Anda di halaman 1dari 24

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT

DENGAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA


PASIEN DIRUANG INTENSIVE CARE UNIT
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

OLEH

MOHD AKBAR RIZA


1711316059

Dosen Pembimbing:

1. Ns. Dewi Murni, S.Kep., M.Kep


2. Ns. Zifriyanthi Minanda Putri, S. Kep., M.Kep

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
OKTOBER 2017

Nama : Mohd Akbar Riza


Nomor BP : 1711316059

Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat Kecemasan


Keluarga Pasien diruang Intensive Care Unit RSUP Dr. M. Djamil Padang

ABSTRAK

Kecemasan diruang ICU terjadi akibat kurangnya informasi, tidak dapat


mendampingi anggota keluarga yang sedang dirawat, takut kehilangan dan
kematian anggota keluarga serta masalah biaya perawatan. Komunikasi terapeutik
yang efektif merupakan cara yang dapat dimaksimalkan untuk mengatasi
kecemasan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan keluarga di ruang ICU
RSUP Dr. M Djamil Kota Padang. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan
desain korelasional dan menggunakan pendekatan cross sectional yang bertujuan
untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat
kecemasan keluarga pasien di ruang ICU RSUP Dr. M. Djamil Padang. Populasi
pada penelitian ini yaitu seluruh keluarga pasien yang di rawat diruang ICU RSUP
Dr. M. Djamil dengan jumlah sampel 30 responden yang dipilih dengan tehnik
purposive sampling. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa komunikasi terapeutik
perawat dengan kategori baik mencapai 19 responden (63,3%) dan komunikasi
terapeutik perawat kurang baik sebanyak 11 responden (37,7%). Dari tingkat
kecemasan didapatkan bahwa 18 responden (60%) mengalami kecemasan Ringan
dan yang mengalami kecemasan Sedang yaitu 12 responden (40,0%). Hasil uji
chi-square didapatkan nilai 0,05 (≤ α 0,05) artinya terdapat hubungan yang
bermakna antara komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan keluarga
pasien di ruang ICU RSUP Dr. M. Djamil Padang. Perawat diharapkan mampu
menangani kecemasan keluarga agar tidak meningkat menjadi lebih berat dengan
mererapkan komunikasi terapeutik yang efektif khususnya pada tahap oreientasi.

2
Kata Kunci : Kecemasan, Komunikasi Terapeutik, Keluarga.
Daftar Pustaka : 40 (2009-2018)

NURSING FACULTY
ANDALAS UNIVERSITY
JANUARY 2019

Name : Mohd Akbar riza


No. Bp. : 1711316059

The Relationship Between Therapeutic Communication of Nurse with Anxiety


Level of Patients Family in The Intensive Care Unit
RSUP Dr. M. Djamil Padang

ABSTRACT

The Intensive Care Unit is part of the Critical Care Unit that handles
critical patients, patient terminal, patient disturbance of consciousness due to
organ dysfunction that can lead to anxiety in the family. Effective therapeutic
communication is a way that can be maximized to cope with the anxiety. This
study aims to determine the relationship between therapeutic communication of
Nurse with the family anxiety level in the Intensive Care Unit (ICU) RSUP Dr. M
Djamil Padang. This type of research is quantitative with correlational design
and using cross sectional approach that aims to determine the relationship of
therapeutic communication Nurse with the anxiety level of the patient's family in
the ICU RSUP Dr. M. Djamil Padang. The population in this research is the
whole family diruang hospitalized patients in ICU RSUP Dr. M. Djamil with a
sample of 30 respondents selected Purpusive Sampling techniques. The results of
this study showed that therapeutic communication nurse with both categories
reached 19 respondents (63.3%) and poor therapeutic communication nurse as
much as 11 respondents (37.7%). From the level of anxiety was found that 18
respondents (60%) had anxiety and anxiety Lightweight Medium namely 12
respondents (40.0%). Chi-Square test results obtained value of 0.05 (0.05 ≤ α)

3
means that there is a significant relationship between therapeutic communication
with the anxiety level of the patient's family in the ICU RSUP Dr. M. Djamil
Padang. With the results of this study are expected nurses able to apply effective
therapeutic communication to the maximum so as to minimize the anxiety level of
the family.

Keywords : Anxiety, Therapeutic Communication, Patients Family.


Bibliography :40 (2009-2018)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan sebuah institusi yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan perseorangan secara

paripurna mulai dari pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan unit gawat darurat.

Penyelenggaraan ini bertujuan untuk mempermudah masyarakat dalam

mendapatkan pelayanan kesehatan, perlindungan dan keselamatan kepada pasien,

masyarakat, lingkungan serta sumber daya manusia dirumah sakit (Triwibowo,

2012).

