tentang

farmasi rumah sakit termasuk pengobatan penyakit tumor dan kanker

serta penyakit yang lain, sebagai bekal dalam memberikan pelayanan

informasi obat dan terapinya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ganong, F. William. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17.


Jakarta : EGC.

2. Thomas EJ. 1992. The aetiology and pathogenesis of fibroid. In: Shaw
RW.eds. Advances in reproductive endocrinology uterine fibroids.
England-New Jersey : The Phartenon Publishing Group.; 1-8

3. Baziad A. 2003. Pengobatan medikamentosa mioma uteri dengan


analog GnRH. Dalam: Endokrinologi ginekologi edisi kedua. Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.

4. Crow J. 1992. Uterine Fibroid: Histological features. In : Shaw RW,


eds. Advances in reproductive endocrinology uterine fibroid. England-
New Jersey: The Parthenon Publishing Group.

5. Schweppe KW. 1992. GnRH analogues in treatment uterine fibroid:


results of clinical studies. In: Shaw RW, eds. Advances in reproductive
endocrinology uterine fibroids. England-New Jersey: The Parthenon
Publishing Group.
6. Sivecney G. Mc, Shaw RW. 1992. Attempts at medical treatment of
uterine fibroid. In: Shaw RW, eds. Advances in reproductive
endocrinology uterine fibroids. England-New Jersey: The Parthenon
Publishing Group.

7. Casarett dan Douls. 2008. Essential of toxicology. New York . Medical


publishing McGraw-Hill.

8. Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologis. Edisi 3. Terjemahan oleh


Nike Budhi Subekti. EGC: Jakarta.

9. Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G.,
Posey, L. M. 2008. Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach. 7th
Edition. McGraw Hill Medical: USA.

10. Sudoyo, Aru W. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.Tim kanker
serviks.panduan lengkap menghadapi kanker serviks.2010.ebook.

11. Tim penanggulangan dan pelayanan kanker payudara terpadu


paripurna RS. Kanker Dharmais. Penatalaksanaan Kanker Payudara
Terkini Edisi I. Jakarta : Pustaka Populer Obor. 2002. Hal. 2-5

12. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. Obat-Obat Penting. Jakarta : PT.
Elex Media Komputindo. 2002. Hal.197-211.

13. Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT. Bina Pustaka


Sarwono Prawihardjo. 2009. Hal. 488-490.

14. Yatim, Faisal.penyakit kandungan, myoma, kanker rahim/leher rahim


dan indung telur, kista serta gangguan lainnya.pustaka popular
obor.Jakarta.2008.ebook.

15. Gleade, Jonathan. At a Galance Anamnese dan Pemeriksaan Fisik.


Jakarta :Erlangga. 2005.

16. Price, Selvia. A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit


Volume 2. Jakarta: EGC. 2005

17. Departemen Farmakologi danTerapeutik. Farmakologi dan Terapi Edisi


5. Universitas Indonesia, Jakarta. 2007.

18. Yulinah Sukandar, Elin., dkk. Iso Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan.
Jakarta. 2009

19. Kresnawan,Triyani.DCN,Mkes. Mengatur Makanan untuk Pencegahan


dan Terapi Kanker Payudara PDF. hal 1-2.
20. Mycek, Mary J. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi I. Widya
Medika : Jakarta.

21. Nurwijaya, Hartati dkk.cegah dan deteksi kanker serviks.Elek media


computindo.Jakarta.2010.ebook.

22. Amin, Z. Kanker Paru. Dalam: Sudoyo, A.W., Setryohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, M.K., Setiati, S. Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke 4. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: 1015-21. 2006.

23. Wilson, L.M. Pola Obstruktif Pada Penyakit Pernafasan. Dalam: Price
S.A., Wilson, L.M.,Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit.
Volume 2.Edisi 6. Jakarta: EGC, 291. 2005.

24. Ruth, L., Krech, M. S. N., Walsh, D. 1991. Symptoms of Pancreatic


Cancer. Journal of Pain and Symptom management. Vol. 6. Available
from http://my.clevelandclinic.org/Documents/Cancer/Symptoms%20of
%20Panc.pdf.

25. Bathe, O. F., Shaykhutdinov, R., Kopciuk, K. et al. 2010. Feasibility of


Identifying Pancreatic Cancer Based on Serum Metabolomics. Cancer
Epidemiology, Biomarkers & Preventions. 2011;20:140-147. American
Association for Cancer Research. Available from http://cebp.
aacrjournals.org/content/20/1/140.full.pdf.

Anda mungkin juga menyukai