Intensive Care Unit (ICU) merupakan salah satu ruang rawat di Rumah

sakit dengan staf dan perlengkapan khusus yang ditujukan untuk mengelola pasien

dengan penyakit, trauma atau komplikasi yang mengancam jiwa sewaktu-waktu

karena kegagalan atau disfungsi satu organ atau sistem masih ada dan memiliki

kemungkinan disembuhkan kembali melalui perawatan dan pengobatan intensif

4
(Musliha, 2010). Kondisi pasien yang masuk ruang ICU antara lain pasien kritis,

pasien tidak stabil yang memerlukan terapi intensif, pasien yang mengalami gagal

nafas berat, pasien bedah jantung, pasien yang memerlukan pemantauan yang

bersifat intensif, invasive dan noninvasive agar komplikasi yang lebih berat dapat

dihindari serta menangani pasien yang memerlukan terapi intensif untuk

mengatasi komplikasi akut (Haliman & Wulandari, 2012).

Pasien yang masuk ke ruang ICU ini adalah dalam keadaan mendadak dan

tidak direncanakan. Hal ini menyebabkan keluarga dari pasien datang dengan

berbagai macam stressor. Seperti, ketakutan akan kematian, ketidakpastian, biaya

perawatan, berbagai perubahan emosional, situasi dan keputusan antara kehidupan

dan kematian, ketidakberdayaan untuk selalu berada disamping orang yang

disayangi sehubungan dengan aturan kunjungan yang ketat diruang ICU dan tidak

terbiasa dengan rutinitas lingkungan diruang ICU (Retnaningsih, 2016). Semua

stressor ini menyebabkan keluarga jatuh pada kondisi psikologis yang tidak stabil

berupa rasa takut yang berlebihan, perasaan menyerah dan putus asa, kecemasan

hingga depresi (Maria, 2017).

Kecemasan yang terjadi pada keluarga pasien biasanya disebabkan oleh

kurangnya informasi yang disampaikan oleh perawat melalui komunikasi

khususnya tentang kondisi dan proses perawatan pasien di ruang ICU, ketatnya

aturan kunjungan di ruang ICU yang membuat keluarga merasa tidak dapat

mendampingi pasien secara maksimal sehingga menimbulkan kecemasan pada

keluarga (Davidson et all, 2014). Kecemasan pada keluarga ini secara tidak

langsung dapat mempengaruhi kondisi pasien yang dirawat di ruang ICU, hal ini

5
terjadi jika keluarga mengalami kecemasan maka berkibat pada pengambilan

keputusan yang tertunda sehubungan dengan proses pengobatan dan perawatan

yang akan diterima pasien (Budi K dkk, 2017).

Tanda-tanda kecemasan pada keluarga yang dapat dlihat secara fisik

adalah jari tangan dingin, detak jantung cepat, badan terasa gemetar, berkeringat

dingin, kepala pusing, nafsu makan berkurang hingga tidur tidak nyenyak (Jeffrey,

2005). Sedangkan dari segi mental gejala yang muncul adalah berperilaku

menghindar, khawatir terhadap sesuatu, ketakutan akan ketidakmampuan

mengatasi masalah, tidak dapat memusatkan perhatian dan perasaan ingin lari dari

kenyataan (Ramaiah, 2014).

Menurut sebuah penelitian di Negara-negara Arab, seperti Arab Saudi, Uni

Emirat Arab dan Mesir terdapat banyak kasus kecemasan pada masyarakat umum

(Abdallah, 2014). Dalam sebuah studi penilaian tingkat stres dan kecemasan pada

anggota keluarga pasien rawat inap di unit perawatan khusus (ICU) menunjukan

bahwa lebih dari 50% anggota keluarga melaporkan gejala depresi, kejadian ingin

bunuh diri, ketidakberdayaan, dan kecemasan. Hal ini disebabkan oleh kurang

lengkapnya informasi yang disampaikan oleh perawat sehingga menimbulkan

kecemasan dan depresi diantara anggota keluarga (Zareil, 2011). Kondisi yang

sama juga terjadi di Amerika Serikat. Setiap tahunnya di Amerika Serikat sekitar

20% dari semua kematian terjadi diruang perawatan kritis (ICU). Akibatnya,

dengan pengalaman negatif ini dapat memicu munculnya stress dan resiko terkena

gangguan mental dan fisik (Zareil, 2015).

6
Anggota keluarga memiliki peranan penting dalam membantu proses

pengobatan pada pasien, terutama dalam hal memberi dukungan moral untuk

mendapatkan respon pengobatan terbaik. Namun, jika keluarga dalam keadaan

cemas dan depresi yang terlalu tinggi maka mereka tidak mungkin dapat memberi

dukungan secara maksimal kepada pasien baik dari segi moral maupun dari segi

materil yang sangat dibutuhkan pasien (Dawood, 2018).

Penelitian yang dilakukan oleh Rina Loriana dkk di ruang ICU Rumah

Sakit RSUD A.M Parikesit Tenggarong pada tahun 2017 tentang Hubungan

Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kecemasan Keluarga Pasien dan

didapatkan bahwa 62,1% keluarga menunjukkan kecemasan kategori Sedang

sedangkan 37,9% menunjukkan kecemasan kategori Ringan. Selanjutnya, hasil

penelitian Rina Budi Kritiani (2017) di ruang ICU Rumah Sakit Adi Husada

Kapasari didapatkan bahwa tingkat kecemasan keluarga kategori Sedang

mencapai 47% dan kecemasan kategori Berat mencapai 20%. Keluarga yang

menunjukkan kecemasan ini disebabkan oleh kurangnya informasi tentang

perawatan pasien dan komunikasi perawat yang kurang baik (Loriana dkk, 2018).

Penerapan komunikasi terapeutik yang tidak maksimal oleh perawat dapat

membuat keluarga semakin cemas sehubungan dengan terbatasnya informasi

tentang perawatan pasien. Perawat terkadang hanya berfokus pada kondisi

individu pasien dalam melakukan tindakan sehingga mengabaikan kecemasan

pada pasien dan keluarganya. Padahal, dengan berkomunikasi terapeutik yang

baik antara perawat dengan keluarga pasien maka dapat menimbulkan rasa

nyaman, aman, dan rasa percaya kepada keluarga sehingga perawat dapat

7
memberikan asuhan keperawatan yang lebih berkualitas kepada pasien (Priyoto,

2015).

Komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat haruslah sesuai tahap

dan dilakukan secara sitematis. Mulai dari tahap pra interaksi, orientasi, kerja

hingga fase terminasi (Afnuhazi, 2015). Komunikasi terapeutik itu sendiri

merupakan komunikasi yang dilakukan atau dirancang secara profesional untuk

tujuan terapi. Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien mengatasi

masalah yang dihadapinya melalui komunikasi (Suryani, 2015).

Hasil penelitian Rina Budi Kristiani (2017) di Ruang ICU Rumah Sakit

Adi Husada Kapasari didapatkan bahwa komunikasi perawat tergolong kurang

baik sebanyak 56,2% dan 29,8% tergolong baik sesuai dengan penilaian dari

keluarga pasien. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan di Unit Perawatan Kritis

Rumah Sakit UNISMA pada tahun 2017 didapatkan bahwa komunikasi perawat

tergolong kurang baik sebanyak 46,7%, komunikasi perawat tergolong baik

sebanyak 10% dan komunikasi perawat tergolong sedang sebanyak 43,3%.

Selanjutnya, Penelitian yang dilakukan oleh Loriana (2018) di RSUD A.M

Parikesit Tenggarong pada tahun 2017 tentang komunikasi perawat didapatkan

hasil 54,7% berkomunikasi kurang baik dan 45,3% berkomunikasi baik. Hal ini

menunjukkan bahwa masih rendahnya penerapan komunikasi terapeutik yang

efektif oleh perawat sehingga membuat keluarga akan semakin terpuruk dalam

situasi yang dialaminya serta berpengaruh terhadap penerapan asuhan

keperawatan yang baik khususnya dan mutu pelayanan rumah sakit umumnya

(Elvina, 2017).

8
Menurut Devi (2012) komunikasi terapeutik yang tidak baik disebabkan

karena perawat belum memahami tugas dan tanggung jawabnya dalam

memberikan pelayanan kesehatan dengan cara membangun komunikasi terapeutik

yang baik dengan klien. Selanjutnya, faktor lingkungan juga mempengaruhi

penerapan komunikasi yang baik. Perawat hanya berfokus memberikan tindakan

medis dan memenuhi kebutuhan fisik klien. Selain itu, faktor pengetahuan tentang

cara-cara berkomunikasi yang baik, kurangnya kesadaran dan motivasi, role

model, kurangnya supervisi kelapa ruangan dan adanya persepsi bahwa

komunikasi terpeutik kurang penting juga merupakan penghambat telaksananya

komunikasi terapeutik yang baik (Hilwa, 2012).

Berdasarkan studi awal peneliti di ruang ICU RSUP Dr. M. Djamil Kota

Padang menunjukkan bahwa sebanyak 4 orang dari 6 orang yang memiliki

keluarga yang dirawat di ICU mengatakan cemas karena takut kehilangan, ada

juga yang mengungkapkan masalah biaya perawatan sehubungan dengan lamanya

proses pengobatan. Sebagian keluarga juga mengungkapkan masih belum bisa

memahami informasi yang disampaikan perawat terkait kondisi pasien. Keluarga

mengatakan selain perawat jarang berkomunikasi dengan mereka, perawat juga

terkadang berbicara dengan cara terburu-buru hingga keluarga belum mendapat

informasi yang utuh sesuai yang diinginkan keluarga. Keluarga menambahkan

banyak diantara mereka tidak mngetahui nama-nama perawat yang berinteraksi

dengan mereka. Menurut perawat ICU, terkadang mereka tidk memiliki waktu

yang maksimal untuk lebh banyak berinteraksi dengan keluarga karena tuntutan

9
dan tanggung jawab pekerjaan. Pasien di ruang ICU butuh penanganan dan

pemantauan lebih banyak agar tujuan penyembuhan pasien dapat tercapai.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan komunikasi terapeutik

perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien di ruang Intensive Care

Unit RSUP Dr. M. Djamil Padang


2. Tujuan Khusus
a. Diketahui distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik keluarga

pasien meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan terakhir

di ruang Intensive Care Unit RSUP Dr. M. Djamil Padang


b. Diketahui distribusi frekuensi komunikasi terapeutik perawat di

ruang Intensive Care Unit RSUP Dr. M. Djamil Padang


c. Diketahui distribusi frekuensi tingkat kecemasan keluarga pasien di

ruang Intensive Care Unit RSUP Dr. M. Djamil Padang


d. Diketahui hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat

kecemasan keluarga pasien di ruang Intensive Care Unit RSUP Dr. M.

Djamil Padang

C. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat menjadi gambaran dan informasi bagi Kepala

Ruang dan Staf Perawat ICU RSUP Dr. M. Jamil tentang penerapan

komunikasi terapeutik dan hubungannya dengan kecemasan keluarga pasien.

10
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan bacaan dan

informasi bagi mahasiswa dan institusi pendidikan Fakultas Keperawatan

Universitas Andalas dengan tinjauan ilmu keperawatan berupa komunikasi

terapeutik perawat dalam meminimalisir tingkat kecemasan keluarga pasien

di ICU.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan perbandingan dalam

melakukan penelitian lebih lanjut terkait komunikasi teurapeutik perawat

dalam menurunkan tingkat kecemasan keluarga pasien di ICU.

D. Hipotesis

Hipotesis Penelitian :

Ha : Ada hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat

kecemasan keluarga pasien di ruang ICU RSUP. Dr. M. Djamil Padang

Ho : Tidak ada hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan

tingkat kecemasan keluarga pasien di ruang ICU RSUP. Dr. M. Djamil

Padang

VII PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan judul

Hubungan Antara Komunikasi Terpeutik Perawat dengan Tingkat Kecemasan

11
Keluarga Pasien di Ruang ICU RSUP Dr. M. Djamil Padang maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:


1. Berdasarkan data karakteristik didapatkan bahwa bahwa responden

terbanyak berada pada rentang umur 51-60 tahun, lebih separuhnya

berjenis kelamin laki-laki, tingkat pendidikan terakhir responden tebanyak

pada tingkat SMA, dan pekerjaan terbanyak sebagai swasta.


2. Lebih dari separuh responden menilai komunikasi terapeutik

perawat berkategori baik


3. Lebih dari separuh responden mengalami tingkat kecemasan

ringan dan tidak ditemukan kategori kecemasan normal dan berat dalam

penelitian ini.
4. Terdapat hubungan yang bermakna antara komunikasi terapeutik

perawat dengan tingkat kecemasan keluarga

B. Saran

Ada beberapa hal yang dapat disarankan peneliti demi keperluan

pengembangan hasil penelitian Hubungan Komunikasi Terpeutik Perawat

dengan Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien di Ruang ICU RSUP Dr. M.

Djamil Padang sebagai berikut :

1. Bagi Institusi Pendidikan


Diharapkan dengan hasil penelitian ini dapat menambah sumber referensi

ilmiah oleh instansi pendidikan fakultas keperawatan Unand terkait

Hubungan Antara Komunikasi Terpeutik Perawat dengan Tingkat

Kecemasan Keluarga Pasien di Ruang ICU RSUP Dr. M. Djamil Padang


2. Bagi Rumah sakit

12
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan tambahan pengetahuan

bagi Kepala Ruang dan Staf Perawat ICU RSUP Dr. M. Jamil agar lebih

memaksimalkan penerapan komunikasi terapeutik khususnya pada tahap

orientasi yaitu penyebutan nama perawat saat berinteraksi dengan pasien


3. Bagi Peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi dalam

melakukan penelitian lebih lanjut terkait hubungan komunikasi

teurapeutik perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien di ICU.

DAFTAR PUSTAKA

Achjar, K. A. H. (2016). Teori & Praktik :Asuhan Keperawatan Komunitas.


Jakarta: EGC.

Afnuhazi, R. (2015). Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa. In Marni


(Ed.), Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Bello, O. (2017). "Effective Communication in Nursing Practice : A literature


review" Opeyemi Bello Bachelor ’ s Thesis Degree Programme in Nursing.
Effective Communication in Nursing Practice: A Literature Review, (5), 6.

Dawood, E., Mitsu, R., & Alharbi, M. (2018). Relationship between Nurses ’
Communication and Levels of Anxiety and Depression among Patient ’ s
Family in the Emergency Department. SciMedCentral, 6, 1–10.

Day, A., Haj-Bakri, S., Lubchansky, S., & Mehta, S. (2013). Sleep, anxiety and
fatigue in family members of patients admitted to the intensive care unit: A
questionnaire study. Critical Care, 17(3), R91.
https://doi.org/10.1186/cc12736

Donsu. (2016). Metodologi Penelitian Keperawatan (1st ed.). Yogyakarta:


Pustaka Baru Press.

13
Fleeson, W., Jayawickreme, E., Jones, A. B. A. P., Brown, N. A., Serfass, D. G.,
Sherman, R. A., … Matyjek-, M. (2017). "Correlation Between Nurse’s
Respon Time and Families’ Anxiety Level of Red Triage (priority 2)
Patiensts at Dr. Moewardi Local General Hospital. Journal of Personality
and Social Psychology, 1(1), 1188–1197. https://doi.org/10.1111/j.1469-
7610.2010.02280.x

Hamzah, A., & Husni, A. (2017). "Family Care Centre Model Could Decrease
Anxiety Level among Family Members of Patients Who Have Been
Undergoing in the Intensive Care Unit ( ICU )". Scientific Research
Publishing, 58–67. https://doi.org/10.4236/ojn.2017.71006

Hawari, D. (2011). Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Depok: Balai Penerbit
FKUI.

Keliat, B. anna. (2009). Keperawatan profesional : Model Praktik Keperawatan


Jiwa. Jakarta: EGC.

Kristiani, R. B., Dini, A. N., Keperawatan, A., Husada, A., & Terapeutik, K.
(2017). "Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan Keluarga
Pasien di Intensive Care Unit ( ICU ) RS Adi Husada Kapasari Surabaya".
Adi Husada Nursing Journal, 3(2), 71–75.

Lalongkoe, M. R., & Edison, T. A. (2014). Komunikasi Terapeutik : Pendekatan


Praktis Praktisi Kesehatan. Yogyakarta: Graha ilmu.

Lietie, E. G., Kusumo, F. H. D., & Widiani, E. (2017). "Hubungan Antara


Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat Kecemasan Keluarga pada
Pasien yang di Rawat di Unit Perawatan Kritis Rumah Sakit UNISMA".
Nursing News, 2(2), 286–294.

Loihala, M. (n.d.). "Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat


Kecemasan Keluarga Pasien yang di Rawat di Ruangan HCU RSU Sele Be
Solu Kota Sorong". Journal Of Nursing, 176–181.

Loriana, Rina H. (2018). "Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan


Tingkat Kecemasan Keluarga di Ruang ICU RSUD A.M Parikesit
Tenggarong" Mahakam Nursing Journal.

Marilyn M. Friedman, Vicky R. Bowden, Elaine G. Jones. Achir Yani. S, H. A.


sutarna. N. B. S. D. Y. N. H. (2010). Buku Ajar Keperawatn Keluarga : Riset,
Teori, & Praktik (Alih Bahasa). In E. Tiar (Ed.), Penerbit Buku Kedokteran :
EGC (5th ed.). Jakarta: EGC.

14
Mundakir. (2016). Komunikasi Keperawatan : Aplikasi dalam Pelayanan.
Yogyakarta : Graha Ilmu.

Musliha. (2013). Keperawatan Gawat Darurat : Plus Contoh Askep dengan


Pendekatan NANDA, NIC, NOC. Nuha Medika. Yogyakarta: Graha ilmu.

Nafdianto. Agus . M. A (2016). "Communiction Therapeutik And Anxiety Family


In The ICU RSTK-II KESDAM-IM Banda Aceh. Effective Communication
in Nursing Practice: A Literature Review, (5), 6.

Notoatmodjo. (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Nurhasanah, N. (2010). Ilmu Komunikasi Dalam Konteks Keperawatan : Untuk


Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : Trans Info Media

Nursalam. (2014a). Manajemen Keperawatan :Aplikasi dalam Praktik


keperawatan Professional. Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika.

Nursalam. (2014). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 3. Jakarta :


Salemba Medika.

Nursalam. (2015). Manajemen Keperawatan :Aplikasi dalam Praktik


keperawatan Professional. Edisi 5. Jakarta : Salemba Medika.

Potter, P., & Perry. (2011). Fundamental of Nursing (7th ed.). Elsevier.

Priyoto. (2015). Komunikasi dan Sikap Empati dalam Keperawatan. Yogyakarta :


Graha Ilmu.

Ramaiah, S. (2014). Kecemasan : Bagaimana Mengatasi Penyebabnya.


Yogyakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Retnaningsih. Dwi, E. E. (2016). "Hubungan Komunikasi Perawat Dengan


Tingkat Kecemasan keluarga Pasien di Unit perawatan Kritis" The
Soedirman Journal of Nursing, 11.

Setiadi. (2013). Konsep dan penulisan Riset keperawatan. Yogyakarta: Graha


ilmu.

Setiadi. (2014). Konsep & Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha


ilmu.

Setianti (2017). Komunikasi antara Perawat dengan Pasien. Jakarta : EGC

Stuart, & W, G. (2009). Principles and Practices of Psychiatric Nursing (9th ed.).
Amsterdam : Missouri.

15
Stuart, & W, G. (2016). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Amsterdam : Elsevier.

Sugiyono. (2012). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Sundari, S. (2014). Kesehatan Mental Dalam Kehidupan. Jakarta: Rineka Cipta.

Suryani. (2015). Komunikasi Terapeutik : Teori dan Praktik. Buku Kedokteran.


Jakarta : EGC.

Triwibowo. (2012). Perizinan dan Akreditasi Rumah sakit. Yogyakarta : Medika.

Vivin Candra Ikawati, S. (2017). "Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat


dengan Anggota Keluarga Terhadap Tingkat Kecemasan Keluarga Pada Psien
Yang dirawat di Unit Perawatan Kritis (ICU) RSUD Dr. Moewardi
Surakarta" Muhammadiyah University Nursing Journal, 114–121.

Wulandari, D. (2009). Komunikasi dan Konseling dalam Praktik Kebidanan.


Yogyakarta : Nuha Medika.

Zarei, M., Hashemizadeh, H., & Keyvan, M. (2015). "Assessing the Level of
Stress and Anxiety in Family Members of Patients Hospitalized in the
Special Care Units." Int. J. Rev. Life. Sci, 5(11), 118–122.

VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

16
Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara preeklampsia berat

dengan komplikasi neonatal di Ruang Rawat Inap Kebidanan RSUP Dr. M.

Djamil Padang tahun 2016 dengan jumlah sampel 84 yang terdiri dari 42 sampel

kasus dan 42 sampel kontrol, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Lebih dari sebagian ibu mengalami preeklampsia berat.

2. Lebih dari sebagian neonatal dengan komplikasi lahir dari ibu

preeklampsia berat dan sisanya lahir dari ibu yang tidak preeklampsia berat

sebesar.

3. Terdapat hubungan yang bermakna antara preeklampsia berat dengan

komplikasi neonatal di Ruang Rawat Inap Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil

Padang tahun 2016.

4. Ibu dengan preeklampsia berat memiliki peluang untuk melahirkan bayi

dengan komplikasi 4,5 kali lebih besar dibandingkan ibu dengan tidak

preeklampsia berat.

7.2 Saran

17
1. Bagi Petugas Kesehatan

Diharapkan bagi petugas kesehatan untuk dapat memberikan pelayanan

dan menangani dengan tepat pada ibu hamil dengan preeklampsia untuk

mengurangi kemungkinan komplikasi kehamilan dan pada bayi yang

dilahirkan.

2. Bagi Masyarakat

Diharapkan bagi masyarakat untuk dapat dijadikan sumber informasi

dan pengetahuan tentang preeklampsia berat dan komplikasinya pada neonatal.

Dan untuk ibu hamil diharapkan memeriksakan kandungannya dengan rutin

selama masa kehamilan terutama yang memiliki resiko tinggi terhadap

preeklampsia.

3. Bagi Profesi Keperawatan

Diharapkan bagi profesi keperawatan untuk dapat dijadikan sebagai

pedoman, informasi ataupun acuan untuk dunia keperawatan dalam

memberikan asuhan, penatalaksanaan dan pencegahan yang tepat mengenai

preeklampsia berat dan komplikasi neonatal sehingga dapat menurunkan angka

kematian maternal dan perinatal.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar dapat dilakukan penelitian

lebih lanjut mengenai perbandingan preeklampsia ringan dengan preeklampsia

berat dan dampaknya terhadap neonatal.

DAFTAR PUSTAKA

18
Aminullah, A. 2007. Patologis Neonatus: Asfiksia Neonatorum. Dalam
(Wiknjosastro GH, Saifudin AB, Rachimhadhi T, ed). Ilmu Kebidanan
Edisi 9. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Angga, N. 2015. Hubungan antara Preeklampsia Berat dan Kelahiran Prematur di
RS Dr. Oen Surakarta. Diakses dari http://eprints.ums.ac.id/50534/.
Angsar, MD. 2010. Hipertensi dalam kehamilan Ilmu dalam Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Edisi IV. Jakarta: PT. Bina Pustaka.
Astuti, Indriyani. 2016. Angka Kematian Ibu Indonesia. Metrotvnews.com.
Jakarta. Diakses dari
http://news.metrotvnews.com/read/2016/12/20/631007.
Bastani, P. 2008. Risk Factor for Preeclampsia in Multigravida Women. Res J Boil
Sci : 148-153
Bertin. 2014. Hubungan Antara Preeklampsia Dengan Kejadian Bayi Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR) di RSUD Undata Palu. Jurnal Ilmiah Kedokteran.
Vol.1 No.3: 1-7. Diakses dari http://
jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/MedikaTadulako/article/download/794/
6273.
Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Wenstrom KD. 2006.
Obstetri Williams. Edisi 21. Alih Bahasa oleh Andry Hartono, Y. Joko
Suyono, Brahm U. Pendit. Jakarta : EGC. Hal 627-653.
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. 2010.
Obstetri Williams. Edisi 23. Jakarta : EGC.
Dahlan, SM. 2013. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Jakarta:
Salemba Medika.
Dharma, Kelana Kusuma. 2011. Metode Penelitian Keperawatan. Jakarta: TIM.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pedoman Pelaksanaan
Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Bayi Baru Lahir.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Profil Kesehatan Indonesia
2005. Jakarta: Depkes RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Profil Kesehatan Indonesia
2009. Jakarta: Depkes RI.

19
Dewi, Vivian. 2020. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika.
Diaz Sh, Toh S, Cnattingius S. 2009. Risk of Preeclampsia in First and
Subsequent Pregnancies: Prospective Cohort Study. BMJ. Hal 2-3.
Dinas Kesehatan Kota Padang. 2014. Profil Kesehatan Kota Padang 2013. Padang
: Dinkes Kota Padang.
Djannah SN, Arianti IS. 2010. Gambaran Epidemiologi Kejadian
Preeclampsia/Eclampsia di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun
2007-2009. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Halm 379-382. Diakses
dari http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/view/2782.
Enok, N. 2013. Hubungan antara Preeklampsia Berat dengan Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR) di RSU Dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya. Jurnal
Kesehatan Bakti Tunas Husada. Vol.12 No.1: 22- 27. Diakses dari
http://ejurnal.stikes-bth.ac.id/index.php/P3M/article/viewFile/62/62.
Farrer, Helen. 1999. Perawatan Maternitas. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Gafur A. 2013. Hubungan antara Primigravida dengan Preeklampsia. Makassar :
Universitas Hasanuddin. Jurnal kesehatan Unismuh. Diakses dari
http://www.jurnal.med.unismuh.ac.id.
Gibbs, R. S, KArlan, B, Y., Haney, A. F., Nygaard, I. E. 2008. Intrauterine
Growth Restriction. In: Danforth’s Obstetric and Ginecology, 10 th Edition.
s.I: Lippincott Williams & Wilkins, pp.198-218.
Gilbert, E. S & Harmon, J. S. 2005. Manual of High Risk Pregnancy and
Delivery. Ed 3. St. Louis : Mosby.
Giovanno, E. 2017. Karakteristik Ibu Hamil dengan Preeklampsia di RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal Kedokteran. Vol.1 No.3: 9-15.
Hasibuan, Dessy S. 2009. Volume dan Sekresi Ginjal pada Pertumbuhan Janin
Terhambat dan Normal dengan Pemeriksaan Ultrasonografi. Medan.
Diakses dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6462.
Hidayat, Aziz Alimul. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik
Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004. Bayi Berat Lahir Rendah. Dalam : Standar
Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Ed 1. Jakarta.
Ilyas, J dan Sulyati. 2012. Asuhan keperawatan Perinatal. Jakarta: EGC.
Indrayani dan Djamie, M. 2013. Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta:
Trans Info Media.

20
Katiandagho, N dan Kusmiyati. 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Asfiksia Neonatorum. Jurnal Ilmiah Bidan, 3(2), 28-38. Diakses
dari http://www.e-jurnal.com/2016/12/faktor-faktor-yang-berhubungan-
dengan_52.html.
Kementerian Kesehatan RI (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. Rencana Aksi Percepatan Penurunan AKI 2013-2015.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2013.
Kosim, MS. 2007. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
EGC.
Manuaba, I. B. G. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.
Maryanti, Dwi. 2011. Buku Ajar Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta: TIM.
Maryunani, A dan Sari. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Trans Info Media.
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.
Mitayani. 2013. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba medika.
Mochtar, Rustam. 2011. Sinopsis Obstetri. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Muslihatun. WN. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta:
Fitrayama.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Pauline. 2015. Controlled Direct Effects of Preeclampsia on Neonatal Health
After Accounting for Mediation by Preterm Birth. Diakses dari
http://www.epidem.com.
Pernoll, Martin L, dan Benson, Ralph C. 2009. Buku Saku Obstetri dan
ginekologi. Edisi 9. Jakarta : EGC.
Pratiwi, T. 2014. Faktor Resiko Kejadian Preeklampsia pada Ibu Hamil di RSUP
Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas. Vol.10
No.1: 38-44. Diakses dari
http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkma/article/view/161.
Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Proferawati, A dan Sulistyorini, C.I. 2010. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Yogyakarta: Nuha Medika.

21
Putra, A. 2014. Hubungan Persalinan Preterm pada Preeklampsia Berat dengan
Fetal Outcome di RSU Islam Harapan Anda Tegal. JKKI. Vol.6 No.3: 113-
119. Diakses dari
http://journal.uii.ac.id/index.php/JKKI/article/view/3387.
Raras, A. 2010. Pengaruh Preeklampsia Berat pada Kehamilan Terhadap Keluaran
Maternal dan Perinatal. Semarang. Diakses dari http://
eprints.undip.ac.id/32869/1/Arinda.pdf.

Reveret, M. 2015. Preeclampsia: Effect on Newborn Blood Pressure in the 3 Days


Following Preterm Birth: A Cohort Study. Journal of Human
Hypertension.
Rien, A. 2016. Karakteristik Pasien dengan Preeklampsia di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. Jurnal e-Clinic (eCl). Vol.4 No.1: 31-35. Diakses dari
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/view/10936.
Riset Kesehatan Dasar. 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
Rosa, M. 2013. Hubungan Preeklampsia Berat dengan Kelahiran Preterm di RSU
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Media Bina Ilmiah. Diakses dari
http://www.lpsdimataram.com/phocadownload/Juni-2014/2.
Rozikhan. 2007. Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Preeklampsia Berat di Rumah
Sakit Dr. H. Soewondo Kedal. Semarang. Diakses dari
http://eprints.undip.ac.id/4918.
Sastroasmoro, Sudigdo. 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:
Sagung Seto.
Schneider S, Maul H, Roehrig S, Fischer B, Hoeft B, Freerksen N. 2011. Risk
Groups and Maternal-Neonatal Complication of Preeclampsia-Current
Result from the Neonatal German Perinatal Quality Registry. J Perinatal
Medical. Hal 257-265.
Setiadi. 2012. Konsep&Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan
Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Setyawati, T. 2001. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bayi Berat Lahir Rendah.
Diakses dari http://digilib.Litbang.Depkes.go.id
Sibai, B. M. 2005. Diagnosis, Prevention, and Management of Eclampsia.
American Journal Obstetrics Gynaecology. Vol: 105: 405-410.

22
Sibai, B. M. 2007. Hypertension. In Gabbe SF Niebyl JR, Simpson JL : Obstetrics
: Normal and Problem Pregnancies. Ed 5. Philadelphia: Churchill
Livingstone.
Shinta, D. 2016. Karakteristik Ibu Bersalin dengan Preeklampsia Berat di RS Dr.
Moewardi Surakarta. Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika
Kesehatan. Vol.6 No.2: 42-47. Diakes dari
http://www.apikescm.ac.id/ejurnalinfokes/index.php/infokes/article/view/1
48.
Sofoewan, S. 2003. Preeklampsia-Eklampsia di Beberapa Rumah Sakit di
Indonesia. Indonesian journal of obstetrics and ginecology. Vol. 27, no. 3
hal: 141-151. Diakses dari http://
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/721/3.
Stright, R. 2005. Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC.
Suci, S. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Bayi Berat
Lahir Rendah di Irna Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang. Jurnal Harapan Bangsa. Vol.1 No.2: 201-
210. Diakses dari
http://pskb.binahusada.ac.id/sites/default/files/files/Jurnal.
Sukarni, I dan Sudarti. 2014. Patologi Kehamilan dan Masa Nifas. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Sumarni, Sri. 2014. Hubungan gravida Ibu dengan Kejadian Preeklampsia. Jurnal
Kesehatan Wiraraja Medika. Diakses dari
https://ejournal.wiraraja.ac.id/index.php/FIK/article/view/96
Sunshine, Philip. 2006. Perinatal Ashpyxia: An Overview. In: Fetal and Neonatal
Brain Injury, Mechanisms, Management, and the Risks of Practice, 3rd ed.
New York: Cambridge University Press, pp 3-29.
Supardi. (2013). Buku Ajar Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : Trans Info
Media.
Valenzuela FJ, Sepulveda AP, Torres MJ, Correa P, Repetto GM, Illanes SE. 2012.
Pathogenesis of Preeclampsia: The Genetic Component. J Pregnancy
2012: Hal 2-3.
Wagner, LK. 2004. Diagnosis And Management Of Preeclampsia. American
Family Phisician: 2317-2324.
Ward K, Lindheimer MD. 2009. Genetic Factors in the Etiology of
Preeclampsia/Eclampsia, in: Chesley’s Hypertensive Disorders in

23
Pregnancy. 3rd eds: Lindheimer MD, Roberts JM, Cunningham FG:
Elsevier in Press: p 51.
World Health Organization. 2014. Maternal and Reproductive Health.
Wiknjosastro, H. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo.
Winarsih. 2009. Hubungan Preeklamsia dengan Kondisi Bayi yang Dilahirkan
Secara Sectio Caesarea Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Berita Ilmu
Keperawatan. Vol. 2:1-6. Diakses dari
http://journals.ums.ac.id/index.php/BIK/article/download/3755/2422.

24

Anda mungkin juga menyukai